Anda di halaman 1dari 8

Etiologi

Penyebab Tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran
panjang 1-4/ m. Species lain yang dapat memberikan infeksi pada manusia adalah M.bovis, M.kansasi,
M.intercellulare. sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih
tahan asam dan tahan terhadap trauma kimia dan fisik(2).
Mycobacterium tuberculosa, basilus tuberkel, adalah satu diantara lebih dari 30 anggota genus Mycobacterium
yang dikenal dengan baik, maupun banyak yang tidak tergolongkan. Bersama dengan kuman yang berkerabat
dekat, yaitu M. bovis, kuman ini menyebabkan tuberculosis. M leprae merupakan agen penyebab penyakit lepra.
M avium dan sejumlah spesies mikrobacterium lainnya lebih sedikit menyebabkan penyakit yang biasanya
terdapat pada manusia. Sebagian besar micobakterium tidak patogen pada manusia, dan banyak yang mudah
diisolasi dari sumber lingkungan (4). Kuman ini dapat hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin
(dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman dalam sifat dormant. Dari sifat
dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberculosis aktif lagi.
Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraseluler yakni dalam sitoplasma makrofag. Sifat lain kuman
ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan
oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi daripada bagian lain,
sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit Tuberculosis (2)
Mikrobakterium dibedakan dari lipid permukaannya, yang membuatnya tahan-asam sehingga warnanya tidak
dapat dihilangkan dengan alkohol asam setelah diwarnai. Karena adanya lipid ini, panas atau detergen biasanya
diperlukan untuk menyempurnakan perwarnaan primer(4).
Penularan
M. tuberculosis ditularkan dari orang ke orang melalui jalan pernafasan. Walaupun mungkin terjadi jalur
penularan lain dan kadang-kadang terbukti, tidak satupun yang penting. Basilus tuberkel disekret pernafasan
membentuk nuclei droplet cairan yang dikeluarkan selama batuk, bersin, dan berbicara. Droplet keluar dari jarak
dekat dari mulut, dan sesudah itu basilus yang ada tetap di udara untuk wakktu yang
lama. Infeksi pada penjamu yang rentan terjadi bila terhirup sedikit basilus ini. Jumlah basilus yang dikeluarkan
oleh kebanyakan orang yang terinfeksi tidak banyak; khas diperlukan kontak rumah tangga selama beberapa
bulan untuk penularannya. Namun demikian, pasien dengan tuberculosis laring, penyakit endobrokhial,
penyebaran tuberculosis transbronkial yang baru, dan penyakit paru berkavitas yang luas seringkali sangat
menular. Infeksi berkaitan dengan jumlah kuman pada sputum yang dibatukkan, luasnya penyakit paru, dan
frekuensi batuk. Micobakterium rentan terhadap penyinaran ultraviolet, dan penularan infeksi di luar rumah
jarang terjadi pada siang hari. Ventilasi yang memadai merupakan tindakan yang terpenting untuk mengurangi
tingkat infeksi lingkungan. Serbuk tidak penting pada penularan tuberculosis. Sebagian penderita menjadi tidak
infeksius dalam dua minggu setelah pemberian kemoterapi yang tepat karena penurunan jumlah kuman yang
dikeluarkan dan kurangnya batuk (4).
Penularan infeksi dengan M. bovis telah lama dikaitkan dengan konsumsi susu sapi yang tercemar. Organisme
ini bukan lagi penyebab penyakit pada manusia yang utama di kebanyakan daerah di dunia.
Patofisiologi
1. Tuberculosis primer
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei
dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada
tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang baik dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat
tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan.

Bila partikel ini terisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Kebanyakan
partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari trakeo-bronkhial beserta gerakan silia dengan
sekretnya. Kuman juga dapat masuk melalui luka pada kulit atau mukosa tapi hal ini sangat jarang terjadi.
Bila kuman menetap di jaringan paru, ia bertumbuh dan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini ia
dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru-paru akan membentuk
sarang tuberculosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini dapat terjadi
dibagian mana saja jaringan paru.
Dari sarang primer ini akan timbul peradangan saluraan getah bening menuju hilus (limfangitis lokal), dan juga
diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis regional). Sarang primer + limfangitis local +
limfadenitis regional = kompleks primer(2).
Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi (2) :
1. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat.
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, klasifikasi di hilus atau kompleks
sarang Ghon.
3. Komplikasi dan menyebar secara :
a. Per kontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya.
b. Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru disebelahnya. Dapat juga kuman tertelan
bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus.
c. Secara limfogen, ke organ tubuh lainnya
d. Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya.
Semua kejadian diatas tergolong dalam perjalanan tuberculosis primer
2. Tuberculosis Post-primer
Kuman yang dormant pada tuberculosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen
menjadi tuberculosis dewasa (tuberculosis post-primer). Tuberculosis post-primer ini dimulai dengan sarang dini
yang berlokasi di regio atas paru (bagian apical posterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah
kedaerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru.
Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi
tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel Datia-Langhans (sel besar dengan
banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan bermacam-macam jaringan ikat (2).
Klasifikasi Tuberculosis
Sampai sekarang belum ada kesepakatan di antara para klinikus, ahli radiologi, ahli patologi, mikrobiologi dan
ahli kesehatan masyarakat tentang keseragaman klasifikasi tuberculosis.
Dari sistem lama diketahui beberapa klasifikasi seperti:
1. Tuberculosis primer (Childhood tuberculosis)
Tuberculosis post primer (Adult tuberculosis)
2. Tuberculosis paru (Koch Pulmonum) aktif, non aktif dan quiescent.

3. Tuberculosis minimal, terdapat sebagian kecil infiltrat non kavitas pada satu paru maupun kedua paru, tetapi
jumlahnya tidak melebihi satu lobus.
Moderately Advanced Tuberculosis, kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm. Jumlah infiltrat bayangan
halus tidak lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya kasar tidak lebih dari sepertiga bagian satu paru.
Far Advanced Tuberculosis, terdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi keadaan pada moderately advanced
tuberculosis.
Klasifikasi diatas dititik beratkan pada bidang patologi, mikrobiologi dan radiologi (2).
Pada tahun 1974 American Thoracic Society memberikan klasifikasi baru yang diambil dari klasifikasi
kesehatan masyarakat (2).
1. Kategori O: tidak pernah terpapar, dan tidak terinfeksi. Riwayat kontak negatif, test tuberculin negatif.
2. Kategori I: terpapar tuberculosis, tetapi tidak terbukti terinfeksi. Riwayat kontak positif, test tuberculin
negatif.
3. Kategori II: terinfeksi tuberculosis, tapi tidak sakit. Test tuberculin positif, radiologis dan sputum negatif.
4. Kategori III: terinfeksi tuberculosis dan sakit.
Di Indonesia klasifikasi yang banyak dipakai adalah:
1. Tuberculosis paru
2. Bekas tuberculosis paru
3. Tuberculosis paru tersangka, yang terbagi dalam:
i. Tuberculosis paru tersangka yang diobati. Disini sputum BTA negatif, tapi tanda-tanda lain positif.
ii. Tuberculosis paru tersangka tersangka yang tidak diobati. Disini sputum BTA negatif dan tanda-tanda lain
juga meragukan.
Gejala-gejala Klinis
Keluhan yang dirasakan penderita tuberculosis dapat bermacam-macam atau malah tanpa keluhan sama sekali.
Keluhan yang terbanyak adalah:
1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza, tetapi kadang-kadang panas badan dapat mencapai 40-41C.
Serangan demam pertama dapat sembuh kembali. Bagitulah seterusnya hilang timbulnya demam influenza ini,
sehingga penderita merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat
dipengaruhi daya tahan tubuh penderita dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.
2. Batuk
Batuk dapat terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk
radang keluar. Sifat batuk mulai dari kering (non produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi
produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lebih lanjut adalah berupa batuk darah (hemoptoe) karena
terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis terjadi pada kavitas, tetapi
dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronchus.

3. Sesak nafas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas akan ditemukan pada
penyakit yang sudah lanjut, dimana infiltrasinya sudah setengah bagian paru-paru.
4. Nyeri dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul apabila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga
menimbulkan pleuritis.
5. Malaise
Penyakit tuberculosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupa: anoreksia, tidak
ada nafsu makan, badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dll.
Gajala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur (2).
Kriteria Diagnosis
Diagnosis penyakit tuberculosis didasarkan pada:
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda:
a. Tanda-tanda infiltrat (redup, bronchial, ronkhi basah).
b. Tanda-tanda penarikan paru, diafragma, dan mediastinum.
c. Secret di saluran nafas dan ronkhi.
d. Suara nafas amforik karena adanya kavitas yang berhubungan langsung dengan bronchus.
2. Laboratorium darah rutin (LED normal atau meningkat, limfositosis)
3. Foto toraks PA dan lateral. Gambaran foto toraks yang menunjang diagnosis TB yaitu:
a. Bayangan lesi terletak dilapangan atas paru atau segmen apical lobus bawah.
b. Bayangan berawan (patchy) atau berbercak (nodular).
c. Adanya kavitas, tunggal, atau ganda.
d. Kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru.
e. Adanya kalsifikasi.
f. Bayangn menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian.
g. Bayangan milier.
4. Pemeriksaan Sputum BTA
Pemeriksaan sputum BTA memastikan diagnosis TB paru, namun pemeriksaan ini tidak sensitive karena hanya
30-70% pasien TB yang tidak dapat didiagnosis berdasarkan pameriksaan ini.

5. Tes PAP (peroksidase anti peroksidase)


Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen imunoperoksidase staining untuk menentukan
adanya IgG spesifik terhadap basil TB.
6. Tes Mantoux/Tuberkulin
7. Teknik Polymerase Chain Reaction
Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam berbagai tahap sehingga dapat mendeteksi
meskipun hanya ada1 mikroorganisme dalam specimen. Selain itu teknik PCR ini juga dapat mendeteksi adanya
resistensi.
8. Becton Dickinson Diagnostic Instrument System (BACTEC)
9. Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
10. MYCODOT (5).
Diagnosis
Diagnosis tuberculosis cukup mudah ditegakkan mulai dari keluhan-keluhan klinis, gejala-gejala kelainan fisis,
kelainan radiologis sampai kelainan bakteriologis. Tetapi dalam prakteknya tidak mudah menegakkan
diagnosisnya menurut American Thoracic society diagnosis pasti tuberculosis paru adalah dengan menemukan
kuman Mycobacterium tuberculosis dalam sputum atau cairan paru secara biakan (2,6).
Penatalaksanaan
Terdapat 2 macam sifat/aktivitas obat terhadap tuberculosis yakni (2):
1.Aktivitas bakterisid
Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang sedang tumbuh (metabolismenya masih aktif). Aktivitas
bakteriosid biasanya diukur dengan kecepataan obat tersebut membunuh atau melenyapkan kuman sehingga
pada pembiakan akan didapatkan hasil yang negatif (2 bulan dari permulaan pengobatan).
2.Aktivitas sterilisasi
Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang pertumbuhannya lambat (metabolismenya kurang aktif).
Aktivitas sterilisasi diukur dari angka kekambuhan setelah pengobatan dihentikan.
Dalam pengobatan penyakit Tuberculosis dahulu hanya dipakai satu macam obat saja. Kenyataan dengan
pemakaian obat tunggal ini banyak terjadi resistensi. Untuk mencegah terjadinya resistensi ini, terapi
tuberculosis dilskukan dengan memakai perpaduan obat, sedikitnya diberikan 2 macam obat yang bersifat
bakterisid. Dengan memakai perpaduan obat ini, kemungkinan resistensi awal dapat diabaikan karena jarang
ditemukan resistensi terhadap 2 macam obat atau lebih serta pola resistensi yang terbanyak ditemukan ialah INH
(2)
.
Jenis obat yang dipakai :
1. Obat primer
a. Isoniazid
b.Rifampisin

c. Pirazinamid
d. Streptomisin
e. Etambutol
2. Obat sekunder
a. Etionamid
b. Protionamid
c. Sikloserin
d. Kanamisin
e. P.A.S. (Para Amino Salicylic Acid)
f. Tiasetazon
g. Viomisin
h. Kapreomisin
Sebelum ditemukannya rifampisin metode terapi terhadap tuberculosis paru adalah dengan system jangka
panjang (terapi standar) yaitu: INH (H) + Streptomisin (S) + PAS atau Etambutol (E) tiap hari dengan fase
initial selama 1-3 bulan dan dilanjutkan dengan INH +Etambutol atau PAS selama 12-18 bulan.
Setelah diketemukannya Rifampisin maka paduan obat menjadi: INH + Rifampisin + Streptomisin atau
Etambutol setiap hari (fase initial) dan diteruskan dengan INH + Rifampisin atau Etambutol (fase lanjut)
Paduan ini selanjutnya berkembang menjadi terapi jangka pendek, dimana diberikan INH + Rifampisin
+Streptomisin atau Etambutol atau Pirazinamid (Z) setiap hari sebagai fase initial selama 1-2 bulan dilanjutkan
dengan INH + Rifampisin atau Etambutol atau Streptomisin 2-3 kali seminggu selama 4-7 bulan, sehingga lama
pengobatan keseluruhan menjadi 6-9 bulan.
Dengan pemberian terapi jangka pendek akan didapat beberapa keuntungan seperti :
1. Waktu pengobatan lebih dipersingkat.
2. Biaya keseluruhan untuk pengobatan menjadi lebih hemat dan efisien.
3. Jumlah penderita yang membangkang menjadi berkurang.
4. Tenaga pengawas pengobatan menjadi lebih hemat dan efisien.
Oleh karena itu Departemen Kesehatan R.I. dalam rangka program pemberantasan penyakit tuberculosis paru
lebih menganjurkan terapi jangka pendek dengan perpaduan obat HRE/5 H 2R2 (Isoniazid + Rifampisin +
Etambutol setiap hari selama satu bulan, dan dilanjutkan dengan Isoniazid + Rifampisin 2 kali seminggu selama
5 bulan)(2).
Menurut Standard Pelayanan Medik RSUP Dr. Sardjito, penanganan pasien Tuberculosis dibedakan menjadi:
1. Umum

- Diit TKTP, istirahat cukup


- Obat Anti Tuberculosis (OAT)
a. Isoniazide (H) 400 mg/hari (harus diberikan suplemen piridoksin 25-50 mg/hari)
b. Rifampisin (R) 400 mg/hari (jika berat badan <50kg), 600 mg/hari (BB>50 kg)
c. Pirazinamid (Z) 3 kali 500 mg selama 2 bulan pertama.
d. Etambutol (E) 25 mg/kg BB/hari untuk 2 bulan pertama, dilanjutkan dengan 15 mg/kg untuk masa terapi
selanjutnya.
e. Steptomisin injeksi 1 gram, intramuskuler, setiap hari atau 2 kali seminggu.
f. Kombinasi OAT yang lazim diberikan adalah 2 HRZ/4-6 HRE (2 bulan HRZ dilanjutkan dilanjutkan HRE
setiap hari selama 4 bulan) atau 2 HRZE/4-6 H2R2E2 (kombinasi HRZE setiap hari selama 2 bulan dilanjutkan
dengan HRE 2 kali seminggu selama 4-6 bulan.
- Obat batuk sebaiknya tidak diberikan, kecuali jika sangat mengganggu dapat diberikan codein sulfat 4-6 kali
10-15 mg.
2. Khusus
- Kortikosteroid (diberikan jika sangat parah dan tampak toksis, memperbaiki perasaan, nafsu makan dan
menurunkan demam)
- Terapi kolaps untuk pneumothoraks
- Pembedahan jika ada kecurigaan perubahan kearah keganasan, sternosis bronkus, focus yang menjadi sumber
kekambuhan, menutup empiema kronik.
3. Perawatan intensif
- Jika ada perdarahan masif, bahaya aspirasi dan resiko penyebaran kebagian lain paru, terapi anti shock.
- Pemberian obat penenang (fenobarbital 60-120 mg, subkutan).
- Codein sulfat 4-6 kali 10-15 mg untuk menekan batuk (tidak boleh morfin).
- Dapat ditambahkan pemberian vasopresin 10 ui dalam 10 ml NaCl 0,9% (normal salin) intravena pelan-pelan.
4. Lama perawatan
- Umumnya 2-3 minggu
- Lama pengobatan sebaiknya 6-8 bulan
- Perbaikan pada X-foto terlihat setelah terapi 4 minggu
- Konversi sputum setelah 2-3 bulan terapi
- Terapi teratur selama 2 minggu dapat membuat pasien tidak berbahaya terhadap masyarakat sekitarnya.
5. Lama pemulihan

- Bervariasi, umumnya 12 bulan setelah terapi (7)


Prognosis
1.

Jika berobat teratur sembuh total (95%).

2.

Jika dalam 2 tahun penyakit tidak aktif, hanya sekitar 1 % yang mungkin relaps(7).

Komplikasi
1. Perdarahan (hemaptoe) massif, aspirasi, syok, pnemonia, abses paru.
2. Kematian akibat aspirasi
3. Sepsis (8).
PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
Pada saat ini pemeriksaan radiologi dada merupakan cara yang praktis untuk menemukan lesi tuberculosis.
Pemeriksaan ini memang membutuhkan biaya lebih dibandingkan pemeriksaan sputum, tapi dapat memberikan
keuntungan yaitu pada pemeriksaan tuberculosis pada anak dan tuberculosis milier. Pada kedua hal ini diagnosis
dapat diperoleh melalui pemeriksaan radiologis dada karena pemeriksaan sputum hamper selalu negative.
Lokasi lesi tuberculosis umumnya didaerah apeks paru (segmen apical lobus atas atau segmen apical lobus
bawah). Akan tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau didaerah hilus menyerupai tumor
paru (misalnya pada tuberculosis endobronkhial).
Gambaran tuberculosis milier berupa bercak-bercak halus yang umumnya tersebar merata pada seluruh
lapangan paru (2). Akibat adanya penyebaran tuberculosis paru secara hematogen akan tampak sarang-sarang
sekecil 1-2 mm, atau sebesar kepala jarum (milium), tersebar merata dikedua belah paru. Pada foto toraks,
tuberculosis miliaris ini dapat menyerupai gambaran badai kabut (snow storm appearance). Penyebaran
penayakit tuberculosis paru ini juga dapat terjadi ke ginjal, tulang, sendi, selaput otak (meninges), dan
sebagainya (9).
Pada pemeriksaan radiologi, gambaran tuberculosis milier yang berupa bayangan-bayangan kecil itu kelihatan
berbatas sangat tegas, seakan-akan tiap bintik itu dapat diangkat dengan pinset. Besarnya pada tiap kasus
berlainan, tetapi pada satu kasus biasanya sama besar. Bayangan-bayangan ini sebenarnya disebabkan oleh
superposisi dari banyak tuberkel, dan ini mungkin sama sekali tidak mengakibatkan suatu bayangan sebelum
jumlahnya cukup banyak atau besarnya cukup luas untuk menyebabkan suatu bayangan karena superposisi.
Oleh karena itu radiograf mula-mula mungkin berbentuk normal, akan tetapi akan tampak bayangan-bayangan
itu didalam kira-kira 2 minggu. Sementara didalam pengobatan, bayangan-bayangn hilang jauh sebelum
tuberkel-tuberkel secara patologis benar-benar menghilang, sehingga sebaiknya pengobatan tetap diteruskan
walaupun pasien telah merasa enak badan dan oleh karena gambaran radiologi telah menjadi normal. Mungkin
ada tanda-tanda lain dari tuberculosis paru-paru seperti suatu kavitas, atau kelenjar-kelenjar hilus mungkin
membesar (10).
Gambaran radiologis dari tuberculosis miliaris adalah terlihatnya bayangan nodul-nodul halus yang tersebar di
seluruh lapangan paru (11

Anda mungkin juga menyukai