Bab Iii PPH
Bab Iii PPH
TINJAUAN PUSTAKA
Epidemiologi
Perdarahan post partum dini jarang disebabkan oleh retensi potongan
plasenta yang kecil, tetapi plasenta yang tersisa sering menyebabkan perdarahan
pada akhir masa nifas.1 Kadang-kadang plasenta tidak segera terlepas. Bidang
obstetri membuat batas-batas durasi kala tiga secara agak ketat sebagai upaya
untuk mendefenisikan retensio plasenta shingga perdarahan akibat terlalu
lambatnya pemisahan plasenta dapat dikurangi. Combs dan Laros meneliti 12.275
persalinan pervaginam tunggal dan melaporkan median durasi kala III adalah 6
menit dan 3,3% berlangsung lebih dari 30 menit. Beberapa tindakan untuk
mengatasi perdarahan, termasuk kuretase atau transfusi, menigkat pada kala tiga
yang mendekati 30 menit atau lebih.
Efek perdarahan banyak bergantung pada volume darah pada sebelum
hamil dan derajat anemia saat kelahiran. Gambaran perdarahan post partum yang
dapat mengecohkan adalah nadi dan tekanan darah yang masih dalam batas
normal sampai terjadi kehilangan darah yang sangat banyak.
12
Etiologi
Etiologi dari perdarahan post partum berdasarkan klasifikasi di atas,
adalah :
a. Etiologi perdarahan postpartum dini :
1. Atonia uteri
Faktor predisposisi terjadinya atoni uteri adalah Umur yang terlalu muda /
tua Prioritas sering di jumpai pada multipara dan grande mutipara Partus lama dan
partus terlantar Uterus terlalu regang dan besar misal pada gemelli, hidromnion /
janin besar Kelainan pada uterus seperti mioma uteri, uterus couveloair pada
solusio plasenta Faktor sosial ekonomi yaitu malnutrisi
3. Hematoma
Hematoma yang biasanya terdapat pada daerah-daerah yang mengalami
laserasi atau pada daerah jahitan perineum.
13
4. Lain-lain
Sisa plasenta atau selaput janin yang menghalangi kontraksi uterus,
sehingga masih ada pembuluh darah yang tetap terbuka, Ruptura uteri, Inversio
uteri
Diagnosis
Untuk membuat diagnosis perdarahan postpartum perlu diperhatikan ada
perdarahan yang menimbulkan hipotensi dan anemia. apabila hal ini dibiarkan
berlangsung terus, pasien akan jatuh dalam keadaan syok. perdarahan postpartum
tidak hanya terjadi pada mereka yang mempunyai predisposisi, tetapi pada setiap
persalinan kemungkinan untuk terjadinya perdarahan postpartum selalu ada.
Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes. perdarahan yang deras
biasanya akan segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani sedangkan
perdarahan yang merembes karena kurang nampak sering kali tidak mendapat
perhatian. Perdarahan yang bersifat merembes bila berlangsung lama akan
mengakibatkan kehilangan darah yang banyak. Untuk menentukan jumlah
perdarahan, maka darah yang keluar setelah uri lahir harus ditampung dan dicatat.
Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar dari vagina, tetapi
menumpuk di vagina dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena
adanya kenaikan fundus uteri setelah uri keluar. Untuk menentukan etiologi dari
perdarahan postpartum diperlukan pemeriksaan lengkap yang meliputi anamnesis,
pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan dalam.
14
Pada atonia uteri terjadi kegagalan kontraksi uterus, sehingga pada palpasi
abdomen uterus didapatkan membesar dan lembek. Sedangkan pada laserasi jalan
lahir uterus berkontraksi dengan baik sehingga pada palpasi teraba uterus yang
keras. Dengan pemeriksaan dalam dilakukan eksplorasi vagina, uterus dan
pemeriksaan inspekulo. Dengan cara ini dapat ditentukan adanya robekan dari
serviks, vagina, hematoma dan adanya sisa-sisa plasenta.
dengan
pasti
kondisi
pasien
sejak
awal
(saat
masuk)
Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman (termasuk
upaya pencegahan perdarahan pasca persalinan) Lakukan observasi melekat pada
2 jam pertama pasca persalinan (di ruang persalinan) dan lanjutkan pemantauan
terjadwal hingga 4 jam berikutnya (di ruang rawat gabung). Selalu siapkan
keperluan tindakan gawat darurat Segera lakukan penlilaian klinik dan upaya
pertolongan apabila dihadapkan dengan masalah dan komplikasi Atasi syok
Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukam pijatan
uterus, berikan uterotonika 10 IU IM dilanjutkan infus 20 IU dalam 500cc NS/RL
dengan 40 tetesan permenit. Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap, eksplorasi
kemungkinan robekan jalan lahir. Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji
beku darah. Pasang kateter tetap dan lakukan pemantauan input-output cairan Cari
penyebab perdarahan dan lakukan penangan spesifik.
15
sebagian
terjadi
perdarahan
yang
merupakan
indikasi
untuk
16
perdarahan pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kembali lagi ke
tempat bersalin dengan keluhan perdarahan Berikan antibiotika, ampisilin dosis
awal 1g IV dilanjutkan dengan 3 x 1g oral dikombinasikan dengan metronidazol
1g supositoria dilanjutkan dengan 3 x 500mg oral. Lakukan eksplorasi (bila servik
terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan. Bila servik hanya dapat
dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan AMV atau dilatasi
dan kuretase Bila kadar Hb<8 gr% berikan transfusi darah. Bila kadar Hb>8 gr%,
berikan sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari. 5
B. MANUAL PLASENTA
Indikasi
17
18
Setelah
plasenta
berhasil
dikeluarkan,
lakukan
eksplorasi
untuk
mengetahui kalau ada bagian dinding uterus yang sobek atau bagian plasenta yang
tersisa. Pada waktu ekplorasi sebaiknya sarung tangan diganti yang baru. Setelah
plasenta keluar, gunakan kedua tangan untuk memeriksanya, segera berikan
uterotonik (oksitosin) satu ampul intramuskular, dan lakukan masase uterus.
Lakukan inspeksi dengan spekulum untuk mengetahui ada tidaknya laserasi pada
vagina atau serviks dan apabila ditemukan segera di jahit.
Indikasi
Persangkaan tertinggalnya jaringan plasenta (plasenta lahir tidak lengkap),
setelah operasi vaginal yang sulit, dekapitasi, versi dan ekstraksi, perforasi dan
lain-lain, untuk menetukan apakah ada rupture uteri. Eksplosi juga dilakukan pada
pasien yang pernah mengalami seksio sesaria dan sekarang melahirkan
pervaginam.
Teknik Pelaksanaan
Tangan masuk secara obstetric seperti pada pelepasan plasenta secara
manual dan mencari sisa plasenta yang seharusnya dilepaskan atau meraba apakah
ada kerusakan dinding uterus. untuk menentukan robekan dinding rahim
eksplorasi dapat dilakukan sebelum plasenta lahir dan sambil melepaskan plasenta
secara manual.
19
akibat
abortus,
kehamilan
ektopik
terganggu,
cedera
pada
Patofisiologi
Pada syok ringan terjadi penurunan perfusi darah tepi pada organ yang
dapat bertahan lama terhadap iskemia (kulit, lemak, otot, dan tulang). pH arteri
normal. Pada syok sedang terjadi penurunan perfusi sentral pada organ yang
hanya tahan terhadap iskemia waktu singkat (hati, usus, dan ginjal) terjadi
asidosis metabolik. Pada syok berat sudah terjadi penurunan perfusi pada jantung
dan otak, asidosis metabolic berat, dan mungkin terjadi pula asidosis respiratorik.
Gejala Klinik
Syok ringan, takikardi minimal, hipotensi sedikit, vasokonstriksi darah
tepi ringan, kulit dingin, pucat, basah. urin normal/ sedikit berkurang. keluhan
20
merasa dingin Syok sedang, takikardi 100-120 permenit, hipotensi dengan sistolik
90-100
mmHg,
oliguri/
anuria.
keluhan
haus
Syok berat, takikardi lebih dari 120 permenit, hipotensi dengan sistolik <60
mmHg, pucat, anuri, agitasi, kesadaran menurun.
21
adalah Plasenta yang belum lahir dan masih melekat di dinding rahim
karena kontraksi rahim yang kurang kuat untuk melepaskan palasenta. Hal ini
terjadi karena implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga
menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
Plasenta Akreta
Istilah plasenta akkreta digunakan untuk menyatakan setiap implantasi
plasenta dengan perlekatan plasenta yang kuat dan abnormal pada dinding uterus.
Sebagai akibat dari infusiensi parsial atau total desidua basalis dan pertumbuhan
fibrinosid yang tidak sempurna (lapisan Nitabuch) vili korialis akan melekat pada
miometrium.
Plasenta Inkreta
Implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai/memasuki miometrium.
Plasenta Perkreta
Implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai
lapisan serosa dinding uterus.
Plasenta Inkarserata
Tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan oleh konstruksi
ostiumuteri.
Etiologi
1.
22
berlangsung terus dan berasal dari rongga rahim. Perdarahan akibat sisa plasenta
jarang menimbulkan syok.
Penilaian klinis sulit untuk memastikan adanya sisa plasenta, kecuali
apabila penolong persalinan memeriksa kelengkapan plasenta setelah plasenta
lahir. Apabila kelahiran plasenta dilakukan oleh orang lain atau terdapat keraguan
akan sisa plasenta, maka untuk memastikan adanya sisa plasenta ditentukan
dengan eksplorasi dengan tangan, kuret atau alat bantu diagnostik yaitu
ultrasonografi. Pada umumnya perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir
dan kontraksi rahim baik dianggap sebagai akibat sisa plasenta yang tertinggal
dalam rongga rahim
Faktor Predisposisi
Perdarahan pascapersalinan dan usia ibu
Wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan pascapersalinan yang dapat
mengakibatkan kematian maternal. Hal ini dikarenakan pada usia dibawatahun
fungsi reproduksi seorang wanita belum berkembang dengan sempurna,
sedangkan pada usia diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita sudah
mengalami penurunan dibandingkan fungsi reproduksi normal sehingga
kemungkinan untuk terjadinya komplikasi pasca persalinan terutama perdarahan
akan lebih besar. Perdarahan pasca persalinan yang mengakibatkan kematian
maternal pada wanita hamil yang melahirkan pada usia dibawah 20 tahun 2-5 kali
lebih tinggi daripada perdarahan pasca persalinan yang terjadi pada usia 20-29
tahun. Perdarahan pasca persalinan meningkat kembali setelah usia 30-35tahun.
Perdarahan pascapersalinan dan gravida
Ibu-ibu yang dengan kehamilan lebih dari 1 kali atau yang termasuk
multigravida mempunyai risiko lebih tinggi terhadap terjadinya perdarahan pasca
persalinan dibandingkan dengan ibu-ibu yang termasuk golongan primigravida
(hamil pertama kali). Hal ini dikarenakan pada multigravida, fungsi reproduksi 4
23
lengkap
Perdarahan segera
Pemerikasaan Penunjang
-
24
Penatalaksanaan Medis
Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase.
dalam kondisi tertentu apabila memungkinkan, sisa plasenta dapat dikeluarkan
secara manual. Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena
dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus. Setelah
selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat
uterotonika melalui suntikan atau per oral. Antibiotika dalam dosis pencegahan
sebaiknya diberikan.