Anda di halaman 1dari 14

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

PERDARAHAN POST PARTUM


Definisi
Perdarahan post partum didefinisikan sebagai hilangnya 500 ml atau lebih
darah setelah anak lahir. Pritchard dkk mendapatkan bahwa sekitar 5% wanita
yang melahirkan pervaginam kehilangan lebih dari 1000 ml darah.

Epidemiologi
Perdarahan post partum dini jarang disebabkan oleh retensi potongan
plasenta yang kecil, tetapi plasenta yang tersisa sering menyebabkan perdarahan
pada akhir masa nifas.1 Kadang-kadang plasenta tidak segera terlepas. Bidang
obstetri membuat batas-batas durasi kala tiga secara agak ketat sebagai upaya
untuk mendefenisikan retensio plasenta shingga perdarahan akibat terlalu
lambatnya pemisahan plasenta dapat dikurangi. Combs dan Laros meneliti 12.275
persalinan pervaginam tunggal dan melaporkan median durasi kala III adalah 6
menit dan 3,3% berlangsung lebih dari 30 menit. Beberapa tindakan untuk
mengatasi perdarahan, termasuk kuretase atau transfusi, menigkat pada kala tiga
yang mendekati 30 menit atau lebih.
Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah pada sebelum
hamil dan derajat anemia saat kelahiran. Gambaran perdarahan post partum yang
dapat mengecohkan adalah nadi dan tekanan darah yang masih dalam batas
normal sampai terjadi kehilangan darah yang sangat banyak.

Klasifikasi perdarahan postpartum :


11

12

Perdarahan post partum primer / dini (early postpartum hemarrhage), yaitu


perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utamanya adalah atonia
uteri, retention plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Banyaknya terjadi
pada 2 jam pertama Perdarahan Post Partum Sekunder / lambat (late postpartum
hemorrhage), yaitu-perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama.

Etiologi
Etiologi dari perdarahan post partum berdasarkan klasifikasi di atas,
adalah :
a. Etiologi perdarahan postpartum dini :
1. Atonia uteri
Faktor predisposisi terjadinya atoni uteri adalah Umur yang terlalu muda /
tua Prioritas sering di jumpai pada multipara dan grande mutipara Partus lama dan
partus terlantar Uterus terlalu regang dan besar misal pada gemelli, hidromnion /
janin besar Kelainan pada uterus seperti mioma uteri, uterus couveloair pada
solusio plasenta Faktor sosial ekonomi yaitu malnutrisi

2. Laserasi Jalan lahir


robekan perineum, vagina serviks, forniks dan rahim. Dapat menimbulkan
perdarahan yang banyak apabila tidak segera di reparasi.

3. Hematoma
Hematoma yang biasanya terdapat pada daerah-daerah yang mengalami
laserasi atau pada daerah jahitan perineum.

13

4. Lain-lain
Sisa plasenta atau selaput janin yang menghalangi kontraksi uterus,
sehingga masih ada pembuluh darah yang tetap terbuka, Ruptura uteri, Inversio
uteri

b. Etiologi perdarahan post partum lambat :


Tertinggalnya sebagian plasenta Subinvolusi di daerah insersi plasenta
Dari luka bekas seksio sesaria

Diagnosis
Untuk membuat diagnosis perdarahan postpartum perlu diperhatikan ada
perdarahan yang menimbulkan hipotensi dan anemia. apabila hal ini dibiarkan
berlangsung terus, pasien akan jatuh dalam keadaan syok. perdarahan postpartum
tidak hanya terjadi pada mereka yang mempunyai predisposisi, tetapi pada setiap
persalinan kemungkinan untuk terjadinya perdarahan postpartum selalu ada.
Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes. perdarahan yang deras
biasanya akan segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani sedangkan
perdarahan yang merembes karena kurang nampak sering kali tidak mendapat
perhatian. Perdarahan yang bersifat merembes bila berlangsung lama akan
mengakibatkan kehilangan darah yang banyak. Untuk menentukan jumlah
perdarahan, maka darah yang keluar setelah uri lahir harus ditampung dan dicatat.
Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar dari vagina, tetapi
menumpuk di vagina dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena
adanya kenaikan fundus uteri setelah uri keluar. Untuk menentukan etiologi dari
perdarahan postpartum diperlukan pemeriksaan lengkap yang meliputi anamnesis,
pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan dalam.

14

Pada atonia uteri terjadi kegagalan kontraksi uterus, sehingga pada palpasi
abdomen uterus didapatkan membesar dan lembek. Sedangkan pada laserasi jalan
lahir uterus berkontraksi dengan baik sehingga pada palpasi teraba uterus yang
keras. Dengan pemeriksaan dalam dilakukan eksplorasi vagina, uterus dan
pemeriksaan inspekulo. Dengan cara ini dapat ditentukan adanya robekan dari
serviks, vagina, hematoma dan adanya sisa-sisa plasenta.

Pencegahan dan Penanganan


Cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum
adalah memimpin kala II dan kala III persalinan secara lega artis. Apabila
persalinan diawasi oleh seorang dokter spesialis obstetrik dan ginekologi ada yang
menganjurkan untuk memberikan suntikan ergometrin secara IV setelah anak
lahir, dengan tujuan untuk mengurangi jumlah perdarahan yang terjadi.
Penanganan umum pada perdarahan post partum :
Ketahui

dengan

pasti

kondisi

pasien

sejak

awal

(saat

masuk)

Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman (termasuk
upaya pencegahan perdarahan pasca persalinan) Lakukan observasi melekat pada
2 jam pertama pasca persalinan (di ruang persalinan) dan lanjutkan pemantauan
terjadwal hingga 4 jam berikutnya (di ruang rawat gabung). Selalu siapkan
keperluan tindakan gawat darurat Segera lakukan penlilaian klinik dan upaya
pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah dan komplikasi Atasi syok
Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukam pijatan
uterus, berikan uterotonika 10 IU IM dilanjutkan infus 20 IU dalam 500cc NS/RL
dengan 40 tetesan permenit. Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap, eksplorasi
kemungkinan robekan jalan lahir. Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji
beku darah. Pasang kateter tetap dan lakukan pemantauan input-output cairan Cari
penyebab perdarahan dan lakukan penangan spesifik.

15

II. RETENSIO PLASENTA DAN SISA PLASENTA (PLACENTAL REST)


Perdarahan postpartum dini dapat terjadi sebagai akibat tertinggalnya sisa
plasenta atau selaput janin. bila hal tersebut terjadi, harus dikeluarkan secara
manual atau di kuretase disusul dengan pemberian obat-obat uterotonika
intravena. Perlu dibedakan antara retensio plasenta dengan sisa plasenta (rest
placenta). Dimana retensio plasenta adalah plasenta yang belum lahir seluruhnya
dalam setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta merupakan
tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang dapat menimbulkan perdarahan
post partum primer atau perdarahan post partum sekunder.
Sewaktu suatu bagian plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka
uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan
perdarahan. Gejala dan tanda yang bisa ditemui adalah perdarahan segera, uterus
berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
Sebab-sebab plasenta belum lahir, bisa oleh karena plasenta belum lepas
dari dinding uterus Plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan
Apabila plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan, jika
lepas

sebagian

terjadi

perdarahan

yang

merupakan

indikasi

untuk

mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus bisa karena:


Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta ( plasenta
adhesiva) Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis
menembus desidua sampai miometrium.
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar,
disebabkan tidak adanya usaha untuk melahirkan, atau salah penanganan kala tiga,
sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi
keluarnya plasenta.
Penanganan perdarahan postpartum yang disebabkan oleh sisa plasenta
Penemuan secara dini hanya mungkin dengan melakukan pemeriksaan
kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan

16

perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi ke
tempat bersalin dengan keluhan perdarahan Berikan antibiotika, ampisilin dosis
awal 1g IV dilanjutkan dengan 3 x 1g oral dikombinasikan dengan metronidazol
1g supositoria dilanjutkan dengan 3 x 500mg oral. Lakukan eksplorasi (bila servik
terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan. Bila servik hanya dapat
dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan AMV atau dilatasi
dan kuretase Bila kadar Hb<8 gr% berikan transfusi darah. Bila kadar Hb>8 gr%,
berikan sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari. 5

III. TINDAKAN OPERATIF DALAM KALA URI


Tindakan operatif yang dapat dilakukan dalam kala uri persalinan adalah
A. PERASAT CREDE
Perasat crede bermaksud melahirkan plasenta yang belum terlepas dengan
ekspresi :
1. Syarat : Uterus berkontraksi baik dan vesika urinaria kosong
2. Teknik pelaksanaan
Fundus uterus dipegang oleh tangan kanan sedemikian rupa, sehingga ibu
jari terletak pada permukaan depan uterus sedangkan jari lainnya pada fundus dan
permukaan belakang. setelah uterus dengan rangsangan tangan berkontraksi baik,
maka uterus ditekan ke arah jalan lahir. gerakan jari-jari seperti meremas jeruk.
perasat Crede tidak boleh dilakukan pada uterus yang tidak berkontraksi karena
dapat menimbulkan inversion uteri Perasat Crede dapat dicoba sebelum
meningkat pada pelepasan plasenta secara manual.

B. MANUAL PLASENTA
Indikasi

17

Indikasi pelepasan plasenta secara manual adalah pada keadaan


perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc yang tidak dapat
dihentikan dengan uterotonika dan masase, retensio plasenta setelah 30 menit
anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi
ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir dan tali pusat
putus.7
Teknik Plasenta Manual
Sebelum dikerjakan, penderita disiapkan pada posisi litotomi. Keadaan
umum penderita diperbaiki sebesar mungkin, atau diinfus NaCl atau Ringer
Laktat. Anestesi diperlukan kalau ada constriction ring dengan memberikan
suntikan diazepam 10 mg intramuskular. Anestesi ini berguna untuk mengatasi
rasa nyeri. Operator berdiri atau duduk dihadapan vulva dengan salah satu
tangannya (tangan kiri) meregang tali pusat, tangan yang lain (tangan kanan)
dengan jari-jari dikuncupkan membentuk kerucut.
Dengan ujung jari menelusuri tali pusat sampai plasenta. Jika pada waktu
melewati serviks dijumpai tahanan dari lingkaran kekejangan (constrition ring),
ini dapat diatasi dengan mengembangkan secara perlahan-lahan jari tangan yang
membentuk kerucut tadi. Sementara itu, tangan kiri diletakkan di atas fundus uteri
dari luar dinding perut ibu sambil menahan atau mendorong fundus itu ke bawah.
Setelah tangan yang di dalam sampai ke plasenta, telusurilah permukaan fetalnya
ke arah pinggir plasenta. Pada perdarahan kala tiga, biasanya telah ada bagian
pinggir plasenta yang terlepas.
Melalui celah tersebut, selipkan bagian ulnar dari tangan yang berada di
dalam antara dinding uterus dengan bagian plasenta yang telah terlepas itu.
Dengan gerakan tangan seperti mengikis air, plasenta dapat dilepaskan seluruhnya
(kalau mungkin), sementara tangan yang di luar tetap menahan fundus uteri
supaya jangan ikut terdorong ke atas. Dengan demikian, kejadian robekan uterus
(perforasi) dapat dihindarkan.

18

Setelah

plasenta

berhasil

dikeluarkan,

lakukan

eksplorasi

untuk

mengetahui kalau ada bagian dinding uterus yang sobek atau bagian plasenta yang
tersisa. Pada waktu ekplorasi sebaiknya sarung tangan diganti yang baru. Setelah
plasenta keluar, gunakan kedua tangan untuk memeriksanya, segera berikan
uterotonik (oksitosin) satu ampul intramuskular, dan lakukan masase uterus.
Lakukan inspeksi dengan spekulum untuk mengetahui ada tidaknya laserasi pada
vagina atau serviks dan apabila ditemukan segera di jahit.

C. EKSPLORASI KAVUM UTERI

Indikasi
Persangkaan tertinggalnya jaringan plasenta (plasenta lahir tidak lengkap),
setelah operasi vaginal yang sulit, dekapitasi, versi dan ekstraksi, perforasi dan
lain-lain, untuk menetukan apakah ada rupture uteri. Eksplosi juga dilakukan pada
pasien yang pernah mengalami seksio sesaria dan sekarang melahirkan
pervaginam.

Teknik Pelaksanaan
Tangan masuk secara obstetric seperti pada pelepasan plasenta secara
manual dan mencari sisa plasenta yang seharusnya dilepaskan atau meraba apakah
ada kerusakan dinding uterus. untuk menentukan robekan dinding rahim
eksplorasi dapat dilakukan sebelum plasenta lahir dan sambil melepaskan plasenta
secara manual.

IV. SYOK HEMORAGIK


Etiologi

19

Syok hemoragik pada pasien obstetrik/ginekologik dapat terjadi karena


perdarahan

akibat

abortus,

kehamilan

ektopik

terganggu,

cedera

pada

pembedahan, perdarahan antepartum, perdarahan postpartum atau koagulopati.


Klasifikasi
Syok ringan, terjadi kalau perdarahan kurang dari 20% volume darah.
timbul, penurunan perfusi jaringan dan organ non vital. Tidak terjadi perubahan
kesadaran, volume urin yang keluar normal atau sedikit berkurang, dan mungkin
(tidak selalu terjadi asidosis metabolik) Syok sedang, sudah terjadi penurunan
perfusi pada organ yang tahan terhadap iskemia waktu singkat (hati, usus, dan
ginjal). Sudah timbul oliguri (urin <0,5 ml/kg BB/Jam) dan asidosis metabolik,
tetapi kesadaran masih baik Syok berat, perfusi dalam jaringan otak dan jantung
sudah tidak adekuat. mekanisme kompensasi vasokonstriksi pada organ lainnya
sudah tidak dapat mempertahankan perfusi di dalam jaringan otak dan jantung.
sudah terjadi anuria, penurunan kesadaran (delirium, stupor, koma) dan sudah ada
gejala hipoksia jantung.

Patofisiologi
Pada syok ringan terjadi penurunan perfusi darah tepi pada organ yang
dapat bertahan lama terhadap iskemia (kulit, lemak, otot, dan tulang). pH arteri
normal. Pada syok sedang terjadi penurunan perfusi sentral pada organ yang
hanya tahan terhadap iskemia waktu singkat (hati, usus, dan ginjal) terjadi
asidosis metabolik. Pada syok berat sudah terjadi penurunan perfusi pada jantung
dan otak, asidosis metabolic berat, dan mungkin terjadi pula asidosis respiratorik.

Gejala Klinik
Syok ringan, takikardi minimal, hipotensi sedikit, vasokonstriksi darah
tepi ringan, kulit dingin, pucat, basah. urin normal/ sedikit berkurang. keluhan

20

merasa dingin Syok sedang, takikardi 100-120 permenit, hipotensi dengan sistolik
90-100

mmHg,

oliguri/

anuria.

keluhan

haus

Syok berat, takikardi lebih dari 120 permenit, hipotensi dengan sistolik <60
mmHg, pucat, anuri, agitasi, kesadaran menurun.

Definisi Retensio Sisa Plasenta


Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga
atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir.retensio sisa plasenta adalah sisa
plasenta dan selaput ketuban yang masih tertinggal dalam rongga rahim yang
dapat menyebabkan perdarahan postpartum dini dan perdarahan postpartum
lambat
Tertinggalnya sebagian plasenta sewaktu suatu bagian dari plasenta (satu
atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif
dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan. Tetapi mungkin saja pada
beberapa keadaan tidak ada perdarahan dengan sisa plasenta.
Klasifikasi Perdarahan Postpartum
Perdarahan postpartum primer ialah perdarahan lebih dari 500 cc yang terjadi
dalam 24 jam pertama setelah anak lahir.
Perdarahan postpartum sekunder ialah perdarahan lebih dari 500 cc yang terjadi
setelah 24 jam pertama setelah anak lahir, biasanya antara hari ke 5 sampai 15 hari
postpartum.
Perdarahan postaprtum merupakan penyebab perdarahan bidang obstetrik
yang paling sering. Sebagai penyebab langsung kematian maternal, perdarahan
psotpartum merupakan penyebab kematian akibat perdarahan.
Jenis-jenis retensio plasenta
Plasenta Adhesiva

21

adalah Plasenta yang belum lahir dan masih melekat di dinding rahim
karena kontraksi rahim yang kurang kuat untuk melepaskan palasenta. Hal ini
terjadi karena implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga
menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
Plasenta Akreta
Istilah plasenta akkreta digunakan untuk menyatakan setiap implantasi
plasenta dengan perlekatan plasenta yang kuat dan abnormal pada dinding uterus.
Sebagai akibat dari infusiensi parsial atau total desidua basalis dan pertumbuhan
fibrinosid yang tidak sempurna (lapisan Nitabuch) vili korialis akan melekat pada
miometrium.
Plasenta Inkreta
Implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai/memasuki miometrium.
Plasenta Perkreta
Implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai
lapisan serosa dinding uterus.
Plasenta Inkarserata
Tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan oleh konstruksi
ostiumuteri.
Etiologi
1.

Etiologi perdarahan postpartum lambat karena sisa plasenta :


Sisa plasenta dan ketuban yang masih tertinggal dalam rongga rahim dapat

menimbulkan perdarahan postpartum dini atau perdarahan pospartum lambat


(biasanya terjadi dalam 6 10 hari pasca persalinan). Pada perdarahan postpartum
dini akibat sisa plasenta ditandai dengan perdarahan dari rongga rahim setelah
plasenta lahir dan kontraksi rahim baik. Pada perdarahan postpartum lambat
gejalanya sama dengan subinvolusi rahim, yaitu perdarahan yang berulang atau

22

berlangsung terus dan berasal dari rongga rahim. Perdarahan akibat sisa plasenta
jarang menimbulkan syok.
Penilaian klinis sulit untuk memastikan adanya sisa plasenta, kecuali
apabila penolong persalinan memeriksa kelengkapan plasenta setelah plasenta
lahir. Apabila kelahiran plasenta dilakukan oleh orang lain atau terdapat keraguan
akan sisa plasenta, maka untuk memastikan adanya sisa plasenta ditentukan
dengan eksplorasi dengan tangan, kuret atau alat bantu diagnostik yaitu
ultrasonografi. Pada umumnya perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir
dan kontraksi rahim baik dianggap sebagai akibat sisa plasenta yang tertinggal
dalam rongga rahim
Faktor Predisposisi
Perdarahan pascapersalinan dan usia ibu
Wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan pascapersalinan yang dapat
mengakibatkan kematian maternal. Hal ini dikarenakan pada usia dibawatahun
fungsi reproduksi seorang wanita belum berkembang dengan sempurna,
sedangkan pada usia diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita sudah
mengalami penurunan dibandingkan fungsi reproduksi normal sehingga
kemungkinan untuk terjadinya komplikasi pasca persalinan terutama perdarahan
akan lebih besar. Perdarahan pasca persalinan yang mengakibatkan kematian
maternal pada wanita hamil yang melahirkan pada usia dibawah 20 tahun 2-5 kali
lebih tinggi daripada perdarahan pasca persalinan yang terjadi pada usia 20-29
tahun. Perdarahan pasca persalinan meningkat kembali setelah usia 30-35tahun.
Perdarahan pascapersalinan dan gravida
Ibu-ibu yang dengan kehamilan lebih dari 1 kali atau yang termasuk
multigravida mempunyai risiko lebih tinggi terhadap terjadinya perdarahan pasca
persalinan dibandingkan dengan ibu-ibu yang termasuk golongan primigravida
(hamil pertama kali). Hal ini dikarenakan pada multigravida, fungsi reproduksi 4

23

mengalami penurunan sehingga kemungkinan terjadinya perdarahan pasca


persalinan menjadi lebih besar.
Perdarahan pasca persalinan dan paritas
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut perdarahan
pasca persalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Paritas satu dan
paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai angka kejadian perdarahan pasca
persalinan lebih tinggi. Pada paritas yang rendah (paritas satu), ketidaksiapan ibu
dalam menghadapi persalinan yang pertama merupakan faktor penyebab
ketidakmampuan ibu hamil dalam menangani komplikasi yang terjadi selama
kehamilan, persalinan dan nifas.
Tanda dan Gejala Retensio Sisa Plasenta
Tanda dan gejala yang selalu ada:
-

Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak

lengkap
Perdarahan segera

Tanda dan gejala kadang-kadang ada:


-

Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang


Perdarahan pasca persalinan perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta
lahir.

Pemerikasaan Penunjang
-

Hitung darah lengkap


Untuk menetukan tingkat hemoglobin ( Hb ) dan hematokrit ( Hct),
melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang
disertai dengan infeksi.

24

Menentukan adanya gangguan kongulasi


Dengan hitung Protombrin Time ( PT ) dan activated Partial Tromboplastin
Time ( aPTT ) atau yang sederhana dengan Clotting Time ( CT ) atau Bleeding
Time ( BT ). Ini penting untuk menyingkirkan garis spons desidua.

Penatalaksanaan Medis
Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase.
dalam kondisi tertentu apabila memungkinkan, sisa plasenta dapat dikeluarkan
secara manual. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena
dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus. Setelah
selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat
uterotonika melalui suntikan atau per oral. Antibiotika dalam dosis pencegahan
sebaiknya diberikan.

Anda mungkin juga menyukai