Anda di halaman 1dari 6

BORANG PORTOFOLIO

No. ID dan Nama Peserta : Deisy Alexandria


No. ID dan Nama Wahana : RSUD Sekarwangi
Topik : Tetanus
Tanggal (kasus) : 06 Juni 2013
Nama Pasien : Sdr. A (17 tahun)
Tanggal Presentasi :

No. RM : 385069
Nama Pendamping : Prajasa Handoko,
dr.
Tempat Presentasi : Ruang Rapat RSUD Sekarwangi
Obyektif Presentasi :
Keilmuan
Ketrampilan
Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
Deskripsi : Laki laki usia 17 tahun datang dengan keluhan kaku pada seluruh tubuh
Tujuan : Membahas penatalaksanaan tetanus pada dewasa
Bahan bahasan :
Tinjauan Pustaka
Riset
Kasus
Audit
Cara membahas : Diskusi
Presentasi dan diskusi
Email
Pos
Data Pasien :
Nama : Tn. A
Nomor Registrasi: 385069
Nama: Deisy Alexandria
Telp: 081910650298
Terdaftar sejak:
3 September 2012
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis/Gambaran Klinis :
TETANUS pasien merasa seluruh tubuh menjadi kaku disertai dengan kejang berulang.
2. Riwayat Kesehatan/Penyakit :
Sejak 10 jam SMRS pasien merasa seluruh tubuh menjadi kaku. Keluhan disertai dengan
kejang sejak 1 hari SMRS. Pasien juga mengeluh sulit membuka mulut sehingga makan
dan minum sulit masuk. Riwayat jatuh (+) satu minggu SMRS. Terdapat luka robekan yang
dijahit, tapi pasien tidak mendapat suntikan ATS. Riwayat imunisasi tetanus sebelumnya
tidak diketahui. Keluhan seperti ini sebelumnya tidak ada.
3. Riwayat Keluarga : Keluhan serupa pada anggota keluarga lain tidak ada.
4. Riwayat Pekerjaan : Saat ini pasien masih bersekolah.
5. Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik
Pasien saat ini berobat menggunakan Jamkesda. Ayah pasien bekerja buruh dan ibu pasien
sebagai ibu rumah tangga.
6. Lain-lain
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran
: CM, opistotonus (+)
Nadi
: 80 x/menit
Pernafasan
: 28 x/menit
Suhu
: afebris

Status generalis
Kepala
: deformitas (-)
Mata
: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, trismus (+) 1 jari
Leher
: kaku, KGB tidak teraba membesar
Paru
: simetris saat statis dan dinamis, vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/Jantung
: BJ I-II normal, regular, murmur (-) gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+) N, NT (-), perut papan (+)
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2, terdapat luka terjahit di punggung kaki kanan.
Pemeriksaan Laboratorium
Hb
: 15,9 gr%
Leukosit
: 12.700 mm3
Trombosit
: 274.000 mm3
Hematrokit : 44%
Daftar Pustaka :
1. Andi B, Sofiati D. Kegawatdaruratan Neurologi. 2 ed. Bandung: Bagian Neurologi
Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung;
2009.
2. Adam R.D; Victor M. Principles of Neurology, 7th edition. McGraw-Hill International
Edition. Singapore. 2001.
Hasil Pembelajaran :
1. Menentukan diagnosis dan klasifikasi tetanus
2. Mengetahui mekanisme terjadinya tetanus
3. Mengatasi kegawatdaruratan pada pasien tetanus
4. Mengetahui pencegahan pada pasien tetanus

Rangkuman hasil pembelajaran portofolio


1. Subyektif :
Sejak 10 jam SMRS pasien merasa seluruh tubuh menjadi kaku. Keluhan
disertai dengan kejang sejak 1 hari SMRS. Pasien juga mengeluh sulit membuka
mulut sehingga makan dan minum sulit masuk. Riwayat jatuh (+) satu minggu
SMRS. Terdapat luka robekan yang dijahit, tapi pasien tidak mendapat suntikan
ATS. Riwayat imunisasi tetanus sebelumnya tidak diketahui.
Tetanus adalah penyakit toksemik akut yg disebabkan eksotoksin
Clostridium tetani. Pada definisi lain yang dinyatakan oleh Sir William Gower,
tetanus adalah penyakit pada susunan saraf yg ditandai dengan spasme tonik
persisten disertai dengan serangan yang jelas dan keras.
Tetanus disebabkan oleh kuman Clostridium tetani yakni bakteri batang
gram positif, bersifat obligat anaerob ditemukan banyak pada tanah, usus serta

kotoran binatang. Port dentry kuman ini dalah melalui luka terkontaminasi,
jaringan nekrosis, jaringan yang kurang vaskularisasi, akupuntur, tumor nekrotik,
lubang anting, pedikur, otitis media, suntikan intramuskuler, luka bakar, ulkus,
gangren, gigitan ular yg nekrosis, septic abortion. Masa inkubasi: 7-14 hari (1-2
hari sd 60 hari) dengan periode onset: 1-7 hari, pada tetanus fulminan: 1-2 jam.
Kuman vegetatif akan sangat baik berkembang biak pada suhu 37C dan pada
suasana anaerob akan berubah menjadi endospora yg nantinya akan menghasilkan
toksin.
Toksin yg dihasilkan ada 2 yakni tetanospasmin dan tetanolisin.
Tetanolisisn berperan dalam perusakan jaringan lokal di sekitar infeksi sehingga
mengoptimalisasi pertumbuhan dan multiplikasi bakteri. Tetanospamin berperan
dalam menghambat pelepasan GABA di junction sinaps saraf inhibisi.
Berkurangnya GABA akan mencegah inhibisis impuls saraf eksitasi secara terus
menerus, sehingga munculah gejala tetanus.
Manifestasi klinis terutama disebabkan oleh pengaruh toksin terhadap
system saraf pusat berupa gangguan terhadap inhibisi presinaps sehingga
menimbulkan generator of pathological enhanced excitation.

2. Objektif :
Dari hasil pemeriksaan fisik pasien, ditemukan pasien sadar, namun terlihat
kesakitan. Terukur nadi delapan puluh kali per menit, dan respirasi dua puluh
delapan kali per menit. Pada pemeriksaan fisik ditemukan trismus 1 jari pada
mulut, adanya opistotonus, leher kaku, perut papan, serta kejang ransang.
Gejala dan tanda yang bisa didapatkan pada pasien tetanus antara lain :
1) Spasme otot terjadi spontan maupun akibat stimulus rangsang raba, visual,
auditori atau emosional. Spasme otot dapat berupa :
a. Rigiditas pada abdomen menimbulkan perut papan.
b. Kontraksi otot wajah rhisus smile/sardonicus, kontraksi otot rahang,
wajah, dan kepala
c. Trismus atau lockjaw karena kontaksi otot masseter
d. Spasme otot menelan menyebabkan disfagia
e. Spasme otot batang tubuh menyebabkan munculnya opistotonus.
f. Otot ekstremitas terpengaruh terakhir kali, namun tidak melibatkan
otot tangan dan kaki.
2) Obstruksi laring akibat aspirasi yang disebabkan oleh spasme faring dan laring
3) Efek toksin pada jantung yang dapat menyebabkan miokarditis
4) Disotonomi, biasanya muncul beberapa hari setelah spasme dan menetap 1-2
minggu, ditandai dengan instabilitas yang kontras pada tekanan darah,
takikardia diselingi bradikaria, cardiac arrest atau asistol berulang, pirexia,
stasis gaster.

3. Assessment
Diagnosis tetanus dapat diamati dengan adanya gejala berupa kekakuan
seluruh tubuh dan tanda klinis yang meliputi rigiditas muskuler, kejang baik
dirangsang maupun spontan, perut papan, opsistotonus dan adanya trismus 1 jari.
Pada pasien ini juga terdapat riwayat trauma kaki sebagai port dentry masuknya
kuman Clostridium tetani.
Menurut Abletts, derajat penyakit tetanus dapat dibagi menjadi :
Grade I : Trismus ringan dan sedang, tidak ada gangguan respirasi,
tidak ada kejang
Grade II : Trismus sedang, rigiditas yang jelas, spasme ringan sampai
sedang yang berlangsung singkat, gangguan respirasi sedang, disfagi
ringan.
Grade III : Trismus berat, spastisitas umum, kejang spontan dan
berlangsung lama, gangguan respirasi dengan takipneu lebih dari 40x/m,
kadang apneu, disfagi berat, takikardi biasanya lebih dari 120 x/mnt,
peningkatan aktifitas saraf otonom yang sedang dan menetap.
Grade IV : Gangguan otonom yang sangat hebat disebut juga
autonomic storm yang melibatkan sistem kardiovaskuler termasuk
hipertensi berat dan takikardi yang silih berganti dengan hipotensi relatif
dan bradikardi.
Sedangkan Pattel dan Joag membagi penyakit tetanus ini dalam tingkatan dengan
berdasarkan gejala klinis yang dibaginya dalam 5 kriteria :
Kriteria 1 : rahang kaku, spasme terbatas, disfagia, dan kekakuan otot
tulang belakang
Kriteria 2 : spasme saja tanpa melihat frekuensi dan derajatnya
Kriteria 3 : inkubasi antara 7 hari atau kurang
Kriteria 4 : waktu onset adalah 48 jam atau kurang
Kriteria 5 : kenaikan suhu rektal sampai 37,6OC
Dengan berdasarkan 5 kriteria di atas, maka dibuatlah tingkatan penyakit tetanus
sebagai berikut :
Tingkat I

: Ringan, minimal 1 kriteria ( K1 / K2 ) mortalitas 0 %

Tingkat II

: Sedang, minimal 2 kriteria ( K1& K2) dengan masa

inkubasi lebih dari 7. Hari dan onset lebih dari 2 hari,


mortalitas 10 %
Tingkat III

: Berat, minimal 3 kriteria dengan masa inkubasi kurang


dari 7 hari dan onset kurang dari 2 hari, mortalitas 32%

Tingkat IV

: Sangat berat, minimal ada 4 kriteria dengan


mortalitas 60%

Tingkat V

: Biasanya mortalitas 84 % dengan 5 kriteria, termasuk di


dalamnya adalah tetanus neonatorum maupun puerperium.

4. Plan:
Diagnosis : Tetanus Grade III
Pengobatan :
Terapi Umum
1. Disarankan dirawat di ruang intensif : tenang & minimal cahaya
(meminimalisasi stimulus) & monitoring ketat (fungsi vital dan tanda
aritimia)
2. Cairan infus D5 20 gtt/m : mencegah dehidrasi dan hipoglikemi
3. Debridement luka : jaringan nekrotik dan benda-benda asing harus
dihilangkan, abses diinsisi dan didrainase.
4. NGT untuk nutrisi
5. DC Catheter untuk monitor output
Terapi Khusus
Anti Tetanus Serum
Menetralisir tetanospasmin yang bebas
dosis : 10.000 IU secara IM
TT (tetanus toksoid) merangsang dibentuknya antibodi thd
eksotoksin kuman
TT (tetanus toksoid)
Meransang dibentuknya antibodi terhadap eksotoksin kuman
Dosis 0,5 cc IM (ST)
Antibiotik eliminasi sumber tetanospasmin
DOC : Metronidazole 500 mg per 6 jam selama 10 14 hari
Tetrasiklin 500 mg (spektrum luas)
Pelemas Otot dan Sedatif : Benzodiazepin (Diazepam)
Spasme ringan: 5-10 mg p.o tiap 4-6 jam
Spasme sedang : 5-10 mg i.v

Spasme berat : 50-100 mg dalam 500 ml D5, infuskan dengan


kecepatan 10-15 mg/jam.
-adrenergik blocking agents
Labetolol 0,25-1 mg/menit melalui infus i.v setelah dititrasi
untuk mengontrol disfungsi otonom yang didominasi aktivitas
simpatis, yakni menurunkan tekanan darah tanpa memperberat
takikardi
Intubasi endotrakeal atau trakeostomi pada tetanus berat (stadium III-IV)
untuk atasi gangguan napas.
Pencegahan
Semua luka harus dibersihkan dan debridemen sebaiknya dilakukan jika
perlu. Tetanus toxoid dapat diberikan jika riwayat booster terakhir > 10tahun. Jika
riwayat imunisasi tidak diketahui, TT dapat diberikan. Jika riwayat imunisasi
terakhir > 10 tahun yang lalu, maka tetanus imunoglobulin harus diberikan,
keparahan luka bukan faktor penentu pemberian TIG.
Dosis TT pada anak usia 7 tahun: 0,5 ml IM , sedangkan pada anak usia
< 7 tahun: gunakan DPT sebagai pengganti TT, jika kontraindikasi pertusis
berikan DT 0,5 ml IM. Dosis TIG profilaksis dewasa 250-500 IU im kontralateral
pemberian TT sedangkan dosis anak 250 IU IM. Jenis luka yang rentan tetanus
adalah jika > 6 8 jam, kedalaman> 1cm, terkontaminasi,, bentuk iregular,
denervasi, iskemik, terinfeksi (purulen,jaringan nekrotik)
Pendidikan :
Keluarga pasien harus dijelaskan tentang kondisi pasien yang tidak stabil dan
membutuhkan penanganan gawat darurat. Selain itu keluarga pasien juga harus
diberitahu mengenai komplikasi gagal nafas yang sewaktu-waktu bisa terjadi
akibat tetanus.

Anda mungkin juga menyukai