proses metabolisme glukosa. Fungsinya sebagai kendaraan pengangkut glukosa masuk dari
luar kedalam sel jaringan tubuh. Glucose transporter 2 (GLUT 2) yang terdapat dalam sel beta
misalnya, diperlukan dalam proses masuknya glukosa dari dalam darah, melewati membran, ke
dalam sel. Proses ini penting bagi tahapan selanjutnya yakni molekul glukosa akan mengalami
proses glikolisis dan fosforilasi didalam sel dan kemudian membebaskan molekul ATP. Molekul
ATP yang terbentuk, dibutuhkan untuk tahap selanjutnya yakni proses mengaktifkan penutupan
K channel pada membran sel. Penutupan ini berakibat terhambatnya pengeluaran ion K dari
dalam sel yang menyebabkan terjadinya tahap depolarisasi membran sel, yang diikuti kemudian
oleh tahap pembukaan Ca channel. Keadaan inilah yang memungkinkan masuknya ion Ca
sehingga menyebabkan peningkatan kadar ion Ca intrasel.
Seperti disinggung di atas, terjadinya aktivasi penutupan K channel tidak hanya disebabkan
oleh rangsangan ATP hasil proses fosforilasi glukosa intrasel, tapi juga dapat oleh pengaruh
beberapa faktor lain termasuk obat-obatan. Namun senyawa obat-obatan tersebut, misalnya obat
anti diabetes sulfonil urea, bekerja pada reseptor tersendiri, tidak pada reseptor yang sama
dengan glukosa, yang disebut sulphonylurea receptor (SUR).
Tabel 1. Faktor dan kondisi yang meningkatkan atau mengurangi sekresi insulin (Guyton &
Hall, 11th ed.)
Meningkatkan sekresi insulin
Menurunkan sekresi insulin
Peningkatan kadar gula darah
Penurunan kadar glukosa darah
Peningkatan kadar AL bebas dalam
Puasa
darah
Somatostatin
Peningkatan kadar AA darah
Aktivitas -adrenergik
Hormone
GI
(gastrin,
Leptin
kolesistokinin, sekretin, gastric
inhibitory peptide)
Glucagon, hormon pertumbuhan,
kortisol
Rangsangan
parasimpatis,
asetilkolin
Rangsangan -adrenergik
Resistensi insulin, obesitas
Obat-obatan, sulfonylurea
Aksi insulin
Insulin berikatan dengan subunit di reseptornya, yang akan menimbulkan autofosforilasi
subunit reseptor, yang selanjutnya menginduksi aktivitas tirosin kinase. Aktivitas reseptor
tirosin kinase memulai suatu rangkaian fosforilasi sel yang meningkatkan atau mengurangi
aktivitas enzim, yang meliputi substrat reseptor insulin, yang memperantarai pengaruh glukosa
terhadap metabolisme glukosa, lemak, dan protein.
Sebagai contoh, aktivasi dari jalur phosphatidylinositol-32-kinase (PI-3-kinase) akan
menstimulasi translokasi dari transporter glukosa ( GLUT 4) ke permukaan sel, yang akan
membantu pemasukan glukosa ke dalam sel. Selain itu aktivasi dari reseptor insulin lainnya
dapat menginduksi sintesis protein, sintesis glikogen, lipogenesis, dan regulasi dari berbagai gen
pada sel yang resposif terhadap insulin.
GLUT 4 sangat banyak terdapat di jaringan yang paling banyak menyerap glukosa dan darah,
yaitu otot rangka dan sel jaringan lemak.
Peningkatan kadar asam amino darah, misalnya setelah makan makanan tinggi protein,
secara langsung merangsang sel beta untuk meningkatkan sekresi insulin
Hormon saluran cerna yang dikeluarkan sebagai respon terhadap adanya makanan,
khususmya Glucose dependent Insulin Peptide (GIP), merangsang pankreas,
mengeluarkan insulin selain memiliki efek regulatorik
Sistem saraf otonom juga secara langsung mempengaruhi sekresi insulin, peningkatan
parasimpatis menyebabkan peningkatan pengeluaran insulin
Gambar 5 . Pengaruh insulin dalam meningkatkan konsentrasi glukosa di dalam selsel otot (Guyton and Hall, 11th ed.)
7
2. Insulin meningkatkan ambilan, penyimpanan dan penggunaan glukosa oleh sel hati
3. Insulin memacu konversi kelebihan glukosa menjadi AL dan menghambat
glukoneogenesis di hati
Mekanisme yang dipakai insulin untuk menyebabkan terjadinya ambilan glukosa dan
penyimpanan hati meliputi beberapa langkah :
1. Menghambat fosforilase hati (enzim utama yang menyebabkan terpecahnya glikogen hati
menjadi glukosa)
2. Meningkatkan ambilan glukosa dari darah oleh sel-sel hati.
Keadaan ini terjadi dengan meningkatkan aktivitas enzim glukokinase yang
menyebabkan timbulnya fosforilasi awal dari glukosa setelah glukosa berdifusi ke dalam
sel-sel hati. Begitu difosforilasi, glukosa terperangkap sementara di dalam sel-sel hati,
sebab glukosa yang sudah terfosforilasi tidak dapat berdifusi kembali melewati membran
sel.
3. Meningkatkan aktivitas enzim-enzim yang meningkatkan sintesis glikogen (glikogen
sintetase, untuk polimerisasi unit-unit monosakarida untuk membentuk molekul
glikogen)
Proses pelepasan glukosa dari hati ke dalam sirkulasi darah :
Glukagon
Glukagon, yaitu suatu hormon yang disekresikan oleh sel-sel alfa pulau
Langerhans sewaktu kadar glukosa darah turun, mempunyai fungsi yang bertentangan
dengan insulin. Fungsi utama glukagon adalah meningkatkan konsentrasi glukosa darah.
10
Bagan 3. Glikogenolisis
2.
11
Gambar 8 . Perkiraan konsentrasi glukagon dalam plasma pada berbagai kadar glukosa
darah (Guyton and Hall, 11th ed.)
Pada kadar hipoglikemik, konsentrasi glucagon plasma akan meningkat beberapa kali
lipat, sedangkan pada keadaan hiperglikemik akan mengurangi kadar glukosa dalam plasma.
2. Efek perangsangan asam amino
Tingginya kadar asam amino, seperti yang terdapat di dalam darah sesudah makan
protein (khususnya asam amino alanin dan arginin) akan merangsang timbulnya sekresi
glukagon.
Manfaat perangsangan asam amino terhadap sekresi glukagon adalah bahwa glukagon
kemudian memacu konversi cepat dari asam amino menjadi glukosa, akan membuat lebih
banyak glukosa yang tersedia untuk jaringan.
3. Efek perangsangan dari kerja fisik
Pada waktu melakukan kerja fisik yang melelahkan, konsentrasi glukagon dalam darah
seringkali meningkat 4-5 kali lipat. Efek yang meguntungkan dari glukagon adalah mencegah
menurunnya kadar glukosa darah. Faktor yang mungkin dapat meningkatkan sekresi glukagon
sewaktu kerja fisik adalah meningkatnya kadar asam amino dalam darah. Faktor lainnya seperti
rangsangan saraf autonomik pada pulau Langerhans dapat juga berperan.
12
13
14
Tipe 1
Tipe 2
Tipe lain
Diabetes melitus
gestasional
Diabetes Mellitus (DM) Tipe II merupakan penyakit hiperglikemi akibat
insensivitas sel terhadap insulin.Kadar insulin mungkin sedikit menurun atau berada
dalam rentang normal.Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas, maka
diabetes mellitus tipe II dianggap sebagai Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(NIDDM).
Diabetes melitus gestasional (DMG) didefinisikan sebagai suatu keadaan
intoleransi glukosa atau karbohidrat dengan derajat yang bervariasi yang terjadi atau
pertama kali ditemukan pada saat kehamilan berlangsung.
Keadaan ibu dan anak pada wanita DM hamil tergantung pada berat dan lamanya
perlangsungan penyakit. Priscilla White pada tahun 1959 memperkenalkan klasifikasi
White yang sangat terkenal sampai saat ini. Klasifikasi ini terutama menitikberatkan
pada umur saat diketahuinya DM, lamanya mengidap DM dan adanya komplikasi
vaskuler khususnya retino-renal.
Klasifikasi ini awalnya digunakan untuk meramalkan prognosis perinatal dan
untuk menentukan penanganan obstetrinya. Karena mortalitas perinatal menurun secara
tajam pada semua klasifikasi, maka sistem ini digunakan sampai sekarang terutama
untuk menggambarkan dan membandingkan populasi DM hamil.
15
Onset
Fasting Plasma
Glucose
A1
A2
Class
B
C
D
F
R
Gestational
Gestational
Age of Onset (yr)
Over 20
10 - 19
Before 10
Any
Any
Any
Any
2-hour
postprandial
Glucose
< 120 mg/dL
> 120 mg/dL
Vascular Disease
None
None
Benign Retinopathy
Nephropathy*
Proliperative
retinopathy
Heart
Therapy
Diet
Insullin
Therapy
Insulin
Insulin
Insulin
Insulin
Insulin
Insulin
Selanjutnya, Pyke dari Kings College Hospital London membuat klasifikasi yang
sederhana dimana DM hamil hanya dibagi atas tiga kelompok, yaitu :
1. Mereka yang DM diketahui saat hamill yang identik dengan DM gestasi.
2. DM pragestasi yang tanpa komplikasi atau dengan komplikasi ringan.
3. DM pragestasi yang disertai denngan komplikasi berat seperti nefropati, retiopati dan
penyakit jantung koroner.
Klasifikasi DM dengan Kehamilan menurut Pyke:
a. Klas I : Gestasional diabetes, yaitu diabetes yang timbul pada waktu hamil dan
menghilang setelah melahirkan.
b. Klas II : Pregestasional diabetes, yaitu diabetes mulai sejak sebelum hamil dan
berlanjut setelah hamil.
c. Klas III : Pregestasional diabetes yang disertai dengan komplikasi penyakit
pembuluh darah seperti retinopati, nefropati, penyakit pemburuh darah panggul dan
pembuluh darah perifer.
90% dari wanita hamil yang menderita Diabetes termasuk ke dalam kategori DM
Gestasional (TipeII) dan DM yang tergantung pada insulin (Insulin Dependent
Diabetes militus tipe IDDM tipe 1.
2.3.
16
Diabetes Tipe 1
Akibat destruksi autonom sel beta,bentuk diabetes tipe 1 yang parah memerlukan insulin
biasanya terjadi pada anak-anak dan remaja, tetapi penyakit ini juga bermanifestasi pada orang
dewasa dalam bentuk yang lebih ringan, mula-mula dalam bentuk yang tidak memerlukan
insulin.
17
18
peningkatan beban metabolisme glukosa pada penderita obesitas untuk mencukupi energi sel
yang terlalu banyak.
c.
Riwayat Keluarga
Pada anggota keluarga dekat pasien diabetes tipe 2 (dan pada kembar non identik), risiko
menderita penyakit ini 5 hingga 10 kali lebih besar daripada subjek (dengan usia dan berat yang
sama) yang tidak memiliki riwayat penyakit dalam keluarganya. Tidak seperti diabetes tipe 1,
penyakit ini tidak berkaitan dengan gen HLA. Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa
diabetes tipe 2 tampaknya terjadi akibat sejumlah defek genetif, masing-masing memberi
kontribusi pada risiko dan masing-masing juga dipengaruhi oleh lingkungan.(Robbins, 2007,
hlm. 67).
d.
Gaya hidup (stres)
Stres kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang cepat saji yang kaya
pengawet, lemak, dan gula.Makanan ini berpengaruh besar terhadap kerja pankreas. Stres juga
akan meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan kebutuhan akan sumber energi yang
berakibat pada kenaikan kerja pankreas. Beban yang tinggi membuat pankreas mudah rusak
hingga berdampak pada penurunan insulin.( Smeltzer and Bare,1996, hlm. 610).
Pada pasien-pasien dengan DM tipe 2, penyakitnya mempunyai pola familial yang kuat.
Indeks untuk DM tipe 2 pada kembar monozigot hampir 100%. Resiko berkembangnya DM tipe
2 pada saudara kandung mendekati 40%dan 33% nya untuk anak cucunya. Transmisi genetic
adalah paling kuat dan contoh terbaik terdapat dalam diabetes awitan dewasa muda (mody), yaitu
subtipe penyakit diabetes yang diturunkan dengan pola autosomal dominan. Jika orang tua
menderita DM tipe 2 rasio diabetes dan non diabetes pada anak adalah1:1, dan sekitar 90% pasti
membawa (carier) DM tipe 2.
Faktor Resiko :
1. Usia dewasa tua (>45 tahun)
2. Obesitas dengan BB > 120%, IMT >23 kg/m
3. Penderita hipertensi > 140/90 mmHg
4. Riwayat keluarga DM
5. Riwayat DM pada kehamilan
6. Riwayat kehamilan dengan BBL bayi > 4 kg atau bayi cacat
7. Disipidemia: cholesterol HDL > 40 mg/dl dan/ trigliserida >250 mg/dl
8. Pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) /GDPT (Glukosa Darah Puasa
Terganggu
19
2.5.
Diabetes Tipe 1
Akibat destruksi autonom sel beta,bentuk diabetes tipe 1 yang parah memerlukan insulin
biasanya terjadi pada kanak-kanak dan remaja, tetapi penyakit ini juga bermanifestasi pada orng
dewasa dalam bentuk yang lebih ringan, mula-mula dalam bentuk yang tidak memerlukan
insulin.
20
Diabetes tipe 2
Secara fisiologis telah terjadi resistensi insulin yaitu bila ia ditambah dengan insulin eksogen ia
tidak mudah menjadi hipoglikemia yang menjadi masalah ialah bila seorang ibu tidak mampu
meningkatkan produksi insulin sehingga ia relatif hipoinsulin yang mengakibatkan hiperglikemia
atau diabetes kehamilan. Resistensi insulin juga disebabkan adanya hormon estrogen,
progesteron, kortisol, prolaktin dan plasenta laktogen. Kadar kortisol plasma wanita hamil
meningkat dan mencapai 3 kali dari keadaan normal hal ini mengakibatkan kebutuhan insulin
menjadi lebih tinggi, demikian juga dengan Human Plasenta Laktogen (HPL) yang dihasilkan
oleh plasenta yang mempunyai sifat kerja mirip pada hormon tubuh yang bersifat diabetogenik.
Pembentukan HPL meningkat sesuai dengan umur kehamilan.Hormon tersebut mempengaruhi
reseptor insulin pada sel sehingga mempengaruhi afinitas insulin. Hal ini patut diperhitungkan
dalam pengendalian diabetes.
Mekanisme resistensi insulin pada wanita hamil normal adalah sangat
kompleks.Kitzmiller, 1980 (dikutip oleh Moore) telah mempublikasikan suatu pengamatan
menyeluruh mekanisme endokrin pada pankreas dan metabolisme maternal selama kehamilan
yakni plasenta mempunyai peranan yang khas dengan mensintesis dan mensekresi peptida dan
hormon steroid yang menurunkan sensitivitas maternal pada insulin. Puavilai dkk (dikutip oleh
Williams) melaporkan bahwa resistensi insulin selama kehamilan terjadi karena rusaknya
reseptor insulin bagian distal yakni post reseptor. Hornes dkk (dikutip oleh Moore) melaporkan
terdapat penurunan respon Gastric Inhibitory Polipeptida (GIP) pada tes glukosa oral dengan
tes glukosa oral pada kehamilan normal dan DMG. Mereka meyakini bahwa kerusakan respon
GIP ini yang mungkin berperanan menjadi sebab terjadinya DMG.
Faktor-faktor di atas dan mungkin berbagai faktor lain menunjukkan bahwa kehamilan
merupakan suatu keadaan yang mengakibatkan resistensi terhadap insulin meningkat. Pada
sebagian besar wanita hamil keadaan resistensi terhadap insulin dapat diatasi dengan
meninggikan kemampuan sekresi insulin oleh sel beta.Pada sebagian kecil wanita hamil,
kesanggupan sekresi insulin tidak mencukupi untuk melawan resistensi insulin, dengan demikian
terjadilah intoleransi terhadap glukosa atau DM gestasi.
2.6.
- Gejala awalnya ditemukan : Poliuria (sering kencing), polidipsi (sering haus), polifagi
(sering makan), berat badan menurun, badan sering terasa lemah dan mudah capai.
- Gejala lanjutannya ditemukan : Luka yang tidak dirasakan, sering kesemutan, sering
merasakan gatal tanpa sebab, kulit kering, mudah terkena infeksi, dan gairah sex menurun.
- Gejala setelah terjadi komplikasi : Gangguan pembuluh darah otak (stroke), pembuluh
darah mata (gangguan penglihatan), pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner),
pembuluh darah ginjal (gagal ginjal), serta pembuluh darah kaki (luka yang sukar
sembuh/gangren).
23
24
25
26
2.8.
Jangka Panjang
Tabel 4. Tujuan penatalaksanaan diabetes mellitus jangka pendek dan jangka panjang
Edukasi
Terapi gizi medis
Latihan jasmani
Intervensi farmakologis
1. Edukasi
Pasien diberikan pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan
gejala hipoglikemia
27
28
4. Intervensi farmakologis
intervensi farmakologis akan dijelaskan pada learning index selanjutnya.
Penilaian hasil terapi
Hasil pengobatan DM tipe 2 harus dipantau secara terencana dengan melakukan
anamnesis, pemeriksaan jasmani, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan yang dapat
dilakukan adalah :
1.
-
2.
-
Pemeriksaan A1C
Tes hemoglobin terglikosilasi (glikogemoglobin) untuk menilai efek perubahan terapi 8-12
minggu sebelumnya.
Tes ini tidak dapat digunakan untuk menilai hasil pengobatan jangka pendek.
Pemeriksaan ini dianjurkan setiap 3 bulan, minimal 2 kali dalam setahun
3.
a.
b.
c.
d.
e.
29
30
31
32
2.9.
Komplikasi Diabetes Mellitus
1. Komplikasi Metabolik Akut
Komplikasi metabolik diabetes disebabkan oleh perubahan yang relatif akut dari
konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius pada diabetes
tipe 1 adalah:
A. Ketoasidosis Diabetik (DKA).
Merupakan komplikasi metabolik yang paling serius pada DM tipe 1. Hal ini
bisa juga terjadi pada DM tipe 2. Hal ini terjadi karena kadar insulin sangat menurun,
dan pasien akan mengalami hal berikut:7
Hiperglikemia
Hiperketonemia
Asidosis metabolik
Hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis ,peningkatan
lipolisis dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda
keton (asetoasetat, hidroksibutirat, dan aseton). Peningkatan keton dalam plasma
mengakibatkan ketosis. Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion
hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat
mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan
elektrolit. Pasien dapat menjadi hipotensi dan mengalami syok.
Akhimya, akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan
mengalami koma dan meninggal. Koma dan kematian akibat DKA saat ini jarang
terjadi, karena pasien maupun tenaga kesehatan telah menyadari potensi bahaya
komplikasi ini dan pengobatan DKA dapat dilakukan sedini mungkin.
Tanda dan Gejala Klinis dari Ketoasidosis Diabetik
1. Dehidrasi
8. Poliuria
9. Bingung
10. Kelelahan
4. Takikardi
11. Mual-muntah
5. Kusmaul breathing
7. Hipotermia
33
Komplikasi metabolik akut lain dari diabetes yang sering terjadi pada
penderita diabetes tipe 2 yang lebih tua. Bukan karena defisiensi insulin absolut,
namun relatif, hiperglikemia muncul tanpa ketosis. Ciri-ciri HHNK adalah sebagai
berikut:
Hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum > 600 mg/dl.
Dehidrasi berat
Uremia
Pasien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal bila keadaan ini tidak segera
ditangani. Angka mortalitas dapat tinggi hingga 50%. Perbedaan utama antara
HHNK dan DKA adalah pada HHNK tidak terdapat ketosis.
Penatalaksanaan HHNK
Penatalaksanaan berbeda dari ketoasidosis hanya dua tindakan yang
terpenting adalah:Pasien biasanya relatif sensitif insulin dan kira-kira diberikan dosis
setengah dari dosis insulin yang diberikan untuk terapi ketoasidosis, biasanya 3
unit/jam.7
Tanda hipoglikemia mulai timbul bila glukosa darah < 50 mg/dl, meskipun
reaksi hipoglikemia bisa didapatkan pada kadar glukosa darah yang lebih tinggi.
Tanda klinis dari hipoglikemia sangat bervariasi dan berbeda pada setiap orang.
Tanda-tanda Hipoglikemia
1. Stadium parasimpatik: lapar, mual, tekanan darah turun.
2. Stadium gangguan otak ringan: lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan menghitug
sederhana.
3. Stadium simpatik: keringat dingin pada muka terutama di hidung, bibir atau tangan,
berdebar-debar.
4. Stadium gangguan otak berat: koma dengan atau tanpa kejang.
Keempat stadium hipoglikemia ini dapat ditemukan pada pemakaian obat oral
ataupun suntikan. Ada beberapa catatan perbedaan antara keduanya:
1) Obat oral memberikan tanda hipoglikemia lebih berat.
2) Obat oral tidak dapat dipastikan waktu serangannya, sedangkan insulin bisa
diperkirakan pada puncak kerjanya, misalnya:
Insulin reguler
Insulin NPH
P.Z.I
3) Obat oral sedikit memberikan gejala saraf otonom (parasimpatik dan simpatik),
sedangkan akibat insulin sangat menonjol.
sering tanpa gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama
muncul.
- Pembuluh darah otak
2.10.
2.11.
Prognosis Diabetes Mellitus
Sekitar 60% pasien DM yang mendapat insulin dapat bertahan hidup seperti orang
normal., sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronis, dan kemungkinan untuk
meninggal lebih cepat.
3. Memahami dan menjelaskan Retinopati
3.1.
Definisi Retinopati
36
Etiologi Retinopati
3.3.
Epidemiologi Retinopati
Penelitian epidemiologis di Amerika, Australia, Eropa, dan Asia melaporkan bahwa
jumlah penderita retinopati DM akan meningkat dari 100,8 juta pada tahun 2010 menjadi
154,9 juta pada tahun 2030 dengan 30% di antaranya terancam mengalami kebutaan.4 The
DiabCare Asia 2008 Study melibatkan 1 785 penderita DM pada 18 pusat kesehatan primer
dan sekunder di Indonesia dan melaporkan bahwa 42% penderita DM mengalami komplikasi
retinopati, dan 6,4% di antaranya merupakan retinopati DM proliferatif.
3.4.
Klasifikasi Retinopati
Sistem Klasifikasi Retinopati DM Berdasarkan ETDRS13 :
- Derajat 1 : tidak terdapat retinopati DM
- Derajat 2 : hanya terdapat mikroaneurisma
- Derajat 3 : Retinopati DM non-proliferatif derajat ringan - sedang yang ditandai
oleh mikroaneurisma dan satu atau lebih tanda:
Venous loops
Perdarahan
Hard exudates
Soft exudates
Intraretinal Microvascular Abnormalities(IRMA)
- Derajat 4 :
Retinopati DM non-proliferatif derajat sedang-berat yang ditandai oleh:
Perdarahan derajat sedang-berat
Mikroaneurisma
IRMA
37
A.
B.
Gambar 11. Retinopati DM Nonproliferatif Derajat sedang dengan Edema Makula (A) dan
Retinopati DM Proliferatif dengan Edema Makula dan Perdarahan Pre-retina (B)
3.5.
Patofisiologi Retinopati
Hiperglikemia kronik mengawali perubahan patologis pada retinopati DM dan terjadi
melalui beberapa jalur. Pertama, hiperglikemia memicu terbentuknya reactive oksigen
intermediates (ROIs) dan advanced glycation endproducts (AGEs). ROIs dan AGEs merusak
perisit dan endotel pembuluh darah serta merangsang pelepasan faktor vasoaktif seperti nitric
oxide (NO), prostasiklin, insulin-like growth factor-1 (IGF-1), dan endotelin yang akan memperparah kerusakan.
Kedua, hiperglikemia kronik mengaktivasi jalur poliol yang meningkatkan glikosilasi dan
ekspresi aldose reduktase sehingga terjadi akumulasi sorbitol. Glikosilasi dan akumulasi
sorbitol kemudian mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh darah dan disfungsi enzim
endotel.
Ketiga, hiperglikemia mengaktivasi transduksi sinyal intraseluler protein kinase C (PKC).
Vascular endothelial growth factor (VEGF) dan faktor pertumbuhan lain diaktivasi oleh PKC.
VEGF menstimulasi ekspresi intracellular adhe- sion molecule-1 (ICAM-1) yang memicu
terbentuknya ikatan antara leukosit dan endotel pembuluh darah. Ikatan tersebut
menyebabkan kerusakan sawar darah retina, serta trombosis dan oklusi kapiler retina.
Keseluruhan jalur tersebut me- nimbulkan gangguan sirkulasi, hipoksia, dan inflamasi pada
retina. Hipoksia menyebabkan ekspresi faktor angiogenik yang berlebihan sehingga
merangsang pembentukan pembuluh darah baru yang memiliki kelemahan pada membran
basalisnya, defisiensi taut kedap antarsel endo- telnya, dan kekurangan jumlah perisit.
Akibatnya, terjadi kebocoran protein plasma dan perdarahan di dalam retina dan vitreous.
3.6.
Manifestasi klinik Retinopati
Sebagian besar penderita retinopati DM, pada tahap awal tidak mengalami gejala
penurunan tajam penglihatan. Apabila telah terjadi kerusakan sawar darah retina, dapat
ditemukan mikroaneurisma, eksudat lipid dan protein, edema, serta perdarahan intraretina.
Selanjutnya, terjadi oklusi kapiler retina yang mengakibatkan kegagalan perfusi di lapisan
serabut saraf retina sehingga terjadi hambatan transportasi aksonal. Hambatan transportasi
tersebut menimbulkan akumulasi debris akson yang tampak sebagai gambaran soft exudates
pada pemeriksaan oftalmoskopi. Kelainan tersebut merupakan tanda retinopati DM nonproliferatif.
Hipoksia akibat oklusi akan merangsang pembentukan pembuluh darah baru dan ini
merupakan tanda patognomonik retinopati DM proliferatif. Kebutaan pada DM dapat terjadi
akibat edema hebat pada makula, perdarahan masif intravitreous, atau ablasio retina
traksional.
38
3.7.
Diagnosis Retinopati
Deteksi dini retinopati DM di pelayanan kesehatan primer dilakukan melalui pemeriksaan
funduskopi direk dan indirek. Dengan fundus photography dapat dilakukan dokumentasi
kelainan retina. Metode diagnostik terkini yang disetujui oleh American Academy of
Ophthalmology (AAO) adalah fundus photography. Keunggulan pemeriksaan tersebut adalah
mudah dilaksanakan, interpretasi dapat dilakukan oleh dokter umum terlatih sehingga
mampu laksana di pelayanan kesehatan primer. Di pelayanan primer pemeriksaan fundus
photography berperanan sebagai pemeriksaan penapis. Apabila pada pemeriksaan ditemukan
edema makula, retinopati DM non- proliferatif derajat berat dan retinopati DM proliferatif
maka harus dilanjutkan dengan pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata.
Pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata terdiri dari pemeriksaan visus,
tekanan bola mata, slit-lamp biomicroscopy, gonioskop, funduskopi dan stereoscopic fundus
photography dengan pemberian midriatikum sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan dapat
dilanjutkan dengan Optical Coherence Tomography (OCT) dan Ocular Ultrasonography bila
perlu.
OCT memberikan gambaran penampang aksial untuk menemukan kelainan yang sulit
terdeteksi oleh pemeriksaan lain dan menilai edema makula serta responsnya terhadap terapi.
Ocular ultrasonography bermanfaat untuk evaluasi retina bila visualisasinya terhalang oleh
perdarahan vitreous atau kekeruhan media refraksi.
Pemeriksaan Funduskopi Direk pada Retinopati DM
Pemeriksaan funduskopi direk bermanfaat untuk menilai saraf optik, retina, makula dan
pembuluh darah di kutub posterior mata. Sebelum pemeriksaan dilakukan, pasien diminta
untuk melepaskan kacamata atau lensa kontak, kemudian mata yang akan diperiksa ditetesi
midriatikum. Pemeriksa harus menyampaikan kepada pasien bahwa ia akan merasa silau dan
kurang nyaman setelah ditetesi obat tersebut. Risiko glaukoma akut sudut tertutup merupakan
kontraindikasi pemberian midriatikum.
Pemeriksaan funduskopi direk dilakukan di ruangan yang cukup gelap. Pasien duduk
berhadapan sama tinggi dengan pemeriksa dan diminta untuk memakukan (fiksasi)
pandangannya pada satu titik jauh. Pemeriksa kemudian mengatur oftalmoskop pada 0
dioptri dan ukuran apertur yang sesuai. Mata kanan pasien diperiksa dengan mata kanan
pemeriksa dan oftalmoskop dipegang di tangan kanan.
Mula-mula pemeriksaan dilakukan pada jarak 50 cm untuk menilai refleks retina yang
berwarna merah jingga dan koroid. Selanjutnya, pemeriksaan dilakukan pada jarak 2-3 cm
dengan mengikuti pembuluh darah ke arah medial untuk menilai tampilan tepi dan warna
diskus optik, dan melihat cup-disc ratio. Diskus optik yang normal berbatas tegas, disc
berwarna merah muda dengan cup berwarna kuning, sedangkan cup-disc ratio <0,3. Pasien
lalu diminta melihat ke delapan arah mata angin untuk menilai retina. Mikro- aneurisma,
eksudat, perdarahan, dan neovaskularisasi merupakan tanda utama retinopati DM.
Terakhir, pasien diminta melihat langsung ke cahaya oftalmoskop agar pemeriksa dapat
menilai makula. Edema makula dan eksudat adalah tanda khas makulopati diabetikum.
3.8.
Tatalaksana Retinopati
Tata laksana retinopati DM dilakukan berdasarkan tingkat keparahan penyakit. Retinopati
DM nonproliferatif derajat ringan hanya perlu dievaluasi setahun sekali. Penderita retinopati
DM nonproliferatif derajat ringan-sedang tanpa edema makula yang nyata harus menjalani
39
40
: +10-30%
: +300 kalori
41
4.2.
Komposisi Makanan
Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non-farmakologis yang sangat
direkomendasikan bagi pasien diabetes. Terapi gizi medis ini pada pronsipnya adalah melakukan
pengaturan pola makan yang didasarkan pada stasus gizi medis diabetesi dan melakukan
modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual.
Beberapa manfaat yang telah terbukti dari terapi gizi medis ini antara lain: Menurunkan
berat badan, Menurunkan tekanan sistolik dan diastolik, Menurunkan kadar glukosa darah,
Memperbaiki profil lipid, Meningkatkan sensitivitas reseptor insulin, Memperbaiki sistem
koagulsi darah.
Tujuan terapi gizi medis ini adlah untuk mencapai dan mempertahankan:
o
Kadar glukosa darah mendekati normal
o
Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl.
o
Glukosa darah 2 jam setelah makan <180 mg/dl.
o
Kadar A1c <7%.
o
Tekanan darah <130/80 mmHg.
o
Profil Lipid
o
Kolesterol LDL<100 mg/dl
o
Kolesterol HDL >40 mg/dl.
o
Trigliserida < 150 mg/dl.
o
Beran badan senormal mungkin.
PROTEIN
Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15% dari total kalori
perhari. Pada penderita kelainan ginjal dimana diperlukan pembatasan asupan protein sampai 40
gram perhari, maka perlu ditambahkan suplementasi asam amino esensial. Protein mengandung
energi sebesar 2 kilokalori/gram.
Rekomendasi pemberian protein:
Kebutuhan protein 15-20% dari total kebutuhan energi perhari.
Pada keadaan kadar glukosa yang terkontrol, asupan protein tidak akan mempengaruhi
konsentrasi glukosa darah.
Pada keadaan glukosa tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8-1,0 mg/kg BB/hari.
Pada gangguan fungsi ginjal, asupan protein diturunkan sampai 0,85 gram/KgBB/hari
dan tidak kurang dari 40gram.
Jika terdapat komplikasi kardiovaskular, maka sumber protein nabati lebih dianjurkan
dibanding protein hewani.
LEMAK
Lemak memiliki kandungan energi sebesar 9 kilokalori/gram. Bahan makanan ini sangat
penting untuk membawa vitamin yang larut dalam lemak seperti vitami A, D, E, K. Berdasarkan
rantai karbonnya , lemak dibedakan menjadi lemak jenuh dan tidak jenuh. Pembatasan asupan
lemak jenuh dan kolestrol sangat disarankan pada diabetisi karena terbukti dapat memperbaiki
profil lipid tidak normal bagi pasien diabetes. Asam lemak tidak jenuh rantai tunggal
(monounsaturated fatty acid : MUFA), merupakan salah satu asam lemak yang dapat
memperbaiki glukosa darah dan profil lipid. Pemberian MUFA pada diet diabetisi, dapat
menurunkan kadar trigliserida, kolestrol total, kolestrol VLDL, dan meningkatkan kadar
kolestrol HDL. Sedangkan asam lemak tidak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acid=
PUFA) dapat melindungi jantung, menurunkan kadar trigliserida, memperbaiki agregasi
trombosit. PUFA mengandung asam lemak omega 3 yang dapat menurunkan sintesis VLDL di
dalam hati dan eningkatkan aktivitas enzyme lipoprotein lipase yang dapat menurunkan kadar
VLDL di jarngan perifer. Sehingga dapat menurunkan kadar kolestrol LDL.
Rekomendasi Pemberian Lemak:
Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10% dari
total kebutuhan kalori per hari.
Jika kadar kolestrol LDL 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan sampai
maksimal 7% dari total kalori perhari.
Konsumsi kolestrol maksimal 300mg/hari, jika ada kolestrol LDL 100 mg/dl, maka
maksimal kolestrol yang dapat dikonsumsi 200 mg per hari.
Batasi asam lemak bentuk trans.
Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam lemak tidak jenuh
rantai panjang.
Asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10% dari asupan kalori perhari.
5. Memahami dan menjelaskan farmakologi Anti Diabetes Melitus
43
setelahpemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melaluihati. Obat ini dapat mengatasi
hiperglikemia post prandial.
B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin
Tiazolidindion
Tiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma
(PPAR-g), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek
menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa,
sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada
pasien dengan gagal jantung kelas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga
pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan
pemantauan faal hati secara berkala.
*golongan rosiglitazon sudah ditarik dari peredaran karena efek sampingnya.
C. Penghambat glukoneogenesis
Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di
samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes
gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum
kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya
penyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek
samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah
makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa pemberian metformin secara titrasi pada awal
penggunaan akan memudahkan dokter untuk memantau efek samping obat tersebut.
DOSIS :
- Mulai pada 4 mg sehari dalam dosis tunggal atau dibagi, jangan melebihi 8 mg per hari.
- Dosis meningkat harus disertai dengan pemantauan hati-hati untuk efek samping yang
berhubungan dengan retensi cairan.
- Jangan melakukan Avandia jika menunjukkan bukti klinis pasien penyakit hati aktif atau
peningkatan serum transaminase.
KEMASAN :
Pentagonal, film-tablet dilapisi dalam kekuatan berikut : 2 mg, 4 mg, dan 8 mg
KONTRA INDIKASI :
Inisiasi Avandia pada pasien dengan didirikan NYHA kelas III atau IV gagal jantung adalah
kontraindikasi.
PERINGATAN DAN PENCEGAHAN :
- Retensi fluida, yang dapat memperburuk atau menyebabkan gagal jantung, dapat terjadi.
Kombinasi digunakan dengan insulin dan digunakan dalam gagal jantung kongestif NYHA
kelas I dan II dapat meningkatkan risiko efek kardiovaskular lainnya.
- Peningkatan resiko kejadian iskemik miokard telah diamati dalam meta-analisis dari 42 uji
klinis (kejadian Tingkat 2% dibandingkan 1,5%).
- Penggunaan Avandia dengan nitrat tidak direkomendasikan.
- Coadministration dari Avandia dan insulin tidak dianjurkan.
- Dosis yang berhubungan dengan edema, berat badan, dan anemia dapat terjadi.
- Macular Edema telah dilaporkan.
- Peningkatan kejadian patah tulang pada pasien wanita.
- Tidak ada studi klinis mendirikan bukti pengurangan risiko macrovascular dengan Avandia
atau obat antidiabetik oral lainnya.
PABRIK : GLAXO SMITH KLINE
2.BENOFOMIN 500 MG
KOMPOSISI :
Benofomin 500 Tablet, tiap tablet mengandung : Metformin HCI500 mg.
Benofomin 850 Kaplet, tiap kaplet mengandung : Metformin HCI850 mg.
FARMAKOLOGI :
Farmakodinamik :
Metformin adalah obat anti hiperglikemia oral digunakan untuk pengobatan diabetes
mellitus tipe 2. Secara kimia atau farmakologi, Metformin berbeda dengan Sulfonylurea.
Metformin memperbaiki toleransi glukosa pada penderita diabetes tipe 2, menurunkan
glukosa darah baik di basal maupun postprandial. Mekanisme kerja Metformin berbeda
dengan Sulfonylurea. Metformin menurunkan produksi glukosa oleh hati, menurunkan
penyerapan glukosa di usus dan memperbaiki sensitivitas insulin (meningkatkan
pengambilan dan penggunaan glukosa di perifer). Tidak seperti Sulfonylurea, Metformin
tidak mengakibatkan hipoglikemia (kecuali pada keadaan tertentu; lihat Peringatan) dan
tidak menyebabkan hiperinsulinemia.
Farmakokinetik:
-Absorpsi
47
Bioavailabilitas absolut setelah pemberian Metformin 500 mg pada kondisi puasa sekitar
50-60 %. Adanya makanan mengurangi tingkat absorbsi dan sedikit memperiambat absorbs!
Metformin.
-Distribusi
Metformin sangat sedikit terikat pada protein plasma, sangat berbeda dengan Sulfonylurea
dimana 90% terikat pada protein plasma.
-Metabolisme
Metformin praktis tidak dimetabolisme di hati (tidak ditemukan metabolit pada manusia)
maupun pada ekskresi empedu,
-Ekskresi
Metformin diekskresikan dalam bentuk utuh (tidak berubah) lewat urine.
INDIKASI :
Diebetes tipe 2 (non-insulin-dependent diabetes) dengan kelebihan berat badan maupun
dengan berat badan normal dan apabila diet tidak berhasil. Diabetes tipe 1 (insulindependent diabtes); terapi bersamaan dengan insulin. Sebagai obat pembantu pada penderita
diabetes dengan ketergantungan terhadap insulin dengan maksud agar dapal mengurangi
dosis insulin yang dibutuhkan. Sebagai obat tunggal dalam hal pemakaian Sulfonylurea
primer atau skunder tidak berhasil. Sebagai obat kombinasi dengan Sulfonylurea.
PEMBERIAN
-Dewasa:
Benofomin 500 mg: 3 x sehari 1 tablet 500 mg pada saat makan atau sesudah makan.
Jika perlu, dosis dapat ditingkatkan bertahap sampai maksimum 3 gram sehari.
Benofomin 850 mg: 2 x sehari 1 kaplat 850 mg pada saat makan atau sesudah makan.
KONTRAINDIKASI :
-Gagal ginjal
-Penyakit hati kronis yang memerlukan terapi farmakologi.
-Hipersensitif terhadap metformin.
-Metabolit asidosis akut dan kronis, lermasuk diabetes ketoasidosis, dengan atau tanpa
koma.
PERINGATAN DAN PERHATIAN :
-Perhatian khusus perlu diberikan pada pasien dengan gangguan ginjal.
-Meskipun tidak ada kasus anemia pada penggunaan Metformin > 15 tahun, sebaiknya pada
pasien yang diberikan terapi Metformin jangka lama dilakukan evaluasi secara teratur
terhadap kadar B12 serum sebagai profilaksis.
-Karena kemungkinan terjadi hipoglikemia pada terapi kombinasi dengan Sulfonylurea atau
insulin, sebaiknya dilakukan monitoring kadar gula darah.
-Penggunaan Metformin pada wanita hamil tidak dianjurkan meskipun penelitian klinis
menunjukkan tidak ada efek teratogenik dari Metformin.
-Hati - hati pemberian Metformin pada pasien usia lanjut. pasien dengan infeksi serius dan
kondisi trauma.
-Keamanan penggunaan Metformin pada anak - anak masih belum terbukti.
INTERAKSI OBAT:
Penelitian terakhir mengindikasikan adanya kemungkinan interaksi antara Metformin
dengan beberapa antikoagulan. Kemungkinan terjadi hipoglikemia pada penggunaan
bersama dengan Sulfonylurea dan insulin. Konsumsi alkohol dapat meningkatkan resiko
48
-Sebagai obat pembantu pada penderita diabetes dengan ketergantungan terhadap insulin
dengan maksud agar dapal mengurangi dosis insulin yang dibutuhkan.
-Sebagai obat tunggal dalam hal pemakaian Sulfonylurea primer atau skunder tidak berhasil.
-Sebagai obat kombinasi dengan Sulfonylurea.
PEMBERIAN
-Dewasa:
Benofomin 500 mg: 3 x sehari 1 tablet 500 mg pada saat makan atau sesudah makan.
Jika perlu, dosis dapat ditingkatkan bertahap sampai maksimum 3 gram sehari.
Benofomin 850 mg: 2 x sehari 1 kaplat 850 mg pada saat makan atau sesudah makan.
KONTRA INDIKASI :
-Gagal ginjal
-Penyakit hati kronis yang memerlukan terapi farmakologi.
-Hipersensitif terhadap metformin.
-Metabolit asidosis akut dan kronis, lermasuk diabetes ketoasidosis, dengan atau tanpa
koma.
PERINGATAN DAN PERHATIAN :
-Perhatian khusus perlu diberikan pada pasien dengan gangguan ginjal.
-Meskipun tidak ada kasus anemia pada penggunaan Metformin > 15 tahun, sebaiknya pada
pasien yang diberikan terapi Metformin jangka lama dilakukan evaluasi secara teratur
terhadap kadar B12 serum sebagai profilaksis.
-Karena kemungkinan terjadi hipoglikemia pada terapi kombinasi dengan Sulfonylurea atau
insulin, sebaiknya dilakukan monitoring kadar gula darah.
-Penggunaan Metformin pada wanita hamil tidak dianjurkan meskipun penelitian klinis
menunjukkan tidak ada efek teratogenik dari Metformin.
-Hati - hati pemberian Metformin pada pasien usia lanjut. pasien dengan infeksi serius dan
kondisi trauma.
-Keamanan penggunaan Metformin pada anak - anak masih belum terbukti.
INTERAKSI OBAT :
Penelitian terakhir mengindikasikan adanya kemungkinan interaksi antara Metformin
dengan beberapa antikoagulan.Kemungkinan terjadi hipoglikemia pada penggunaan
bersama dengan Sulfonylurea dan insulin. Konsumsi alkohol dapat meningkatkan resiko
terjadinya asidosis laktat. Metformin dapat menurunkan penyerapan vitamin B12.
Pemberian bersama dengan Cimelidine dapat menurunkan klirens ginjal.
EFEK SAMPING :
Gejala - gejala saluran pencemaan (seperti diare, mual, muntah, perut kembung, anoreksia)
adalah reaksi yang umum terjadi setelah pemakaian Metformin.Pasien mungkin
mengeluhkan rasa tidak enak dan rasa logam pada mulut. Asidosis laktat.
KEMASAN :
Benofomin Tablet 500 mg : Dus, 10 strip @ 10 tablet No. Reg DKL9402319410A1
Benofomin Kaplet 850 mg : Dus, 10strip 10 kaplet No. Reg DKL9502320404A1
4.DAONIL
INDIKASI :
Diabetes mellitus pada orang dewasa .
KONTRA INDIKASI :
50
MEKANISME KERJA :
Diabex merupakan obat antidiabetik oral yang berbeda dari golongan sulfonilurea baik
secara kimiawi maupun dalam cara bekerjanya. Obat ini merupakan suatu biguanida yang
tersubstitusi rangkap yaitu Metformin (dimethylbiguanide) Hydrochloride B.P.
Farmakologi :
Cara kerja metformin HCI masih belum jelas.Metformin tidak merangsang pelepasan
insulin tapi adanya insulin mempercepat efek hipoglikemik dari metformin. Kemungkinan
mekanisme kerja termasuk inhibisi glikoneogenesis pada hati, penundaan absorpsi glukosa
dari saluran cerna dan peningkatan sensitivitas insulin.
Farmakokinetik :
Pada penggunaan Diabex oral, metformin hidrokiorida diabsorpsi pada saiuran cerna.
Metformin hidrokiorida tidak mengalami penimbunan di hati dan.tidak mengalami proses
metaboiisme pada hati. Waktu paruh plasma sekitar 3 jam dan tidak terikat pada protein
plasma. Kadar metformin dalam darah biasanya kurang dari 10 mg/L. Sekresi metformin
dalam urin tidak mengalami perubahan.
INDIKASI :
Pengobatan diabetes pada orang dewasa yang tidak terkontrol dengan memuaskan oleh diet
dan obat lain, dimana resiko asidosis laktat diminimalkan dengan menyingkirkan faktorfaktor pencetus, terutama gangguan fungsi ginjal, hati dan kardiovaskular. Diabex dapat
dipergunakan untuk pengobatan utama dan pengobatan tambahan, juga pengobatan tunggal
atau kombinasi dengan insulin atau sulfonilurea.
TAKARAN DAN CARA PEMAKAIAN :
Tablet Diabex harus diberikan bersamaan dengan makanan dalam dosis yang terbagi :
Diabex : 1 tablet 3 kali sehari
Diabex Forte : 1 tablet 2 kali sehari
Pada pengobatan kombinasi dengan sulfonilurea atau insulin, kadar gula darah harus
diperiksa, mengingat kemungkinan timbulnya hipoglikemia.
1. Dosis harus diperbesar secara perlahan-lahan. Satu tablet Diabex tiga kali sehari ataul
tablet Diabex Forte 2 kali sehari sering kali cukup untuk mengendalikan penyakit diabetes.
Hal ini dapat dicapai dalam beberapa hari, tetapi tidak jarang pula efek ini terlambat dicapai
sampai dua minggu. Apabila hasil yang diinginkan tidak tercapai, dosis dapat dinaikkan
secara berhati-hati sampai maksimum 3 g sehari. Bila gejala diabetes telah dapat dikontrol,
dosis dapat diturunkan.
2. Apabila dikombinasi dengan pemakaian sulfonilurea yang hasilnya kurang memadai,
mula-mula diberikan satu tablet Diabex atau 1/2-1 tablet Diabex Forte, kemudian dosis
Diabex dinaikkan perlahan-lahan sampai diperoleh kontrol optimal. Sering kali dosis
sulfonilurea dapat dikurangi dan pada beberapa pasien bahkan tidak perlu diberikan lagi.
Pengobatan dapat dilanjutkan dengan Diabex sebagai obat tunggal.
3. Apabila diberikan bersamaan dengan insulin, dapat diikuti petunjuk ini:
a. Bila dosis insulin kurang dari 60 unit sehari, permulaan diberikan satu tablet Diabex atau
1/2-1 tablet Diabex Forte, kemudian dosis insulin dikurangi secara berangsur-angsur (4 unit
setiap 2-4 hari). Pemakaian tablet dapat ditambah setiap interval mingguan.
b. Bila dosis insulin lebih dari 60 unit sehari, pemberian Diabex adakalanya menyebabkan
penurunan kadar gula darah dengan cepat.
52
Pasien demikian harus diobservasi dengan hati-hati selama 24 jam pertama setelah
pemberian Diabex. Sesudah itu dapat diikuti petunjuk yang diberikan pada (a) di atas.
DOSIS PERCOBAAN TUNGGAL :
Penentuan kadar gula darah setelah pemberian suatu dosis percobaan tunggal tidak
memberikan petunjuk apakah seorang penderita diabetes akan memberikan respon terhadap
Diabex. Efek maksimum mungkin baru diperoleh setelah pasien menerima pengobatan
Diabex berminggu-minggu oleh karena itu dosis percobaan tunggal tidak dapat digunakan
sebaqai penilaian.
PERHATIAN :
* Penggunaan harus berhati-hati pada pasien dengan fungsi ginjal yang kurang sempurna.
* Penggunaan Diabex tidak dianjurkan pada kehamiian, sekalipun penelitian klinis tidak
menunjukkan adanya efek teratogenik ; dimana dekompensasi temporer terjadi akibat
infeksi, trauma, pembedahan dsb., kondisi yang dapat menimbulkan dehidrasi.
* Sekalipun dianjurkan agar pasien yang diberi pengobatan metformin jangka panjang
diperiksa kadar B12 dalam serumnya tiap tahun, seiama 15 tahun penggunaan metformin
secara luas belum pernah ditemui kasus anemia pernisiosa yang ditimbulkan oleh
pengobatan dengan metformin.
* Oleh karena adanya kemungkinan terjadi hipoglikemia pada pengobatan kombinasi
dengan sulfonilureaatau insulin, kadar guia dalam darah harus dimonitor.
* Pada pengobatan kombinasi Diabex dan insulin, pasien sebaiknya dirawat di rumah sakit
agar tercapai keadaan yang mantap.
* Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan kemungkinan terjadinya interaksi antara
metformin dengan antikoagulan tertentu. Dalam hal itu mungkin diperlukan penyesuaian
dosis antikoagulan.
* Hati-hati pemberian pada pasien usia lanjut, infeksi serius dan dalam keadaan trauma.
* Tidak dianjurkan penggunaan metformin untuk anak-anak.
* Penentuan fungsi ginjal, hati dan kardiovaskular dianjurkan secara berkala seiama
pengobatan jangka panjang.
EFEK SAMPING :
Diabex dapat diterima baik oleh pasien dengan hanya sedikit gangguan gastrointestinal yang
biasanya bersifat sementara. Hal ini umumnya dapat dihindari apabila Diabex diberikan
bersama makanan, atau adakalanya dengan jalan mengurangi dosis secara temporer.
Hanya pada 3 persen dari jumlah pasien, pemakaian Diabex harus dihentikan ; dengan
demikian pemberian Diabex tidak perlu langsung dihentikan begitu tampak gejala-gejala
intoleransi. Biasanya efek samping demikian telah lenyap pada saat diabetes terkontrol dan
tidak kembali lagi.
Beberapa kasus asidosis laktat yang dilaporkan terjadi karena pemakaian metformin pada
kasus yang merupakan kontraindikasi.
Telah dilaporkan dengan biguanida terjadi asidosis laktat.
Asidosis laktat adalah komplikasi metabolik serius dan kadang-kadang fatal dapat terjadi
sehubungan dengan sejumlah kondisi pathophysiologis, termasuk diabetes mellitus.
KONTRA INDIKASI :
* Koma diabetik dan ketoasidosis.
* Gangguan fungsi ginjal yang serius, karena semua obat-obatan terutama diekskresi
meialui ginjal.
53
* Penyakit hati kronis, kegagalan jantung, miokardial infark, alkoholisme, keadaan penyakit
kronik atau akut yang berkaitan dengan hipoksia jaringan. Keadaan yang berhubungan
dengan laktat asidosis seperti syok, insufisiensi pulmonari, riwayat laktat asidosis, dan
keadaan yang ditandai dengan hipoksemia.
* Juvenile diabetes mellitus tidak mengalami komplikasi dan diatur dengan baik dengan
pengobatan insulin, diabetes mellitus diatur dengan diet saja, hipersensitifitas terhadap
biguanida, komplikasi akut dari diabetes mellitus seperti metabolik asidosis, koma, infeksi,
gangrene, atau seiama atau segera setelah pembedahan dimana insulin tidak dapat diberikan,
riwayat asidosis.
KEMASAN :
Diabex Filcotab : Box,10 Blister @ 10 Filcotab No. Reg. DKL9904124817A1
Diabex Forte Filcotab : Box,10 Strip @10 Filcotab No. Reg. DKL9904124817B1
8.DIABEX FORTE
KOMPOSISI :
Diabex Filcotab : Tiap tablet salut selaput mengandung Metformin HCI 500 mg
Diabex Forte Filcotab : Tiap tablet salut selaput mengandung Metformin HCI 850 mg
MEKANISME KERJA :
Diabex merupakan obat antidiabetik oral yang berbeda dari golongan sulfonilurea baik
secara kimiawi maupun dalam cara bekerjanya. Obat ini merupakan suatu biguanida yang
tersubstitusi rangkap yaitu Metformin (dimethylbiguanide) Hydrochloride B.P.
Farmakologi :
Cara kerja metformin HCI masih belum jelas.Metformin tidak merangsang pelepasan
insulin tapi adanya insulin mempercepat efek hipoglikemik dari metformin. Kemungkinan
mekanisme kerja termasuk inhibisi glikoneogenesis pada hati, penundaan absorpsi glukosa
dari saluran cerna dan peningkatan sensitivitas insulin.
Farmakokinetik :
Pada penggunaan Diabex oral, metformin hidrokiorida diabsorpsi pada saiuran cerna.
Metformin hidrokiorida tidak mengalami penimbunan di hati dan.tidak mengalami proses
metaboiisme pada hati. Waktu paruh plasma sekitar 3 jam dan tidak terikat pada protein
plasma. Kadar metformin dalam darah biasanya kurang dari 10 mg/L. Sekresi metformin
dalam urin tidak mengalami perubahan.
INDIKASI :
Pengobatan diabetes pada orang dewasa yang tidak terkontrol dengan memuaskan oleh diet
dan obat lain, dimana resiko asidosis laktat diminimalkan dengan menyingkirkan faktorfaktor pencetus, terutama gangguan fungsi ginjal, hati dan kardiovaskular. Diabex dapat
dipergunakan untuk pengobatan utama dan pengobatan tambahan, juga pengobatan tunggal
atau kombinasi dengan insulin atau sulfonilurea.
TAKARAN DAN CARA PEMAKAIAN :
Tablet Diabex harus diberikan bersamaan dengan makanan dalam dosis yang terbagi :
Diabex : 1 tablet 3 kali sehari
Diabex Forte : 1 tablet 2 kali sehari
EFEK SAMPING :
Diabex dapat diterima baik oleh pasien dengan hanya sedikit gangguan gastrointestinal yang
biasanya bersifat sementara. Hal ini umumnya dapat dihindari apabila Diabex diberikan
bersama makanan, atau adakalanya dengan jalan mengurangi dosis secara temporer.
54
Hanya pada 3 persen dari jumlah pasien, pemakaian Diabex harus dihentikan ; dengan
demikian pemberian Diabex tidak perlu langsung dihentikan begitu tampak gejala-gejala
intoleransi. Biasanya efek samping demikian telah lenyap pada saat diabetes terkontrol dan
tidak kembali lagi.
Beberapa kasus asidosis laktat yang dilaporkan terjadi karena pemakaian metformin pada
kasus yang merupakan kontraindikasi.
Telah dilaporkan dengan biguanida terjadi asidosis laktat.
Asidosis laktat adalah komplikasi metabolik serius dan kadang-kadang fatal dapat terjadi
sehubungan dengan sejumlah kondisi pathophysiologis, termasuk diabetes mellitus.
KONTRA INDIKASI :
* Koma diabetik dan ketoasidosis.
* Gangguan fungsi ginjal yang serius, karena semua obat-obatan terutama diekskresi
meialui ginjal.
* Penyakit hati kronis, kegagalan jantung, miokardial infark, alkoholisme, keadaan penyakit
kronik atau akut yang berkaitan dengan hipoksia jaringan. Keadaan yang berhubungan
dengan laktat asidosis seperti syok, insufisiensi pulmonari, riwayat laktat asidosis, dan
keadaan yang ditandai dengan hipoksemia.
* Juvenile diabetes mellitus tidak mengalami komplikasi dan diatur dengan baik dengan
pengobatan insulin, diabetes mellitus diatur dengan diet saja, hipersensitifitas terhadap
biguanida, komplikasi akut dari diabetes mellitus seperti metabolik asidosis, koma, infeksi,
gangrene, atau seiama atau segera setelah pembedahan dimana insulin tidak dapat diberikan,
riwayat asidosis.
KEMASAN :
Diabex Filcotab : Box,10 Blister @ 10 Filcotab No. Reg. DKL9904124817A1
Diabex Forte Filcotab : Box,10 Strip @10 Filcotab No. Reg. DKL9904124817B1
9.Diafac Tablet
Komposisi :
Tiap kaplet salut selaput berisi:
Metformin HCl 500mg
Indikasi :
Untuk terapi pada pasien diabetes yang tidak tergantung insulin dan kelebihan berat badan
dimana kadar gula tidak bisa dikontrol dengan diet saja. Dapat dipakai sebagai obat tunggal
atau diberikan sebagai obat kombinasi dengan sulfonilurea. Untuk terapi tambahan pada
penderita diabetes dengan ketergantungan terhadap insulin yang simptomnya sulit dikontrol.
Kontraindikasi :
Koma diabetes mellitus, ketoasidosis, kerusakan fungsi ginjal serius, penyakit hati kronik,
gagal jantung, infark miokard, alkoholisme, penyakit kronik dan akut yang berhubungan
dengan hipoksia jaringan, riwayat penyakit yang berhubungan dengan asidosis laktat, syok,
hipersensitivitas.
Dosis :
Dewasa: Awal, 850 mg 2 x sehari atau 500 mg 3 x sehari Apabila dikombinasikan dengan
sulfonilurea, mula-mula diberikan 1 tablet 500 mg atau 1/21 tablet 850 mg, kemudian dosis
dinaikkan perlahan-lahan sampai diperoleh kontrol optimal. Apabila diberikan bersama
insulin: Untuk dosis insulin kurang dari 60 unit sehari, diberikan 1 tablet 500 mg atau 1/21
tablet 850 mg, dosis insulin dikurangi secara bertahap (4 unit setiap 24 hari). Pemakaian
55
tablet dapat ditambah setiap interval mingguan. Untuk dosis insulin lebih dari 60 unit sehari,
pemberian metformin adakalanya menurunkan kadar gula darah dengan cepat.
Efek Samping :
Gangguan GI, asidosis laktat
Kemasan :
Doos isi 10 strip @ 10 kaplet salut selaput
Perhatian :
Fungsi ginjal yang kurang sempurna. Monitor fungsi ginjal secara teratur, hamil dan
menyusui hentikan terapi 23 hari sebelum operasi, kondisi yang dapat menyebabkan
dehidrasi, penderita dengan infeksi serius atau trauma.
Anti-Diabetik oral adalah obat makan yang diberikan untuk pasien dengan Diabetes
Mellitus, tipe 1 dan tipe 2 yang disesuaikan dengan cara kerja obatnya.
56
6. Memahami dan menjelaskan makanan yang halal dan baik menurut Islam
57
Makanan yang halal ialah makanan yang dibolehkan untuk dimakan menurut ketentuan
syariat Islam.segala sesuatu baik berupa tumbuhan, buah-buahan ataupun binatang pada
dasarnya adalah hahal dimakan, kecuali apabila ada nash Al-Quran atau Al-Hadits yang
menghatamkannya. Ada kemungkinan sesuatu itu menjadi haram karena memberi
mengandungmudharat ataubahayabagi kehidupan manusia.
Allah berfirman:
Artinya:
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi,
dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; Karena Sesungguhnya syaitan
itu adalah musuh yang nyata bagimu. (QS. Al-Baqarah [2]: 168).
Dari dua ayat diatas maka jelaslah bahwa makanan di makan olehnorang muslim
hendaknya memenuhi 2 syarat, yaitu
:
a. Halal, artinya di perbolehkan untuk di makan dan tidak dilarang oleh hokum syara
b. Baik, artinya makanan itu bergizi dan bermanfaat untuk kesehatan
DAFTAR PUSTAKA
58
More TR. Diabetes in pregnancy. In : Creasy RK, Resnik R, editors. Maternal fetal medicine
principles and practice. 3rded. Philadelphia. WB Sounders company; 1994. p. 934 71.
Sambo AP. Diagnostic criteria of diabetes mellitus. In : Naskah lengkap simposium
diabetes mellitus dan dislipidemi. Makassar. Hotel Sedona, 12 13 Oktober 2002.
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia cabang Makassar. 2002. p. 1 15.
Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia: dari sel ke system.
59
Sudoyo, aru. dkk. 2009. Ilmu penyakit dalam. Jakarta: interna publishing
The new england journal of medicine. Vol. 341 no. 23, Dec. 1999. Gestational diabetes
mellitus.Avalaible from : http/www.med.mc.ntu.edu.tw/~tm/journal/2000/0310.html.
http://belajarbiokimia.files.wordpress.com/2013/03/diabetes_insulin.jpg
http://www.medbio.info/images/Time%203-4/homeos1.jpg
http://www.medbio.info/images/Time%203-4/homeos18.gif
http://www.klikdokter.com/userfiles/diabetet.jpg
60