Bahan bakar etanol adalah etanol (etil alkohol) dengan jenis yang sama dengan
yang ditemukan pada minuman beralkohol dengan penggunaan sebagai bahan bakar.
Etanol seringkali dijadikan bahan tambahan bensin sehingga menjadi biofuel. Produksi
etanol dunia untuk bahan bakar transportasi meningkat 3 kali lipat dalam kurun waktu 7
tahun, dari 17 miliar liter pada tahun 2000 menjadi 52 miliar liter pada tahun 2007. Dari
tahun 2007 ke 2008, komposisi etanol pada bahan bakar bensin di dunia telah meningkat
dari 3.7% menjadi 5.4%. [1] Pada tahun 2010, produksi etanol dunia mencapai angka
22,95 miliar galon AS (86,9 miliar liter), dengan Amerika Serikat sendiri memproduksi
13,2 miliar galon AS, atau 57,5% dari total produksi dunia.[2] Etanol mempunyai nilai
"ekuivalensi galon bensin" sebesar 1.500 galon AS.
Etanol digunakan secara luas di Brasil dan Amerika Serikat. Kedua negara ini
memproduksi 88% dari seluruh jumlah bahan bakar etanol yang diproduksi di dunia.
[2] Kebanyakan mobil-mobil yang beredar di Amerika Serikat saat ini dapat
menggunakan bahan bakar dengan kandungan etanol sampai 10%,[3] dan penggunaan
bensin etanol 10% malah diwajibkan di beberapa kota dan negara bagian AS. Sejak tahun
1976, pemerintah Brasil telah mewajibkan penggunaan bensin yang dicampur dengan
etanol, dan sejak tahun 2007, campuran yang legal adalah berkisar 25% etanol dan 75%
bensin (E25).[4] Di bulan Desember 2010 Brasil sudah mempunyai 12 jutakendaraan dan
truk ringan bahan bakar fleksibel dan lebih dari 500 ribu sepeda motor yang dapat
menggunakan bahan bakar etanol murni (E100).[5][6][7][8]
Bioethanol adalah salah satu bentuk energi terbaharui yang dapat diproduksi dari
tumbuhan.
Etanol
dapat
dibuat
dari
tanaman-tanaman
yang
umum,
misalnya tebu, kentang, singkong, dan jagung. Telah muncul perdebatan, apakah
bioetanol ini nantinya akan menggantikan bensin yang ada saat ini. Kekhawatiran
mengenai produksi dan adanya kemungkinan naiknya harga makanan yang disebabkan
karena dibutuhkan lahan yang sangat besar,[9] ditambah lagi energi dan polusi yang
dihasilkan dari keseluruhan produksi etanol, terutama tanaman jagung.[10]
[11] Pengembangan terbaru dengan munculnya komersialisasi dan produksi etanol
selulosamungkin dapat memecahkan sedikit masalah.[12]
Etanol selulosa menawarkan prospek yang menjanjikan karena serat selulosa, komponen
utama pada dinding sel di semua tumbuhan, dapat digunakan untuk memproduksi etanol.
[13][14] Menurut Badan Energi Internasional etanol selulosa dapat menyumbangkan
perannya lebih besar pada masa mendatang.[15]
Sumber
Etanol merupakan salah satu sumber energi terbaharui karena energi ini didapatkan
dari energi matahari. Pembuatan etanol diawali tanaman seperti tebu atau jagung yang
melakukan fotosintesis sehingga tumbuh sampai besar. Nantinya tanaman ini yang
diproses menjadi etanol.
Sekitar 5% dari etanol yang diproduksi di dunia pada tahun 2003 sebenarnya malah
merupakan produk minyak bumi.[16] Etanol dari minyak bumi ini dibuat dengan hidrasi
katalis dari etilena dengan memakai asam sulfat sebagai katalisnya. Etanol juga bisa
dihasilkan viaetilena atau asetilena, kalsium karbida, gas bumi, dan sumber lainnya. 2
juta ton etanol yang berasal dari minyak mentah dihasilkan setiap tahunnya.[17] Etanol
yang berasal dari minyak bumi (etanol sintetik) secara kimia sama dengan bio etanol dan
hanya bisa dibedakan melalui penanggalan radiokarbon.
Bio-etanol biasanya diperoleh dari tanaman pertanian. Tanaman pertanian ini dianggap
bisa diperbaharui karena mereka mendapatkan energi dari matahari melalui fotosintesis.
Etanol
dapat
diproduksi
dari
banyak
macam
tanaman
seperti tebu, bagasse, miscanthus, bit
gula, sorgum,
grain sorghum, switchgrass, jelai, hemp, kenaf, kentang, ubi
jalar, singkong, bunga
matahari, buah, molasses, jagung,stover, serealia, gandum, straw, kapas, biomassa lainny
a, termasuk berbagai macam sampah selulosa.
Sebuah proses alternatif untuk memproduksi bioetanol dari algae (rumput laut) saat ini
sedang dikembangkan oleh perusahaan Algenol. Daripada algae hanya ditanam dan lalu
dipanen jika sudah matang, algae dapat memproduksi etanol secara langsung tanpa
membunuh tanaman itu sendiri. Diklaim bahwa proses dari algae ini dapat menghasilkan
6000 galon per acre per tahun, daripada tanaman jagung yang hanya 400 galon per acre
per tahun.[18]
Saat ini, pemrosesan etanol generasi pertama untuk memproduksi etanol dari jagung
hanya menggunakan sebagian kecil dari tanaman jagung itu sendiri. Hanya bagian
amilum dari kernel jagung saja yang diproses menjadi etanol. Amilum ini massanya
hanya 50% dari massa kernel kering. 2 pemrosesan tingkat lanjut sedang dikembangakan
saat ini. Proses tersebut adalah penggunaan enzim dan fermentasi ragiuntuk mengubah
selulosa tanaman menjadi etanol. Proses yang kedua adalah menggunakan pirolisis untuk
mengubah seluruh bagian tanaman menjadi cairan minyak bio atau syngas. Pemrosesan
generasi kedua ini juga bisa digunakan untuk tanaman lain misalnya rumput-rumputan
atau kayu.
Proses Produksi
Langkah
dasar
yang
dibutuhkan
untuk
memproduksi
etanol
adalah fermentasi jamur khamir, distilasi, dehidrasi, dan denaturasi. Sebelum dilakukan
fermentasi, beberapa tanaman membutuhkan hidrolisis karbohidrat seperti selulosa dan
amilum menjadi gula. Hidrolisis selulosa disebut sebagai selulosis. Enzim digunakan
untuk mengubah amilum menjadi gula.[19]
Fermentasi
Etanol diproduksi dengan cara fermentasi mikroba pada gula. Fermentasi mikroba
saat ini hanya bisa dilakukan langsung pada gula. 2 komponen utama dalam
tanaman, amilumdan selulosa, dua-duanya terdiri dari gula dan bisa diubah menjadi gula
melalui fermentasi. Sekarang ini, hanya gula (contohnya tebu) dan amilum (contohnya
jagung) yang masih bernilai ekonomis jika dikonversi.
Distilasi
Jika etanol ingin digunakan sebagai bahan bakar, maka sebagian besar kandungan
airnya harus dihilangkan dengan cara distilasi. Tingkat kemurnian etanol setelah
didistilasi masih sekitar 95-96%. (masih ada kandungan airnya 3-4%). Campuran ini
dinamakan etanol hidrat dan bisa digunakan sebagai bahan bakar, tapi tidak bisa
dicampur sama sekali dengan bensin. Jadi, biasanya kandungan air dalam etanol hidrat
dibuang habis terlebih dahulu dengan pengolahan lainnya sehingga baru bisa
dicampurkan dengan bensin.[20]
Dehidrasi
Pada dasarnya ada 5 tahap proses dehidrasi untuk membuang kandungan air dalam
campuran etanol azeotropik (etanol 95-96%). Proses yang pertama, yang sudah
digunakan di banyak pabrik etanol sejak dulu, adalah proses yang disebut distilasi
azeotropik.
Distilasi
azeotropik
dilakukan
dengan
cara
menambahkan benzena atau sikloheksana ke dalam campuran. Ketika zat ini
ditambahkan, maka akan membentuk campuran azeotropik heterogen. Hasil akhirnya
nanti adalah etanol anhidrat dan campuran uap dari air dan sikloheksana/benzena. Ketika
dikondensasi, uap ini akan menjadi cairan. Metode lama lainnya yang digunakan
adalah distilasi ekstraktif. Metode ini digunakan dengan cara menambahkan komponen
terner dalam etanol hidrat sehingga akan meningkatkan ketidakstabilan relatif etanol
tersebut. Ketika campuran terner ini nantinya didistilasi, maka akan menghasilkan etanol
anhidrat.
Saat ini penelitian juga sedang mengembangkan metode pemurnian etanol dengan
menghemat energi. Metode yang saat ini berkembang dan mulai banyak digunakan oleh
pabrik-pabrik pembuatan etanol adalah penggunaan saringan molekul untuk membuang
air dari etanol. Dalam proses ini, uap etanol bertekanan melewati semacam tatakan yang
terdiri dari butiran saringan molekul. Pori-pori dari dari saringan ini dirancang untuk
menyerap air. Setelah beberapa waktu, saringan ini pun divakum untuk menghilangkan
kandungan air di dalamnya. 2 tatakan biasanya digunakan sekaligus sehingga ketika satu
sedang dikeringkan, yang satunya bisa dipakai untuk menyaring etanol. Teknologi
dehidrasi ini diperkirakan dapat menghemat energi sebesar 3.000 btus/gallon (840 kJ/L)
jika dibandingkan dengan distilasi azeotropik.[21]
Mesin Berbahan Bakar Etanol
Etanol merupakan cairan yang sering digunakan pada mobil, meskipun juga mungkin
digunakan pada kendaraan lainnya, seperti traktor, perahu, dan pesawat terbang.
Konsumsi etanol dalam mesin lebih boros 51% dibandingkan bensin, karena energi per
unit volume etanol 34% lebih rendah dibandingkan dengan bensin.[22][23] Rasio
kompresi pada mesin yang berbahan bakar etanol saja, dapat membuat mesin ini lebih
bertenaga dan lebih irit bahan bakar.[24][25] Pada umumnya, mesin yang hanya berbahan
bakar etanol dikonfigurasi untuk menambahkan sedikit tambahan tenaga dan torsi yang
lebih baik dibandingkan dengan mesin berbahan bakar bensin. Pada kendaraan bahan
bakar fleksibel, rasio kompresi yang lebih rendah menyebabkan mesinnya perlu
dikonfigurasi ulang, sehingga bisa mendapatkan keluaran tenaga yang sama saat
memakai bahan bakar bensin atau etanol. Untuk mendapatkan keuntungan maksimal dari
etanol, maka rasio kompresi harus dinaikkan.[26] Rasio kompresi pada mobil bermesin
berbahan bakar etanol murni saat ini didesain kira-kira lebih boros 20-30% dibandingkan
dengan versi bahan bakar bensinnya.[27]
Etanol mengandung bahan-bahan yang dapat larut dan tidak dapat larut.[28] Bahan-bahan
yang dapat larut, yaitu ion-ion klorida, mempunyai sifat korosif. Ion halida meningkatkan
korosi dengan 2 cara: secara kimia, ion ini akan menyerang pasivator film oksida pada
logam sehingga akan menimbulkan korosi, dan kedua, ion ini akan meningkatkan
konduktivitas bahan bakar. Konduktivitas elektrik yang meningkat menyebabkan korosi
pada elektrik dan galvanis pada sistem bahan bakar. Bahan-bahan yang dapat larut,
seperti aluminium hidroksida yang merupakan produk dari ion halida tadi, akan
menyumbat sistem bahan bakar sedikit demi sedikit.
Etanol bersifat higroskopis, yang artinya etanol akan menyerap uap air langsung dari
atmosfer. Karena menyerap air akan mengencerkan nilai bahan bakar etanol (dan juga
akan menimbulkan knocking pada mesin), maka dalam pengepakannya, bahan bakar
etanol harus ditutup rapat. Karena etanol dengan amat mudah bercampur dengan air,
maka etanol tidak dapat didistribusikan dengan pipa yang lebih efisien dan
modern. [29] Para teknisi sekarang juga melihat dampak yang ditimbulkan karena adanya
kandungan air dalam etanol yang menyebabkan kerusakan pada mesin-mesin kecil,
terutama pada karburatornya.[30]
Sebuah studi yang dilakukan oleh MIT pada tahun 2004[31] dan sebuah paper yang
dipublikasika oleh Society of Automotive Engineers[32]mengidentifikasikan sebuah
metode yang lebih baik untuk mengeksplorasi karakteristik bahan bakar etanol daripada
jika hanya mencampurkannya dengan bensin. Metode ini akan memunculkan
kemungkinan bahwa alkohol nantinya akan memperbaiki efektifitas pada mobil elektrik
hibrida. Perubahan ini akan menggunakan mesin 2 bahan bakar (dual-fuel) yaitu alkohol
murni (atau azeotrop atau E85) dengan injeksi langsung turbocharger, dengan rasio
kompresi tinggi, volume silinder kecil, tapi menghasilkan tenaga yang sama dengan
mesin yang memiliki volume silinder 2 kalinya. Setiap bahan bakar akan ditempatkan
terpisah, dengan tangki alkohol yang berukuran jauh lebih kecil. Mesin berkompresi
tinggi ini (yang berarti juga efisiensinya tinggi), akan menggunakan bahan bakar bensin
pada kondisi daya jelajah rendah. Alkohol hanya akan diinjeksikan ke silinder ketika
dibutuhkan, yaitu misalnya saat ingin berakselerasi dengan cepat. Injeksi silinder
langsung ini akan meningkatkan nilai oktan etanol yang sudah tinggi sampai 130. Dari
sini, penggunaan bensin serta emisi gas buang akan berkurang sampai 30%.
Nilai oktan etanol yang lebih tinggi meningkatkan rasio kompresi mesin dan juga
meningkatkan efisiensi termal.[24] Dalam sebuah studi, kontrol mesin yang kompleks
ditambah sirkulasi ulang pipa gas buang yang ditingkatkan bisa meningkatkan rasio
kompresi sampai 19,5 dengan bahan bakarnya etanol murni sampai E50.[33] Hal ini
nantinya akan menghasilkan ekonomi bahan bakar mobil etanol sama dengan ekonomi
bahan bakar mobil bensin.
diesel di Swedia.[34] Mesin-mesin ini dipakai di bus kota, juga digunakan di truk-truk
distribusi dan pengangkut sampah. Mesin ini dibuat oleh perusahaan Scania, mempunyai
rasio kompresi yang telah dimodifikasi dan bahan bakarnya adalah 93.6 % etanol dan
3.6 % peningkat pembakaran, dan 2.8% denaturan (bahan bakar ini disebut sebagai
ED95).[35] Adanya peningkat pembakaran memungkinkan mesin ini melakukan
pembakaran seefisien dengan siklus pembakaran pada mesin diesel. Mesin-mesin ini
telah digunakan di Britania Raya oleh Reading Transport tapi penggunaan bahan bakar
bioetanol saat ini akan ditutup.
Campuran Bahan Bakar Etanol
Banyak negara mewajibkan kendaraan-kendaraannya menggunakan bahan bakar bensin
yang dicampur dengan etanol. Semua kendaraan ringan di Brasil bisa beroperasi dengan
menggunakan etanol dengan campuran sampai 25% (E25). Sejak tahun 1993,
pemerintahan federal sudah mewajibkan campuran etanol berkisar antara 22% sampai
25%, dan di bulan Juli 2011 adalah 25%.[45] Di Amerika Serikat, semua kendaraan
ringan bisa memakai campuran etanol dalam bahan bakar sampai 10% (E10). Di akhir
tahun 2010, lebih dari 90 persen bensin yang dijual di AS dicampur dengan etanol.[46] Di
bulan Januari 2011, Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat mengeluarkan
surat pernyataan untuk mencampurkan etanol dalam bensin sampai 15% (E15). Bahan
bakar dengan etanol 15% ini hanya dijual untuk mobil kecil dan truk ringan dengan
keluaran tahun 2001 atau lebih baru.[47][48] Negara lainnya juga telah menerapkan
peraturan serupa, dengan kebijakan masing-masing.
Keseimbangan Energi
Semua biomassa paling tidak pasti mempunyai tahap-tahap seperti ini: ditanam, dipanen,
dikeringkan, difermentasi, dan kemudian dibakar. Semua tahap-tahap ini membutuhkan
sumber daya dan infrastruktur. Total energi yang digunakan untuk menghasilkan etanol
jika dibandingkan dengan total energi yang dihasilkan etanol maka akan menghasilkan
"keseimbangan energi" atau "hasil energi bersih". Sebuah penelitian yang dilakukan oleh
majalah National Geographic pada tahun 2007 menjelaskan tentang etanol dari jagung
yang dihasilkan oleh Amerika Serikat: satu unit energi bahan bakar fosil dibutuhkan untk
memproduksi 1,3 unit energi bahan bakar etanol. Keseimbangan energi dari etanol yang
diproduksi di Brasil lebih baik, yaitu 1:8. Estimasi untuk keseimbangan energi ini
sebenarnya juga tidak pasti, karena beberapa laporan menyatakan yang sebaliknya.
Contohnya adalah sebuah survei yang terpisah menyatakan bahwa etanol yang diproduksi
dari tebu dapat mengembalikan 8 sampai 9 kali energi yang dibutuhkan untuk
membuatnya, jika dibandingkan dengan jagung yang hanya mengembalikan 1,34 kali
energi yang dibutuhkan untuk membuatnya.[58] Studi yang dilakukan oleh Universitas
California, Berkeley pada tahun 2006 menyatakan bahwa memproduksi etanol dari
jagung menggunakan minyak mentah yang lebih sedikit daripada memproduksi
bensin. [59]
Karbon dioksida, yang termasuk dalam gas rumah kaca, akan dihasilkan selama proses
fermentasi dan pembakaran. Karbon dioksida ini nantinya bisa digunakan oleh tanaman
untuk memproduksi biomassa lagi.[60] Ketika dibandingkan dengan bensin, tergantung
dari metode produksinya juga, etanol akan menghasilkan gas rumah kaca yang lebih
sedikit.[61][62]
Polusi Udara
Etanol adalah bahan bakar yang jika dibakar dengan oksigen maka akan menghasilkan
karbon dioksida, air, dan aldehida. Bensin sendiri menghasilkan 2,44 kg CO 2 per liter dan
etanol 1,94 kg/liter.[63] Karena energi yang dihasilkan oleh etanol hanya 2/3 energi yang
dihasilkan bensin, maka etanol menghasilkan CO2 19% lebih banyak daripada bensin