Anda di halaman 1dari 66

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG
Menua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan
manusia. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang
telah melalui tiga tahap kehidupannya , yaitu anak, dewasa, dan tua. Proses
menua bukanlah suatu penyakit. Lambat atau cepatnya proses menua
tersebut tergantung pada setiap individu yang bersangkutan (Nugroho,
2008). Menua selanjutnya disebut lanjut usia menurut Undang-Undang RI
NO 13 Tahun 1993 dan WHO disebut sebagai penduduk lanjut usia
( Lansia) adalah mereka yang berusia 60 tahun (Nugroho, 2008).
Proses menua diartikan sebagai proses biologi yang dicirikan dengan
evolusi yang progresif dapat diprediksi dan tidak dapat dihindari disertai
dengan maturasi hingga pada suatu fase akhir kehidupan yang disebut
kematian (William, 2006). Proses menua yang terjadi pada lanjut usia secara
linier

dapat

(impairment),

digambarkan
keterbatasan

melalui

empat

fungsional

tahap

yaitu,

(functional

kelemahan
limitation),

ketidakmampuan (disability), dan keterhambatan (handicap) yang akan


dialami bersamaan dengan proses kemunduran (Bondan, 2005).
Salah satu kemunduran fisik lansia yang sering terjadi adalah
kemunduran sistem kardiovaskuler. Katup jantung menebal dan menjadi

kaku, kemampuan jantung

memompa darah menurun 1% per tahun,

berkurangnya curah jantung, berkurangnya denyut jantung terhadap respon


stres, kehilangan elastisitas pembuluh darah, tekanan darah meningkat akibat
resistensi pembuluh darah perifer (Mubarak, 2006).
Sekitar 60% lansia akan mengalami peningkatan tekanan darah
setelah berusia 75 tahun (Nugroho, 2008). Kontrol tekanan darah yang ketat
pada lansia berhubungan dengan pencegahan terjadinya peningkatan tekanan
darah yang tak terkendali dan beberapa penyakit lainnya, misalnya diabetes
melitus, serangan stroke, infark miokard, dan penyakit vaskular perifer.
Pada lansia terjadi penurunan masa otot serta kekuatannya,
penurunan

denyut jantung , penurunan terhadap toleransi latihan, dan

penurunan kapasitas aerobik. Dengan melakukan olahraga seperti senam


lansia dapat mencegah atau melambatkan kehilangan fungsional tersebut.
Bahkan dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa latihan /olah raga
seperti senam lansia dapat mengeliminasi berbagai resiko penyakit seperti
peningkatan tekanan darah, diabetes mellitus, penyakit arteri koroner dan
kecelakaan (Darmojo, 2004).
Penelitian pendahuluan oleh Hasurungan tahun 2002 yang bertujuan
untuk melihat faktor- faktor yang berhubungan peningkatan tekanan darah
pada lansia di Kota Depok pada tahun 2002 dengan mengambil sampel
dalam penelitian sebanyak 310 orang lansia ( 181 perempuan dan 129 lakilaki ) berumur 55-93 tahun didapatkan proporsi peningkatan tekanan darah

sebesar 50.0%, dan berdasarkan jenis kelamin pada laki-laki sebesar 41,9%,
sedangkan pada perempuan 57,4%, dan angka ini jauh lebih besar dari
prevalensi peningkatan tekanan darah yang ditetapkan oleh Depkes RI ( 2030%) untuk lansia di tahun 2000. Responden dengan derajat stres tinggi
berpeluang mendapat peningkatan tekanan darah 3,02 kali dibandingkan
yang derajat stres rendah, dan responden dengan derajat stres sedang
berpeluang mendapat peningkatan tekanan darah 2,47 kali dibandingkan
yang derajat stres rendah. Responden dengan aktivitas fisik yang rendah
berpeluang mendapat peningkatan tekanan darah 2,73 kali dibandingkan
yang aktivitas yang cukup. Responden yang tidak kawin berpeluang
mendapat peningkatan tekanan darah 2,07 kali dibandingkan yang kawin.
Selanjutnya disimpulkan bahwa dari lima variable tersebut, derajat stress
tinggi

merupakan variabel yang paling dominan berhubungan dengan

peningkatan tekanan darah (Hasurungan, 2002).


Olahraga merupakan kebutuhan hidup yang tak bisa ditinggalkan
dan harus dilaksanakan secara berulang-ulang

agar dapat memelihara

kesehatan lansia, menghasilkan kualitas dan kesehatan hidup yang baik, dan
dilaksankan sesuai kemampuan, kesenangan dan minatnya. Salah satu
bentuk olahraga yang sesuai dengan lansia adalah senam. Senam memiliki
gerakan yang dinamis, mudah dilakukan, menimbulkan rasa gembira dan
semangat serta beban yang rendah. Salah satu senam yang cocok untuk
lansia adalah senam lansia. Senam ini merupakan olahraga yang ringan dan
mudah dilakukan, dan tidak memberatkan. Aktifitas olahraga ini membantu

tubuh agar tetap bugar dan tetap segar karena dapat melatih tulang menjadi
kuat, mendorong jantung bekerja optimal dan membantu menghilangkan
radikal bebas yang berkeliaran didalam tubuh. Senam ini dapat membentuk
dan mengoreksi sikap dan gerak serta memperlambat proses degenerasi
karena perubahan usia, serta mempermudah penyesuaian kesehatan jasmani
terutama kesehatan kardiovaskuler dalam adaptasi kehidupan di lanjut usia
(Nugroho, 2008).
Berdasarkan faktor-faktor yang berhubungan secara signifikan
dengan peningkatan tekanan darah, maka faktor yang dapat diintervensi
adalah aktivitas fisik dan stres. Oleh karenanya sehubungan dengan faktor
tersebut , serta tingginya angka kejadian peningkatan tekanan darah pada
lansia, maka penanggulangan

peningkatan tekanan darah pada lansia

melalui kegiatan latihan fisik berupa senam lansia tiga kali seminggu dan
gerak jalan pagi, serta melakukan pembinaan mental/ kerohanian (Nugroho,
2008).
Berdasarkan hasil studi lapangan di Banjar Tuka Dalung pada
tanggal 11 Desember 2012 total lansia yang ada adalah 50 orang terdiri dari
40 orang perempuan dan 10 orang laki-laki. Dari hasil wawancara sementara
dengan beberapa orang lansia mengatakan mempunyai tekanan darah yang
meningkat dan mengeluh pada persendian tangan dan kaki sering sakit.
Menurut pengakuan 20 orang lansia yang ikut senam mengatakan sudah
berobat ke dokter dan ke Puskesmas. Kenyataannya walaupun tindakan
pencegahan dan pengobatan sudah dilaksanakan , tetapi masih banyak lansia

yang menderita berbagai penyakit salah satunya peningkatan tekanan darah.


Peningkatan tekanan darah baik peningkatan tekanan sistol dan diastole dan
tekanan arteri rata-rata perlu diperhatikan pada lansia karena hal tersebut
menggambarkan kondisi tekanan darah yang ada pada darah daat keluar dari
jantung karena jika terjadi peningkatan akan menyebabkan penyakit
kardiovaskuler dan gangguan kesehatan lainnya (Fildzania, 2011).
Latihan fisik yang diberikan belum sesuai dengan anjuran Cooper
sebagai penganjur olahraga aerobik yaitu frekuensi latihan atau olah raga
sebaiknya tiga kali seminggu pada hari yang bergantian (Kusmanah, 2002).
Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk meneliti dan mengkaji lebih
dalam melalui penelitian yang dipaparkan dalam Tesis dengan judul
Pelatihan senam lansia untuk menurunkan tekanan darah pada lansia di
Banjar Tuka Dalung.

1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas maka rumusan masalah
yang muncul adalah.
1.2.1.

Apakah pelatihan senam lansia dapat menurunkan tekanan darah


systole pada lansia di Banjar Tuka Dalung?

1.2.2.

Apakah pelatihan senam lansia dapat menurunkan tekanan darah


diastole pada lansia di Banjar Tuka Dalung?

1.2.3.

Apakah pelatihan senam lansia dapat menurunkan tekanan darah


arteri rata-rata di Banjar Tuka Dalung?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3. 1 Tujuan Umum
Mengetahui adanya pengaruh senam lansia terhadap tekanan darah pada
lansia di Banjar Tuka Dalung.
1.3 .2 Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui penurunan tekanan darah sistole pada lansia setelah
melakukan senam lansia di Banjar Tuka Dalung.
2) Untuk mengetahui penurunan tekanan darah diastole pada lansia setelah
melakukan senam di Banjar Tuka Dalung.
3) Untuk mengetahui penurunan tekanan darah arteri rata-rata pada lansia
setelah melakukan senam di Banjar Tuka Dalung.

1.4

Manfaat Penelitian

1.4.I

Manfaat dari segi teoritis


1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan perkembangan
ilmu

keperawatan

khususnya

memberikan informasi

keperawatan

gerontik

dengan

dan sosialisasi senam lansia dalam

meningkatkan derajat kesehatan lansia.


2) Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai refrensi ilmiah bagi
peneliti selanjutnya.

1.4.2

Manfaat dari segi praktis


1) Hasil penelitian ini dapat dijadikan pedoman bagi pelatih senam
lansia di Banjar Tuka Dalung.
2) Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh perawat dalam
melaksanakan asuhan keperawatan khususnya dalam hal senam
lansia untuk menurunkan tekanan darah pada lansia.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Tekanan Darah


2.1.1

Pengertian
Tekanan darah merupakan tenaga yang digunakan oleh darah
terhadap setiap satuan darah dinding pembuluh darah. Bila orang
mengatakan bahwa tekanan dalam satuan pembuluh darah adalah 50
mmHg, ini berarti bahwa tenaga yang digunakan tersebut akan cukup
untuk mendorong suatu kolom air raksa ke atas setinggi 50 mm
(Guyton, 2001). Lebih terperinci lagi dijelaskan bahwa tekanan darah
(BP= Blood Pressure) yang dinyatakan dalam millimeter (mm)
merkuri (Hg) adalah besarnya tekanan yang dilakukan oleh darah
pada dinding arteri (Mc Gowan, 1997).
Saat berdenyut, jantung memompa darah ke dalam pembuluh
darah dan tekanan meningkat yang kemudian disebut tekanan darah
sistolik. Saat jantung rileks, tekanan darah turun hingga tingkat
terendahnya, yang disebut tekanan diastolik (Mc Gowan, 1997). Jadi
tekanan darah berarti besarnya tekanan pada dinding pembuluh arteri
oleh darah yang didorong dengan tekanan dari jantung, terdiri atas
tekanan darah sistolik dan diastolik, dan dinyatakan dalam mmHg.

2.1.2

Faktor Yang Mempengaruhi Tekanan Darah


a. Aliran darah
Aliran darah (blood flow) adalah sejumlah darah yang melalui
suatu titik pada sirkulasi dalam suatu periode tertentu, dengan
satuan liter /menit. Jumlah aliran darah pada individu dewasa
dalam keadaan istirahat rata-rata 5 liter/menit yang disebut curah
jantung (cardiac output). Curah jantung ditentukan oleh isi
sekuncup

(stroke

volume),

frekuensi

denyut

jantung,

kontraktilitas miokardium, dan sistem saraf otonom (bagian


simpatis dan parasimpatis) (Rokhaeni, 2001)
b. Tahanan perifer terhadap aliran darah
Tahanan / resistensi adalah hambatan terhadap aliran darah dalam
suatu pembuluh darah yang tidak dapat diukur secara langsung.
Tahanan perifer terhadap aliran darah ditentukan oleh elastisitas
pembuluh darah, diameter pembuluh darah, dan viskositas/
kekentalan darah (Rokhaeni, 2001).
2.1.3

Regulasi / Pengaturan Tekanan Darah


Secara umum pengaturan tekanan darah dapat dibedakan menjadi
dua yaitu pengaturan tekanan darah untuk jangka pendek dan
pengaturan tekanan darah untuk jangka panjang (Rokhaeni, 2001).
a. Pengaturan tekanan darah jangka pendek
1) Sistem saraf

10

Sistem

saraf

mempengaruhi

mengontrol
tahanan

tekanan

pembuluh

darah

darah.

dengan

Kontrol

ini

bertujuan untuk mempengaruhi distribusi darah sebagai


respon terhadap peningkatan kebutuhan bagian tubuh yang
spesifik, dan mempertahankan tekanan arteri rata-rata
(MAP/Mean Arterial Pressure) yang adekuat dengan
mempengaruhi diameter pembuluh darah. Umumnya kontrol
sistem saraf terhadap tekanan darah melibatkan baroreseptor,
kemoreseptor, dan pusat otak tertinggi (hipotalamus dan
serebrum) (Rokhaeni, 2001).
2) Kontrol kimia
Kadar oksigen dan karbondioksida membantu meregulasi
tekanan darah melalui refleks kemoreseptor. Beberapa kimia
darah juga mempengaruhi tekanan darah melalui kerja pada
otot polos atau pusat vasomotor. Hormon yang penting dalam
pengaturan tekanan darah adalah hormon yang dikeluarkan
oleh medula adrenal (norepinefrin dan epinefrin), natriuretik
atrium, hormon antidiuretik, angiotensin II, dan nitric oxide
(Rokhaeni, 2001).
b. Pengaturan tekanan darah jangka panjang
Baroreseptor dan organ ginjal berperan untuk pengaturan
tekanan darah jangka panjang. Baroreseptor dengan cepat
beradaptasi untuk meregulasi

terhadap peningkatan atau

11

penurunan tekanan darah yang berlangsung lama.

Organ

ginjal mempertahankan keseimbangan tekanan darah secara


langsung dan secara tidak langsung. Mekanisme secara
langsung dengan meregulasi volume darah rata-rata 5
liter/menit,

sementara

secara

tidak

langsung

dengan

melibatkan mekanisme renin angiotensin. Pada saat tekanan


darah menurun ginjal akan mengeluarkan enzim renin ke
dalam darah yang akan mengubah angiotensin menjadi
angiotensin II yang merupakan vosokontriktor kuat. Hal ini
akan meningkatkan tekanan darah sistemik, meningkatkan
aliran darah ke ginjal (Rokhaeni, 2001).

2.1.4

Klasifikasi Tekanan Darah


Tekanan darah pada orang dewasa diklasifikasikan seperti

yang

tercantum di Tabel 2.1


Tabel 2.1
Klasifikasi Tekanan Darah Usia Dewasa (>18 thn) dan Lansia
Kategori
Tekanan Darah
Tekanan Darah
Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Hipotensi
<100
<80
Normal
< 130
< 85
Normal Tinggi
130-139
85-89
Hipertensi :
Stadium 1 (Hipertensi Ringan)
140-159
90-99
Stadium 2 (Hipertensi sedang)
160-179
100-109
Stadium 3 (Hipertensi berat)
180-209
110-119
Stadium 4 (Hipertensi Maligna)
210
120
Sumber : Potter dan Perry, 1997: 779

12

2.1.5

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah


Tekanan darah seseorang tidak konstan sepanjang hari karena

dipengaruhi oleh banyak faktor , seperti usia, stress, medikasi, variasi


diurnal, dan jenis kelamin (Potter & Perry, 1997).
a. Usia
Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang
mengalami kenaikan tekanan darah (Potter dan Perry, 1997).
Tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun,
sedangkan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60
tahun kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun
drastis (Anonim, 2010). Pengaruh usia terhadap tekanan darah
dapat dilihat dari aspek pembuluh darah yaitu semakin bertambah
usia akan menurunkan elastisitas pembuluh darah arteri perifer
sehingga meningkatkan resistensi atau tahanan pembuluh darah
perifer. Peningkatan tahanan perifer akan meningkatkan tekanan
darah (Guyton, 2001).
b. Stres
Rasa cemas, takut, nyeri, dan stres emosi meningkat stimulasi
saraf otonom simpatik yang meningkatkan volume darah, curah
jantung, dan tekanan vascular perifer.

Efek stimulasi saraf

bagian simpatik ini dapat meningkatkan tekanan darah (Potter


dan Perry, 1997).
c. Medikasi

13

Banyak medikasi yang secara langsung maupun tidak langsung


mempengaruhi tekanan

darah,

seperti antihipertensi, dan

analgesik narkotik yang dapat menurunkan tekanan darah (Potter


dan Perry, 1997).
d. Variasi Diurnal
Tingkat tekanan darah berubah-ubah sepanjang hari dan tidak ada
orang yang pola dan derajat variasinya sama (Potter dan Perry,
1997). Tekanan darah paling tinggi di waktu pagi hari dan paling
rendah pada saat tidur malam hari yang dapat mencapai 80-90
mmHg sistolik dan 40-60 mmHg diastolik (Kusmana, 2002).
e. Jenis Kelamin
Secara klinis tidak ada perbedaan yang signifikan dari tekanan
darah pada anak laki-laki atau perempuan. Setelah pubertas, pria
cenderung memiliki tekanan darah yang lebih tinggi, sedangkan
setelah menopause wanita cenderung memiliki tekanan darah
yang lebih tinggi dari pada pria pada usia tersebut (Potter dan
Perry, 1997). Peningkatan tekanan darah pada lansia juga
merupakan pengaruh dari proses penuaan yang menyebabkan
terjadinya perubahan dan penurunan fungsi pada sistem
kardiovaskuler, seperi katup jantung akan menebal dan menjadi
kaku, kehilangan elastisitas pembuluh darah, dan meningkatnya
resistensi pembuluh darah perifer sehingga tekanan darah
meningkat (Mubarak, 2006). Tekanan darah tinggi (hipertensi)

14

merupakan salah satu factor resiko penting yang biasa


dimodifikasi, yang menyebabkan terjadinya penyakit arteri
koronaris (coronary artery disease) dan stroke. Selain tekanan
darah tinggi, factor resiko lain yang juga menyebabkan terjadinya
penyakit jantung, diantaranya makanan berkolesterol, kebiasaan
merokok, aktivitas fisik yang kurang, kegemukan, diabetes,
kebiasaan asupan garam berlebihan, kebiasaan minum alkohol,
rangsangan kopi yang berlebihan, dan faktor keturunan (Smeltzer
dan Bare, 2002; Lili dan Tantan, 2007).

2.1.6

Cara Pengukuran Tekanan Darah


Menurut Potter dan Perry (1997), pengukuran tekanan darah
dilakukan dengan langkah-langkah berikut ini :
a. Kaji tempat paling baik untuk melakukan pengukuran tekanan
darah.
b. Siapkan sphygmomanometer dan stetoskop serta alat tulis.
c. Anjurkan klien untuk mengindari kafein dan merokok 30 menit
sebelum pengukuran.
d. Bantu pasien mengambil posisi duduk atau berbaring.
e. Posisikan lengan atas setinggi jantung dan telapak tangan
menghadap keatas.
f. Gulung lengan baju bagian atas lengan.

15

g. Palpasi arteri brakialis dan letakkan manset 2,5 cm diatas nadi


brakialis, selanjutnya dengan manset masih kempis pasang
manset dengan rata dan pas sekeliling lengan atas.
h. Pastikan manometer diposisikan secara vertical sejajar mata dan
pengamat tidak boleh lebih jauh dari 1 meter.
i. Letakkan earpieces stetoskop pada telinga dan pastikan bunyi
jelas, tidak redup (muffled).
j. Ketahui letak ateri brakialis dan letakkan belt atau diafragma
chestpiece diatasnya serta jangan menyentuh manset atau baju
klien.
k. Tutup katup balon tekanan searah jarum jam sampai kencang.
l. Gembungkan manset 30 mmHg di atas tekanan sistolik yang
dipalpasi kemudian dengan perlahan lepaskan dan biarkan air
raksa turun dengan kecepatan 2-3 mmHg per detik.
m. Catat titik pada manometer saat bunyi pertama jelas terdengar.
n. Lanjutkan mengempiskan manset dan catat titik dimana bunyi
redup timbul.
o. Lanjutkan mengempiskan manset, catat titik pada manometer
sampai 2 mmHg terdekat/ saat bunyi tersebut hilang.
p. Kempiskan manset dengan cepat dan sempurna. Buka manset
dari lengan kecuali jika ada rencana untuk mengulang.
q. Bantu klien untuk kembali ke posisi yang nyaman dan rapikan
kembali lengan atas serta beritahu hasil pengukuran pada klien.

16

Beberapa hal yang harus diingat dalam pengukuran tekanan


darah, diantaranya :
1) Ukurlah tekanan darah sebelum makan atau 30 menit
sesudah makan,

merokok, mengkonsumsi

alkohol,

maupun kafein (Lili dan Tantan, 2007).


2) Ukurlah tekanan darah sebelum dan setelah berolahraga
atau ukurlah tekanan darah segera sesudah latihan (Lili
dan Tantan, 2007; Mahler dkk. 1995).

2.1.7. Tekanan arteri rata-rata ( MAP/Mean Arterial Pressure )


Pada pengukuran tekanan darah arteri, yang perlu di
perhatikan adalah kondisi jantung dalam memompa darah. Ada dua
macam tekanan yang ditemukan pada pengukuran tekanan darah
yaitu tekanan sistolik dan diastolik. Tekanan sistolik adalah tekanan
tertinggi yang terjadi saat jantung berkontraksi yaitu kondisi dimana
ventrikel berada dalam titik kontraksi terrendah, dan angka normal
120mmHg. Sedangkan tekanan diastolik terjadi pada saat ventrikel
berelaksasi, dengan angka norma 80mmHg. Selisih tekanan sistolik
dan diastolik disebut pulse pressure atau tekanan nadi. Dan akan
terus berubah sesuai dengan pertambahan usia. Sedangkan tekanan
darah vena, dapat dideteksi pada CVP (Central Venous Pressure)
yang berlokasi di sternum dan Mid Axillar Line dengan nilai

17

normalnya pada daerah sternum 0 - 5 cmH2O dan Mid Axillar line =


5-15 cmH2O (Nugroho, 2008).
Tekanan darah arteri rata-rata adalah gaya utama yang
mendorong kearah jaringan. Tekanan ini diukur secara ketat dimana
tekanan tersebut harus cukup tinggi untuk menghasilkan gaya dorong
yang cukup. Tanpa tekanan ini, otak dan jaringan lain tidak akan
menerima aliran darah yang adekuat seberapapun penyesuaian lokal
mengenai resistensi arteriol ke organ-organ. Selain itu tekanan ini
tidak boleh terlalu tinggi sehingga menimbulkan beban kerja
tambahan jantung dan meningkatkan resiko kerusakan serta
kemungkinan ruptur pembuluh darah halus.
Setelah hasil pengukuran dua tekanan darah (sistolik dan
diastolik) didapati, tekanan arteri rata-rata bisa di ukur dengan
menggunakan rumus (Motzer & Bridges : 2009) :
MAP = (S+2D)/3
MAP = Mean Arterial Pressure / Tekanan arteri rata-rata
S

= Tekanan darah sistolik

= Tekanan darah diastolik

Jadi perhitungannya, apabila seseorang mempunyai tekanan


darah arteri 120/80 mmHg, maka MAPnya adalah (120+160)/3 yaitu
93,4 mmHg.
Ini merupakan hal penting yang perlu diketahui karena
tekanan darah arteri rata-rata menggambarkan kondisi tekanan darah

18

yang ada pada darah saat keluar dari jantung. Tekanan yang rendah
mengakibatkan suplai darah kurang ke jaringan sehingga oksigen dan
zat gisi makanan tidak tersampaikan dan akhirnya dapat terjadi
penurunan metabolisme tubuh. Kondisi ini disebut hipoksia
(Fildzania, 2011).

2.2 LANJUT USIA ( LANSIA )


2.2.1

Pengertian lanjut usia


Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses menua.
Dalam mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan
Koordinasi Keluarga Berencana Nasional ada tiga aspek yang perlu
dipertimbangkan yaitu aspek biologi,aspek ekonomi, dan aspek
sosial.
Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang
mengalami proses penuaan yang secara terus menerus yang ditandai
dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya
terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal
ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel,
jaringan, serta sistim organ. Secara ekonomi penduduk lanjut usia
lebih dipandang sebagai beban dari pada sebagai sumber daya.
Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi
memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan

19

bahwa kehidupan masa tua sering kali dipersepsikan secara negative


sebagai beban keluarga dari masyarakat (Darmojo, 2006).
Dari aspek sosial, penduduk lansia merupakan satu kelompok
sosial sendiri. Di negara barat, penduduk lanjut usia menduduki
strata sosial di bawah kaum muda. Hal ini dilihat dari keterlibatan
mereka terhadap sumber daya ekonomi, pengaruh terhadap
pengambilan keputusan serta luasnya hubungan sosial yang semakin
menurun. Akan tetapi di Indonesia penduduk lanjut usia menduduki
kelas sosial yang tinggi yang harus dihormati oleh warga muda
(Suhartini, 2009).
Menurut Darmajo (2006) masa tua adalah suatu dimana orang
dapat merasa puas dengan keberhasilan lainnya. Tetapi bagi orang
lain, periode ini adalah permulaan kemunduran. Usia tua dipandang
sebagai masa kemunduran, masa kelemahan manusiawi dan sosial
sangat

tersebar

luas

dewasa

ini.

Pandangan

ini

tidak

memperhitungkan bahwa kelompok lanjut usia bukanlah kelompok


orang yang homogen. Usia tua dialami dengan cara yang berbedabeda. Ada orang berusia lanjut yang mampu melihat arti penting usia
tua dalam konteks eksistensi manusia, yaitu sebagai masa hidup yang
memberi mereka kesempatan untuk tumbuh berkembang dan
bertekad berbakti. Ada juga lanjut usia yang memandang usia tua
dengan sikap-sikap yang berkisar antara kepasrahan yang pasip dan
pembrontakan, penolakan, dan keputusasaan (Darmojo, 2006).

20

Lansia ini menjadi terkunci dalam diri mereka sendiri dan


dengan demikian semakin cepat proses kemerosotan jasmani dan
mental mereka sendiri. Disamping itu untuk mendifinisikan lanjut
usia dapat ditinjau dari pendekatan kronologi. Usia kronologi
merupakan usia seseorang ditinjau dari hitungan umur dalam angka.
Dari berbagai aspek pengelompokan lanjut usia yang paling mudah
digunakan adalah usia kronologi, karena batasan usia ini mudah
untuk diimplementasikan, karena informasi tentang usia hampir
selalu

tersedia

pada

berbagai

sumber

data

kependudukan

(Notoatmojo, 2007).
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO ) menggolongkan lanjut
usia menjadi empat yaitu; usia pertengahan 45-59 tahun, lanjut usia
60-74 tahun, lanjut usia tua 75-90 tahun, dan usia sangat tua 90
tahun. Batasan lanjut usia yang tercantum dalam Undang- Undang
No 4 tahun 1965 tentang pemberian bantuan penghidupan orang
jompo, bahwa yang berhak mendapatkan bantuan adalah mereka
yang berusia 56 tahun ke atas. Dengan demikian dalam undangundang tersebut menyatakan bahwa lanjut usia adalah yang berusia
56 tahun ke atas. Namun demikian masih terdapat perbedaan dalam
menetapkan batasan usia seseorang untuk dapat dikelompokkan ke
dalam penduduk lanjut usia. Dalam penelitian ini digunakan batasan
umur antara 60 tahun keatas untuk menyatakan orang lanjut usia
(Notoatmojo, 2007).

21

2.2.2

Konsep Usia Lanjut


Usia lanjut a dalah suatu proses alami yang tidak dapat
dihindarkan. Proses menjadi tua disebabkan oleh faktor biologik
yang terdiri dari tiga fase yaitu fase progresif, fase stabil, fase
regresi. Dalam fase regresif mekanisme lebih kearah kemunduran
yang dimulai dalam sel, komponen terkecil manusia. Sel-sel menjadi
aus karena lama berfungsi sehingga mengakibatkan kemunduran
yang dominan dibandingkan terjadinya pemulihan. Di dalam
struktur anatomi proses menjadi tua terlihat sebagai kemunduran di
dalam sel. Proses ini berlangsung secara alamiah, terus menerus dan
berkesinambungan, yang selanjutnya akan menyebabkan perubahan
anatomi, fisiologis dan biokimia pada jaringan tubuh dan akhirnya
akan

mempengaruhi

fungsi

dan

kemampuan

badan

secara

keseluruhan. Pada tahun 1977 Birren dan Jenner (Anonim, 2001)


mengusulkan untuk membedakan antara:
a. Usia biologis yaitu jangka waktu seseorang sejak lahir berada
dalam keadaan hidup, tidak mati.
b. Usia psikologis yaitu kemampuan seseorang untuk mengadakan
penyesuaian-penyesuaian kepada situasi yang dihadapinya.
c. Usia sosial yaitu peran yang diharapkan atau diberikan
masyarakat kepada seseorang sehubungan dengan usianya.
Ketiga hal ini saling mempengaruhi dan prosesnya saling
berkaitan.

22

Menjadi tua ditandai oleh kemunduran-kemunduran biologis


yang terlihat sebagai gejala-gejala kemunduran fisik antara lain;
a. Kulit mulai mengendur dan pada wajah timbul keriput serta
garis-garis yang menetap.
b. Rambut mulai beruban dan menjadi putih.
c. Gigi mulai berlubang.
d. Penglihatan dan pendengaran berkurang.
e. Mudah lelah.
f. Gerakan menjadi lamban dan kurang lincah.
g. Kerampingan tubuh menghilang, disana sini terjadi timbunan
lemak terutama dibagian perut dan pinggul.
Kemunduran kemampuan kognitif antara lain sebagai berikut;
a. Suka lupa, ingatan tidak berfungsi baik.
b. Hal-hal dimasa muda lebih banyak diingat dari pada hal-hal yang
baru terjadi, hal yang pertama dilupakan adalah nama-nama.
c. Orientasi umum dan persepsi terhadap waktu dan ruang/ waktu
juga mundur, erat hubungannya dengan daya ingat yang sudah
mundur dan juga karena pandangan biasanya sudah menyempit.
d. Meskipun telah mempunyai banyak pengalaman, skor
dicapai dalam test-test intelegensi menjadi lebih rendah.
e. Tidak mudah menerima hal-hal atau ide-ide baru

yang

23

Kemandirian pada usia lanjut dinilai dari kemampuan untuk


melakukan aktivitas sehari-hari ( Activities of Daily Life = ADL) .
Apakah mereka tanpa bantuan dapat bangun, mandi, ke WC, kerja
ringan, olah raga, berpakaian rapi, membersihkan kamar, tempat
tidur, mengunci pintu dan jendela, pergi kepasar, dll. Yang normal
dilakukan pada masa muda. Menurut tingkat kemandiriannya para
usia lanjut dapat digolongkan dalam kelompok-kelompok sebagai
berikut;
a. Usia lanjut mandiri sepenuhnya.
b. Usia lanjut mandiri dengan bantuan langsung keluarganya.
c. Usia lanjut mandiri dengan bantuan secara tidak langsung.
d. Usia lanjut dengan bantuan badan sosial.
e. Usia lanjut di panti werda.
f. Usia lanjut yang dirawat di rumah sakit.
g. Usia lanjut dengan gangguan mental
Salah

satu

faktor

yang

sangat

menentukan

tingkat

kemandirian pada usia lanjut adalah keadaan mental , karena pada


usia lanjut sering mengalami apa yang disebut dementia yaitu
kemunduran dalam fungsi berfikir. Gangguan biasanya dimulai
dengan sukar mengingat apa yang didengar atau dibaca sampai
dengan bicara tanpa ada ujung pangkalnya. Gangguan kesehatan
pada usia lanjut seringkali disebabkan oleh proses degenerative yang
dialami oleh usia lanjut. Hasil survey rumah tangga (Anonim, 1995)

24

menunjukkan angka kesakitan dan disability sebesar 11,5% pada usia


45-59 tahun dan 9,2% pada usia lebih dari 60 tahun dengan berbagai
jenis penyakit degenerative seperti gangguan pernafasan, gangguan
pencernaan, dan penyakit infeksi.

2.2.3

Perubahan Kondisi Fisik


Meskipun

perubahan dari tingkat sel sampai kesemua

system organ tubuh, diantaranya system pernafasan, pendengaran,


penglihatan,

kardiovaskuler,

sistem

pengaturan

tubuh,

muskuluskletal, gastrointestinal, integument dan lain-lain. Masalahmasalah fisik sehari-hari yang sering ditemukan pada lanjut usia
menurut Mubarak ( 2006 ) adalah sebagai berikut;
1) Mudah jatuh
2) Mudah lelah
3) Kekacauan mental akut
4) Nyeri pada dada, berdebar debar
5) Sesak nafas pada saat melakukan aktifitas fisik
6) Pembengkakan pada kaki bawah
7) Nyeri pinggang atau punggung dan pada sendi panggul
8) Sulit tidur dan sering pusing
9) Berat badan menurun

25

10) Gangguan pada fungsi penglihatan, pendengaran, dan sukar


menahan air kencing
Perubahan fungsi organ yang terjadi akibat proses penuaan,
tidak sama antara satu dengan yang lainnya, secara umum dijumpai
penurunan fungsi secara menyeluruh. Perubahan fungsi organ yang
terjadi pada lansia adalah sebagai berikut :
a.

Sistem integumen
Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kering
dan kurang elastis karena menurunnya cairan dan hilangnya
jaringan adipose, kulit pucat dan terdapat bintik-bintik hitam
akibat menurunnya aliran darah ke kulit dan menurunnya selsel yang memproduksi pigmen kuku pada jari tangan dan
kaki menjadi tebal dan rapuh, rambut menipis dan botak,
kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya (Ganong,
2002).

b.

Temperatur tubuh
Temperatur tubuh menurun akibat kecepatan metabolisme
yang menurun, keterbatasan reflek, menggigil dan tidak dapat
memproduksi panas yang banyak yang diakibatkan oleh
merendahnya aktifitas otot.

c.

Sistem muskuloskletal, kecepatan dan kekuatan otot skeletal


berkurang , pengecilan otot akibat menurunnya serabut otot.

d.

Sistem penginderaan (pengecapan dan pembau), menurunnya

26

kemampuan atau melakukan pengecapan dan pembauan,


sensitifitas terhadap empat

rasa menurun setelah usia 50

tahun.
e.

Sistem perkemihan
Ginjal mengecil, nefron menjadi atropi, aliran darah menurun
sampai 50% fungsi tubulus berkuranng akibatnya kurang
mampu memekatkan urine, BJ urin menurun, proteinuria,
BUN meningkat, ambang ginjal terhadap glukosa meningkat,
kandung kemih sulit dikosongkan pada pria akibatnya retensi
urine (Guyton, 2001).

f.

Sistem pernapasan
Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku,
menurunnya aktifitas selia, berkurangnya aktifitas paru,
alveoli ukurannya melebar dari biasa dan jumlahnya
berkurang, serta berkurangnya reflek batuk.

g.

Sistem gastroentestinal
Kehilangan gigi, indra pengecap menurun, esophagus
melebar, rasa lapar menurun, asam lambung menurun, waktu
pengosongan

lambung

menurun,

peristaltik

melemah

sehingga dapat mengakibatkan konstipasi, kemampuan


absorbsi menurun, hati mengecil, produksi saliva menurun,
produksi HCL dan pepsin menurun pada lambung.
h.

Sistem penglihatan

27

Kornea lebih berbentuk selindris, spingter pupil timbul


sclerosis dan hilangnya respon terhadap sinar, lensa menjadi
keruh, meningkatnya ambang penglihatan sinar ( daya
adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, susah melihat
cahaya gelap ). Berkurang atau hilangnya daya akomodasi,
menurunnya lapang pandang, berkurang luasnya pandangan,
berkurangnya sensitifitas terhadap warna.
i.

Sistem pendengaran
Presbiakusis atau berkurangnya pendengaran pada lanjut
usia, membran timpani

menjadi atropi menyebabkan

otoklerosis, penumpukan serumen hingga mengeras karena


peningkatan kratin, berkurangnya persepsi nada tinggi
(Darmojo, 2006).
j.

Sistem saraf
Berkurangnya berat otak hingga 10-20 %, berkurangnya sel
kortikal, reaksi menjadi lambat, kurang sensitive terhadap
sentuhan, berkurangnya aktifitas sel, bertambahnya waktu
jawaban motorik, hantaran neuron motorik melemah,
kemunduran fungsi saraf otonom (Darmojo, 2006).

k.

Sistem endokrin
Produksi hampir semua hormone menurun, fungsi paratiroid
dan sekresi tidak berubah, berkurangnya ACTH, TSF, FSH,
LH, menurunnya aktifitas tiroid akibatnya basal metabolisme

28

menurun, menurunnya

produksi aldosteron, menurunnya

sekreksi hormone, progesterone,estrogen, dan aldosteron,


bertambahnya insulin (Darmojo, 2006).
l.

Sistem reproduksi
Selaput lendir vagina kering atau menurun, menciutnya
ovarium dan uterus, atropi

payudara, testis masih dapat

memproduksi, meskipun adanya

penurunan berangsur-

angsur dan dorongan seks menetap sampai diatas usia 70


tahun, asal kondisi kesehatan

baik, penghentian produksi

ovum pada saat menopause (Darmojo, 2006).


m.

Sistem kardiovaskuler
Jantung normal yang menua pada lanjut usia masih mampu
menghasilkan curah jantung secara normal pada suasana
biasa,

tetapi

kemampuannya

merespons

situasi

yang

menimbulkan stres fisik maupun mental menurun (Smeltzer


& Bare, 2002). Perubahan yang terjadi pada sistem
kardiovaskuler dapat dipahami dari organ jantung dan
pembuluh darah. Pada lansia jantung kirinya mengalami
pengecilan karena rendahnya beban kerja, terjadi penebalan
dan kekakuan/penebalan katup jantung, serta terdapatnya
jaringan ikat pada sistem hantaran khusus jantung (nodus SA,
AV, dan berkas his). Hal ini mengakibatkan penurunan
kontraktilitas miokardium, lamanya waktu pompa ventrikel

29

kiri, dan perlambatan sistem hantaran jantung. Katup jantung


menebal dan menjadi kaku , kemampuan jantung memompa
darah menurun 1 % per tahun mulai umur 30 tahun. Lanjut
usia juga menyebabkan menurunnya elastistas pembuluh
darah arteri perifer yang meningkatkan tahanan perifer total
(total perifer resisten) (Smeltzer & Bare, 2002).

2.3 Senam Lanjut Usia ( Senam Lansia )


2.3.1

Pengertian dan manfaat kesegaran jasmani


Senam adalah suatu bentuk latihan fisik yang teratur yang
merupakan representasi dari ciri kehidupan. Senam merupakan suatu
bentuk latihan fisik yang dikemas secara sistimatis yang tersusun
dalam suatu program yang bertujuan untuk meningkatkan kesegaran
tubuh. Memberikan pengaruh baik (positif ) terhadap kemampuan
fisik seseorang, apabila dilakukan secara

baik dan benar. Hasil

survey pembuatan norma kesegaran jasmani pada usia lanjut yang


dilakukan oleh Departemen Kesehatan pada tahun 1992-1993
menemukan bahwa sekitar 90%

usia lanjut memiliki tingkat

kesegaran jasmani yang rendah, terutama pada komponen daya tahan


kardio- respiratori dan kekuatan otot. Hal tersebut dapat dicegah
dengan melakukan latihan fisik yang baik dan benar. Manfaat latihan
fisik bagi kesehatan adalah sebagai upaya promotif, preventif,
kuratif, dan rehabilitatif. Manfaat tersebut ditinjau secara fisiologis,
psikologis dan sosial (Nugroho, 2008).

30

2.3.2 Aspek Fisiologi Senam Lansia


Selama melakukan senam lansia terjadi kontraksi otot skletal
(rangka) yang akan menyebakan respons mekanik dan kimiawi.
Menurut Ronny (2009), respons mekanik pada saat otot berkontraksi
dan berelaksasi menyebabkan kerja katup vena menjadi optimal
sehingga darah yang balik ke ventrikel kanan menjadi meningkat.
Aliran balik jantung yang meningkat mempengaruhi peningkatan
regangan pada ventrikel kiri jantung sehingga curah jantung
meningkat sampai mencapai 4-5 kali dibandingkan curah jantung
saat istirahat (Latief, 2002).
Respons kimiawi menghasilkan penurunan pH dan kadar PO2,
terakumulasinya asam laktat, adenosin dan K+ oleh metabolisme
selama otot aktif berkontraksi (Ronny, 2009). Akumulasi zat
metabolik ini menyebabkan pembuluh darah mengalami dilatasi
yang akan menurunkan tekanan arteri, namun berlangsung sementara
karena adanya respon arterial baroreseptor dengan meningkatkan
denyut jantung dan isi sekuncup sehingga tekanan darah meningkat
(Latief, 2002).
Tekanan darah yang meningkat akan meningkatkan stimulus
impuls pada pusat baroresptor di arteri karotis dan aorta. Impuls ini
akan menuju pusat pengendalian kardiovaskuler di medula oblongata
melalui

neuron sensorik yang akan mempengaruhi kerja saraf

simpatis dan melepaskan NE (norepinephrin dan epinephrin), dan

31

saraf parasimpatis yang akan melepaskan lebih banyak ACH yang


mempengaruhi SA node yang akan menurunkan tekanan darah
(Guyton, 2001).
2.3.3

Prinsip Program Latihan Senam


Program senam mempunyai prinsip antara lain:
a.

Membantu tubuh agar tetap bergerak/ berfungsi.

b.

Menaikkan kemampuan daya tahan tubuh

c.

Memberi kontak psikologis dengan sesama, sehingga tidak


merasa tersaing

d.

Mencegah terjadinya cedera

e.

Mengurangi / menghambat proses penuaan

Ketentuan- ketentuan senam :


Dosis latihan senam adalah; Lama latihan minimum ; 30 - 40 menit
(termasuk pemanasan dan pendinginan).
1. Pada awal senam lakukan dahulu pemanasan, peregangan,
kemudian latihan

inti dan pada akhir latihan lakukan

pendinginan dan peregangan lagi.


2. Sebelum senam boleh minum cairan terlebih dahulu untuk
menggantikan keringat yang hilang. Selalu diingat untuk
minum air sebelum , selama dan sesudah berlatih.

32

3. Makan sebagian telah selesai dua jam sebelum latihan, agar


tidak mengganggu pencernaan. Kalau latihan pada pagi hari
tidak perlu makan sebelumnya.
4. Senam diawasi oleh para pelatih, agar tidak terjadi cedera.
5. Senam dilakukan secara lambat, tidak boleh cepat dan dan
gerakan tidak boleh menyentak dan memilir ( memutar )
terutama untuk tulang belakang.
6. Pakaian yang dikenakan terbuat dari bahan ringan dan tipis,
jangan memakai pakaian tebal dan sangat menutup badan,
seperti training spak lengkap dan tebal.
7. Jenis sepatu yang dianjurkan adalah sepatu lari atau sepatu
untuk berjalan kaki yang mempunyai sol/ bantalan yang tebal
pada daerah tumit.
8. Waktu senam sebaiknya pagi dan sore hari, bukan pada siang
hari, bila latihan diluar gedung.
9. Tempat senam sebaiknya berupa lapangan atau taman.
10. Landasan tempat senam sebaiknya tidak terlalu keras dan
dianjurkan berlatih diatas tanah atau rumput dan bukan
diatas lantai ubin atau semen yang keras, hal ini untuk
mengurangi cedera kaki dan tungkai (Menpora, 2008).

33

2.3.4

Hal-hal Yang menjadi Perhatian Dalam Melakukan Senam


Demi Keselamatan Lansia
a. Komponen-komponen kesegaran jasmani yang dilatih selama
senam

meliputi; Ketahanan kardio pulmonal, kelentukan,

kekuatan otot, komposisi tubuh, keseimbangan, kelincahan


gerak.
b. Selalu memperhatikan keselamatan/menghindari cedera
c. Senam dilakukan secara teratur dan tidak terlalu berat,sesuai
dengan kemampuan
d. Senam dilakukan dengan dosis berjenjang atau dosis
dinaikkan sedikit demi sedikit
e. Hindari kompetensi dalam bentuk apapun
f. Perhatikan

kontraindikasi

senam

dan

sebaiknya

dikonsultasikan ke dokter terlatih dahulu. Pengukuran tingkat


kesegaran jasmani diperlukan untuk penjaringan kesehatan
dan merupakan tahap persiapan senam.

2.3.5

Teknik dan Cara Senam


Latihan senam yang dilakukan dalam tiga segmen
a. Pemanasan (warming up)
Gerakan umum (yang dilibatkan sebanyak-banyaknya otot dan
sendi) di lakukan secara lambat dan hati-hati. Dilakukan bersama
dengan peregangan (stretching). Lamanya kira-kira 8-10 menit.
Pada 5 (lima) menit terakhir pemanasan dilakukan lebih cepat.

34

Pemanasan

dimaksud

untuk

mengurangi

cedera

dan

mempersiapkan sel-sel tubuh agar dapat turut serta dalam proses


metabolisme yang meningkat (Menpora, 2008).
b. Latihan inti
Tergantung pada komponen/faktor yang dilatih maka bentuk
latihan tergantung pada faktor fisik yang paling buruk. Gerakan
senam dilakukan berurutan seperti contoh dalam buku ini dapat
diiringi dengan musik yang disesuaikan dengan gerakan.

Untuk usia lanjut biasanya dilatih :


1. Daya tahan (endurance)
2. Kardiopulmonal dengan latihan latihan yang bersifat aerobik
3. Fleksibilitas dengan peregangan
4. Kekuatan otot dengan latihan beban
5. Komposisi tubuh dapat diatur dengan pengaturan pola makan ,
latihan aerobik, kombinasi dengan latihan beban kekuatan.
c. Pendinginan (cooling down)
Dilakukan secara aktif artinya sehabis latihan shit-up perlu
dilakukan gerakan umum yang ringan sampai suhu tubuh
kembali normal yang ditandai dengan pulihnya denyut nadi dan
terhentinya keringat. Pendinginan dilakukan seperti pada
pemanasan yaitu selama 8-10 menit.

35

2.4

Pengaruh Senam Lansia Terhadap Tekanan Darah


Menurut Martha dkk. (1995), olahraga dapat menurunkan
tekanan darah. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan
oleh Psffenbarger dari Universitas Stanford yang meneliti 15.000
tamatan Universitas Havard untuk 6-10 tahun. Selama pendidikan
berlangsung didapatkan bahwa 681 tamatan Havard tersebut
menderita peningkatan tekanan darah ( 160/95). Ternyata alumni
yang tidak terlibat olahraga dan kegiatan mempunyai resiko untuk
mendapat peningkatan tekanan darah 35% lebih besar dari mereka
yang berolah raga. Olahraga dapat menyebabkan pertumbuhan
pembuluh darah kapiler yang baru

sehingga dapat mengurangi

penyumbatan dalam pembuluh darah yang berarti dapat menurunkan


tekanan darah. Walaupun kesanggupan jantung untuk melakukan
pekerjaannya

bertambah

melalui

olah

raga,

pengaruh

dari

berkurangnya hambatan tersebut memberikan penurunan tekanan


darah yang berarti.
Prinsip yang penting dalam olahraga untuk mereka yang
menderita tekanan darah tinggi ialah melalui dengan olahraga ringan
lebih dahulu sepert jalan kaki atau senam. Berjalan kaki secara
teratur sekitar 30-45 menit setiap hari dan makin lama jalan dapat
dipercepat akan menurunkan tekanan darah. Dengan olah raga
seperti senam maka sel, jaringan membutuhkan peningkatan oksigen
dan glukosa untuk membentuk ATP. Terkait dengan pembuluh darah

36

maka dapat digambarkan bahwa pembuluh darah mengalami


pelebaran (vasodilatasi), serta pembuluh darah yang belum terbuka
akan terbuka sehingga aliran darah ke sel, jaringan meningkat
(Darmojo, 2006).

37

BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1

Kerangka Berpikir
Menurut UU No.13 Tahun 1998, seseorang yang berusia
diatas 60 tahun yang disebut lansia sangat rentan terhadap penyakit
kardiovaskuler, dan paling penting untuk diketahui adalah lansia
sangat rentan mengalami labilitas tekanan darah, salah satunya
tekanan darah tinggi. Hal ini sesuai dengan teori menurut Potter dan
Perry (1997) yang mengatakan bahwa setiap orang akan mengalami
tekanan darah tinggi seiring dengan bertambahnya usia. Peningkatan
tekanan darah pada lansia merupakan pengaruh dari proses penuaan
(lansia), yang menyebabkan terjadinya perubahan struktur dan
penurunan fungsi

pada sistem kardiovaskuler (Mubarak, 2006).

Selain itu tekanan darah tinggi pada lansia akibat adanya berbagai
faktor

yang mempengaruhi seperti stress, jenis kelamin, variasi

diurnal, medikasi, kegemukan, diabetes, makanan berkolesterol, pola


hidup yang tidak sehat, pekerjaan, lingkungan kerja, lingkungan
sosial, dan olah raga.
Meskipun lansia mengalami penyakit terutama tekanan darah
tinggi, hal tersebut dapat dicegah. Adapun caranya adalah dengan
terapi

farmakologis dan terapi

nonfarmakologis. Terapi

farmakologis, yaitu dengan mengkomsumsi obat penurunan tekanan

38

darah yang harus diminum seumur hidup. Tetapi farmakologis


banyak menimbulkan efek samping yang tidak menyenangkan bagi
tubuh

sehingga

penggunaannya

diikuti

dengan

terapi

nonfarmakologi, salah satunya dengan melakukan senam lansia. Hal


ini sesuai dengan teori Ronny (2009) yang mengatakan bahwa saat
berolahraga seperti senam lansia

akan merangsang

kerja saraf

simpatis dan parasimpatis yang akhirnya dapat menurunkan tekanan


darah lansia.

39

3.2

Konsep Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dibuat kerangka konsep dalam

bentuk bagan sebagai berikut :

SENAM
LANSIA

Faktor Eksternal

Faktor Internal
-

Umur
Jenis Kelamin
Berat Badan
Genetik

Penurunan tekanan darah


sistole, diastol dan tekanan
arteri rata-rata

Gambar 3.1 Kerangka Konsep

Makanan
Stres
Obat-obatan
Lingkungan kerja
Lingkungan sosial
Pekerjaan
Olahraga

40

3.3 Hipotesis Penelitian


Berdasarkan kerangka berpikir dan konsep dapat dirumuskan hipotesis
sebagai jawaban sementara dari penelitian ini sebagai berikut:
1.

Pelatihan Senam Lansia dapat menurunkan tekanan darah sistolik pada


lansia di Banjar Tuka Dalung.

2.

Pelatihan Senam Lansia dapat menurunkan tekanan darah diastolik pada


lansia di Banjar Tuka Dalung.

3.

Pelatihan Senam Lansia dapat menurunkan tekanan darah arteri rata-rata


pada lansia di Banjar Tuka Dalung.

41

BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian


Penelitian

ini

adalah

penelitian

eksperimental

dengan

ranc

angan penelitian yang digunakan adalah Pre and Post test Kontrol Group
Design (Pocock, 2008) Masing-masing kelompok yang terdiri dari 16 orang
kelompok-1 dan 16 orang kelompok-2. Semua kelompok kontrol (kelompok
satu) tidak diberi pelatihan, sedangkan kelompok perlakuan (kelompok dua)
diberi pelatihan senam lansia. Rancangan penelitian seperti pada gambar 4.2 di
bawah ini :

P0

RA

O1

02

O3

04

Keterangan:
P : Populasi
R : Randomisasi
S : Sampel
RA : Random alokasi
P1 : perlakuan yaitu senam lansia 3 kali seminggu selama 6
minggu
P0 : tanpa perlakuan
O1: pengukuran pertama kelompok kontrol
O2: pengukuran kedua kelompok kontrol
O3 : pengukuran pertama kelompok perlakuan
O4 : pengukuran kedua kelompok perlakuan

P1

Gambar 4.1. Rancangan Penelitian Quasi-Exsperimental dengan


Pre and Posttes Kontrol Group Design

42

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Banjar Tuka Dalung selama 6 minggu pada
bulan Juni sampai Juli 2013 (minggu pertama Juni sampai minggu kedua Juli)
setiap sore pukul 17. 00 WITA pada hari Senin, Rabu, dan Jumat.

4.3 Populasi dan Sampel


4.3.1

Populasi
Populasi Target

: Seluruh penduduk lanjut usia hipertensi di Banjar

Tuka Dalung
Populasi Terjangkau

Penduduk lanjut usia yang memiliki tekanan darah tinggi di Banjar Tuka
Dalung pada bulan Juni Juli 2013
4.3.2

Sampel
Sampel didapat dari populasi penelitian yang memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi sebagai berikut :
a. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik subjek penelitian dari suatu populasi
target yang diteliti (Nursalam, 2009). Kriteria inklusi dalam penelitian
ini adalah :
1. Berdomisili di Banjar Tuka Dalung
2. Jenis kelamin perempuan
3. Usia 60 tahun keatas

43

4. Memiliki tekanan darah 140/90 mmHg, sistolik antara 140-160


mmHg, diastolik antara 90-100 mmHg
5. Tidak sedang mengkonsumsi obat hipertensi
b. Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek yang
memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam,
2009). Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah :
1. Memiliki penyakit penyerta (demam, pusing, nyeri dada, sesak
nafas).
2. Baru sembuh dari sakit
c. Kriteria drop out
1. Menderita sakit atau cidera pada saat pelatihan
2. Menarik diri sebagai subjek penelitian
d. Besar Sampel
Besar

sampel

ditentukan

berdasarkan

hasil

penelitian

pendahuluan sebanyak enam orang lansia di Banjar Tuka Dalung.


Rerata tekanan darah sebelum pelatihan ( ) = 142 mmHg standar
deviasi = 9,8 Rerata tekanan darah setelah pelatihan (  )= 130
mmHg. Besar sampel (n) dihitung dengan rumus Pocock (2008) sebagai
berikut
 =

 


. f ( .)

44

Keterangan :
n

= jumlah sampel

= Standar deviasi = 9,8

= 142 (rerata tekanan darah systole sebelum perlakuan)

= 130 ( rerata tekanan darah systole sesudah perlakuan)

f (.) = 10,5 (konstanta dalam tabel Pocock) (Pocock, 2008)

dapat dihitung :
 =

 


. f ( .)

 (,)

= (
)

x 10,5

= 13,45 dibulatkan menjadi 14

Dari perhitungan dengan menggunakan rumus diatas di dapat besar sampel


jumlah minimal sebanyak 14 orang, untuk mengantisipasi apabila sampel
yang terpilih droup out karena kriteria eksklusi maka jumlah sampel
ditambah 10%. Maka didapat jumlah sampel 14+2 =16 orang dikalikan dua
sesuai dengan jumlah kelompok, sehingga banyak seluruhnya 32 orang.

e. Teknik penentuan Sampel


Penentuan sampel dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi di tentukan
dengan secara acak sederhana mendapatkan banyaknya sampel
sesuai dengan hasil perhitungan dengan rumus Pocock.
2. Sampel dibagi dua kelompok dengan masing-masing kelompok
sejumlah 16 orang lansia. pembagian kelompok dilakukan dengan

45

cara acak sederhana. Selanjutnya kelompok 1 tidak dilakukan senam


lansia dan kelompok 2 dilakukan senam lansia.

4.4 Variable Penelitian dan Definisi Operasional Variabel


4.4.1

Variabel penelitian
Variabel bebas : Pelatihan Senam Lansia
Variabel tergantung : Tekanan darah sistol, tekanan darah diastol, dan rerata
tekanan darah arteri (MAP)

4.4.2

Definisi operasional
a.

Senam lansia adalah aktivitas senam yang dilakukan oleh lansia sesuai
tahap-tahapan dalam protap dengan frekuensi 3 kali dalam seminggu
selama 6 minggu, intensitas 80 % denyut nadi maksimal, dan dengan
durasi 40 menit.

b.

Tekanan darah adalah besarnya tekanan yang diukur dengan


spignomanometer

dan

dinyatakan

dalam

satuan

mmHg

(milimeterHidragirum).
c.

Lansia hipertensi adalah penduduk yang mengalami proses penuaan


terus menerus dan ditandai dengan perubahan dan penurunan biologis
dan memiliki tekanan darah sistolik > 140 mmHg dan diastolik > 90
mmHg

d.

Tekanan darah sistol adalah tekanan yang terjadi saat jantung


memompa darah ke dalam pembuluh darah sesuai bunyi Korotkov I.

46

e.

Tekanan darah diastol merupakan tekanan darah pada saat jantung


relaksasi, ditentukan sesuai bunyi Korotkov IV.

f.

Mean Arterial Presure ( MAP) atau tekanan arteri rata-rata adalah nilai
yang diperoleh dengan rumus (systole + 2 diastole)/3.

4.5 Instrumen Penelitian


a.

Tensi meter merk Riester untuk mengukur tekanan darah lansia yang
dilakukan secara auskultasi dengan stetoskop dalam satuan mmHg.

b.

Alat tulis untuk mencatat data dan dokumentasi untuk merekam hasil
penelitian.

4.6 Prosedur Penelitian


4.6.1

Tahap persiapan
Sebelum melakukan penelitian, dilakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Mempersiapkan dan mengurus surat izin penelitian untuk
menggunakan lansia di Banjar Tuka sebagai subyek penelitian.
b. Mempersiapkan subjek penelitian, peralatan dan alat tulis.
c. Menentukan kelompok penelitian, dalam hal ini ada dua kelompok
yaitu: kelompok 1 sebagai kelompok kontrol yang tidak diberikan
latihan senam lansia, Kelompok 2 sebagai kelompok perlakuan
yang diberikan pelatihan Senam Lansia.

47

d. Melakukan pengambilan data pretest yang terdiri dari pengukuran


tekanan darah systole, diastole, dan perhitungan rerata tekanan
darah arteri (MAP) pada kedua kelompok.
e. Melakukan pelatihan senam lansia kepada kelompok -2 sebanyak 3
kali perminggu selama 6 minggu. Sedangkan kelompok kontrol
tidak diberikan perlakuan senam.
f. Setelah selesai pelatihan senam lansia sesuai protap dilakukan
pengukuran post test meliputi pengukuran tekanan darah sistol,
distol dan perhitungan rerata tekanan darah arteri pada kedua
kelompok (kelompok perlakuan dan kelompok kontrol).

4.6.2

Tahap pelaksanaan
Pelatihan senam lansia pada kelompok perlakuan yang dilakukan
dengan frekuensi 3 kali seminggu dengan lama 30 menit setiap latihan.
Senam lansia dilakukan dengan tahap gerakan pemanasan, gerakan
inti, dan gerakan pendinginan.

48

4.7 Pelatihan Senam Lansia


4.7.1 Tahap Persiapan
a. Persiapan Peserta (Lansia yang sudah sesuai kriteri inklusi).
1) Menjelaskan tujuannya dilakukannya penelitian.
2) Menjelaskan langkah dan prosedur yang dilakukan.
3) Penandatangan inform consent.
b. Persiapan Lingkungan
Mempersiapkan tempat untuk melakukan latihan senam lansia (di Balai
Banjar Tuka Dalung).
c. Persiapan Alat
1) Sphygmomanometer air raksa
2) Stetoskop
3) Tape recorder
4) Kaset senam lansia
5) Catatan tekanan darah
6) Alat tulis, dan kamera digital untuk dokumen
4.7.2 Tahap pelaksanaan
1. Ukur

tekanan darah lansia sebelum

pelatihan senam lansia pada

keadaan tenang. Catat hasil pengukuran.


2. Instruktur senam memberi pelatihan senam lansia dengan durasi 40
menit yang terdiri dari : pemanasan selama 10 menit, latihan inti selama
20 menit dan pendinginan selama 10 menit.

49

3. Setelah pelatihan senam

lansia, peneliti dan pendamping peneliti

sebanyak 15 orang mengukur kembali tekanan darah lansia. Catat hasil


pengukuran.
4. Pelatihan senam lansia dilakukan setiap sore pukul 17.00-18.00 WITA
pada hari Senin, Rabu dan Jumat, dengan frekuensi tiga kali seminggu
pada hari yang bergantian selama 6 minggu.

50

4.8

Alur Penelitian
Populasi
Kriteria Inklusi
dan Eksklusi
Sampel

Random Alokasi

Pre test (pengukuran tekanan darah)

Pre test (pengukuran tekanan darah

Kelompok 1
Tidak diberikan pelatihan
senam lansia

Kelompok 2
Diberikan pelatihan
senam lansia

Post test (Pengukuran


tekanan darah)

Post test (Pengukuran


tekanan darah)

ANALISIS DATA

PENYUSUNAN
LAPORAN

Gambar 4.3 Alur Penelitian

51

4.9 Analisis Data


4.9.1 Analisis Deskriptif
Untuk menganalisis data karakteristik subjek penelitian seperti
jenis kelamin, usia, dan tekanan darah baik sebelum maupun sesudah
pelatihan.
4.9.2

Analisis komparasi
a.

Uji Normalitas
Bertujuan untuk mengetahui distribusi data masing-masing
kelompok perlakuan dari kedua kelompok pelatihan. Data
terdistribus normal jika didapatkan nilai p > 0,05 berarti data
berdistribusi normal.

b.

Uji Homogenitas
Bertujuan untuk mengetahui variasi data. Nilai p pada uji
homogenitas yang didapatkan > 0,05 berarti data homogen.

c. Uji Komparatif
Jenis uji statistik komparasi yang digunakan adalah uji Man Whitney
karena data tidak berdistribusi normal dan homogen untuk data
pretest dan post test pada masing-masing kelompok.

52

BAB V
HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Banjar Tuka Dalung selama 6 minggu dengan


menggunakan rancangan quasi eksperimen. Subyek penelitian berjumlah 32 orang
yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok perlakuan dan kelompok
kontrol, yang masing-masing berjumlah 16 orang.

5.1

Karakteristik subjek penelitian


Responden dalam penelitian ini semuanya berjenis kelamin perempuan .
Hasil analisis umur reponden ditunjukkan dalam tabel 5.1 berikut
[

Tabel 5.1
Karakteristik responden berdasarkan umur
di Banjar Tuka Dalung Tahun 2013
Variabel
Umur (Th)
Klp Kontrol

Mean

SD

Minimal-maksimal

66,56

4,926

61-80

Klp Intervensi
n = 16

64,88

4.113

60 -74

Berdasarkan tabel 5.1, rata-rata umur lansia pada kelompok kontrol adalah
66,56 tahun, dengan standar deviasi 4,926 tahun. Umur termuda tahun dan
umur tertua tahun. Rata-rata umur ibu pada kelompok perlakuan yaitu 64,88
tahun dengan standar deviasi 4,113 tahun. Umur termuda pada kelompok
intervensi 60 tahun dan umur tertua 74 tahun.

53

5.2

Tekanan darah systole, diastole dan MAP sebelum dan sesudah pelatihan
pada kedua kelompok
Setelah dilakukan analisis secara univariat maka diperoleh hasil tekanan darah
systole, diastole dan tekanan arteri rata-rata pada tabel 5.2 berikut:
Tabel 5.2
Tekanan darah systole, diastole dan tekanan arteri rata-rata (MAP)
dari responden pada lansia kelompok kontrol dan perlakusndi Banjar
Tuka Dalung tahun 2013
VARIABEL

Kelompok kontrol

Kelompok perlakuan

Rerata

SD

Rerata

SD

Tekanan sistolik sebelum (mmHg)

145,00

4,926

145,63

10,935

Tekanan sistolik sesudah (mmHg)

143,13

6,325

136,88

9,465

Tekanan diastolik sebelum (mmHg)

91,25

6,021

90,63

2,500

Tekanan diastolik sesudah (mmHg)

89,38

4,425

79,38

9,287

MAP sebelum (mmHg)

109,29

3,944

108,96

3,794

MAP sesudah (mmHg)

107,29

3,696

98,54

8,774

Tabel 5.2 menunjukkan perolehan rata-rata tekanan darah sistolik pada


kelompok perlakuan sebesar 145,63 mm Hg sebelum senam menjadi 136,88 setelah
senam. Sedangkan tekanan sistolik pada kelompok kontrol sebesar 145 mmHg
sebelum senam menjadi 143, 13 setelah minggu ke 6. Rata-rata tekanan darah
diastolik pada kelompok perlakuan sebesar 90,63 mm Hg sebelum senam menjadi
79,38 setelah senam. Sedangkan tekanan diastolik pada kelompok kontrol sebesar
91,25 mmHg sebelum senam menjadi 89,38 setelah minggu ke 6. Tekanan arteri
rata-rata pada kelompok perlakuan sebesar 108,96 sebelum senam menjadi 98,64
setelah senam. Sedangkan tekanan arteri rata-rata pada kelompok kontrol sebesar
109,29 sebelum senam menjadi 107,29 setelah minggu ke 6.

54

Untuk mengetahui adanya pengaruh senam lansia terhadap penurunan


tekanan darah maka dilakukan uji statistik. Sebelum uji statistik, terlebih dahulu
dilakukan uji normalitas data dengan menggunakan uji Saphiro Wilk dengan tingkat
kepercayaan 95% untuk sampel kurang dari 50. Dari uji Saphiro Wilk didapatkan
nilai probabilitas signifikansi pada tabel 5.3 berikut :
Tabel 5.3
Hasil uji normalitas data pada lansia kelompok kontrol dan perlakuan
di Banjar Tuka Dalung tahun 2013
VARIABEL

Saphiro wilk test - p Value


Kelompok kontrol

Kelompok
perlakuan

Tekanan sistolik sebelum

0,0001

0,0001

Tekanan sistolik sesudah

0,001

0,017

Tekanan diastolik sebelum

0,0001

0,0001

Tekanan diastolik sesudah

0,0001

0,042

MAP sebelum

0,030

0,0001

MAP sesudah

0,0001

0,837

Berdasarkan

hasil uji normalitas data pada tabel 5.3, didapatkan data tidak

berdistribusi normal sehingga dilakukan uji nonparametrik yaitu uji Wilcoxon


Signed Rank Test dengan tingkat kepercayaan 95%.

55

Tabel 5.4
Hasil uji homogenitas data pada lansia kelompok kontrol dan perlakuan
di Banjar Tuka Dalung tahun 2013
VARIABEL

LEVINE TEST
p value

Tekanan sistolik sebelum

0,293

Tekanan sistolik sesudah

0,030

Tekanan diastolik sebelum

0,237

Tekanan diastolik sesudah

0,079

MAP sebelum

0,954

MAP sesudah

0,024

Berdasarkan hasil uji homogenitas data pada tabel 5.3, didapatkan data setelah
perlakuan tidak berdistribusi normal sehingga untuk mengetahui perbedaan tekanan
darah systole, diastole dan MAP antar kelompok dilakukan uji nonparametrik yaitu
Mann-Whitney U test dengan tingkat kepercayaan 95%.

5.3 Uji hasil perlakuan sebelum dan sesudah perlakuan terhadap tekanan
systole, diastole dan tekanan arteri rata-rata pada kedua kelompok
Hasil analisa data menggunakan Wilcoxon Signed Rank Test dengan tingkat
kepercayaan 95% (p 0,05) didapatkan bahwa nilai signifikansi pada kedua
kelompok dalam tabel 5.4 berikut:

56

Tabel 5.5
Perbedaan tekanan darah sistolik, diastolik dan tekanan arteri rata-rata
pada lansia kelompok kontrol dan kelompok perlakuan
di Banjar Tuka Dalung tahun 2013
VARIABEL

Nilai p
Kelompok kontrol

Kelompok
perlakuan

Tekanan sistolik sebelum

0,257

0,008

0,180

0,002

0,072

0,003

dan sesudah senam


Tekanan diastolik sebelum
dan sesudah senam
MAP sebelum dan
sesudah senam

Berdasarkan table 5.4 di atas, tekanan darah sistolik, diastolik maupun tekanan
arteri rata-rata pada lansia kelompok perlakuan sebelum dan sesudah senam
menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan

p < 0,05. Sedangkan tekanan

darah sistolik, diastolik dan tekanan arteri rata-rata pada kelompok kontrol tidak
menunjukkan perbedaan yang bermakna p > 0,05.

5.4 Perbedaan tekanan systole, diastole dan tekanan arteri rata-rata antar
kedua kelompok
Hasil analisis data menggunakan Mann-Whitney U test dengan tingkat
kepercayaan 95% (p 0,05) didapatkan bahwa nilai probabilitas Asymp.Sig.
tailed) antara kedua kelompok pada tabel 5.5 berikut:

(2-

57

Tabel 5.6
Perbedaan tekanan darah sistolik, diastolik dan tekanan arteri rata-rata pada
lansia antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan
di Banjar Tuka Dalung tahun 2013
Kelompok kontrol
Rata-rata

SD

Kelompok perlakuan
Rata-rata

SD

VARIABEL

(mmHg)

P Value

Tekanan sistolik

145

4,926

145,63

10,935

0,628

143,13

6,325

136,88

9,465

0,043*

91,25

6,021

90,63

2,500

0,551

89,38

4,425

79,38

9,287

0,0001*

MAP sebelum

109,29

3,944

108,96

3,794

0,831

MAP sesudah

107,29

3,696

98,54

8,774

0,0001*

(mmHg)

sebelum
Tekanan sistolik
sesudah
Tekanan diastolik
sebelum
Tekanan diastolik
sesudah

(*) = signifikan
Berdasarkan tabel 5.5 menunjukkan bahwa tekanan sistolik, diastolik dan
tekanan arteri rata-rata antar kelompok sebelum dilakukan senam tidak
menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna. ( p >0,05), hal ini
menunjukan kedua kelompok komparabel, sedangkan setelah dilakukan
senam selama 6 minggu pada kelompok perlakuan, ditemukan

adanya

perbedaan bermakna baik pada tekanan sistolik, diastolik maupun tekanan


arteri rata- rata antar kelompok ( p <0,05).

58

BAB VI
PEMBAHASAN

6.1 Karakteristik subjek penelitian


Berdasarkan jenis kelamin, baik kelompok kontrol maupun kelompok
perlakuan semuanya berjenis kelamin perempuan. Rata-rata umur lansia pada
kelompok kontrol adalah 66,56 tahun, dengan standar deviasi 4,926 tahun.
Umur termuda

tahun dan umur tertua

tahun. Rata-rata umur ibu pada

kelompok perlakuan yaitu 64,88 tahun dengan standar deviasi 4,113 tahun.
Umur termuda pada kelompok intervensi 60 tahun dan umur tertua 74 tahun.
Berdasarkan rata-rata dan standar deviasi menunjukkan perbedaan
usia yang tidak terlalu jauh, dimana kedua kelompok rata-rata berusia di atas
60 tahun. Berdasarkan karakteristik umur tidak ada perbedaan pada kedua
kelompok subjek.

6.2 Efek Senam Lansia Terhadap Penurunan Tekanan Darah Sistolik dan
Diastolik
Rata- rata tekanan darah sistolik kedua kelompok sebelum perlakuan di
atas 140 mmHg, demikian juga tekanan diastolik di atas 90 mmHg, karena
sesuai dengan kriteria inklusi responden yang dipilih adalah responden yang
mengalami hipertensi. Secara teoritis, lansia memang cenderung mengalami
peningkatan tekanan darah seiring dengan bertambahnya usia. Peningkatan
tekanan darah pada lansia umumnya terjadi akibat penurunan fungsi organ pada

59

sistem kardiovaskular. Katup jantung menebal dan menjadi kaku, serta terjadi
penurunan elastisitas dari aorta dan arteri-arteri besar lainnya (Ismayadi, 2004).
Rata-rata tekanan darah sistolik pada kelompok kontrol adalah
1454,926 mmHg pada hari pertama, dan setelah 6 minggu diukur lagi menjadi
rata-rata 143,13 6,325. Rata-rata tekanan darah diastolik pada kelompok
kontrol adalah 91, 25 6,021 mmHg pada hari pertama, dan setelah 6 minggu
diukur lagi menjadi rata-rata 89,38 4,425. Subjek penelitian pada kelompok
perlakuan memiliki rata-rata tekanan sistolik

sebelum perlakuan sebesar

145,63 10,935 mmHg dan tekanan darah sistolik setelah perlakuan sebesar
136,88 9,465 mmHg. Tekanan sistolik pada kelompok perlakuan
menunjukkan perbedaan yang bermakna secara statistik antara sebelum senam
dengan sesudah senam p value = 0,008 ( p < 0,05). Rata-rata tekanan darah
diastolik pada kelompok perlakuan sebesar 90,63 mm Hg sebelum senam
menjadi 79,38 setelah senam. Tekanan diastolik pada kelompok perlakuan
menunjukkan perbedaan yang bermakna secara statistik antara sebelum senam
dengan sesudah senam p value = 0,002 ( p < 0,05). Tekanan arteri rata-rata
pada

kelompok perlakuan sebesar 108,96 sebelum senam menjadi 98,64

setelah senam. Tekanan diastolik pada kelompok perlakuan

menunjukkan

perbedaan yang bermakna secara statistik antara sebelum senam dengan


sesudah senam p value = 0,003 ( p < 0,05). Hal ini menunjukkan ada efek
senam yang diberikan terhadap penurunan tekanan darah
diastolik maupun tekanan arteri rata-rata.

baik sistolik,

60

Penurunan tekanan darah yang terjadi pada kelompok lansia yang diberi
senam terjadi karena pembuluh darah kapiler yang baru(Bompa, 1999).
Darmojo (2006) juga menjelaskan bahwa dengan olahraga maka jaringan
membutuhkan peningkatan oksigen dan glukosa untuk membentuk ATP.
Terkait dengan pembuluh darah maka dapat digambarkan bahwa pembuluh
darah mengalami pelebaran (vasodilatasi), serta pembuluh darah yang belum
terbuka akan terbuka sehingga aliran darah ke sel, jaringan meningkat. Hal ini
sesuai dengan teori Ronny (2009) yang mengatakan bahwa saat berolahraga
seperti senam lansia

akan merangsang lebih terkoordinasinya kerja saraf

simpatis dan parasimpatis yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah


lansia.

6.3 Efek Senam Lansia Terhadap Penurunan Tekanan Darah Arteri Ratarata.
Berdasarkan data dari table 5.5 dapat dijelaskan bahwa perbedaan ratarata tekanan darah sistolik, diastolik dan tekanan arteri rata-rata antar kelompok
sebelum perlakuan tidak menunjukkan perbedaan bermakna dengan p value >
0,05 (masing masing 0,628 untuk sistolik, 0,551 untuk diastolik dan 0,831
untuk MAP). Sedangkan setelah 6 minggu, dimana pada kelompok perlakuan
diberikan latihan senam lansia sebanyak 3 kali seminggu, menunjukkan adanya
perbedaan yang bermakna pada tekanan darah sitolik, diastolik dan tekanan
arteri rata-rata antar kelompok. Berdasarkan hasil uji statistik dengan MannWhitney U test dengan tingkat kepercayaan 95% (p 0,05) didapatkan bahwa

61

nilai p < 0,05 (0,043 untuk sistolik, 0,0001 untuk diastolik dan 0,0001 untuk
MAP).

MAP

pada hari pertama dan setelah minggu ke enam terdapat

penurunan, tetapi tidak bermakna secara statistik ( p < 0,05).


Penurunan tekanan darah secara signifikan pada lansia yang diberi
senam didukung oleh teori bahwa selama melakukan senam lansia terjadi
kontraksi otot skletal (rangka) yang akan menyebakan respons mekanik dan
kimiawi. Menurut Ronny (2009), respons mekanik pada saat otot berkontraksi
dan berelaksasi menyebabkan kerja katup vena menjadi optimal sehingga darah
yang balik ke ventrikel kanan menjadi meningkat. Aliran balik jantung yang
meningkat mempengaruhi peningkatan regangan pada ventrikel kiri jantung
sehingga curah jantung meningkat sampai mencapai 4-5 kali dibandingkan
curah jantung saat istirahat (Latief, 2002).
Respons kimiawi akibat senam lansia menghasilkan penurunan pH dan
kadar PO2, terakumulasinya asam laktat, adenosin dan K+ oleh metabolisme
selama otot aktif berkontraksi (Ronny, 2009). Akumulasi zat metabolik ini
menyebabkan pembuluh darah mengalami dilatasi yang akan menurunkan
tekanan arteri, namun berlangsung sementara karena adanya respon arterial
baroreseptor dengan meningkatkan denyut jantung dan isi sekuncup sehingga
tekanan darah meningkat (Latief, 2002).
Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
Sukartini dan Nursalam (2009), yang menemukan ada pengaruh senam tera
terhadap kestabilan tekanan darah pada lansia yang merupakan salah satu
parameter kebugaran lansia (Sukartini dan Nursalam, 2009).

62

6.4. Kelemahan Penelitian


a. Jumlah sampel yang kecil dan tempat penelitian hanya terbatas pada satu
banjar sehingga menimbulkan tendensi bias dalam menggeneralisasi
hasil penelitian.
b. Pengukuran tekanan darah pada kedua kelompok subjek penelitian tidak
dilakukan secara blind.

63

BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan
7.1.1

Pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah sistolik pada lansia


di Banjar Tuka Dalung secara bermakna (p < 0,05).

7.1.2

Pelatihan senam lansia menurunkan tekanan darah diastolik pada lansia


di Banjar Tuka Dalung secara bermakna (p < 0,05).

7.1.3

Pelatihan senam lansia menurunkan tekanan arteri rata-rata pada lansia


di Banjar Tuka Dalung secara bermakna (p < 0,05).

7.2 Saran
Bagi lansia yang ingin menurunkan tekanan darah secara non farmakologik
dapat dapat dibantu dengan melakukan latihan senam lansia, tanpa mengurangi
atau menghindari terapi farmakologik yang sudah berjalan. Di Banjar yang lain,
senam lansia yang tidak aktif supaya di aktifkan lagi dibawah pengawasan
Puskesmas.

64

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Pengertian Hipertensi, Availabe from: http://www.majalah


farmacia.com (Cited 2013 Feb 17)
Anonim 2001. Konsep Lansia, Available from: http://www.repository.usu
.ac.id/chapter2011. (Cited 2013 Mar 02)
Anonim, 2010. Perubahan Pada Tekanan Darah Manusia. Available from :
www. wikipedia.co.id/tekanan_darah (Cited, 2013 Sept 12).
Bompa T. O. 1999. Programs For Peak Strength in 35 Sports.
Periodization, Training for Sports. USA. Human Kinetics
Publishing
Bondan, P. 2005. Ranah Keperawatan Gerontik,, Availabe from:
http://www.inna-ppni.or.id/ index.php, (Cited 2013 Feb 22).
Corwin, E. C. 1997. Buku Saku Patofisiologi, Jakarta: EGC.
Darmojo, B. 2006. Buku Ajar Geriatri: Ilmu Kesehatan Lanjut Usia, Edisi 3,
Jakarta: Bala Penerbit FKUI.
Evelyn, C, P. 2001. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis , Jakarta: EGC.
Fildzania, Y. 2011. Tekanan Darah Arteri Rata-Rata. Available from :
repository.usu.ac.id/bitstream/23287/chapter52011.pdf. (cited
2013 Nov 30)
Ganong, W, F. 2002. Fisiologi Kedokteran Edisi 20, Jakarta: EGC.
Guyton. 2001. Fisiologi Manusia Edisi 9, Jakarta: EGC.

65

Hakin, L. 2011. Pengaruh latihan sepeda santai terhadap tekanan darah.


Available from http://digilib.unipasby.ac.id/, diakses tanggal 31
Agustus 2013
Hasurungan, S, J, 2002. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan
Hipertensi Pada Lansia di Kota Depok, Available from:
http://www.digilib.ui.ac.id (Cited 2013 Mar 12).
Ismayadi. 2004. Proses Menua (Aging Proses), (online), Skripsi. Medan:
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas

Sumatera

Utara.

(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3595/1/kepe
rawatan-ismayadi.pdf, diakses 31 Agustus 2013).
Latif,

N,

2002.

Sosialisasikan

Senam

Lansia,

Available

from:

http://www.epsikologi.com , (Cited 2013 Mar 16)


Menpora. 2008. Senam Lanjut Usia. Jakarta, Kementrian Pendidikan dan
Olahraga.
Mubarak, W, I, 2005. Buku Ajar Ilmu KeperawatanKomunitas 2, Jakarta:
Sagung Seto.
Notoatmojo, S, 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Jakarta: Rineka
Cipta.
Nugroho . 2008 Keperawatan Gerontik dan Geriatrik, Edisi 3, Jakarta: EGC.
Nursalam, Haryanto, 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian
Ilmu Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika.
Rokhaeni, H., Purnamasari, E. & Rahayoe, A.U. (2001). Buku Ajar
Keperawatan Kardiovaskuler, Jakarta: Bidang Diklat
PK.Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita.
Roni S. 2009. Senam Vitalisasi otak meningkatkan kognitif lansia. Jakarta:
Salemba Medika

66

Poccock, S.J. 2008. Clinical Trials, A Practical Approach. London; John


Willey & Sons Publication.
Potter T, Perry S. (1997). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,.
Proses, dan Praktik. Edisi 4 Vol 2. Jakarta:EGC.

Setiadi. 2007. Konsep dan Penelitian Riset Keperawatan. Edisi Pertama


Yogyakarta: Graha Ilmu.
Setiawan, Z, 2006. Prevalensi dan Determinan Hipertensi di Pulau Jawa,
Tahun 2004. KESMAS : Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nasional, 1 (2): 57-62.
Suhartini.

2009.

Pengertian

Lanjut

Usia,

Available

from

http://www.digilib.unimus.ac.id/download.php. (Cited 2013


April 5).
Sukartini, T, Nursalam. 2009. Pengaruh senam tera terhadap kebugaran
lansia. J. Penelit. Med. Eksakta, Vol. 8, No. 3, Des 2009:
153-158, Available from : http://journal.unair.ac.id, diakses
tanggal 31 Agustus 2013

Anda mungkin juga menyukai