Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

ANALISIS KEBIJAKAN
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 1691 TAHUN 2011
TENTANG KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT

Dosen Pengampu:

Andini Yulina Pramono, SKM.,MARS


Kelompok 2:
1.

Aisyah Dwi Oktavia

(201212002)

2.

Arum Yulianda Sari

(201212010)

3.

Enrick Adam R.

(201212018)

4.

Muhammad Jarno

(201212026)

5.

Rasita Larasati

(201212034)

S-1 Administrasi Rumah Sakit


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Yayasan RS. Dr. Soetomo
Surabaya
2013

MAKALAH
HALAMAN JUDUL

ANALISIS KEBIJAKAN
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 1691 TAHUN 2011
TENTANG KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT

Dosen Pengampu:

Andini Yulina Pramono, SKM.,MARS


Kelompok 2:
1.

Aisyah Dwi Oktavia

(201212002)

2.

Arum Yulianda Sari

(201212010)

3.

Enrick Adam R.

(201212018)

4.

Muhammad Jarno

(201212026)

5.

Rasita Larasati

(201212034)

S-1 Administrasi Rumah Sakit


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Yayasan RS. Dr. Soetomo
Surabaya
2013
i

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Selalu melimpahkan rahmat,
taufik, serta hidayah-Nya kepada seluruh hamba-Nya. Sehingga Makalah ini bisa
penulis selesaikan dengan tepat waktu.
Makalah ini membahas tentang Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1691 Tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui apa isi atau makna dari kebijakan
tersebut dan bagaimana pengaplikasiaannya di masyarakat.
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas dari mata kuliah
Admnistrasi Kebijakan Rumah Sakit pada program studi S-1 Administrasi Rumah
Sakit. Semoga makalah ini mampu memenuhi penilaian dari dosen pengampu.
Penulis tidak akan lupa mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak
yang berkenan membantu atas terselesainya makalah ini. Pihak yang penulis
maksud adalah dosen pengampu ibu Andini Yulina Pramono, SKM.,MARS,
kepada sumber-sumber materi yang berkenan memberi atau membagikan
informasinya, dan teman-teman mahasiswa STIKES. Semoga pihak yang
membatu terselesainya makalah ini mendapatkan pahala yang setimpal dari Tuhan
Yang Maha Esa.
Penulisan makalah ini tak akan luput dari kesalahan. Oleh karena itu, saran
dari pembaca yang bersifat membangun untuk kesempunaan makalah ini akan
penulis terima dengan senang hati. Sebagai sesama mahluk sosial kita diwajibkan
untuk berbagi saran atau ilmu kepada sesama, atas ilmu yang kita dapatkan.

Surabaya, 4 Desember 2013

Penulis

ii

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................. i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
I.1.

Latar Belakang .................................................................................... 1

I.2.

Rumusan Masalah ............................................................................... 2

I.3.

Tujuan Dan Manfaat ........................................................................... 2

I.3.1.

Tujuan .............................................................................................. 2

I.3.2.

Manfaat ............................................................................................ 3

BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 4


II.1.

Nama Peraturan Perundangan ............................................................. 4

II.2.

Tujuan Kebijakan................................................................................ 4

II.3.

Jenis Kebijakan ................................................................................... 6

II.4.

Peraturan Perundang-undangan Lain yang Terkait ............................ 8

II.5.

Pengaplikasian di Masyarakat .......................................................... 15

II.5.1.

Kasus yang Di Masyarakat mengenai Keselamatan Pasien Rumah


Sakit ............................................................................................... 15

II.5.2.

Contoh Pengaplikasian Keselamatan Pasien di Rumah Sakit........ 19

BAB III PENUTUP............................................................................................. 26


III.1.

Kesimpulan ....................................................................................... 26

III.2.

Saran ................................................................................................. 27

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 29

iii

DAFTAR LAMPIRAN

No
1

Judul Lampiran
PERATURAN

MENTERI

KESEHATAN

Halaman
REPUBLIK

INDONESIA NOMOR 1691/ MENKES/ PER/ VIII/ 2011


TENTANG KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT

iv

30

BAB I
PENDAHULUAN
I.1.

Latar Belakang
Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan
perorangan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat
diperlukan

dalammendukung

Penyelenggaran

pelayanan

penyelenggaraan

kesehatan di

rumah

upaya

kesehatan.

sakit

mempunyai

karakteristik dan organisasi yang sangat kompleks.


Keselamatan pasien rumah sakit merupakan suatu sistem dimana
rumah sakitmembuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen
risiko,identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko
pasien,pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden
dantindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan
timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh
kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil.
Keselamatan pasien merupakan langkah kritis pertama untuk
memperbaiki kualitas pelayanan kesehatan. Masyarakat pada saat ini
cenderung menuntut pelayanan kesehatan yang bermutu. Pengukur mutu
sebuah pelayanan dapat dilihat secara subjektif dan objektif. Secara
subjektif, ukuran keberhasilan pelayanan kesehatan dinilai melalui
perasaaan puas dari pasien maupun keluarganya atas pelayanan kesehatan
yang telah diberikan. Secara objektif, ukuran keberhasilan dinilai melalui
proses pelayanan yang ada di rumah sakit atau juga bisa dilihat dari angka
BOR (Bed Occupancy Ratio), ALOS (Average Length of Stay), TOI (Turn
Over Interval), BTO (Bed Turn Over), NDR (Net Death Rate) dan GDR
(Gross Death Rate)di rumah sakit.
Sehubungan dengan banyaknya kasus tentang pasien yang menggugat
atau menuntut tempat pelayanan kesehatan terutama pada rumah sakit.

Rumah sakit sering kali dianggap melakukan kejadian malpraktek terhadap


pasien. Sehingga pasien menuduh rumah sakit termasuk dokter yang telah
menangani mengabaikan keselamatan pasien sehingga mengancam
kesehatan pasien dan juga mengancam nyawa pasien. Maka dari beberapa
peristiwa belakangan ini penulis mencoba untuk menganalisis Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691 Tahun 2011 tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit serta menganalisis pengaplikasian
kebijakan ini di masyarakat.

I.2.

Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat ditarik sebuah rumusan masalah.
1. Termasuk tujuan kebijakan apa Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1691 Tahun 2011 tentang Keselamatan
Pasien Rumah Sakit ini ?
2. Termasuk jenis kebijakan apakah Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1691 Tahun 2011 tentang Keselamatan
Pasien Rumah Sakit ini ?
3. Perundang-undangan manakah yang berhubungandenganPeraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691 Tahun 2011
tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit ini?
4. Bagaimana pengaplikasian Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1691 Tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien
Rumah Sakit ini di masyarakat ?

I.3.

Tujuan Dan Manfaat


I.3.1. Tujuan
Tujuan Umum
Menganalisis dari Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1691 Tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien
Rumah Sakit.

Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui sifat dari tujuan kebijakan Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691 Tahun
2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit ini
2. Untuk mengetahui jenis dari Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1691 Tahun 2011 tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit ini
3. Untuk

mengetahui

perundang-undang

manakah

yang

berhubungan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 1691 Tahun 2011 tentang Keselamatan
Pasien Rumah Sakit ini
4. Untuk mengetahui penerapan tentang Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691 Tahun 2011
tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit ini di masyarakat.

I.3.2. Manfaat
Kegiatan analisis Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1691 Tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien
Rumah Sakit ini dimaksudkan untuk memahami isi dari peraturan
dan membandingkan pengaplikasian isi kebijakan di masyarakat
apakah sudah sesuai dengan kebijakan atau masih terdapat banyak
kasus tentang keselamatan pasien di rumah sakit.

BAB II
PEMBAHASAN
II.1. Nama Peraturan Perundangan
Sehubungan dengan banyak sekali masalah yang ada di rumah sakit
berkaitan dengan keselamatan pasien di rumah sakit yang berkaitan
dengan Pasal 43 dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit, pemerintah khususnya Kementrian Kesehatan perlu
menetapkan atau membuat suatu kebijakan tentang keselamatan pasien di
rumah sakit.
Mengingat keselamatan pasien sudah menjadi tuntutan masyarakat
maka pelaksanaan program keselamatan pasien rumah sakit perlu
dilakukan. Karena itu diperlukan acuan yang jelas untuk melaksanakan
keselamatan pasien tersebu maka dibuat dan disahkanlah Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691 Tahun 2011 tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit, untuk memberikan perlindungan
kepada pasien di rumah sakit dan mengatur kebijakan atau sistem yang ada
di rumah sakit.
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem
dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut
meliputi: assessmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan
dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang
seharusnya dilakukan.

II.2. Tujuan Kebijakan


Tujuan keselamatan pasien di rumah sakit adalah mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu

tindakan atau tidak mengambil tindakan yang harusnya diambil. Tujuan


kebijakan adalah sifat dari kegunaan isi kebijakan tersebut di masyarakat
untuk mencapai tujuan tujuan tertentu. Sedangkan dari isi Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691/ Menkes/ Per/
Viii/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit ini mempunyai
beberapa tujuan kebijakan antara lain :

1. Distributif
Distributif

adalah

tujuan

kebijakan

yang

bersifat

menyebarkan.Kebijakan ini ditujukan untuk semua rumah sakit di


Indonesia untuk menyelenggarakan standar keselamat pasien di
rumah sakit. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1691/ Menkes/ Per/ Viii/ 2011 tentang
Keselamatan

Pasien

menyelenggarakan

Rumah

pelayanan

Sakit

rumah

sakit

yang

berhubungan

harus
dengan

keselamatan pasien di rumah sakit. Tujuan distributif sesuai dengan


Pasal 7 berbunyi Setiap Rumah Sakit wajib menerapkan Standar
Keselamatan Pasien. Adapun pada Pasal 9 ayat 1 dalam rangka
menerapkan

standar

keselamatan

pasien,

rumah

sakit

melaksanakan tujuh langkah menuju keselamatan pasien rumah


sakit.

2. Regulatif
Regulatif adalah tujuan kebijakan yang bersifat membatasi
atau mengatur sebuah aktivitas. Menurut Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691/ Menkes/ Per/
Viii/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit pada pasal 5,
pasal 7 dan pasal 8 yang berhubungan dengan pembatasan dan
peraturan. Pembatasan dan peraturan di kebijakan ini ditujukan
kepada sistem pelayanan yang ada di rumah sakit agar lebih
memperhatikan keselamatan pasien yang berhubungan dengan hak
asasi setiap manusia yang dimaksudkan kepada pasien.

3. Dinamisasi
Dinamisasi adalah tujuan kebijakan yang menggerakkan
Sumber Daya yang dihendaki zona industri. Zona industri yang
dimaksud pada kebijakan ini adalah dilingkungan rumah sakit.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691/ Menkes/ Per/ Viii/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah
Sakit pada kandungan kebijakan ini rumah sakit dan tenaga
kesehatan yang bekerja di rumah sakit wajib melaksanakan program
dengan mengacu pada kebijkan. Berhubungan dengan sumber daya
manusia sesuai dengan Pasal 5 yang menyebutkan Rumah sakit
dan tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit wajib
melaksanakan

program

dengan

mengacu

pada

kebijakan

nasional Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit.

II.3. Jenis Kebijakan


Jenis kebijakan adalah perbedaan prinsip-prinsip dari dibuatnya
peraturan ini. Jenis kebijakan dibedakan menjadi lima, yaitu Constituent,
Distributive, Regulatory, Self Regulatory, dan Redistributive. Dari isi
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691/ Menkes/
Per/ Viii/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit ini jenis kebijakan
yang paling tepat adalah :

1. Distributif
Menurut James, E. Anderson Kebijakan distributis adalah kebijakan
yang

menyangkut distribusi pelayanan atau kemanfaatan pada

masyarakat atau individu. Pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor 1691/ Menkes/ Per/ Viii/2011 tentang Keselamatan
Pasien Rumah Sakit kebijakan Distributif yang dimaksud adalah jenis
pelayanan atau tindakan kesehatan pada rumah sakit untuk keselamatan
pasien di semua lini instalansi yang ada di rumah sakit. Pasal 7 berbunyi
Setiap

Rumah

Sakit

wajib

menerapkan

Standar

Keselamatan

Pasien.Pada pasal 9 ayat 1 dalam rangka menerapkan standar


keselamatan pasien, rumah sakit melaksanakan tujuh langkah menuju
keselamatan pasien rumah sakit. Tujuh langkah yang dimaksud pada
pasal 9 ayat 1 disebutkan di Pasal 9 ayat 2 Tujuh Langkah menuju
Keselamatan Pasien Rumah Sakit sebagaimana dimaksud terdiri dari
membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien, memimpin dan
mendukung staf, mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko,
mengembangkan sistem pelaporan, melibatkan dan berkomunikasi
dengan pasien, belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan
pasien, mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatn
pasien.

2. Redistributif
Menurut James, E. Anderson Kebijakan Redistributif adalah
kebijakan yang mengatur alokasi kekayaan, pendapatan, pemilikan atau
hak-hak di antara berbagai kelompok dalam masyarakat. Di peraturan
ini kebijakan Redistributifyang dimaksud ialah jenis kebijakan
berhubungan dengan upaya pemerintah untuk memberikan hak-hak
pelayanan kesehatan kepada pasien sesuai SOP. Berhubungan dengan
isi Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691/
Menkes/ Per/ Viii/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit pada
pasal 8 ayat 1 dan 2 Setiap Rumah Sakit harus mengupayakan
pemenuhan Sasaran KeselamatanPasien. Sasaran Keselamatan Pasien
tersebut meliputi tercapainya hal-hal sebagai berikut ketepatan
identifikasi pasien, peningkatan komunikasi yang efektif, peningkatan
kemanan obat yang perlu diwaspadai, kepastian tepat-lokasi, tepatprosedur, tepat-pasien operasi, pengurangan risiko infeksi terkait
pelayanan kesehatan, dan pengurangan risiko pasien jatuh.

3. Regulatori
Menurut James, E. Anderson Kebijakan Regulatori adalah
kebijakan yang berupa pembatasan atau pelarangan terhadap perilaku

individu atau kelompok masyarakat. Pada peraturan ini kebijakan


Regulatoriyang dimaksud adalah jenis kebijakan yang berhubungan
dengan pembatasan perilaku rumah sakit yang harus ditegakkan
mengenai Keselamatan pasien di rumah sakit. Di Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691/ Menkes/ Per/ Viii/2011
tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit, pada Pasal 5 pasal 7 dan pasal
8 yang berhubungan dengan pembatasan dan peraturan. Pembatasan
dan peraturan di kebijakan ini ditujukan kepada sistem pelayanan yang
ada di rumah sakit agar lebih memperhatikan keselamatan pasien yang
berhubungan dengan hak asasi setiap manusia yang dimaksudkan
kepada pasien.

II.4. Peraturan Perundang-undangan Lain yang Terkait


Sebelum membahas tentang hubungan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1691/ Menkes/ Per/ Viii/2011 tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit dengan Perundang-undangan lain terlebih
dahulu melihat Undang-undang No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
pada Pasal 43 ayat 1 berbunyi Rumah Sakit wajib menerapkan standar
keselamatan pasien. Maka dibuat dan disahkanlah Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691/ Menkes/ Per/ Viii/2011
tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691/
Menkes/ Per/ Viii/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
merupakan peraturan yang mengatur tentang Keselamatan Pasien Rumah
Sakit. Pada Bab I Pasal 1 merupakan Ketentuan Umum. Ketentuan yang
dimuat dalam Pasal 1 menjelaskan dari beberapa poin definisi yang
berkaitan dengan isi dari kandungan peraturan ini. Definisi yang di
jelaskan antara lain tentang Keselamatan pasien rumah sakit, insiden
keselamatan pasien, Kejadian Tidak Disengaja KTD Kejadian Nyaris
Cidera KTD Kejadian Tidak Cidera KTC Kondisi Potensial Cedera KPC
Kejadian Setinel, pelaporan insiden dan Menteri yang bersangkutan.

Ruang lingkup dari Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 1691/ Menkes/ Per/ Viii/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah
Sakit di bahas di Pasal 2 yang berbunyi Ruang lingkup Peraturan Menteri
Kesehatan ini meliputi Organisasi, Standar Keselamatan Pasien, Sasaran
Keselamatan Pasien, Penyelenggaraan Keselamatan Pasien Rumah Sakit,
Pelaporan Insiden, Analisis dan Solusi, serta Pembinaan dan Pengawasan.
Organisasi pada Pasal 2 diterangkan pada Bab II pada Pasal 3, 4, 5 dan 6.
Standar Keselamatan Pasien pada Bab III pada Pasal 7

Sasaran

Keselamatan Pasien dibahas pada Bab IV pada Pasal 8. Penyelenggaraan


Keselamatan Pasien Rumah Sakit dibahas pada Bab V pada Pasal 9 dan 10
Pelaporan Insiden, Analisis dan Solusi dipertegas pada Bab VI pada Pasal
11, 12, 13, dan 14. Pembinaan dan Pengawasan di perjelas pada Bab VII
pada Psal 15 dan 16.
Di Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691/
Menkes/ Per/ Viii/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit sistem
Keorganisasian. Pada Pasal 3, 4 dan 5

membahas tentang Komite

Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Pasal 3 ayat 1 berbunyi


Menteri membentuk Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah
Sakituntuk meningkatkan keselamatan pasien dan mutu pelayanan rumah
sakit sedangkan pada Pasal 3 ayat 2 Komite Nasional Keselamatan
Pasien Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada
organisasi

ayat 1 merupakan

nonstukturaldanindependen dibawah koordinasi direktorat

jenderal yang membidangi rumah sakit, serta bertanggung jawab kepada


Menteri tugas dari di perjelas pada Pasal 3 ayat 5
Pasal 3 ayat 5 Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit
mempunyai tugas memberikan masukan dan pertimbangan kepada
Menteri dalam rangka penyusunan kebijakan nasional dan

peraturan

keselamatan pasien rumah sakit diteruskan di ayat 6 Dalam melaksanakan


tugas sebagaimana dimaksud pada ayat 5 KomiteNasional Keselamatan
Pasien Rumah Sakit menyelenggarakan fungsi : penyusunan standar dan
pedoman keselamatan pasien rumah sakit, kerja sama dengan berbagai
institusi dalam dan luar negeri, pengkajian Program Keselamatan Pasien

10

Rumah Sakit, pengembangandan pengelolaan sistem pelaporan insiden


untuk pembelajaran di rumah sakit, dan monitoring dan evaluasi
pelaksanaan program keselamatan pasien rumah sakit.
Pasal 4 menjelaskan bahwa Komite Nasional Keselamatan Pasien
ditetapkan dengan keputusan menteri atas usulan Direktur Jenderal Bina
Upaya Kesehatan. Pasal 5 menjelaskan bahwa Rumah sakit dan tenaga
kesehatan yang bekerja di rumah sakit wajib melaksanakan program
dengan mengacu pada kebijakan nasional Komite Nasional Keselamatan
Pasien Rumah Sakit. Pada Pasal 3, 4 dan 5 tentang Komite Nasional
Keselamatan Pasien Rumah Sakit berkaitan dengan Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 251/Menkes/Sk/Vii/2012 tentang
Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Ketentuan Pada Pasal 17
menjelaskan Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang telah ada
dan dibentuk oleh Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia PERSI
masih tetap melaksanakan tugas sepanjang Komite Nasional Keselamatan
Pasien

Rumah Sakit belum terbentuk. Komite Nasional Keselamatan

Pasien Rumah Sakit harus dibentuk dalam waktu selambat-lambatnya bulan


sejak peraturan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691/ Menkes/ Per/ Viii/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
ditetapkan.
Pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691/ Menkes/ Per/ Viii/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
Pasal 6 menjelaskan tentang Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit
TKPRS.

Dalam Pasal 6 ayat 1 setiap rumah sakit wajib membentuk

TKPRS. TKPRS ditetapkan oleh Direktur Rumah sakit Sebagai Pelaksana


Kegiatan keselamatan Pasien diteruskan pada ayat 2 bahwa TKPRS
bertanggung jawab Kepada Kepala Rumah Sakit. Pada Ayat 3 TKPRS
terdiri dari Manajemen Rumah Sakit dan unsur dari profesi kesehatan
rumah sakit. Adaput tugas dari TKPRS di sebutkan di ayat 4 antara lain
mengembangkan program keselamatan pasien di rumah sakit sesuai
dengan kekhususan rumah sakit tersebut,menyusun
prosedur

terkait

dengan

kebijakan

dan

program keselamatan pasien rumah sakit,

11

menjalankan peran untuk melakukan motivasi, edukasi, konsultasi,


pemantauan

monitoring dan penilaian

evaluasi

tentang

terapan

implementasi program keselamatan pasien rumah sakit, bekerja sama


dengan bagian pendidikan dan pelatihan rumah sakit untuk melakukan
pelatihan internal keselamatan pasien rumah sakit, melakukan pencatatan,
pelaporan insiden, analisa insiden serta

mengembangkan solusi untuk

pembelajaran, memberikan masukan dan pertimbangan kepada kepala


rumah sakit

dalam rangka pengambilan kebijakan Keselamatan Pasien

Rumah Sakit, dan membuat laporan kegiatan kepada kepalarumah sakit.


Pada Pasal 11 ayat 2 juga mengenai TKPRS bahwa Pelaporan insiden
kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit mencakup
KTD, KNC, dan KTC, dilakukan setelah analisis dan mendapatkan
rekomendasi dan solusi dari TKPRS.
Pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691/ Menkes/ Per/ Viii/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
BabIII Tentang Standart Keselamatan Pasien. Pasal 7 Ayat 1 yaitu :Setiap
rumah sakit wajib menerapkan Standar Keselamatan Pasien. Standart
keselamatan pasien sangatlah diprioritaskan dikarenakan pasien di rumah
sakit wajib mendapatkan pelayanan sebagai konsumen yang ingin
mendapatkan pelayanan jasa khususnya dibidang jasa pelayanan
kesehatan. Pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun
1999, Tentang Perlindungan Konsumen Pasal 4 huruf a berbunyi hak atas
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa. Dalam kegiatan di rumah sakit pelayanan yang didapan
konsumen tersebut berupa pelayanan medik. Pada Undang-Undang Nomor
44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit yang berhubungan degan
keselamatan pasien dimuat pada Pasal 2, Pasal 3 huruf b dan 43.
Pasal 7 Ayat 2 menyebutkan Standar Keselamatan Pasien
sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 meliputi, hak pasien, mendidik
pasien dan keluarga, keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan,
penggunaan metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan
program peningkatan keselamatan pasien, peran kepemimpinan dalam

12

meningkatkan keselamatan pasien, mendidik staf tentang keselamatan


pasien dan, komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai
keselamatanpasien. Standar Keselamatan Pasien yang dimaksud tercantum
dalam lampiran Peraturan Menteri Kesehatan No. 1691/ MENKES/ PER
/VIII /2011 Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Hak pasien juga
disebutkan di Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
pada Bagian Hak Pasien Pasal 32 sedangkan pada PP Nomor 32 tahun 1996
tentang Tenaga Kesehatan pada Pasal 22 ayat 1 menjelaskan Setiap tenaga
kesehatan dalam melaksanakan tugas profesinya berkewajiban untuk
menghormati hak pasien, menjaga kerahasiaan identitas dan data kesehatan
pribadi pasien, memberikan infomasi yang berkaitan dengan kondisi dan
tindakan yang akan dilakukan, meminta persetujuan terhadap tindakan yang
akan dilakukan, membuat dan memelihara rekam medis..
Pada BAB IV Tentang Sasaran Keselamatan Pasien Rumah Sakitdi
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691/ Menkes/
Per/ Viii/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit Pasal 8 membahas
tentang sasaran keselamatan pasien. Pada Pasal 8 ayat 2 sasaran
keselamatan Pasien meliputi beberapa hal antara lain Ketepatan identifikasi
pasien, Peningkatan komunikasi yang efektif, Peningkatan keamanan obat
yang perlu diwaspadai, Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien
operasi, Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan, dan
Pengurangan risiko pasien jatuh.Sasaran Keselamatan Pasien adalah untuk
memperbaiki secara spesifik dalam keselamatan pasien. Ketentuan
Mengenai

sasaran

keselamatan

pasien

terlampir

dalam

Peraturan

MenteriKesehatan Republik Indonesia Nomor 1691/ Menkes/ Per/ Viii/


2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit ini.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691/
Menkes/ Per/ Viii/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit Bab V
membahas tentang Penyelenggaraan Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
Pada Pasal 9 ayat 1 Dalam rangka menerapkan Standar Keselamatan
Pasien, Rumah Sakit melaksanakan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan
Pasien Rumah Sakit Tujuh langkah yang dimaksud disebutkan di ayat 2 yaitu

13

membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien, memimpin dan


mendukung

staf,

mengintegrasikan

aktivitas

pengelolaan

risiko,

mengembangkan sistem pelaporan, melibatkan dan berkomunikasi dengan


pasien, belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien, dan
mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien.rumah
sakit harus merancang proses baru atau memperbaiki proses yang ada,
memonitor

dan

mengevaluasi

kinerja

melalui

pengumpulan

data,

menganalisis secara intensif Kejadian Tidak Diharapkan, dan melakukan


perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien. Proses
perancangan tersebut harus mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit,
kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini,
praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yangberpotensi risiko bagi
pasien sesuai dengan Tujuh Langkah Keselamatan Pasien Rumah
SakitBerkaitan hal tersebut diatas maka perlu ada kejelasan perihal tujuh
langkah keselamatanpasien rumah sakit tersebut. Ketentuan mengenai Tujuh
Langkah Keselamatan Pasien Rumah Sakit terlampir dalam peraturan ini
dan di bahas pada buku Depkes tahun 2006 tentang Pedoman Keselamatan
Pasien.
Pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691/
Menkes/ Per/ Viii/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit Bab V
Tentang Penyelenggaraan Keselamatan Pasien Rumah Sakit pasal 10 yaitu
Asosiasi perumahsakitan dan Organisasi profesi kesehatan wajib berperan
serta dalam persiapan penyelenggaraan Program Kesehatan Pasien Rumah
Sakit. Di sebutkan pula pada Pasal 15 ayat 2 yaitu melaksanakan
pembinaan dan pengawasan sebagaimana oleh Menteri, Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota
mengikutsertakan

asosiasi

perumahsakitan

dan

organisasi

profesi

kesehatan.Persatuan perumahsakitan ini bertujuan untuk membina dan


mengawasi perubahan rumah sakit yang ada di setiap daerah, serta
membangun kebersamaan antar semua pegawai untuk bekerjasama dalam
hal menyelamatkan pasien. Peraturan Ini juga di dukung oleh UndangUndang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteranpasal 8 huruf f.

14

Pada pasal 10 membahas tentang kewajiban asosiasi perumasakitan dan


organisasi profesi kesehatan yang ikut berperan serta dalam persiapan
penyelenggaraan program keselamatan pasien rumah sakit. Kemudian, pada
pasal 15 ayat 2 yang membahas tentang mengikutsertakan asosiasi
perumahsakitan dan organisasi profesi kesehatan dalam melaksanakan
pembinaan dan pengawasan kegiatan keselamatan pasien. Pada pasal 16
berbunyi Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, Menteri, Pemerintah
Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat mengambil
tindakan administratif kepada rumah sakit terhadap pelanggaran ketentuan
Pasal 6 ayat 1, Pasal 7 ayat 1, Pasal 8 ayat 1 dan Pasal 11 ayat 1, berupa: a.
teguran lisan; b. teguran tertulis; atau c. penundaan atau penangguhan
perpanjangan izin operasional.Permenkes tersebut didukung oleh undangundang no 44 tentang rumah sakit pada pasal 13, 54 dan 56 Mengenai
Asosiasi perumahsakitan dan organisasi profesi kesehatan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691/
Menkes/ Per/ Viii/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit Bab VI
Tentang Pelaporan Insiden, Analisis dan Solusi pasal 11 menjelaskan
Sistem pelaporan insiden di internal rumah sakit kepada Komite Nasional
Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Ayat 2 berbunyi Pelaporan insiden
kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien RumahSakit mencakup KTD,
KNC, dan KTC, dilakukan setelah analisis danmendapatkan rekomendasi
dan solusi dari TKPRS. Ayat 3 menjelaskanSistem pelaporan insiden
kepada Komite Nasional Keselamatan PasienRumah Sakit harus dijamin
keamanannya, bersifat rahasia, anonim tanpa identitas tidak mudah diakses
oleh yang tidak berhak. Sedangkan pada ayat 4 Pelaporan insiden
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 ditujukan untuk menurunkan
insiden dan mengoreksi sistem dalamrangka meningkatkan keselamatan
pasien dan tidak untuk menyalahkan orang (non blaming) . Pasal 12 juga
menjelaskan sistem pelaporan. Ayat 1 Setiap insiden harus dilaporkan
secara internal kepada TKPRS dalamwaktu paling lambat 2x24 jam sesuai
format laporan sebagaimanatercantum pada Formulir 1 Peraturan ini. Ayat
2 menyatakan TKPRS melakukan analisis dan memberikan rekomendasi

15

serta solusi atasinsiden yang dilaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat


1. Diteruskan pada ayat 3 TKPRS sebagaimana dimaksud pada ayat 1
melaporkan hasil kegiatannya kepada kepala rumah sakit pada Pasal 13
ayat 1 berbunyi Rumah sakit harus melaporkan insiden, analisis,
rekomendasi dan solusi Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) secara tertulis
kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit sesuai format
laporan sebagaimana tercantum pada Formulir 2 Peraturan ini. Sedangkan
pada Pasal 13 ayat 1 menjelaskan Komite Nasional Keselamatan Pasien
Rumah Sakit melakukan pengkajian dan
(feedback) dan

solusi

atas

memberikan

umpan

balik

laporan sebagaimana dimaksud pada ayat 1

secara nasional. Peraturan Ini juga di dukung oleh Undang-Undang Nomor


44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 43 ayat 3 dan 4 .

II.5. Pengaplikasian di Masyarakat


II.5.1. Kasus yang Di Masyarakat mengenai Keselamatan Pasien
Rumah Sakit
Kasus 1: Kelalaian Dokter Mengangkat Alat Double G yang Terpasang
pada Saluran Kemih Pasien.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691/ Menkes/ Per/ Viii/ 2011 BAB IV pada pasal 8 ayat 2 yang berisikan
Sasaran Keselamatan Pasien yang meliputi tercapainya hal-hal sebagai
berikut,Ketepatan identifikasi pasien, Peningkatan komunikasi yang
efektif, Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai, Kepastian
tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi, Pengurangan risiko
infeksi terkait pelayanan kesehatan dan, Pengurangan risiko pasien jatuh.
Namun dalam kenyataannya masih ada kasus yang terjadi di masyarakat
mengenai ketertinggalan alat di tubuh pasien. Contohnya di Rumah Sakit
Mediros seorang pasien mengalami batu ginjal dan dilakukan terapi
penghancuran batu ginjal dengan menggunakan sistem laser atau extra
toxiwave lithotripsy, untuk itu pasien dipasangi alat double G stain atau
pipa fleksible pada saluran kemih .Setelah batu ginjal hancur,pihak dokter

16

lalai untuk mengangkat alat double G yg terpasang pada saluran kemih


pasien. Akibatnya pasien sering mengalami sakit pada punggung bagian
belakang setelah melahirkan anak ke 2 secara prematur dengan melalui
operasi Caesar.Pihak Rumah Sakit Mediros telah menunjukkan surat
pernyataan yang menyatakan bahwa mereka tidak akan mengajukan
tuntutan yang ditandatangani oleh pihak pasien dan suaminya. Tetapi
mereka mengaku tidak pernah menandatangani surat pernyataan apapun.
Dari kasus di atas maka rumah sakit melanggar Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691/ Menkes/ Per/ Viii/ 2011
BAB IV pada pasal 8 ayat 2 yaitu kesalahan prosedur dan tidak tepat
operasi pada pasien.
Kasus 2: Kesalahan Diagnosa dan tidak Menyampaikan Perubahan Hasil
Diagostik Pasien
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691/ Menkes/ Per/ Viii/ 2011

pada pasal 8 ayat 2 yang berisikan

Sasaran Keselamatan Pasien yang meliputi tercapainya hal-hal sebagai


berikut, yaitu Ketepatan identifikasi pasien, Peningkatan komunikasi yang
efektif, Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai, Kepastian
tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi, Pengurangan risiko
infeksi terkait pelayanan kesehatan dan, Pengurangan risiko pasien jatuh.
Namun pada kenyataannya masih ada kasus kesalahan diagnosa penyakit
yang mengakibatkan pasien meninggal.
Pada awalnya Sita dinyatakan penyakit tumor yang dideritanya
adalah penyakit tumor yang tidak ganas oleh rumah sakit.Setelah tumor
diangkat sampelnya dikirim dan di tes lagi.Ternyata hasilnya adalah tumor
yang di derita sita adalah tumor ganas.Rumah sakit juga melanggar
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691/ Menkes/
Per/ Viii/ 2011 pada pasal7 ayat 2 huruf a karena perubahan diaknostik itu
tidak disampaikan kepada pasien Maupun keluarganya.Tepat setahun
kemudian, Sita mengeluhkan adanya benjolan di sekitar perutnya. Lalu dia
melakukan CT Scan dan hasilnya Sita mengalami kanker liver stadium 4.

17

Tidak lama kemudian sita meninggal.Atas kesalahan diagnosa ini,


keluarga pasien yang diwakili oleh anak Sita yaitu Pitra Azmirla dan
Damitra Almira mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
(PN Jaksel).

Kasus 3: Usai Operasi Anak 14 Tahun Tewas Usus Dipotong 1,2 Meter

Pasien 14 tahun yang pengidap usus buntu saat berobat


keluarganya menggunakan kartu jamkesmas. Setelah keluarga setuju dan
setelah menjalani operasi usus buntu pada rumah sakit umum insani
sepanjang 1,2 meter bukan usus buntu yang di potong melainkan usus
lainnya, sehingga kondisinya semakin kritis dan tubuh korban kian kurus
berat badan nya turun secara derastis sehingga tinggal tulang dan akhirnya
meninggal dunia. Pihak RS belum memberikan informasi atau penjelasan
lebih lanjut.
Jika benar dokter yang bersangkutan melakukan apa yang
diberitakan di atas maka dokter tersebut menurut Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691/ Menkes/ Per/ Viii/ 2011
maka dokter telah melanggar Pasal 7 ayat 2 huruf a tentang hak pasien dan
huruf c yang berbunyi keselamatan pasien dalam kesinambungan
pelayanan.

Kasus 4: Kesalahan Pembacaan Resep, Pasien Meninggal Keracunan


Lithium

Kasus diatas merupakan salah satu dari kasus medication error


yang melibatkan banyak pihak diataranya farmasis, dokter, psikiter pribadi
serta keluarga selaku pengawas korban.Korban yang merupakan seorang
wanita berumur 51 tahun dengan riwayat keterbelakangn mental menerima
terapi lithium untuk pengobatan penyakit bipolar disorder yang
dideritanya.Kesalahan

pengobatan

bermula

terjadi

karena

adanya

kesalahan pembacaan resep dan dispensing obat yang dilakukan oleh

18

farmasis tempat korban menebus resepnya.Farmasis memberikan 300 mg


lithium karbonat per kapsul kepada pasien padahal pada resep tertulis 150
mg

lithium

per

kapsul.Kesalahan

ini

mengakibatkan

korban

mengkonsumsi lithium karbonat perharinya dua kali lipat dari dosis yang
diresepkan.Peningkatan

dosis

lithium

hingga

dua

kali

lipat

ini

mengakibatkan korban mengalami gejala toksisitas lithium yang ditandai


dengan diare kronis yang dialami korban setelah tiga hari mengkonsumsi
obat.Selain itu terjadi juga peningkatan kontraksi dan kekakuan otot,
gangguang keseimbangan, dan lesu.Namun gejala ini tidak disadari oleh
penderita dan dokter korban sampai akhirnya korban mengalami dehidrasi
berat persisten dengan kekacauan metabolisme dan hipotensi, serta gagal
ginjal akut dan meninggal dunia.pada kasus diatas tidak ada komunikasi
yang baik antara penderita, psikiater, farmasis, dan keluarga korban. Pada
saat melakukan pembacaan resep dan dispensing obat, farmasis hendaknya
mampu melakukan evaluasi terhadap resep yang dibawa oleh korban dan
lebih teliti sebelum dan pada saat melakukan peracikan obat. Dengan
melihat riwayat penyakit korban dan obat yang diberikan seharusnya
psikiater mampu meramalkan kemungkinan terburuk dari peresepan yang
dilakukan dan tidak semata-mata menyerahkan evaluasi peresepan kepada
tenaga medis lain. Apabila memang terjadi komunikasi yang baik dari
tenaga medis terkait maka tentunya medication error seperti kasus diatas
tidak akan terjadi.
Dari kasus diatas merupakan kasus keselamatan pasien, yang
sesuai dengan permenkes no 1691 pada pasal 8 ayat 2 yang berisikan
Sasaran Keselamatan Pasien yang meliputi tercapainya hal-hal sebagai
berikut, yaitu Ketepatan identifikasi pasien, Peningkatan komunikasi yang
efektif, Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai, Kepastian
tepat-lokasi, tepat-prosedur, tepat-pasien operasi, Pengurangan risiko
infeksi terkait pelayanan kesehatan dan, Pengurangan risiko pasien
jatuh.Namun, penerapan permenkes 1691 pasal 8 ayat 2 ini tidak
diterapkan secara maksimal.Masih

ada kesalahan-kesalahan yang

berhubungan dengan keselamatan pasien. Seperti kasus diatas, kasus

19

tersebut disebabkan karena kesalahan komunikasi yang mengakibatkan


pasien meninggal dunia.

II.5.2. Contoh Pengaplikasian Keselamatan Pasien di Rumah Sakit


Dalam keselamatan pasien, rumah sakit dapat melakukan beberapa hal
yang dapat terjadi di rumah sakit antara lain :
1. Meningkatkan kebersihan tangan di tempat kerja.
2. Pengurangan risiko salah Nama Obat Rupa atau Ucapan Mirip
(NORUM); kesalahan pemberian obat yang banyak terjadi di dunia.
3. Mengurangi kesalahan identifikasi pasien (misal nama yang sama);
menghindari kesalahan pemberian obat atau pelaksanaan prosedur.
4. Memperbaiki kesenjangan komunikasi antar unit pelayanan, khususnya
saat serah terima pasien.
5. Mencegah terjadinya prosedur (pembedahan) yang keliru pada sisi
tubuh.
6. Akurasi pemberian obat pada saat transisi atau pengalihan pasien.
7. Mencegah salah penggunaan cairan elektrolit pekat yang spesifik.
8. Menghindari salah sambung slang, kateter, atau spuit (syringe).
9. Penggunaan alat injeksi sekali pakai untuk menghindari risiko
terjadinya penyebaran penyakit berbahaya
Pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691/
Menkes/ Per/ Viii/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit, Rumah
sakit wajib menerapkan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien
Rumah. Tujuh langkah antara lain:
1. membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien
2. memimpin dan mendukung staf
3. mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko
4. mengembangkan sistem pelaporan
5. melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien
6. belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien
7. mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien.

20

Uraian Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit


adalah sebagai berikut:

1. MEMBANGUN KESADARAN AKAN NILAI KESELAMATAN


PASIEN
Menciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil.
Langkah penerapan:
A. Bagi Rumah Sakit:
Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang menjabarkan apa
yang harus dilakukan staf segera setelah terjadi insiden, bagaimana
langkah-langkah pengumpulan fakta harus dilakukan dan dukungan
apa yang harus diberikan kepada staf, pasien dan keluarga.
1) Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang menjabarkan
peran dan akuntabilitas individual bilamana ada insiden.
2) Tumbuhkan budaya pelaporan dan belajar dari insiden yang
terjadi di rumah sakit.
3) Lakukan asesmen dengan menggunakan survei penilaian
keselamatan pasien.
B. Bagi Unit/Tim:
1) Pastikan rekan sekerja anda merasa mampu untuk berbicara
mengenai kepedulian mereka dan berani melaporkan bilamana
ada insiden.
2) Demonstrasikan kepada tim anda ukuran-ukuran yang dipakai
di rumah sakit anda untuk memastikan semua laporan dibuat
secara

terbuka

dan terjadi

proses

pembelajaran

serta

pelaksanaan tindakan/solusi yang tepat.

2. MEMIMPIN DAN MENDUKUNG STAF


Membangun komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang
Keselamatan Pasien di rumah sakit.Langkah penerapan:
A. Untuk Rumah Sakit:

21

1) Pastikan ada anggota Direksi atau Pimpinan yang bertanggung


jawab atas Keselamatan Pasien
2) Identifikasi di tiap bagian rumah sakit, orang-orang yang dapat
diandalkan

untuk

menjadi

penggerak

dalam

gerakan

Keselamatan Pasien
3) Prioritaskan

Keselamatan

Pasien

dalam

agenda

rapat

Direksi/Pimpinan maupun rapat-rapat manajemen rumah sakit


4) Masukkan Keselamatan Pasien dalam semua program latihan
staf rumah sakit anda dan pastikan pelatihan ini diikuti dan
diukur efektivitasnya.
B. Untuk Unit/Tim:
1) Nominasikan penggerak dalam tim anda sendiri untuk
memimpin Gerakan Keselamatan Pasien
2) Jelaskan kepada tim anda relevansi dan pentingnya serta
manfaat bagi mereka dengan menjalankan gerakan Keselamatan
Pasien
3) Tumbuhkan sikap ksatria yang menghargai pelaporan insiden.

3. MENGINTEGRASIKAN AKTIVITAS PENGELOLAAN RISIKO


Mengembangkan sistem dan proses pengelolaan risiko, serta lakukan
identifikas dan asesmen hal yang potensial bermasalah. Langkah
penerapan:
A. Untuk Rumah Sakit:
1) Telaah kembali struktur dan proses yang ada dalam manajemen
risiko klinis dan nonklinis, serta pastikan hal tersebut mencakup
dan terintegrasi dengan Keselamatan Pasien dan staf;
2) Kembangkan indikator-indikator kinerja bagi sistem pengelolaan
risiko yang dapat dimonitor oleh direksi/pimpinan rumah sakit;
3) Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari
sistem pelaporan insiden dan asesmen risiko untuk dapat secara
proaktif meningkatkan kepedulian terhadap pasien.

22

B. Untuk Unit/Tim:
1) Bentuk forum-forum dalam rumah sakit untuk mendiskusikan isuisu Keselamatan Pasien guna memberikan umpan balik kepada
manajemen yang terkait;
2) Pastikan ada penilaian risiko pada individu pasien dalam proses
asesmen risiko rumah sakit;
3) Lakukan proses asesmen risiko secara teratur, untuk menentukan
akseptabilitas setiap risiko, dan ambillah langkahlangkah yang
tepat untuk memperkecil risiko tersebut;
4) Pastikan penilaian risiko tersebut disampaikan sebagai masukan
ke proses asesmen dan pencatatan risiko rumah sakit.

4. MENGEMBANGKAN SISTEM PELAPORAN


Memastikan staf dapat melaporkan kejadian/ insiden, serta rumah
sakit mengatur pelaporan kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien
Rumah Sakit. Langkah penerapan:
A. Untuk Rumah Sakit:
Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden ke
dalam maupun ke luar, yang harus dilaporkan ke Komite Nasional
Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
B. Untuk Unit/Tim:
Berikan semangat kepada rekan sekerja anda untuk secara aktif
melaporkan setiap insiden yang terjadi dan insiden yang telah dicegah
tetapi tetap terjadi juga, karena mengandung bahan pelajaran yang
penting.

5. MELIBATKAN DAN BERKOMUNIKASI DENGAN PASIEN


Mengembangkan cara-cara komunikasi yang terbuka dengan pasien.
Langkah penerapan:
A. Untuk Rumah Sakit:

23

1) Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang secara jelas


menjabarkan cara-cara komunikasi terbuka selama proses asuhan
tentang insiden dengan para pasien dan keluarganya.
2) Pastikan pasien dan keluarga mereka mendapat informasi yang benar
dan jelas bilamana terjadi insiden.
3) Berikan dukungan, pelatihan dan dorongan semangat kepada staf
agar selalu terbuka kepada pasien dan keluarganya.
B. Untuk Unit/Tim:
1) Pastikan tim anda menghargai dan mendukung keterlibatan pasien
dan keluarganya bila telah terjadi insiden
2) Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien dan keluarga bilamana
terjadi insiden, dan segera berikan kepada mereka informasi yang
jelas dan benar secara tepat
3) Pastikan, segera setelah kejadian, tim menunjukkan empati kepada
pasien dan keluarganya.

6.

BELAJAR

DAN

BERBAGI

PENGALAMAN

TENTANG

KESELAMATAN PASIEN
Mendorong staf untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar
bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul. Langkah penerapan:
A. Untuk Rumah Sakit:
1) Pastikan staf yang terkait telah terlatih untuk melakukan kajian
insiden secara tepat, yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi
penyebab.
2) Kembangkan kebijakan yang menjabarkan dengan jelas criteria
pelaksanaan Analisis Akar Masalah (root cause analysis/RCA)
yang mencakup insiden yang terjadi dan minimum satu kali per
tahun melakukan Failure Modes and Effects Analysis (FMEA)
untuk proses risiko tinggi.
B. Untuk Unit/Tim:
1) Diskusikan dalam tim anda pengalaman dari hasil analisis insiden.

24

2) Identifikasi unit atau bagian lain yang mungkin terkena dampak di


masa depan dan bagilah pengalaman tersebut secara lebih luas.

7.

MENCEGAH

CEDERA

MELALUI

IMPLEMENTASI

SISTEM

KESELAMATAN PASIEN
Menggunakan informasi yang ada tentang kejadian/masalah untuk
melakukan perubahan pada sistem pelayanan. Langkah penerapan:
A. Untuk Rumah Sakit:
1) Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem
pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, dan audit serta analisis,
untuk menentukan solusi setempat.
2) Solusi tersebut dapat mencakup penjabaran ulang sistem (struktur
dan proses), penyesuaian pelatihan staf dan/atau kegiatan klinis,
termasuk penggunaan instrumen yang menjamin keselamatan pasien.
3) Lakukan asesmen risiko untuk setiap perubahan yang direncanakan.
4) Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh Komite Nasional
Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
5) Beri umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil
atas insiden yang dilaporkan.
B. Untuk Unit/Tim :
1) Libatkan tim anda dalam mengembangkan berbagai cara untuk
membuat asuhan pasien menjadi lebih baik dan lebih aman.
2) Telaah kembali perubahan-perubahan yang dibuat tim anda dan
pastikan pelaksanaannya.
3) Pastikan tim anda menerima umpan balik atas setiap tindak lanjut
tentang insiden yang dilaporkan.

Tujuh langkah keselamatan pasien rumah sakit merupakan panduan


yang komprehensif untuk menuju keselamatan pasien, sehingga tujuh
langkah tersebut secara menyeluruh harus dilaksanakan oleh setiap rumah
sakit. Dalam pelaksanaan, tujuh langkah tersebut tidak harus berurutan dan
tidak harus serentak. Pilih langkah-langkah yang paling strategis dan

25

paling mudah dilaksanakan di rumah sakit. Bila langkah-langkah ini


berhasil maka kembangkan langkah-langkah yang belum dilaksanakan.
Bila tujuh langkah ini telah dilaksanakan dengan baik rumah sakit dapat
menambah penggunaan metoda-metoda lainnya.

BAB III
PENUTUP
III.1. Kesimpulan
Dari Bab II sudah dibahas panjang lebar mengenai Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1691/ Menkes/ Per/
Viii/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit dapat disimpulkan
antara lain :
1. Tujuan dari pembentukan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1691/ Menkes/ Per/ Viii/2011 tentang Keselamatan
Pasien Rumah Sakit ada 3 jenis yaitu Distributif,Regulatif, dan
Dinamisasi.
2. Jenis kebijakan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1691/ Menkes/ Per/ Viii/2011 tentang Keselamatan Pasien


Rumah Sakit bila dilihat dari tujuan pembuatan dan isi kandungan
peraturan

tersebut

jenis

kebijakannya

bersifat

Distributive,

Redistributive, dan Regulatory.


3. Peraturan yang terkait dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1691/ Menkes/ Per/ Viii/2011 tentang Keselamatan
Pasien Rumah Sakit adalah:
a. Pasal 1 ketentuan umum yang berisi penjelasan mengenai istilahistilah yang ada di Permenkes No. 1691 tahun 2011 tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
b. Pasal 2 mengenai ruang lingkup dari hal-hal yang dibahas di
Permenkes No. 1691 tahun 2011.
c. Pada Pasal 3, 4, 5 dan 17 membahas tentang Komite Nasional
Keselamatan Pasien Rumah Sakit berkaitan dengan KMK No. 251
tahun 2012 tentang Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
d. Pasal 6 menjelaskan tentang Tim Keselamatan Pasien Rumah
Sakit TKPRS.

26

27

e. Pasal 7 pada BAB III tentang Standar Keselamatan Pasien Ayat 1


berkaitan dengan peraturan UU No. 8 Tahun 1999, Tentang
Perlindungan Konsumen Pasal 4 huruf a.
f. Pasal 7 Ayat 2 huruf a tentang Hak pasien juga berkaitan dengan
UU No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit pada Bagian Hak
Pasien Pasal 32 dan PP No.32 Tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan pasal 22 ayat 1.
g. Pada Pasal 8 ayat 2 sasaran keselamatan Pasien Ketentuan
Mengenai sasaran keselamatan pasien terlampir dalam Permenkes
No. 1691 tahun 2011.
h. Pada Pasal 9 membahas tentang Tujuh Langkah Menuju

Keselamatan Pasien Rumah Sakit Ketentuan mengenai Tujuh


Langkah Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Tujuh Langkah
Keselamatan Pasien Rumah Sakit dibahas di lampiran dan di
jelaskan pada buku (Depkes RI.2006 Panduan Nasional
Keselamatan Pasien Rumah Sakit Patienty Safety).
i. Pasal 10,

Pasal 15 ayat 2, serta Pasal 16

tentang Asosiasi

perumahsakitan dan Organisasi. Pasal tersebut berhubungan


dengan UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteranpasal
8 huruf f dan UU No. 44 tentang rumah sakit pada pasal 13, 54
dan 56.
j. Pasal 11, 12 dan 13 menjelaskan Sistem pelaporan insiden. Pasal
tersebut berhubungan dengan UU No. 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit Pasal 43 ayat 3 dan 4.
4. Pengaplikasian dimasyarakat Pada beberapa kasus yang telah di bahas
pada Bab II menggambarkan masih banyaknya kejadian tetang
keselamatan pasien yang harus diperbaiki.

III.2. Saran
Saran untuk Kementrian Kesehatan atau Dinas kesehatan supaya
lebih mengawasi tentang kebijakan atau sistem yang ada di rumah sakit,
Pendelegasian tanggungjawab untuk pengambilan keputusan penggunaan

28

sumber daya, membina serta mengawasi pihak yang terlibat dalam


pengambilan keputusan, danmeningkatkan pelayanan pada pasien di
semua sarana pelayanan kesehatan terutama di rumah sakit. Sedangkan
saran untuk rumah sakit agar lebih baik lagi dalam melaksanakan program
keselamatan pasien rumah sakit sesuai standar Komite Keselamatan Pasien
Rumah Sakit dan SDM di rumah sakit lebih berhati-hati lagi
bertindak, bertindak sesuai prosedur

dalam

agar tidak terjadi lagi kesalahan

tindakan medis di rumah sakit serta mengacu pada kebijakan nasional


Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Sehingga terciptanya
budaya keselamatan pasien di rumah sakit, meningkatnya akuntabilitas
rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat, menurunnya kejadian tidak
diharapkan (KTD) di rumah sakit, dan terlaksananya program-program
pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan

DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI (2006) Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit Patienty Safety.
Jakarta: Depkes PG-15
James, E. Anderson. (1979) Public Policy Making. New York : Chapter
KEPUTUSAN

MENTERI

KESEHATAN

REPUBLIK

INDONESIA

NOMOR

251/MENKES/SK/VII/2012 TENTANG KOMITE KESELAMATAN PASIEN


RUMAH SAKIT
Lubin & Mayer. (2010). Medication Error And Failure To Notice Signs And Lithium Toxicity
Lead To Death Of 51 Year-Old Woman. Calivornia : Hoterneys
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1691/
MENKES/ PER/ VIII/ 2011 TENTANG KESELAMATAN PASIEN RUMAH
SAKIT
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1996
TENTANG TENAGA KESEHATAN
Saputra, A. (2013) Detik News: Gara-gara Malpraktik, RS Pondok Indah Dihukum Rp 2
Miliar [Internet], Detik News. Tersedia di: <http://news.detik.com/read> [diakses
29 November 2013].
Sumut Pos. (2013) Sumut Pos: Usai Operasi, Anak 14 Tahun Tewas Usus Dipotong 1,2
Meter [Internet], tersedia di: <http://sumutpos.co> [diakses 29 November 2013].
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999, TENTANG
PERLINDUNGAN KONSUMEN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2004, TENTANG
PRAKTIK KEDOKTERAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009, TENTANG
KESEHATAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2009, TENTANG
RUMAH SAKIT
World Health Organization. (2007). Nine Life-Saving Patient Safety Solutions.
Switzerland: WHO

29

Anda mungkin juga menyukai