Anda di halaman 1dari 20

STRUKTUR SOSIAL DAN PENDIDIKAN

HUBUNGAN STRATIFIKASI SOSIAL DENGAN DUNIA


PENDIDIKAN
( Makalah Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah SosioAntropologi Pendidikan )
Dosen : Y.Ch.Nany S., M.Si

Disusun oleh:
1. Asti Dian Arini

13303241031

2. Nabila Roza Putri

13303241043

3. Tessa Novi Ekasaputri

13303241053

4. Herfina Prasetyaning Fewi

13303241076

5. Nugroho Wahyu Sumartono

13303244024

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


YOGYAKARTA
2014

ii

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa penulis dapat
menyelesaikan tugas pembuatan makalah yang berjudul Hubungan Stratifikasi
Sosial dalam Dunia Pendidikan dengan lancar. Dalam pembuatan makalah ini,
penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Y.Ch.Nany S., M.Si sebagai dosen mata kuliah Sosio-Antropologi
Pendidikan yang telah memberikan bimbingan serta poengarahan dalam
proses pembuatan makalah.
2. Teman-teman Pendidikan Kimia Internasional 2013 yang telah memberikan
dukungan.Yudi Imron Habibi,S.Ag. yang telah memberi kesempatan dan
memfasilitasi kepada penulis sehingga makalah ini bisa selesai dengan
lancar.
3. Orang tua dirumah yang telah memberikan bantuan materil maupun
doanya, sehingga pembuatan makalah ini dapat terselesaikan.
4. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang membantu
pembuatan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan
penulis pada khususnya, penulis menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini
masih jauh dari sempurna untuk itu penulis menerima saran dan kritik yang bersifat
membangun demi perbaikan kearah kesempurnaan. Akhir kata penulis sampaikan
terimakasih.

Penulis

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................... ii


DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 3
C. Tujuan ............................................................................................ 3
BAB 2 PEMBAHASAN
A. Pengertian Stratifikasi Sosial ......................................................... 4
B. Sistem Stratifikasi Sosial .............................................................. 4
C. Dimensi Stratifikasi Sosial ............................................................. 6
D. Definisi Pendidikan ........................................................................ 7
E. Hubungan Stratifikasi Sosial dengan Pendidikan .......................... 8
BAB 3 PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................... 16
B. Saran ............................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 17

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam interaksi berbangsa dan bernegara di Indonesia, masyarakatnya
tentu terbagi atas lapisan-lapisan sosial tertentu. Lapisan-lapisan tersebut
terbentuk dengan sendirinya dan memang sudah seharusnya ada dalam struktur
sosial masyarakat. Indonesia merupakan negara yang memiliki struktur sosial
masyarakat yang heterogen. Struktur masyarakat Indonesia ditandai dengan
dua cirinya yang bersifat unik (Nasikun, 1995: 28). Dua jenis pelapisan
masyarakat Indonesia adalah pelapisan secara horizontal dan pelapisan secara
vertikal. Perbedaan horizontal ditandai dengan perbedaan ras, agama, serta adat
istiadat yang ada dalam masyarakat Indonesia. Sedangkan perbedaan secara
vertikal ditandai dengan adanya lapisan atas dan lapisan bawah berdasarkan
tingkatan ekonomi dan tingkatan lain misalnya pekerjaan, dan sebagainya.
Struktur majemuk masyarakat Indonesia bukan tidak mungkin akan
menimbulkan konflik. Konflik justru berpotensi terjadi dalam kemajemukan di
Indonesia. Konflik yang dapat terjadi dalam dua macam yaitu konflik yang
bersifat ideologis dan konflik yang bersifat politis (Nasikun, 1995: 63). Pada
tingkat konflik ideologis, konflik terwujud dalam perbedaan presepsi dari
masingmasing golongan masyarakat dalam melihat dan menilai suatu hal.
Seperti misalnya perbedaan pandangan umat Muslim dan umat selain Muslim
menilai tentang terorisme akhir-akhir ini. Sementara dari tingkatan politis,
konflik terjadi karena pertentangan dalam pembagian sumber-sumber
kekuasaan. Seperti misalnya penyebaran pendidikan yang tidak merata karena
masalah ekonomi.
Pendidikan

mempunyai

peranan

sangat

strategis

dalam

pembangunan suatu bangsa. Banyak kajian menyatakan tentang besarnya suatu


bangsa dikarenakan pendidikan. Terdapat kuatnya hubungan antara pendidikan
sebagai sarana pengembang sumber daya manusiadengan kualitas dan
kemajuan suatu bangsa yang adil dan makmur. Pendidikan yang

mengembangkan dan memfasilitasi perubahan yaitu pendidikan yang merata,


bermutu, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pada Pasal 5 Ayat 1 dan 2
menyebutkan bahwa:
Ayat satu menyebutkan bahwa, setiap warga negara mempunyai hak
yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Ayat dua
menyebutkan bahwa,

warga negara

yang memiliki kelainan fisik,

emosional,mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan


khusus.
Pasal 11ayat 1 dan 2 tentang hak dan kewajiban pemerintah dan
pemerintah daerah sebagai berikut:
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan
kemudahan,serta menjamin terselenggaranya pendidikan yangbermutu bagi
setiap warga negara tanpa diskriminasi
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya
dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia
7-15 tahun.
Pada kenyataannya layanan pendidikan, terutama melalui jalur
pendidikan formal dan nonformal belum dapat diakses oleh semua warga
negara terutama bagi kelompok tak beruntung, baik terkait dengan aspek fisik,
mental, intelektual, geografis, ekonomis, kultural, maupun gender. Struktur
sosial ternyata memiliki pengaruh yang cukup kuat pada pendidikan di
Indonesia. Semakin tinggi struktur sosial suatu masyarakat, maka semakin
mudah pula masyarakat tersebut memperoleh pendidikan yang berkualitas.
Realita tersebut ternyata terjadi di dunia pendidikan pada beberapa tahun yang
lalu ketika dicanangkannya Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) untuk sekolah
negeri. Siswa-siswa yang mampu bersekolah di Sekolah Bertaraf Internasional
(SBI) merupakan golongan masyarakat mengengah ke atas. Tentunya, bagi
masyarakat menengah ke bawah tidak mampu memperoleh pendidikan yang
berkualitas. Hal tersebut mendorong pemerintah mengkaji ulang Sekolah
Bertaraf Internasional. Dan pada tahun 2013, Sekolah Bertaraf Internasional
dihapuskan oleh pemerintah melalui sidang MK.

Berdasarkan masalah tersebut, tercetuslah ide untuk mengkaji


hubungan stratifikasi sosial dengan dunia pendidikan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari stratifikasi sosial ?
2. Bagaimana sistem dari stratifikasi sosial ?
3. Bagaimana dimensi dari stratifikasi sosial ?
4. Bagaimanakah konsep dari pendidikan ?
5. Bagaimanakah hubungan stratifikasi sosial dalam dunia pendidikan ?
C. Tujuan
1. Mengetahui definisi dari stratifikasi sosial.
2. Mengetahui sistem dari stratifikasi sosial.
3. Mengetahui dimensi dari stratifikasi sosial.
4. Mengetahui konsep dari pendidikan.
5. Mengetahui hubungan stratifikasi sosial dalam dunia pendidikan.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Stratifikasi Sosial


Stratifikasi sosial (Social Stratification) berasal dari kata bahasa latin
stratum (tunggal) atau strata (jamak) yang berarti lapisan. Dalam
Sosiologi, stratifikasi sosial dapat diartikan sebagai pembedaan penduduk atau
masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat. (Abdulsyani, 1994).
Beberapa defenisi Stratifikasi Sosial menurut para ahli:
a.

Pitirim A. Sorokin
Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai perbedaan penduduk atau
masyarakat kedalam kelas-kelas yang tersusun secara bertingkat (hierarki).

b.

Max Weber
Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai penggolongan orang-orang yang
termasuk dalam suatu sistem sosial tertentu kedalam lapisan-lapisan
hierarki menurut dimensi kekuasaan, previllege dan prestise.

c.

Cuber
Mendefinisikan stratifikasi sosial sebagai suatu pola yang ditempatkan di
atas kategori

d.

dari hak-hak yang berbeda

Drs. Robert. M.Z. Lawang


Sosial Stratification adalah penggolongan orang-orang yang termasuk
dalam suatu system social tertentu kedalam lapisan-lapisan hirarkis menurut
dimensi kekuasaan, privilese, danprestise.
(Elly M. Setiadi dan Usman, 2011).

B. Sistem Stratifikasi Sosial


Sistem stratifikasi sosial dalam masyrakat ada yang bersifat terbuka dan
ada yang bersifat tertutup. Stratifikasi sosial yang terbuka ada kemungkinan
anggota masyarakat dapat berpindah dari status satu ke status yang lainnya
berdasarkan usaha-usaha tertentu. Misalnya seorang yang berkerja sebagai
petani mempunyai kemungkinan dapat menjadi tokoh agama jika ia mampu
meningkatkan kesalehannya dalam menjalankan agamanya. Seorang anak
buruh tani dapat mengubah statusnya menjadi seorang dokter atau menjadi

presiden sekalipun, apabila ia rajin belajar, berpolitik dan bercita-cita untuk itu.
Sebaliknya seorang anak presiden belum tentu dapat mencapai status
presiden. Dengan demikian berarti dalam Sistem stratifikasi terbuka, setiap
anggota masyarakat berhak dan mempunyai kesempatan untuk berusaha
dengan kemampuan sendiri untuk naik status, atau mungkin juga justru stabil
atau turun status sesuai dengan kualitas dan kuantitas usahanya sendiri. Dalam
Sistem stratifikasi ini biasanya terdapat motivasi yang kuat pada setiap anggota
masyarakat untuk berusaha memperbaiki status dan kesejahteraan hidupnya.
Sistem stratifikasi terbuka lebih dinamis dan anggota-anggotanya cenderung
mempunyai cita-cita yang tinggi. Pada Sistem stratifikasi sosial tertutup
terdapat pembatasan kemungkinan untuk pindah ke status satu ke status lainnya
dalam masyarakat. Dalam sistem ini satu-satunya kemungkinan untuk dapat
masuk ada status tinggi dan terhormat dalam masyarakat adalah karena
kelahiran atau keturunan. Hal ini jelas dapat diketahui dari kehidupan
masyarakat yang mengabungkan kasta seperti di India misalnya:
a. Keanggotaan pada kasta diperoleh karena warisan/kelahiran. Anak yang
lahir memperolah kedudukan orang tuanya
b. Keangotaan yang diwariskan tadi berlaku seumur hidup, oleh karena
seseorang takmungkin mengubah kedudukannya, kecuali bila ia
dikeluarkan dari kastanya.
c. Perkawinan bersifat endogam, artinya harus dipilih dari orang yang
kekasta.
d. Hubungan dengan kelompok-kelompok sosial lainnya bersifat terbatas.
e. Kesadaran pada keanggotaan suatu kasta yang tertentu, terutama nyata dari
nama kasta, identifikasi anggota pada kastanya, penyesuaian diri yang
ketat terhadap norma-norma kasta dan lain sebagainya.
f. Kasta diikat oleh kedudukan-kedudukan yang secara tradisional telah
ditetapkan.
g. Prestise suatu kasta benar-benar diperhatikan.
Ada juga yang namanya Stratifikasi campuran yang diartikan sebagai
sistem stratifikasi yang membatasi kemungkinan berpindah strata pada bidang
tertentu, tetapi membiarkan untuk melakukan perpindahan lapisan pada bidang

lain. Contoh: seorang raden yang mempunyai kedudukan terhormat di tanah


Jawa, namun karena sesuatu hal ia pindah ke Jakarta dan menjadi buruh.
Keadaan itu menjadikannya memiliki kedudukan rendah maka ia harus
menyesuaikan diri dengan aturan kelompok masyarakat di Jakarta.
Dengan demikian, stratifikasi terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu
stratifikasi tertutup, terbuka maupun campuran. Stratifikasi tertutup yaitu
seseorang ketika sudah tergolong menjadi kelas tinggi, dia tidak akan menjadi
kelas bawah dan sebaliknya. Stratifikasi terbuka yaitu seseorang yang berada
dikelas bawah bisa naik ke kelas atas dengan usahanya yang bersungguhsungguh. Sedangkan stratifikasi campuran yaitu seseorang awalnya dihormati
karena terdapat didalam kelas atas, namun tiba-tiba berbalik arah karena harus
menyesuaikan tempat ia tinggal. (Kingslay Davis, 1960)
C. Dimensi Stratifikasi Sosial
Diantara lapisan atasan dengan yang terendah, terdapat lapisan yang
jumlahnya relatif banyak. Biasanya lapisan atasan tidak hanya memiliki satu
macam saja dari apa yang dihargai oleh masyarakat. Akan tetapi,
kedudukannya yang tinggi itu bersifat kumulatif. Artinya, mereka yang
mempunyai uang banyak akan mudah sekali mendapatkan tanah, kekuasaan
dan juga mungkin kehormatan. Ukuran atau kriteria yang bisa dipakai untuk
menggolong-golongkan anggota-anggota masyarakat kedalam suatu lapisan
adalah sebagai berikut: (Soerjono Soekanto, 2012).
1.

Ukuran Kekayaan
Barang siapa yang memiliki kekayaan paling banyak termasuk dalam
lapisan teratas. Kekayaan tersebut misalnya, dapat dilihat pada bentuk
rumah

yang

bersangkutan,

mobil

pribadinya,

cara-caranya

mempergunakan pakaian serta bahan pakaian yang dipakainya,


kebiasaan untuk berbelanja barang-barang mahal dan seterusnya.
2.

Ukuran Kekuasaan
Barangsiapa yang memiliki kekuasaan atau yang mempunyai wewenang
terbesar menempati lapisan atasan.

3.

Ukuran Kehormatan
Ukuran kehoramatan tersebut mungkin terlepas dari ukuran-ukuran
kekayaan dan kekuasaan. Orang yang paling disegani dan dihormati,
mendapat tempat yang teratas. Ukuran semacam ini, banyak dijumpai
pada masyarakat-masyarakat tradisional. Biasanya mereka adalah
golongan tu aataumereka yang pernahberjasa.

4.

Ukuran Ilmu Pengetahuan


Ilmu pengetahuan sebagai ukuran dipakai oleh masyarakat yang
menghargai ilmu pengetahuan. Akan tetapi, ukuran tersebut kadangkadang menyebabkan terjadinya akibat-akibat yang negatif kerana
ternyata bahwa bukan mutu ilmu pengetahuan yang dijadika nukuran,
tetapi gelar kesarjanaanya. Sudah tentu hak yang demikian memacu
segala macam usaha untuk mendapatkan gelar, walaupun tidak halal
(Didin Saripudin 2010: 56).
Dapat disimpulkan bahwa dalam dimensi stratifikasi sosial ada empat

yang mendorong seseorang untuk disegani maupun dihormati dalam konteks


stratifikasi sosial. Yang pertama adalah kekayaan, dengan adanya suatu
kekayaan, orang akan membeli apa saja yang dia mau. Kedua adalah
kekuasaan, kekuasaan akan digunakan sebagai penundukan seseorang yang
berada di bawahnya. Ketiga adalah kehormatan,

dimana seseorang akan

disegani oleh masyarakat jika ia adalah tokoh utama dan yang di sepuhkan di
masyarakat itu. Keempat adalah ilmu pengetahuan,

jika seseorang

pendidikannya tinggi dan dia sudah mendapatkan gelar doktor maupun


magister, secara tidak langsung akan ada rasa sistem kelas terhadap seseorang
yang tidak pernah sama sekali menduduki bangku sekolah.
D. Definisi Pendidikan
Dalam ensiklopedi umum dijelaskan Pendidikan adalah proses
mengubah sikap dan tata kelakuan seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pembiasaan, pembelajaran, pelatihan
dan peneladanan, serta proses penanaman ilmu pengetahuan, akhlak, dan nilai
sosial budaya, ini dimaksudkan agar seseorang dapat menyesuaikan diri

dengan lingkungan kreatif, cakap, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. (Abdul syukur, 24)
Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai upaya untuk
memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan
kesempurnaan hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan
masyarakatnya (Dudung R. Hidayat, 2010).
Menurut Ki Hadjar Dewantara dalam Dudung R. Hidayat (2010),
pendidikan harus mengtamakan aspek-aspek berikut:
1.

Segala alat, usaha dan cara pedidikan harus sesuai dengan kodratnya
keadaan

2.

Kodratnya keadaan itu tersimpan dalam adat-istiadat setiap rakyat, yang


oleh karenanya bergolong-golong merupakan kesatuan dengan sifat
prikehidupan sendiri-sendiri, sifat-sifat mana terjadi dari bercampurnya
semua usaha dan daya upaya untuk mencapai hidup tertib damai.

3.

Adat istiadat, sebagai sifat peri kehidupan atau sifat percampuran usaha
dan daya upaya akan hidup tertib damai itu tiada terluput dari pengaruh
zaman dan tempat. Oleh karena itu tidak tetap senantiasa berubah.

4.

Akan mengetahui garis-hidup yang tetap dari sesuatu bangsa perlulah


kita mempelajari zaman yang telah lalu. Pengaruh baru diperoleh karena
bercampurgaulnya bangsa yang satu dengan yang lain, percampuran
mana sekarang ini mudah sekali terjadi disebabkan adanya hubungan
modern

E. Hubungan Stratifikasi Sosial dengan Pendidikan


a.

Hubungan Stratifikasi Sosial dengan Pendidikan


Sosiologi pendidikan pada pokoknya merupakan studi ilmiah dari
interaksi sosial yang menyinggung lembaga pendidikan atau lembaga
persekolahan. Pendidikan merupakan satu aset yang dihargai dalam
masyarakat modern dan dinilai tinggi. (Saripudin, 2010: 60)
Para keluarga dan golongan-golongan sosial lainnya yang disusun
secara hierarkis memiliki akses yang berbeda-beda dalam memasuki
proses pendidikan. Pendidikan memiliki alokasi dan distribusi sumber
sosial melalui distribusi lapangan kerja. Orang mengisi suatu lapangan

pekerjaan atas dasar kemampuan atau keahlian yang dimilikinya.


Kemampuan atau keahlian itu diperoleh melalui pendidikan dan latihan
atau pengalaman dalam lingkungan keluarga, sekolah atau masyarakat.
Sementara itu, lapangan kerja yang berbeda memberikan penghasilan serta
status yang berbeda pula, yang dapat diukur dengan nilai materi atau nilai
sosio kultural. Ada pekerjaan yang menghasilkan banyak uang tetapi kalah
dalam

penghargaan

sosiokultural

oleh

pekerjaan

yang

sedikit

menghasilkan uang. Jabatan guru atau dosen misalnya, dalam masyarakat


kita dihargai lebih tinggi dari sopir truk atau bis yang mungkin dari segi
keuangan menghasilkan lebih banyak. Karena itu, pendapatan hanyalah
salah satu saja diantara variabel yang diperhitungkan dalam analisis
pelapisan sosial. Variabel lainnya meliputi keturunan, kualitas pribadi (
kepahlawanan, kreativitas, dan lain-lain ), lapangan kerja dan pendidikan.
(Saripudin, 2010: 61)
Mengenai hubungan antara status sosial dengan pendidikan ini telah
banyak penelitian yang dilakukan terutama di Amerika serikat. Pertamatama ditemukan bahwa perbedaan kedudukan dalam pelapisan sosial
berkaitan dengan perbedaan persepsi dan sikap-sikap serta cita-cita dan
rencana pendidikan. Perbedaan tersebut dikalangan orang tua maupun
kalangan remaja. Citra diri (self concept) juga berbeda-beda sesuai status
dalam stratifikasi sosial. Hal-hal tersebut besar pengaruhnya terhadap
keberhasilan belajar disekolah. Tentu keberhasilan ini akan didukung oleh
kemampuan dan didorong oleh orang tua untuk menyediakan fasilitasfasilitas pendidikan yang diperlukan. Mengenai yang terakhir ini kurang
terdapat pada keluarga lapisan rendah.
Perbedaan kualitas fasilitas pendidikan juga tampak jelas antara
yang terdapat dilingkungan perkotaan dan pedesaan. Berdasarkan
kenyataan ini, dapat dipastikan bahwa kualitas persekolahan formal
membantu menguatkan arus urbanisasi, karena orang tua yang mampu
akan berusaha memperoleh fasilitas pendidikan yang baik dikota untuk
anaknya, meskipun harus dibayar mahal dari segi ekonomi

10

Hal lain yang berkaitan dengan pelapisan sosial adalah isu mengenai
materi pengajaran. Materi pengajaran yang termuat dalam kurikulum dan
buku pelajaran dan bahkan dalam kegiatan ekstrakurikuler sekolah, telah
melalui seleksi tertentu. Suatu analisis mengenai seleksi materi dan
kegiatan ekstrakurikuler menunjukkan adanya strata sosial tertentu yang
memperoleh kemudahan-kemudahan melebihi strata lain. Waller (1932)
memberi gambaran yang bagus sekali tentang pengajaran bahasa yang
diselenggarakan disekolah. Pengajaran bahasa ini diselenggarakan
disekolah. Pengajaran bahasa ini merupakan kemudahan kepada pelajar
yang berasal dari strata sosial menengah. Kata-kata dan ungkapanungkapan yang terdapat dalam materi pengajaran terutama diambil dari
perbendaharaan kata-kata dan ungkapan-ungkapan yang terdapat dalam
kehidupan sehari-hari strata sosial menengah. Jelas bahwa pelajar dari
lapisan sosial rendah yang belum terbiasa dengan penggunaan kata dan
ungkapan itu dituntut lebih banyak usaha untuk mengejar ketinggalannya
dibanding dengan pelajar dari lapisan sosial menengah sendiri. Peristiwa
yang semacam itu terdapat pula pada mata pelajaran lain seperti IPS yang
menghendaki perluasan pengetahuan dari surat kabar, majalah, televisi,
radio, dan perjalanan ke daerah lain. Dalam hal ini pun pelajar dari lapisan
sosial rendah merupakan kelompok yang kurang beruntung.
Tesis Randall Collins (1979) dalam The Credential Sociaty : An
Historical Sociology of Education and Stratification menunjukkan, sistem
persekolahan formal justru sebagai penyebab proses stratifikasi sosial.
Anak-anak keluarga kaya di Indonesia misalnya lebih banyak menikmati
fasilitas pendidikan yang sangat baik. Bahkan mereka sempat untuk
menambah pengetahuan dengan les privat dan aneka buku, majalah,
komputer, internet, dan lain-lain. Sebaliknya anak-anak keluarga miskin
harus memasuki sekolah yang tidak bermutu, baik baik fasilitas maupun
sistem pembelajarannya. Di ujungnya lingkungan sekolah yang buruk
memunculkan budaya kekerasan. Anak-anak keluarga dari miskin akan
mudah emosi, agresif dan frustasi. Dengan kata lain pendidikan formal
justru melahirkan stratifikasi sosial dan makin mempertajam kesenjangan.

11

Mahalnya biaya sekolah justru diikuti pula oleh kemerosotan dunia


ekonomi. Pengangguran terselubung makin banyak jumlahnya dan
pertumbuhan penduduk tetap tinggi. Dari titik inilah muncul keresahan
sosial, dan berbagai konflik yang diakibatkan oleh kesenjangan sosial.
Hukum Darwin siapa yang kuat dia yang menang berlaku (Saripudin,
2010: 62)
Stratifikasi sosial itu merupakan gejala sosial yang tidak dapat
dihindari, artinya terdapat pada setiap masyarakat. Selanjutnya, pandangan
mengenai pendidikan, keperluan akan pendidikan dan dorongan serta citacita dan hal-hal lain yang berkenaan dengan pendidikan, diwarnai oleh
stratifikasi sosial. Di lain pihak, sistem pendidikan berpengaruh terhadap
kehidupan masyarakat melalui fungsi seleksi, alokasi dan distribsi yang
semuanya berakibat pada terbentuknya atau terpeliharanya stratifikasi
sosial. Jadi, secara langsung atau tidak langsung sistem pendidikan
bersama dengan faktor-faktor lain diluar pendidikan melestarikan adanya
sistem stratifikasi sosial. Apabila dalam segi kehidupan lain seperti
ekonomi dan politik ada isyu tentang pemerataan kesempatan memperoleh
pendidikan (equality and inequality of education). Isu ini bukan hanya
merupakan perdebatan dikalangan ahli dan peminat sosiologi pendidikan,
melainkan juga dikalangan politisi yang memperjuangkan pemerataan
distribusi berbagai fasilitas sosial dimasyarakat. Pemerataan memperoleh
pendidikan meliputi beberapa pengertian. Pertama, setiap anak mendapat
kesempatan belajar yang sama di sekolah. Kedua, setaiap anak
memperoleh kesempatan belajar disekolah sesuai dengan bakat dan
minatnya. Ketiga, setiap anak memperoleh kesempatan mengembangkan
pribadinya semaksimal mungkin. Isu ini sampai sekarang masih
diperdebatkan di antara ahli dan politisi.
Meskipun stratifikasi sosial tak dapat dihindari, pada masyarakat
yang menganut sistem stratifikasi sosial terbuka, orang mempunyai
kesempatan luas untuk berusaha naik ke tangga sosial yang lebih tinggi.
Namun, sebagai konsekuensinya terbuka pula kesempatan untuk turun
atau jatuh dalam tangga sosial. Peristiwa naik turun tangga pelapisan sosial

12

ini (mobilitas sosial) tidak terdapat dalam masyarakat yang menganut


sistem pelapisan sosial tertutup (Stephen K. Sanderson, 2003).
b. Hubungan Stratifikasi Dan Jenis Pendidikan
Pendidikan menengah pada dasarnya diadakan sebagai persiapan
untuk perguruan tinggi. Karena biaya pendidikan tinggi pada umumnya
mahal, tidak semua orang tua mampu membiayai studi anaknya. Pada
umumnya anak-anak yang orang tuanya mampu, akan memilih sekolah
menengah umum sebagai persiapan untuk studi di universitas. (Saripudin,
2010: 62 )
Orang tua yang mengetahui batas kemampuan keuangannya, akan
cenderung memilih sekolah kejuruan bagi anaknya. Sebaliknya, anak-anak
orang kaya tidak tertarik dengan sekolah kejuruan. Dapat diduga bahwa
sekolah kejuruan akan lebih banyak mempunyai murid dari golongan
rendah daripada berasal dari golongan atas. Karena itu dapat timbul
pendapat bahwa SMU mempunyai status yang lebih tinggi dari pada SMK.
Murid-murid sendiri lebih cenderung memilih SMU, walaupun SMK
memberi jaminan yang lebih baik untuk langsung bekerja dari pada yang
lulus SMU.
Demikian pula mata pelajaran atau bidang studi yang berkaitan
dengan perguruan tinggi mempunyai status yang lebih tinggi, misalnya
matematika dan fisika dipandang lebih tinggi dari pada katakanlah, PKK
dan Tata Buku. Sikap demikian bukan hanya terdapat dikalangan siswa,
akan tetapi dikalangan orang tua dan guru yang dengan sengaja atau tidak
sengaja menyampaikan sikap itu kepada anak-anak. Orang tua dan guru
mempunyai pandangan yang lebih tinggi terhadap mata pelajaran atau
kurikulum yang mempersiapkan murid untuk masuk perguruan tinggi dari
pada yang tidak memberi persiapan itu.
Dalam berbagai studi, tingkat pendidikan tertinggi yang diperoleh
seseorang digunakan sebagai indeks kesuksesan sosialnya. Menurut
penelitian memang terdapat korelasi yang tinggi antara kedudukan sosial
seseorang dengan tingkat pendidikan yang telah ditempuhnya. Walaupun
tingkat sosial seseorang tidak dapat diramalkan sepenuhnya berdasarkan

13

pendidikannya, namun pendidikan tinggi berkaitan erat dengan kedudukan


sosial yang tinggi. Ini tidak berarti pendidikan tinggi dengan sendirinya
menjamin kedudukan sosial yang tinggi.
Korelasi antara pendidikan dan golongan sosial antara lain terjadi
oleh sebab golongan rendah kebanyakan tidak melanjutkan pelajarannya
sampai keperguruan tinggi. Orang yang termasuk golongan atas,
beraspirasi agar anaknya menyelesaikan pendidikan tinggi. Jabatan orang
tua, jumlah dan sumber pendapatan, daerah tempat tinggal, tanggapan
masing-masing tentang golongan sosialnya, dan lambang-lambang lain
yang berkaitan dengan status sosial ada kaitannya dengan tingkat
pendidikan anaknya. Orang tua yang berkedudukan tinggi, yang telah
bergelar akademis, yang mempunyai pendapatan besar, merasa dirinya
termasuk golongan sosial atas, dapat mengusahakan anaknya masuk
universitas dan memperoleh gelar akademis. Sebaliknya, anak yang orang
tuanya kurang mampu, tidak dapat diharapkan akan berusaha agar anaknya
menikmati pendidikan tinggi.
Pada tingkat SD, belum tampak pengaruh perbedaan golongan
sosial, apalagi kalau kewajiban belajar mengharuskan semua anak
memasukinya. Akan tetapi pada sekolah menengah, apalagi pada tingkat
perguruan tinggi, lebih jelas tampak pengaruh perbedaan golongan sosial
itu. Perbedaan presentase anak-anak golongan yang berada atau
berpangkat, makin meningkat dengan bertambah tingginya taraf
pendidikan dan usia pelajar.
Perbedaan sumber pendapatan juga mempengaruhi harapan orang
tua tentang pendidikan anaknya. Sudah selayaknya orang tua yang berada,
mengharapkan anaknya kelak memasuki perguruan tinggi, soalnya hanya
universitas mana dan jurusan apa. Disamping tentunya kemampuan dan
kemauan anak dapat mencirikan golongan seseorang. Sebaiknya, orang tua
yang tidak mampu, tidak akan mengharapkan anaknya untuk menginjak
pendidikan yang lebih tinggi. Tetapi ada kalanya anak itu sendiri
mempunyai kemampuan keras untuk berusaha dan melanjutkan
pendidikannya ke perguruan tinggi.

14

Faktor lain yang menghambat anak-anak golongan rendah


memasuki perguruan tinggi adalah kurangnya perhatian akan pendidikan
dikalangan orang tua. Banyak anak golongan ini berkeinginan untuk
memperoleh pendidikan yang lebih tinggi, akan tetapi dihalangi oleh
ketiadaan biaya. Banyak pula anak-anak yang putus sekolah karena alasan
finansial. Pendidikan memerlukan uang, tidak hanya untuk uang sekolah,
akan tetapi juga untuk pakaian, buku, transport, kegiatan ekstrakurikuler
dan lain-lain.
Pendidikan yang bermutu adalah suatu kebutuhan yang semakin
penting agar mereka survival dalam persaingan yang semakin ketat.
Kebutuhan akan pentingnya pendidikan yang bermutu telah disejajarkan
dengan kebutuhan primer lainnya seperti sandang, pangan dan papan.
Tanpa pendidikan, yang bermutu mereka akan tetap tertinggal dan berada
dalam strata sosial paling bawah. Timbulnya semangat para orang tua
khususnya dari masyarakat strata bawah untuk menyekolahkan anaknya
sampai ke tingkat pendidikan yang paling tinggi dan berkualitas adalah
suatu sikap yang harus didukung oleh semua pihak. Namun semangat ini
kandas dalam ketidak bedaannya akibat tidak terjangkaunya pendidikan
yang berkualitas.
Di sisi lain, mereka sadar bahwa pendidikan adalah hak setiap warga
negara indonesia seperti tertuang didalam UUD negara Republik
Indonesia. Disisi lain kenyataan menunjukkan bahwa untuk mendapatkan
pendidikan yang bermutu hanya milik orang yang berduit. Sementara
mereka hanya dapat bersabar dan menunggu akan terjadinya keajaiban,
mereka hanya dapat memandang langit mengharap kapan perubahan
terjadi. Mereka sadar bahwa hak mereka untuk mendapatkan pendidikan
yang bermutu hanyalah sebatas angan-angan belaka.
Perbedaan mutu antar satu sekolah dengan sekolah lainnya dan atar
satu daerah dengan daerah lainnya terjadi akibat adanya perbedaan sarana
dan prasarana pendukung penyelenggaraan pendidikan. Perbedaan ini
bukan hanya pada sekolah yang diselenggarakan oleh pihak swasta
akantetapi juga sekolah negeri. Kurangnya intensitas dan ketajaman studi

15

yang dilakukan oleh pihak pemerintah untuk mengatasi kesenjangan ini


serta kurang berdayanya pemerintah dalam pengaturan sarana dan
prasarana termasuk tenaga kependidikan, buku pelajaran, dan media
pendidikan lainnya untuk mewujudkan pemerataan mutu adalah suatu
kenyataan yang harus di akui.
Pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat yang tergolong
berkualitas tidak terjangkau oleh kebanyakan keluarga akibat besarnya
biaya yang harus dikeluarkan. Sementara apabila anak mereka masuk
kesekolah swasta atau perhuruan tinggi swasta yang nilai akreditasinya
rendah, besar kemungkinan akan mengalami berbagai kendala yaitu kalah
bersaing, dalam merebut pengaruh. Pilihan terakhir kemungkinan
mengikuti kursus keterampilan atau mencari lowongan kerja atau
menganggur. Permasalahan ini telah menimbulkan riak dan gelombang
demonstran

yang

meneriakkan

agar

pemerintah

mengupayakan

pendidikan yang bermutu dan terjangkau rakyat kecil, dan menuntut agar
pemerintah lebih aktif mengatasi dan mengendalikan pendidikan yang
dikelolah oleh masyarakat, sehingga masyarakat pengelolah pendidikan
tidak membuat pendidikan sebagai ladang bisnis.
Setelah menelaah pembahasan diatas dapat kita ketahui bahwa
hubungan stratifikasi sosial dengan pendidikan dapat dibagi menjadi tiga
macam, yaitu :
1. Hubungan yang tidak saling mempengaruhi.
Contoh : Pada tingkat pendidikan SD, status siswa tidak dipengaruhi
stratifikasi sosial sehingga semua golongan dapat menjangkaunya.
2. Hubungan yang sebagian mempengaruhi.
Contoh : Hasil dari pendidikan akan mempengaruhi asumsi masyarakat
terhadap kemampuan dirinya dalam bidang keilmuannya.
3. Hubungan yang saling mempengaruhi.
Contoh : stratifikasi sosial yang terjadi dalam sistem RSBI. Secara tidak
langsung RSBI adalah gambaran nyata bahwa stratifikasi sosial juga
mempengaruhi pendidikan.

16

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang ada di makalah ini, dapat disimpulakn beberapa
hal diantaranya adalah :
a. Stratifikasi sosial dapat diartikan sebagai pembedaan penduduk atau
masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat.
b. Dalam sistem stratifikasi sosial terdapat tiga macam stratifikasi sosial yaitu
stratifikasi sosial secara terbuka, stratifikasi sosial secara tertutup, dan
stratifikasi sosial campuran.
c. Ukuran atau kriteria yang bisa dipakai untuk menggolong-golongkan
anggota-anggota masyarakat ke dalam suatu lapisan adalah berdasarkan
ukuran kekuasaan, ukuran kekayaan, ukuran kehormatan, dan berdasarkan
ukuran ilmu pengetahuan.
d. Pendidikan secara umum adalah proses transfer keilmuan (knowledge) dan
pengubahan sikap dan tingkah laku (transfer of value) dari seorang
pendidik kepada peserta didik.
e. Hubungan stratifikasi sosial dengan dunia pendidikan terbagi menjadi 3,
yakni hubungan yang tidak mempengaruhi, hubungan yang sebagian
mempengaruhi, dan hubungan yang saling mempengaruhi.
B. Saran
Pendidikan merupakan hak seluruh masyarakat Indonesia. Pendidikan
sangatlah penting bagi proses perkembangan bangsa. Dengan sistem
pendidikan yang adil dan berkualitas, diharapkan
kehidupan bangsa dapat tercapai.

visi mencerdaskan

17

DAFTAR PUSTAKA
Abdulsyani. 1994. Sosiologi Skematika, Teori dan Terapan. Jakarta : Bumi Aksara
Davis, Kingslay. 1960. Human Society. New York: Macmillan Company
Didin saripudin, Interpretasi Sosiologis Dalam Pendidikan. (Bandung : Karya Putra
Darwati, 2010)
Hasan, Fuad. 2010. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Hidayat,

Dudung

R..

2010.

Hakikat

Pendidikan.

Diakses

dari

http://file.upi.edu/Direktori/FPBS/JUR._PEND._BAHASA_ARAB/19520
4141980021DUDUNG_RAHMAT_HIDAYAT/HAKIKAT_PENDIDIKAN.pdf

pada

19 Oktober 2014
M. Dahlan, Y Al Barry. 2003. Kamus Induk Istilah Ilmiah. Surabaya: Target pres.
M. Setiadi, Elly & Usman Kolip. 2011. Pengantar Sosiologi; Pemahaman Fakta
dan Gejala Permasalahan Sosial; Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya.
Jakarta: Kencana.
Sanderson, Stephen K.. 2003. Makro Sosiologi: Sebuah Pendekatan terhadap
Realita Sosial. Jakarta: PT Raja Grafindo
Soerjono Soekanto. 2012. Sosiologi Suatu Pengantar, Cetakan Ke Empat Puluh
Empat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Syukur, Abdul.----. Ensiklopedi umum untuk pelajar. Jakarta: PT Ichtiyar Baru Van
Hoeve.

Anda mungkin juga menyukai