Anda di halaman 1dari 19

1.

Jelaskan dan gambarkan region-regio seluruh tubuh dari anterior dan posterior

2. Bagaimana secara pf membedakan undulasi dan ballottement


Undulasi dan Shifting Dullness
menentukan daerah redup yang berpindah ( shifting dullness) dg melakukan perkusi dari
umbilikus ke sisi perut untuk mencari daerah redup atau pekak; daerah redup ini akan menjadi
timpani bila anak berubah posisi dengan cara memiringkan pasien.

Tentukan adanya gelombang cairan (fluid wave) atau disebut cara undulasi (bila asites sangat
banyak serta dinding abdomen tegang). Cara undulasi (posisi telentang) dilakukan pada asites
yang sangat banyak serta dinding abdomen tegang.
Caranya satu tangan pemeriksa diletakkan pada satu sisi perut pasien, sedangkan jari tangan
satunya mengetuk-ngetuk dinding perut sisi lainnya. Sementara itu dengan pertolongan orang
lain gerakan yg diantarkan melalui dinding abdomen dicegah dengan jalan meletakkan satu
tangan di tengah abdomen pasien dengan sedikit menekan. Pada asites dapat dirasakan
gelombang cairan pada tangan pertama atau dapat didengar dengan stetoskop

Pemeriksaan ballottement : cara palpasi organ abdomen dimana terdapat asites. Caranya dengan
melakukan tekanan yang mendaadak pada dinding abdomen dan dengan cepat tangan ditarik

kembali. Cairan asites akan berpindah untuk sementara, sehingga organ atau massa tumor yang
membesar dalam rongga abdomen dapat teraba saat memantul, Teknik ballottement juga dipaka
untuk memeriksa ginjal, dimana gerakan penekanan pada organ oleh satu tangan akan dirasakan
pantulannya pada tangan lainnya.
3. PP yang digunakan untuk membedakan infeksi akut/kronik/keganasan meliputi: esr, crp
kualitatif, kuantitatif, tumor marker, asto, ana, rh factor, sadt, alb, globulin, ldh, alkali fosfatase,
rna kuantitatif dan kualitatif
Laju Endap Darah / LED /Erythrocyte Sedimentation Rate / ESR
Di dalam tubuh, suspensi sel-sel darah merah akan merata di seluruh plasma sebagai akibat
pergerakan darah. Akan tetapi jika darah ditempatkan dalam tabung khusus yang sebelumnya
diberi antikoagulan dan dibiarkan 1 jam, sel darah akan mengendap dibagian bawah tabung
karena pengaruh gravitasi. Laju endap darah ( LED ) berfungsi untuk mengukur kecepatan
pengendapan darah merah di dalam plasma ( mm/jam ).
Tinggi ringannya nilai pada Laju Endap Darah (LED) memang sangat dipengaruhi oleh keadaan
tubuh kita, terutama saat terjadi radang. Namun ternyata orang yang anemia, dalam kehamilan
dan para lansia pun memiliki nilai Laju Endap Darah yang tinggi. Jadi orang normal pun bisa
memiliki Laju Endap Darah tinggi, dan sebaliknya bila Laju Endap Darah normalpun belum
tentu tidak ada masalah. Jadi pemeriksaan Laju Endap Darah masih termasuk pemeriksaan
penunjang, yang mendukung pemeriksaan fisik dan anamnesis dari sang dokter.
Namun biasanya dokter langsung akan melakukan pemeriksaan tambahan lain, bila nilai Laju
Endap Darah di atas normal. Sehinggai mereka tahu apa yang mengakibatkan nilai Laju Endap
Darahnya tinggi. Selain untuk pemeriksaan rutin, Laju Endap Darah pun bisa dipergunakan
untuk mengecek perkembangan dari suatu penyakit yang dirawat. Bila Laju Endap Darah makin
menurun berarti perawatan berlangsung cukup baik, dalam arti lain pengobatan yang diberikan
bekerja dengan baik.
Dewasa (Metode Westergren):

Pria < 50 tahun

= kurang dari 15 mm/jam

Pria > 50 tahun

= kurang dari 20 mm/jam

Wanita < 50 tahun = kurang dari 20 mm/jam

Wanita > 50 tahun = kurang dari 30 mm/jam

Anak-anak (Metode Westergren):

Baru lahir

= 0 2 mm/jam

Baru lahir sampai masa puber = 3 13 mm/jam

CRP
CRP (C-reactive protein/protein C-reaktif) adalah suatu protein plasma (alfa-globulin) yang
diproduksi oleh hati sebagai respon adanya infeksi, kerusakan jaringan atau inflamasi. Kadar
CRP akan meningkat tajam di dalam serum saat 6 jam setelah terjadinya inflamasi danselama
proses inflamasi sistemik berlangsung. Kadar CRP dalam serum dapat meningkat duakali lipat
sekurang-kurangnya setiap 8 jam dan mencapai puncaknya setelah kira-kira 48-72 jam. Setelah
diberikan pengobatan yang efektif dan rangsangan inflamasi hilang, maka kadar CRP akan
turun / menghilang secepatnya seiring dengan proses kesembuhan.
Dalam praktikum ini dilakukan pemeriksaan CRP secara kualitatif dan semikuantitatif dengan
metode lateks aglutination. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahuiada tidaknya antigen
CRP di dalam serum serta perkiraan kadarnya secara semii-kuanktitatif.Pemeriksaan CRP
memiliki sensitivitas yang sangat baik nanum merupakan uji yang tidak spesifik.
Konsentrasi normal dalam serum manusia yang sehat biasanya lebih rendah dari 10mg/L, sedikit
meningkat dengan penuaan. Tingkat yang lebih tinggi ditemukan pada akhir masa kehamilan
wanita, peradangan ringan dan infeksi virus dengan nilai 10-40mg/L, pada peradangan aktif,
infeksi bakteri 40-200 mg/L dan untuk kasus infeksi berat oleh bakteri dan luka bakar
mendapatkan nilai >200mg/L dalam darah.
ASTO
Streptolisin O adalah suatu toksin yang terdiri protein dengan berat molekul 60.000
dalton, aktif dalam suasana aerob yaitu melisiskan sel darah merah. Toksin ini nmenyebabkan
dibentuknya zat anti streptolisin O (ASO) dalam darah jika titer ASO diatas 166, maka dapat
berarti bahwa baru terjadi infeksi streptococcus yang telah lama dengan kadar yang tinggi.

Penetapan ASTO umumnya hanya member petunjuk bahwa telah terjadi infeksi oleh
streptococcus . streptolisin O bersifat sebagai hemolisin dan pemeriksaan ASTO umumnya
berdasarkan sifat ini. Ada beberapa cara penetapan ASTO, tetapi biasanya hanya merupakan
modifikasi dari cara Todd yang asli, perbedaan hanya dalam pengenceran plasma menurut Rantz
dan Randall yang banayk dipakai menetapkan titer 100IUsebagai keadaan tidak ada demam
rematik atau glomerulonefritis akut, sedangkan titer 250 IU atau lebih perlu diwaspadai terhadap
kemungkinan infeksi streptococcus dan mungkin pencegahan terhadap timbulnya penyakit
demam rematik dapat dilakukan lebih dini.
Tes ASO paling banyak digunakan; hasil tes ini positif pada 80% faringitis streptokokus;
presentasi ini lebih rendah pada infeksi kulit. ASO muncul kira-kira 1-2 minggu setelah infeksi
streptokokus akut, memuncak 3-4 minggu setelah awitan, dan tetap tinggi selama berbulanbulan. Kadar ASO menurun sampai kadar sebelum sakit dalam waktu 6-12 bulan. ASO positif
juga sering dijumpai pada glomerulonefritis, demam rematik, enokarditis bakterial, dan scarlet
fever. Banyak anak usia sekolah memiliki kadar titer ASO yang lebih tinggi daripada anak usia
pra sekolah dan dewasa.
Nilai normal ASTO pada anak 6 bulan 2 tahun 50 Todd unit /ml, 2 4 tahun 160 Toddunit
/ml, 5 12 tahun adalah 170 Todd unit/ ml dan dewasa 160 Todd unit / ml.
ANA (Anti Nuclear Antibodies)
ANA ditemukan pada pasien dengan sejumlah penyakit autoimun, seperti SLE (penyebab
tersering), sklerosis sistemik progresif (PSS), sindrom Sjrgen, sindrom CREST, rheumatoid
arthritis, skleroderma, mononukleosis infeksiosa, polymyositis, tiroiditis Hashimoto, juvenile
diabetes mellitus, penyakit Addison, vitiligo, anemia pernisiosa, glomerulonefritis, dan fibrosis
paru.
ANA juga dapat ditemukan pada pasien dengan kondisi yang tidak dianggap sebagai penyakit
autoimun klasik, seperti infeksi kronis (virus, bakteri), penyakit paru (fibrosis paru primer,
hipertensi paru), penyakit gastrointestinal (kolitis ulseratif, penyakit Crohn, sirosis bilier primer,
penyakit hati alkoholik), kanker (melanoma, payudara, paru-paru, ginjal, ovarium dan lain-lain),

penyakit darah (idiopatik trombositopenik purpura, anemia hemolitik), penyakit kulit (psoriasis,
pemphigus), serta orang tua dan orang-orang dengan keluarga dengan riwayat penyakit reumatik.
Banyak obat yang bisa merangsang produksi ANA, seperti prokainamid (Procan SR),
antihipertensi (hidralazin), dilantin, antibiotik (penisilin, streptomisin, tetrasiklin), metildopa,
anti-TB (asam p-aminosalisilat, isoniazid), diuretik (asetazolamid, tiazid), kontrasepsi oral,
trimetadion, fenitoin. ANA yang dipicu oleh obat-obatan disebut sebagai drug-induced ANA.
Hasil normal : negative (kurang dari 20 units)
Hasil abnormal : equivocal : 20-60 Units, positif : lebih dari 60 Units atau titer 1/160 atau lebih
Sediaan apus darah tepi
Sediaan apus darah tepi merupakan slide untuk mikroskop yang pada salah satu sisinya dilapisi
dengan lapisan tipis darah vena yang diwarnai dengan pewarnaan (wright/giemsa) dan diperiksa
di bawah mikroskop. Sediaan apus yang baik adalah yang ketebalannya cukup dan bergradasi
dari kepala (awal) sampai ke ekor (akhir). Zona morfologi sebaiknya paling dari kurang 5 cm.
Ciri sediaan apus yang baik meliputi:

Sediaan tidak melebar sampai tepi kaca objek, panjang 2/3 panjang kaca.

Mempunyai bagian yang cukup tipis untuk diperiksa, pada bagian itu eritrosit tersebar
merata berdekatan dan tidak saling menumpuk.

Pinggir sediaan rata, tidak berlubang dan tidak bergaris-garis.

Penyebaran leukosit yang baik tidak berkumpul pada pinggir atau ujung sedimen.
Kegunaan dari pemeriksaan apusan darh tepi yaitu untuk mengevaluasi morfologi dari sel darah
tepi (trombosit, eritrosit, leukosit), memperkirakan jumlah leukosit dan trombosit, identifikasi
parasit. Persyaratan pembuatan apusan darah yaitu objek glass harus bersih, kering, bebas lemak.
Segera dibuat setelah darah yang diteteskan, karena jika tidak persebaran sel tidak merata.
Leukosit akan terkumpul pada bagian tertentu, clumping trombosit. Teknik yang digunakan
menggunakan teknik dorong (push slide) yang pertama kali diperkenalkan oleh maxwell
wintrobe dan menjadi standar untuk apus darah tepi.

1.

PROSEDUR
A.

Menyiapkan semua alat dan bahan.

B.

Mengambil tetesan darah dengan pipet dan meneteskannya pada objek glass.

C.

Meletakkan deck glass di depan tetesan darah dengan sudut 35-45.

D.

Menarik deck glass ke belakang sampai menempel dengan darah, kemudian


menariknya ke depan.

E.

Mengeringkan selama 10 menit dengan ekor di bagian atas.

F.

Memberi nama/label.

G.

Melihat di mikroskop

Laktat dehydrogenase (LDH)


Laktat dehidrogenase (LD, LDH) adalah enzim intraseluler yang terdapat pada hampir semua sel
yang bermetabolisme, dengan konsentrasi tertinggi dijumpai di jantung, otot rangka, hati, ginjal,
otak, dan sel darah merah. LDH merupakan suatu molekul tetramerik yang mengandung empat
subunit dari dua bentuk; H (jantung) dan M (otot), yang berkombinasi sehingga menghasilkan
lima isoenzim yang diberi nama LDH1 (H4) sampai LDH5 (M4). Isoenzim-isoenzim tersebut
memiliki spesifisitas jaringan yang sangat berguna dalam menentukan organ asal, yaitu :

LDH1 (HHHH) terdapat di jantung, eritrosit, otak

LDH2 (HHHM) terdapat di jantung, eritrosit, otak

LDH3 (HHMM) terdapat di paru, otak, ginjal, limpa, pankreas, adrenal, tiroid

LDH4 (HMMM) terdapat di hati, otot rangka, ginjal

LDH5 (MMMM) terdapat di hati, otot rangka, ileum

Aktivitas LDH total dalam serum diperkirakan meningkat pada hampir semua keadaan penyakit
yang mengalami kerusakan atau destruksi sel. Selain itu, aktivitas LDH total juga merupakan
indikator yang relatif sensitiv yang menunjukkan sedang berlangsungnya proses patologik.
Peningkatan LDH total dan rasio LDH1/LDH2 dengan kadar tertinggi LDH1 bermanfaat untuk

memastikan diagnosis infark miokardium (MCI). Kadar LDH meningkat dalam waktu 12-24 jam
setelah terjadinya MCI, mencapai puncaknya dalam 2-5 hari dan tetap tinggi hingga 6-12 hari,
lalu akan menjadi normal kembali dalam waktu 8-14 hari.
Hemolisis invivo akibat keadan seperti anemia hemolitik, anemia sel sabit, anemia
megaloblastik, anemia hemolitik mikroangiopati dan kerusakan mekanis pada eritrosit akibat
katup jantung prostetik akan menyebabkan peningkatan kadar LDH, dengan LDH1 lebih besar
daripada LDH2
LDH3 berhubungan dengan penyakit paru. Selain itu, LDH2, LDH3, dan LDH4 sering
meningkat pada pasien dengan keganasan dan beban tumor yang besar karena metabolisme dan
pertukaran sel tumor, kecuali pada tumor germinativum testis dan ovarium yang cenderung
menyebabkan peningkatan LDH1 dan LDH2. Peningkatan LDH tersendiri yang terdeteksi pada
pemeriksan penyaring perlu dilakukan pemeriksaan terhadap kemungkinan keganasan tersamar.
LDH5 keluar dari otot rangka setelah cedera (tetanus, kejang, cedera mekanis, cedera listrik, dsb)
dan dari hati pada banyak patologi hati (hepatitis, sirosis, kongesti pasif, dsb). Untuk
membedakan sumber peningkatan LDH5 dari otot rangka atau hati, informasi polaenzim lain
sangat bermanfat (misal CK, aminotransferase, ALP, GGT).
Penyakit multisistem dapat menyebabkan peningkatan aktifitas LDH total disertai distribusi
normal isoenzim. Aktifitas LDH dalam cairan pleura bermanfaat untuk membedakan transudat
(ketidakseimbangan hidrostatik dengan LDH rendah) dari eksudat (berasal dari peradangan
dengan banyak sel dan LDH tinggi).
Keadaan yang mempengaruhi aktifitas LDH :
PENINGKATAN MENCOLOK (5 kali normal atau lebih) : anemia megaloblastik,
karsinomastosis luas, syok septik dan hipoksia, hepatitis, infark ginjal, purpura trombositopenik
trombositik.
PENINGKATAN SEDANG (3-5 kali normal) : infark miokardium, infark paru, keadan

hemolitik,

leukemia,

mononukleosis

infeksiosa,

delirium

tremens,

distrofi

otot.

PENINGKATAN RINGAN (sampai 3 kali normal atau lebih) : sebagian besar penyakit hati,
sindrom nefrotik, hipotiroidisme, kolangitis.
Beberapa jenis narkotika dapat meingkatkan aktifitas LDH, yaitu kodein, morfin, meperidin
(Demerol).
Uji Laboratorium
Banyak tehnik yang digunakan untuk mengukur isoenzim-isoenzim LDH, seperti pemanasan
(LDH5 terurai dan LDH1 stabil), spesifitas substrat (aktivitas hidroksibutirat dehidrogenase
sebenarnya adalah LDH1), elektroforesis, dan imunoinhibisi subunit tertentu. Metode yang
terbanyak dilakukan adalah elektroforesis. Aktifitas LDH total dalam serum dapat diukur dengan
laktat sebagai substrat (LD-L) atau piruvat sebagai substrat (LD-P). Reaksi LD-L paling banyak
digunakan.
Spesimen
Spesimen yang diperlukan untuk mengukur aktifitas LDH adalah serum atau cairan tubuh.
Spesimen harus bebas dari hemolisis dan apabila akan disimpan, spesimen harus dipisahkan dari
bekuan untuk menghindari kemungkinan pengeluaran LDH intrasel. LDH total dan isoenzim
LDH stabil pada suhu kamar selama beberapa hari, tetapi rusak apabila dibekukan.
DEWASA :
LDH Total : 100-190 IU/L, 70-250 U/L

Isoenzim LDH1 : 14-26%; LDH2 : 27-37%; LDH3 : 13-26%; LDH4 : 8-16%; LDH5 : 616%. Perbedaan sebesar 2-4% dianggap normal.

ANAK : Neonatus : 300-1500 IU/L; Anak : 50-150 IU/L, 110-295 U/L.


Fosfate Alkali

Fosfatase alkali (alkaline phosphatase, ALP) merupakan enzim yang diproduksi terutama oleh
epitel hati dan osteoblast (sel-sel pembentuk tulang baru); enzim ini juga berasal dari usus,
tubulus proksimalis ginjal, plasenta dan kelenjar susu yang sedang membuat air susu. Fosfatase
alkali disekresi melalui saluran empedu. Meningkat dalam serum apabila ada hambatan pada
saluran empedu (kolestasis). Tes ALP terutama digunakan untuk mengetahui apakah terdapat
penyakit hati (hepatobiliar) atau tulang.
Pada orang dewasa sebagian besar dari kadar ALP berasal dari hati, sedangkan pada anak-anak
sebagian besar berasal dari tulang. Jika terjadi kerusakan ringan pada sel hati, mungkin kadar
ALP agak naik, tetapi peningkatan yang jelas terlihat pada penyakit hati akut. Begitu fase akut
terlampaui, kadar serum akan segera menurun, sementara kadar bilirubin tetap meningkat.
Peningkatan kadar ALP juga ditemukan pada beberapa kasus keganasan (tulang, prostat,
payudara) dengan metastase dan kadang-kadang keganasan pada hati atau tulang tanpa matastase
(isoenzim Regan).
Kadar ALP dapat mencapai nilai sangat tinggi (hingga 20 x lipat nilai normal) pada sirosis biliar
primer, pada kondisi yang disertai struktur hati yang kacau dan pada penyakit-penyakit radang,
regenerasi, dan obstruksi saluran empedu intrahepatik. Peningkatan kadar sampai 10 x lipat dapat
dijumpai pada obstruksi saluran empedu ekstrahepatik (misalnya oleh batu) meskipun obstruksi
hanya sebagian. Sedangkan peningkatan sampai 3 x lipat dapat dijumpai pada penyakit hati oleh
alcohol, hepatitis kronik aktif, dan hepatitis oleh virus.
Pada kelainan tulang, kadar ALP meningkat karena peningkatan aktifitas osteoblastik
(pembentukan sel tulang) yang abnormal, misalnya pada penyakit Paget. Jika ditemukan kadar
ALP yang tinggi pada anak, baik sebelum maupun sesudah pubertas, hal ini adalah normal
karena pertumbuhan tulang (fisiologis). Elektroforesis bisa digunakan untuk membedakan ALP
hepar atau tulang. Isoenzim ALP digunakan untuk membedakan penyakit hati dan tulang; ALP1
menandakan

penyakit

hati

dan

ALP2

menandakan

penyakit

tulang.

Jika gambaran klinis tisak cukup jelas untuk membedakan ALP hati dari isoenzim-isoenzim lain,
maka dipakai pengukuran enzim-enzim yang tidak dipengaruhi oleh kehamilan dan pertumbuhan

tulang. Enzim-enzim itu adalah : 5nukleotidase (5NT), leusine aminopeptidase (LAP) dan
gamma-GT. Kadar GGT dipengaruhi oleh pemakaian alcohol, karena itu GGT sering digunakan
untuk menilai perubahan dalam hati oleh alcohol daripada untuk pengamatan penyakit obstruksi
saluran empedu.
Metode pengukuran kadar ALP umumnya adalah kolorimetri dengan menggunakan alat (mis.
fotometer/spektrofotometer) manual atau dengan analizer kimia otomatis. Elektroforesis
isoenzim ALP dilakukan untuk membedakan ALP hati dan tulang. Bahan pemeriksaan yang
digunakan berupa serum atau plasma heparin.

DEWASA : 42 136 U/L, ALP1 : 20 130 U/L, ALP2 : 20 120 U/L,Lansia : agak
lebih tinggi dari dewasa

ANAK-ANAK : Bayi dan anak (usia 0 20 th) : 40 115 U/L), Anak berusia lebih tua
(13 18 th) : 50 230 U/L

Faktor reumatoid (rheumatoid factor, RF)


Faktor reumatoid (rheumatoid factor, RF) adalah immunoglobulin yang bereaksi dengan
molekul IgG. Karena penderita juga mengandung IgG dalam serum, maka RF termasuk
autoantibodi. Faktor penyebab timbulnya RF ini belum diketahui pasti, walaupun aktivasi
komplemen akibat adanya interaksi RF dengan IgG memegang peranan yang penting
pada rematik artritis (rheumatoid arthritis, RA) dan penyakit-penyakit lain dengan RF positif.
Sebagian besar RF adalah IgM, tetapi dapat juga berupa IgG atau IgA.
RF positif ditemukan pada 80% penderita rematik artritis. Kadar RF yang sangat tinggi
menandakan prognosis yang buruk dengan kelainan sendi yang berat dan kemungkinan
komplikasi sistemik.
RF sering dijumpai pada penyakit autoimun lain, seperti LE, scleroderma, dermatomiositis,

tetapi kadarnya biasanya lebih rendah dibanding kadar RF pada rematik arthritis. Kadar RF yang
rendah juga dijumpai pada penyakit non-imunologis dan orang tua (di atas 65 tahun).
Uji RF tidak digunakan untuk pemantauan pengobatan karena hasil tes sering dijumpai tetap
positif, walaupun telah terjadi pemulihan klinis. Selain itu, diperlukan waktu sekitar 6 bulan
untuk peningkatan titer yang signifikan. Untuk diagnosis dan evaluasi RA sering digunakan tes
CRP dan ANA.
DEWASA : penyakit inflamasi kronis; 1/20-1/80 positif untuk keadaan rheumatoid arthritis dan
penyakit lain; > 1/80 positif untuk rheumatoid arthritis.
ANAK : biasanya tidak dilakukan
LANSIA : sdikit meningkat
Albumin
Albumin adalah protein plasma utama dalam darah, yang merupakan 54% dari semua protein
darah hadir dalam plasma darah. Ini adalah protein manusia pertama, yang diproduksi pada
tanaman (tembakau dan kentang) oleh rekayasa genetika. Albumin diproduksi di hati
menggunakan diet protein dan memiliki paruh 17-20 hari. Ini adalah protein pembawa yang
membawa asam lemak, kalsium, kortisol, pewarna tertentu, dan bilirubin melalui plasma, dan
juga berkontribusi terhadap tekanan onkotik protein koloid.
Kekurangan albumin menunjukkan kesehatan yang buruk. Tingkat albumin mungkin meningkat
karena dehidrasi, gagal jantung kongestif, pemanfaatan protein yang buruk dll, padahal mungkin
akan menurun karena hipotiroidisme, penyakit kronis yang melemahkan, malnutrisi, kehilangan
kulit dan lain-lain
Nilai normal albumin : 3,8-5,0 gr%
Globulin
Globulin adalah protein utama yang ditemukan dalam plasma darah, yang berfungsi sebagai
pembawa hormon steroid dan lipid, dan fibrinogen; yang diperlukan untuk pembekuan darah.

Ada beberapa jenis globulin dengan berbagai fungsi dan dapat dibagi menjadi empat fraksi yaitu;
globulin alpha-1, globulin alpha-2, globulin beta, dan globulin gamma. Keempat fraksi dapat
diperoleh secara terpisah melalui proses elektroforesis protein. globulin Gamma membuat bagian
terbesar dari semua protein globulin. Tingkat globulin dapat meningkat karena infeksi kronis,
penyakit hati, sindrom karsinoid, dll, tetapi juga mungkin akan menurun karena nephrosis,
anemia hemolitik akut, disfungsi hati dan lain-lain.
Globulin: nilai normal 2,3-3,2 gr%
Pemeriksaan HCV RNA
Kalau pemeriksaan AntiHCV merupakan pemeriksaanantibodi, maka pemeriksaan an-tigen
dilakukan dengan memeriksa HCV-RNA yang dapat di-lakukan secara kualitatif mau-pun
kuantitatif.Pemeriksaan ini dilaku-kan dengan metode biologi mo-lekuler seperti PCR dan
branch-ed-DNA (b-DNA). PCR meru-pakan metode pemeriksaan berdasarkan amplifikasi
targetRNA atau DNA. Dalam hal inisejumlah kecil RNA/DNA virusdiperbanyak terlebih dahulu
sebelum dideteksi, sehingga meto-de ini sangat sensitif.b-DNA merupakan metode pemeriksaan
berdasarkanamplifikasi signal yang dihasil-kan. Dengan adanya molekulpenguat (b-DNA), maka
signal yang dideteksi akan diperkuat.Manfaat pemeriksaan HCV RNA diantaranya adalahuntuk
menentukan tingkat akti-vitas penyakit secara kuantitatifpada penderita hepatitis C kronis,
membantu menentukanprognosis setelah pengobatan dengan -interferon, mengukur respon
penderita hepatitis Ckronis terhadap pengobatan -interferon dan merupakan pe-meriksaan
tambahan terhadappemeriksaan fungsi hati, sejarahklinis dan studi serologis dalamevaluasi
hepatitis C.Satu-satunya cara untukmenentukan adanya viremia adalah dengan deteksi HCVRNAmenggunakan cara ReversedTranscription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR). Cara ini
amat sensitif dan memungkinkan deteksi HCV-RNA walaupun jumlahnya amat kecil. Pada fase
awal infeksi virus hepatitis C,HCV-RNA adalah satu-satunyapetanda yang menentukan adanya
infeksi virus hepatitis C.HCV-RNA sangat erat hubung-annya dengan viremia, diban-dingkan
dengan penetapan anti-HCV. HCV-RNA dapat pulamenentukan derajat infektivitasmeskipun
perlu dicatat bahwasensitivitas dari PCR tidak mutlak dalam menyingkirkan infeksi.
Pemeriksaan HCV-RNA kualitatif lebih banyak dipakaisebagai tes konfirmasi sedangkan cara
kuantitatif lebih ba-nyak dilakukan sebelum danuntuk memantau terapi. Salahsatu Consensus

Statement dariEASL (1999) menyatakan bahwapemeriksaan Genotipe HCV dan HCV RNA
kuantitatif hanya direkomendasikan sebelum pengobatan interferon.

Penanda tumor spesifik


ALPHA FETOPROTEIN ( AFP )
Sangat berguna untuk mengertahui responds terapi pada kanker hati ( Karsinoma Hepatoseluler).
Kadar normal AFP biasanya kurang dari 20 ng/mL. Kadar AFP akan meningkat pada 2 dan 3
pasien dengan kanker hati. Kadar AFP meningkat bersama membesarnya tumor. Pada
kebanyakan pasien dengan kanker hati, kadar AFP meningkat lebih dari 500 ng/mL. AFP
meningkat pula pada hepatitis akut dan kronis, tapi jarang lebih dari 100 ng/mL. AFP juga
meningkatk pada kanker testis tertentu ( jenis sel embryonal dan endodermal sinus ) dan
digunakan untuk follow up kanker tersebut. Peningkatan kadar AFP juga pada Kanker ovarium
jenis tertentu yang jarang dan kanker testis yang disebut yolk sac tumor atau mixed germ cell
cancer.
BETA-2-MICROGLOBULIN (B2M)
Kadar B2M akan meningkat pada multiple myeloma, chronic lymphocytic leukimia ( CLL ) dan
beberapa limfoma. Kadar normal kurang dari 2,5 ug/mL. Pasien dengan kadar B2M tinggi
menunjukan prognosis jelek.
CA 15-3
Terutama untuk monitoring kanker payudara. Peningkatan kadar Ca 15-3 darah dijumpai pada
kurang dari 10 % pasien dengan stadium awal dan sekitar 70 % pasien dengan stadium lanjut.
Kadar biasanya turun seiring keberhasilan terapi. Kadar normal biasanya kurang dari 25 U/mL,
tapi kadar sampai 100 U/mL kadang dijumpai pada wanita sehat.
Ca 125

Merupakan penanda tumor standar untuk memonitoring selama / setelah terapi kanker epitel
ovarium. Kadar normal biasanya kurang dari 30 35 U/mL. Lebih 90 % dengan kanker stadium
lanjut memiliki kadar Ca 125 tinggi.
Ca 72-4
Suatu penanda Tumor baru yang masih dalam penelitian untuk tumor ovarium, pankreas, dan
saluran cerna.
Ca 19-9
Walaupun pada awalnya dikembangkan untuk deteksi kanker colorectal, tapi ternyata lebih
sensitif terhadap kanker pankreas. Kadar normal kurang dari 37 U/mL. Kadar yang tinggi pada
awal diagnosis menunjukan stadium lanjut dari kanker. Calcitonin adalah hormon yang
diproduksi sel tertentu ( parafollicular C Cells ) pada glandula tiroid yang secara normal
membantu regulasi kadar kalsium darah. Kanker pada Parafollicular C Cells yang disebut
medullary thyroid carcinoma ( MTC ) menyebabkan peningkatan kadar hormon calcitonin dalam
darah.
Carcinoembryonic Antigen ( CEA )
Penanda tumor untuk memonitoring pasien dengan kanker colorectal selama / setelah terapi,
tetapi tidak bisa dipakai untuk skreening atau diagnosis. Kadar normalnya sangat bervariasi antar
laboratorium, tapi kadar lebih dari 5 ng/mL dikatakan Abnormal.
Human Chorionic Gonadotropin ( HCG )
Juga dikenal sebagai Beta HCG. Kadarnya meningkat pada pasien dengan beberapa jenis
kanker testis dan ovarium ( tumor germ cell ) dan penyakit gestational trophoblastic, terutama
Choriocarcinoma.
Neuron Specific Enolase ( NSE )

Seperti Chromogranin A, merupakan penanda untuk tumor neuroendocrine seperti small cell
lung cancer, neuroblastoma, dan tumor karsinoid. Tidak digunakan untuk skreening tapi terutama
sangat berguna bagi pasien dengan small cell lung cancer atau neuroblastomoa. Kadar abnormal
NSE lebih dari 9 ug/mL.
Prostate-Specific Antigen ( PSA )
Adalah penanda tumor untuk kanker prostat, satu-satunya marker untuk skreening kanker jenis
umum. Suatu protein yang dibuat sel grandula prostat yang dibuat sel glandula prostat pada laki
laki yang berfungsi yang berfungsi membuat cairan semen. Kadar PSA meningkat pada kanker
prostat. Pasien dengan benign prostate hyperplasia ( BPH ) kadang menunjukan peningkatan
kadar PSA. Kadar PSA bukan kanker kurang dari 4 ng/mL, kadar lebih dari 10 ng/mL diindikasi
kanker, sedang kadar antara 4 10 ng/mL merupakan daerah abu abu ( grey zone ) dan
biasanya dokter akan melakukan biopsi.

4. Bagaimana dasar cara membaca mri, apa arti multi slice dan tesla
Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah suatu alat kedokteran di bidang pemeriksaan
diagnostik radiologi , yang menghasilkan rekaman gambar potongan penampang tubuh / organ
manusia dengan menggunakan medan magnet berkekuatan antara 0,064 1,5 tesla (1 tesla =
1000 Gauss) dan resonansi getaran terhadap inti atom hidrogen. Beberapa faktor kelebihan yang
dimilikinya, terutama kemampuannya membuat potongan koronal, sagital, aksial dan oblik tanpa
banyak memanipulasi posisi tubuh pasien sehingga sangat sesuai untuk diagnostik jaringan
lunak.
MRI bila ditinjau dari tipenya terdiri dari : a. MRI yang memiliki kerangka terbuka (open gantry)
dengan ruang yang luas dan b. MRI yang memiliki kerangka (gantry) biasa yang berlorong
sempit. Sedangkan bila ditinjau dari kekuatan magnetnya terdiri dari ; a. MRI Tesla tinggi ( High
Field Tesla ) memiliki kekuatan di atas 1 1,5 T ; b. MRI Tesla sedang (Medium Field Tesla)
memiliki kekuatan 0,5 T ; c. MRI Tesla rendah (Low Field Tesla) memiliki kekuatan di bawah
0,5 T. S

Prinsip Dasar MRI Struktur atom hidrogen dalam tubuh manusia saat diluar medan magnet
mempunyai arah yang acak dan tidak membentuk keseimbangan. Kemudian saat diletakkan
dalam alat MRI (gantry), maka atom H akan sejajar dengan arah medan magnet . Demikian juga
arah spinning dan precessing akan sejajar dengan arah medan magnet. Saat diberikan frequensi
radio , maka atom H akan mengabsorpsi energi dari frekuensi radio tersebut. Akibatnya dengan
bertambahnya energi, atom H akan mengalami pembelokan, sedangkan besarnya pembelokan
arah, dipengaruhi oleh besar dan lamanya energi radio frequensi yang diberikan. Sewaktu radio
frequensi dihentikan maka atom H akan sejajar kembali dengan arah medan magnet . Pada saat
kembali inilah, atom H akan memancarkan energi yang dimilikinya. Kemudian energi yang
berupa sinyal tersebut dideteksi dengan detektor yang khusus dan diperkuat. Selanjutnya
komputer akan mengolah dan merekonstruksi citra berdasarkan sinyal yang diperoleh dari
berbagai irisan.
Tesla (T) is the unit of measurement quantifying the strength of a magnetic field.

4. Tingkat perdarahan menurut ATLS .

Anda mungkin juga menyukai