Abstrak: Pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosis infeksi virus dengue sangat beragam,
namun tidak semua dapat dilakukan di laboratorium diagnostik. Hingga saat ini pemeriksaan
hematologi sederhana (trombosit dan leukosit) banyak digunakan untuk membantu penegakkan
diagnosis dengue karena dapat dilakukan di berbagai laboratorium, bahkan di puskesmas.
Penelitian ini mengevaluasi penggunaan hasil pemeriksaan trombosit dan leukosit yang relatif
lebih murah dan mudah dibandingkan dengan antigen NS1 dan antibodi IgM dengue serta
pemeriksaan laboratorium yang sesuai dengan lamanya demam untuk diagnosis dengue.
Penelitian ini menggunakan spesimen pada fase akut dari seluruh kasus dengue dan bukan
dengue yang telah dikonfirmasi dengan berbagai pemeriksaan diagnostik untuk dengue.
Spesimen dikumpulkan dari beberapa studi yang telah dilakukan oleh US-NAMRU2 bekerjasama
dengan RSUP Dr. Hasan Sadikin/Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran dan Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI dalam kurun waktu 2000
sampai 2009. Didapatkan bahwa trombositopenia dan leukopenia merupakan parameter akurat
untuk diagnosis infeksi dengue sesudah hari ke-3 demam. Penggunaan NS1 akan sangat
membantu terutama pada hari pertama dan ke-2 demam sedangkan penggunaan antibodi IgM
dianjurkan mulai hari ke-5. J Indon Med Assoc. 2011;61:326-32.
Kata kunci: dengue, trombositopenia, leukopenia, antigen NS1, antibodi dengue IgM
326
Perbandingan Nilai Diagnostik Trombosit, Leukosit, Antigen NS1 dan Antibodi IgM Antidengue
Abstract: There are various laboratory tests used to diagnose dengue viral infections. However,
not all diagnostic laboratories have those capabilities. Routine hematology tests such as platelet
and leukocyte counts are still used by clinicians as supportive tests to diagnose dengue infections
because they are available in most primary health centers or small laboratories. This study
evaluated the diagnostic use of platelet and leukocyte counts, which are easier and cheaper than
dengue NS1 antigen and IgM antibodies, and the appropriate laboratory tests in regard to day(s)
of fever. This study used acute specimens from all dengue and non-dengue cases that had been
confirmed by a series of dengue diagnostic tests. All the specimens were collected from several
studies conducted by US-NAMRU-2, Dr. Hasan Sadikin Hospital/Medical Faculty, Padjadjaran
University, and National Institute of Health Research and Development (NIHRD) from 2000 to
2009. This study revealed either thrombocytopenia or leucopenia is an accurate parameter to
determine dengue infections starting from day 4 of illness. NS1 test was helpful for diagnosis
especially in first and second day of fever whereas IgM antibody is recommended to be used
starting from day 5 of fever. J Indon Med Assoc. 2011;61:326-32.
Keywords: dengue, thrombocytopenia, leucopenia, NS1 antigen, dengue IgM antibody
Pendahuluan
Saat ini virus dengue merupakan salah satu penyebab
masalah kesehatan di Indonesia. Pertama kali kasus demam
dengue dilaporkan adalah tahun 1968 di Surabaya dan Jakarta.
Selanjutnya kasus dengue terus menyebar ke berbagai daerah
dan menjadi endemik di Indonesia. Pada tahun 1998 kasus
demam dengue dilaporkan sudah menyebar di 27 provinsi
baik di daerah perkotaan maupun pedesaan. Meskipun angka
kematian terus menurun dari 41,3% pada tahun 1968 menjadi
di bawah 3% pada tahun 2007, namun insidens dengue terus
meningkat.1
Demam dengue disebabkan oleh infeksi virus dengue
yang ditularkan oleh nyamuk Aedes sebagai vektor. Virus
dengue mempunyai 4 serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3
dan DEN-4. Masa inkubasi berlangsung antara 5-7 hari.
Infeksi oleh virus dengue dapat bersifat asimptomatik (tidak
menimbulkan gejala), ringan (Demam Dengue - DD) hingga
berat (Demam Berdarah Dengue - DBD). Manifestasi klinis
pada DD adalah demam selama 2-7 hari yang disertai dengan
sakit kepala, nyeri di belakang rongga mata, mialgia/artralgia,
327
Perbandingan Nilai Diagnostik Trombosit, Leukosit, Antigen NS1 dan Antibodi IgM Antidengue
Metode
Bahan Penelitian
Pada studi ini spesimen yang digunakan merupakan
spesimen yang diambil pada fase akut dari seluruh kasus
dengue dan bukan dengue yang telah dikonfirmasi dengan
pemeriksaan RT-PCR, isolasi, HI, dan serologi antibodi IgM.
Spesimen dikumpulkan dari beberapa studi yang telah
dilakukan oleh NAMRU-2 bekerjasama dengan RSUP Dr.
Hasan Sadikin, Bandung dan Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, dan
telah disetujui oleh komisi etik ketiga institusi tersebut. Studistudi tersebut adalah:
1. Studi kohort pada orang dewasa: dilakukan tahun 20002004 dan 2006-2009 yang dilakukan pada 2 pabrik di
Bandung.5
2. Studi penyebab demam pada pasien rawat inap:
dilakukan tahun 2004 -2005 di 2 rumah sakit di Bandung.6
3. Studi kluster pada komunitas: dilakukan pada tahun 20052009 di Bandung. Hasil lengkap penelitian ini belum
dipublikasikan.
Analisis Data
Diagnosis dengue dan bukan dengue berdasarkan hasil
laboratorium diagnostik dengue (RT-PCR, isolasi dan
serologi), digunakan dalam menghitung sensitivitas,
spesifisitas, nilai duga positif (positive predictive value; PPV)
dan nilai duga negatif (negative predictive value; NPV) dari
semua parameter yang digunakan: trombositopenia, leukopenia, antigen NS1 dan antibodi IgM. Kami juga menganalisis
sensitivitas, spesifisitas, PPV dan NPV kom-binasi dari parameter-parameter tersebut seperti: untuk 2 parameter kami
menganalisis kegunaan trombositopenia atau leukopenia, NS1
atau IgM; untuk 3 parameter: trombositopenia atau NS1 atau
IgM; dan untuk 4 parameter: trombositopenia atau leukopenia atau NS1 atau IgM. Perbandingan dua rerata antara rerata
nilai trombosit dan leukosit pada kasus dengue dan kasus
bukan dengue menggunakan uji t tidak berpasangan. Semua
perhitungan statistik menggunakan Stata 9.0 (Stata Corp.,Tx).
328
Perbandingan Nilai Diagnostik Trombosit, Leukosit, Antigen NS1 dan Antibodi IgM Antidengue
Hasil
Nilai rerata jumlah trombosit dan leukosit saat penderita
datang ke klinik atau rumah sakit (fase akut) lebih rendah
secara signifikan pada kasus dengue (132 611/mm3 dan
4 412/mm3) dibandingkan bukan dengue (236 776/mm3 dan
7 473/mm3) (p=0,00).
Pada kasus dengue, rerata jumlah trombosit di bawah
200 000/mm3 ditemukan pada hari ke-3 panas dan di bawah
100 000/mm3 di bawah hari ke-4, dan mulai beranjak naik pada
hari ke-7, meskipun masih di bawah 100 000/mm3. Rerata
jumlah leukosit pada kelompok kasus dengue semakin rendah
dengan bertambahnya hari panas. Rerata jumlah leukosit di
bawah normal (<4 000/mm3) ditemukan pada spesimen hari
ke-4 sampai dengan hari ke-7. Pada kasus bukan dengue,
rerata trombosit dan leukosit mulai dari hari pertama sama
dengan hari ke-7 panas tidak pernah turun hingga ke bawah
batas normal.
Sejak hari pertama panas sensitivitas leukopenia dan
trombositopenia naik bersama-sama. Pada hari ke 5-7
sensitivitas trombositopenia lebih tinggi dibandingkan
dengan leukopenia dan mencapai sensitivitas 100% pada
hari ke-6 dan 7. Spesifisitas trombositopenia sejak hari
pertama selalu tinggi (>85%) dan pada hari ke-5 mencapai
100% sampai dengan hari ke-7. Sementara itu spesifisitas
leukopenia juga umumnya tinggi, di atas 80% kecuali untuk
spesimen hari ke-6.
Antigen NS1 mulai terdeteksi sejak hari pertama panas.
Meskipun sensitivasnya tidak terlalu tinggi, NS1 lebih baik
dibandingkan dengan sensitivitas IgM. Antibodi IgM mulai
terdeteksi pada hari ke-3 panas dan sensitivitasnya naik
hingga mencapai 100% pada spesimen hari ke-6 dan 7.
Sementara itu, sensitivitas antigen NS1 tidak pernah
mencapai 70%. Spesifisitas NS1 dan IgM sejak hari pertama
awitan sama-sama tinggi yaitu mencapai 100%.
Penggunaan parameter gabungan trombositopenia atau
leukopenia menunjukkan sensitivitas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan sensitivitas masing-masing. Sensitivitas ini terus meningkat dan mencapai 100% pada hari ke5 sampai ke-7 panas. Sensitivitas gabungan parameter NS1
atau IgM pada hari-hari awal berkisar antara 40%-50%.
Sensitivitas ini lebih tinggi dibandingkan dengan sensitivitas
parameter masing-masing terutama mulai hari ke-3 panas.
Seperti pada gabungan parameter trombositopenia atau leukopenia, sensitivitas mencapai 100% pada hari ke 5-7 panas.
Spesifisitas kombinasi trombositopenia atau leukopenia
umumnya cukup tinggi (>80%), bahkan pada spesimen hari
ke-5 dan ke-7 mencapai 100%. Spesifisitas NS1 dan IgM sejak
hari pertama awitan mencapai 100% sampai hari ke-7.
Penggunaan kombinasi tiga parameter (trombositopenia,
bp
antibodi IgM atau antigen NS1) atau empat kriteria 250
dengan
penambahan leukopenia, menunjukkan sensitivitas yang
lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan satu atau
dua parameter saja terutama pada hari 1-3 panas (sekitar 50%).
Pada hari ke-4, lebih baik dibandingkan penggunaan dua
J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 8, Agustus 2011
Diskusi
Hitung trombosit dapat digunakan sebagai alat bantu
untuk diagnosis dengue karena menunjukkan sensitivitas
dan PPV yang tinggi mulai dari hari ke-4 panas (67,7% dan
87,5%), bahkan pada hari ke-5 sampai ke-7 menunjukkan
angka 100%. Spesifisitas yang sangat tinggi pada penggunaan trombositopenia sebagai parameter disebabkan
karena jarangnya penyakit infeksi yang disertai dengan
penurunan hitung trombosit sampai di bawah 150 000/mm3.
Bahkan jika digunakan kriteria trombosit di bawah 100 000/
mm3, spesifisitas hampir mencapai 100% sejak hari pertama,
namun mengurangi sensitivitas antara 10-20%. Dengan
demikian pemeriksaan trombosit harian akan sangat membantu diagnosis dengue karena meningkatkan sensitivitas
dan spesifisitasnya. Akurasi trombositopenia yang baik disebabkan oleh tidak banyak penyakit dengan manifestasi
klinis demam dan trombositopenia. Selain pada infeksi dengue, kedua gejala klinis ini umumnya ditemukan pada Idiopathic Thrombocytopenia Purpurae (ITP), tifoid, chikungunya dan flu burung.10-13 Pada penelitian ini tidak
ditemukan pasien dengan ITP. Pada 10 kasus dengan
chikungunya, terlihat sedikit penurunan jumlah trombosit,
namun hanya 1 yang di bawah 150 000/mm3, sedangkan pada
2 kasus dengan tifoid tidak terlihat adanya penurunan
trombosit. Diagnosis untuk 104 kasus demam lainnya tidak
diketahui, namun terdapat 9 kasus dengan trombosit <150
000/mm3 dan 2 di antaranya <100 000/mm3. Ditemukan bahwa
rerata leukosit pada kasus dengue lebih rendah dibandingkan
bukan dengue, khu-susnya pada hari ke 4-7. Sensitivitas leukopenia pada spesimen awal sakit hampir sama dengan
trombositopenia, namun mulai hari ke 5-7 lebih rendah.
Spesifisitas dan PPV leukopenia tidak berbeda secara
signifikan dibandingkan dengan trombositopenia. Untuk
membantu menegakkan diagnosis dengue, penggunaan parameter leukopenia atau trombositopenia akan meningkatkan
sensitivitas dan PPV sejak hari pertama tanpa mengurangi
spesifisitas yang bermakna.
Untuk diagnosis dini sejak hari pertama sampai ketiga
panas, NS1 menunjukkan sensitivitas yang terbaik (30-50%)
dengan spesifisitas 100%. Tidak seperti pemeriksaan yang
lain, yaitu peningkatan sensitivitas pada spesimen yang
diambil pada hari-hari selanjutnya, sensitivitas NS1 hanya
329
330
Perbandingan Nilai Diagnostik Trombosit, Leukosit, Antigen NS1 dan Antibodi IgM Antidengue
mencapai 50-60%. Rendahnya angka sensitivitas NS1,
meskipun spesifisitasnya 100% disebabkan oleh tingginya
angka infeksi dengue sekunder atau bahkan tersier di daerah
hiperendemik seperti di Indonesia, yaitu kompleks imun yang
terjadi akan mengurangi sensitivitas.
Kegunaan antibodi IgM pada awal sakit (1-4 hari)
sangatlah rendah (0-35%), namun pada hari ke 5-7 menunjukkan sensitivitas yang sangat tinggi (93-100%) dengan
spesifisitas dari awal sebesar 100%. Penggunaan uji NS1
dan antibodi IgM seperti yang banyak diusulkan menunjukkan sensitivitas yang sama dengan penggunaan NS1 di
hari pertama dan kedua. Selanjutnya pada hari ke-3 dan ke-4
terjadi peningkatan yang cukup tajam dibandingkan dengan
penggunaan NS1 atau antibodi IgM saja. Karena sensitivitas
IgM untuk hari ke 5-7 sudah sangat tinggi (93%-100%),
penggunaan NS1 tidak memberikan kontribusi yang berarti.
Karena sensitivitas dan spesifisitas leukopenia, trombositopenia dan antibodi IgM sangat tinggi pada hari ke 5-7
panas, penggunaan parameter gabungan ketiganya ditambah
dengan NS1 hanya akan bermanfaat pada awal-awal sakit
(hari ke 1-4 panas). Selain itu, analisis tidak dapat dilakukan
dengan akurat karena spesimen yang mempunyai hasil
keempat parameter terbatas. Dengan menggunakan gabungan dari tiga atau empat parameter, sensitivitas pada hari
1-4 tersebut berkisar antara 50-90%. Sensitivitas yang cukup
tinggi untuk awal sakit (hari 1-2) dipengaruhi oleh penggunaan parameter NS1, sementara itu sensitivitas yang tinggi
di hari ke-3 dan 4 dipengaruhi oleh parameter trombositopenia
dan leukopenia. Penggunaan keempat parameter akan
mengurangi spesifisitas meskipun kecil.
Meskipun tidak dapat menggantikan standar baku diagnosis infeksi dengue (ditemukannya virus dengue pada
biakan, terdeteksinya virus dengan pemeriksaan RT-PCR,
peningkatan titer HI pada serum konvalesens setidaknya
empat kali lipat dibandingkan dengan serum pada fase akut),
hasil evaluasi ini menunjukkan pemeriksaan trombosit, lekosit,
antigen NS1 dan antibodi IgM mempunyai nilai diagnostik
yang tinggi dan sangat membantu klinisi untuk manajemen
kasus selanjutnya. Sampai saat ini tidak ada satupun laboratorium di Indonesia yang melakukan salah satu pemeriksaan
standar baku tersebut untuk diagnosis infeksi dengue rutin,
karena secara teknis sulit dan mahal. Interpretasi hasil keempat
parameter ini harus dilakukan dengan hati-hati dengan
mempertimbangkan lama demam. Pemeriksaan antigen NS1
sebenarnya diharapkan dapat menggantikan pemeriksaan RTPCR untuk diagnosis pada hari-hari pertama demam, karena
tersedia dalam bentuk uji cepat (rapid test) dan lebih murah.
Sayang sekali, saat ini sensitivitas NSI untuk kasus infeksi
sekunder yang justru merupakan kasus yang dominan di
Indonesia, kurang baik14. Diharapkan, dengan penelitian lebih
lanjut sensitivitas NSI dapat diperbaiki sehingga nilai
diagnostiknya meningkat.
Pada penelitian ini infeksi silang yang mungkin dapat
menyertai infeksi dengue tidak diperiksa pada sebagian besar
J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 8, Agustus 2011
2.
3.
Direktur Jendral PPMPL Departemen Kesehatan RI. Kebijaksanaan program P2-DBD dan situasi terkini DBD di Indonesia.
Indonesia: Depkes; 2004.
World Health Organization. Dengue hemorrhagic fever, diagnosis: treatment, prevention and control. 2nd edition. Geneva: WHO;
1997.
Hadinegoro SR, Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. Tata laksana
demam berdarah dengue di Indonesia. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI; 1998.
331
Perbandingan Nilai Diagnostik Trombosit, Leukosit, Antigen NS1 dan Antibodi IgM Antidengue
4.
332
IAM