oleh pensesaran. Zona Bandung merupakan puncak dari Geantiklin Jawa Barat yang
kemudian runtuh setelah proses pengangkatan berakhir (van Bemmelen, 1949).
Zona Pegunungan Selatan terletak di bagian selatan Zona Bandung. Pannekoek,
(1946), menyatakan bahwa batas antara kedua zona fisiografi tersebut dapat
diamati di Lembah Cimandiri, Sukabumi. Perbukitan bergelombang di Lembah
Cimandiri yang merupakan bagian dari Zona Bandung berbatasan langsung dengan
dataran tinggi (pletau) Zona Pegunungan Selatan. Morfologi dataran tinggi
atau plateau ini, oleh Pannekoek (1946) dinamakan sebagai Plateau Jampang.
Pola Sesar
Berdasarkan hasil penafsiran foto udara dan citra indraja (citra landsat) daerah Jawa
Barat, diketahui adanya banyak kelurusan bentang alam yang diduga merupakan
hasil proses pensesaran. Jalur sesar tersebut umumnya berarah barat-timur, utaraselatan, timurlaut-baratdaya dan baratlaut-tenggara. Secara regional struktur sesar
berarah timurlaut-baratdaya dikelompokan sebagai Pola Meratus, sesar berarah
utara-selatan dikelompokan sebagai Pola Sunda dan sesar berarah barat-timur
dikelompokan sebagai Pola Jawa. Struktur sesar dengan arah barat-timur umumnya
berjenis sesar naik, sedangkan struktur sesar dengan arah lainnya berupa sesar
mendatar. Sesar normal umum terjadi dengan arah bervariasi.
Dari sekian banyak struktur sesar yang berkembang di Jawa Barat, ada tiga struktur
regional yang memegang peranan penting, yaitu Sesar Cimandiri, Sesar Baribis dan
Sesar Lembang. Ketiga sesar tersebut untuk pertamakalinya diperkenalkan oleh van
Bemmelen (1949) dan diduga ketiganya masih aktif hingga sekarang.
Sesar Cimandiri merupakan sesar paling tua (umur Kapur), membentang mulai dari
Teluk Pelabuhanratu menerus ke timur melalui Lembah Cimandiri, CipatatRajamandala, Gunung Tanggubanprahu-Burangrang dan diduga menerus ke timur
laut menuju Subang. Secara keseluruhan, jalur sesar ini berarah timurlaut-baratdaya
dengan jenis sesar mendatar hingga oblique (miring). Oleh Martodjojo dan
Pulunggono (1986), sesar ini dikelompokan sebagai Pola Meratus.
Sesar Baribis yang letaknya di bagian utara Jawa merupakan sesar naik dengan arah
relatif barat-timur, membentang mulai dari Purwakarta hingga ke daerah Baribis di
Kadipaten-Majalengka (Bemmelen, 1949). Bentangan jalur sesar Baribis dipandang
berbeda oleh peneliti lainnya. Martodjojo (1984), menafsirkan jalur sesar naik
Baribis
Peristiwa subduksi Kapur diikuti oleh aktifitas magmatik yang menghasilkan endapan
gunungapi berumur Eosen. Di Jawa Barat, endapan gunungapi Eosen diwakili oleh
Formasi Jatibarang dan Formasi Cikotok. Formasi Jatibarang menempati bagian
utara Jawa dan pada saat ini sebarannya berada di bawah permukaan, sedangkan
Formasi Cikotok tersingkap di daerah Bayah dan sekitarnya.
Jalur gunungapi (vulcanic arc) yang umurnya lebih muda dari dua formasi tersebut
di atas adalah Formasi Jampang. Formasi ini berumur Miosen yang ditemukan di
Jawa Barat bagian selatan. Dengan demikian dapat ditafsirkan telah terjadi
pergeseran jalur subduksi dari utara ke arah selatan.
Untuk ketiga kalinya, jalur subduksi ini berubah lagi. Pada saat sekarang, posisi jalur
subduksi berada Samudra Hindia dengan arah relatif barat-timur. Kedudukan jalur
subduksi ini menghasilkan aktifitas magmatik berupa pemunculan sejumlah
gunungapi aktif. Beberapa gunungapi aktif yang berkaitan dengan aktifitas subduksi
tersebut, antara lain G. Salak, G. Gede, G. Malabar, G. Tanggubanprahu dan G.
Ciremai.
Walaupun posisi jalur subduksi berubah-ubah, namun jalur subduksinya relatif
sama, yaitu berarah barat-timur. Posisi tumbukan ini selanjutnya menghasilkan
sistem tegasan (gaya) berarah utara-selatan.
Aktifitas tumbukan lempeng di Jawa Barat, menghasilkan sistem tegasan (gaya)
berarah utara-selatan.
TEKTONIK DAERAH CILETUH
Ciletuh yang secara adminstratif termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Sukabumi
memiliki geologi yang unik. Di daerah ini tersingkap batuan campur aduk (mlange)
yang berumur Kapur dan batuan sediment berumur Paleogen. Kelompok batuan PraTersier merupakan satuan batuan tertua yang tersingkap di permukaan daratan
Pulau Jawa. Di Pulau Jawa sendiri ada tiga lokasi yang memiliki singkapan batuan
tertua, yaitu di daerah Ciletuh ( Sukabumi-Jawa Barat), daerah Karangsambung
(Kebumen-Jawa Tengah) dan di daerah Bayat (Klaten, Yogyakarta).
Yang unik dari singkapan batuan Pra-Tersier di daerah Ciletuh adalah seluruh
singkapan batuannya berada di dalam suatu lembah besar
Struktur sesar daerah Ciletuh juga terbentuk akibat gaya-gaya kompresional berarah
utara-selatan. Struktur sesar ini memotong batuan mulai dari umur Pra-Tersier
hingga Neogen. Penyebaran satuan batuan di dalam lembah Ciletuh, umumnya
dikontrol oleh struktur sesar. Dari hasil intrepretasi citra landsat dan data lapangan,
diketahui bahwa struktur sesarnya berjenis sesar naik, sesar mendatar dan sesar
miring (oblique). Umumnya sesar tersebut berarah utara-selatan, baratlaut-tenggara
dan timurlaut-baratdaya.
Sejarah Geologi Ciletuh
Daerah Ciletuh pada saat ini terletak pada lingkungan tektonik busur vulkanik dari
sistem tumbukan antara Lempeng Eurasia dengan Lempeng Hindia Australia.
Lempeng Eurasia bersifat granitis (dinamakan juga sebagai lempeng benua)
sedangkan Lempeng Hindia-Australia bersifat basaltis (dinamakan juga sebagai
lempeng samudra). Posisi jalur tumbukan kedua lempeng berada di Samudra Hindia.
Dari waktu ke waktu, posisi jalur tumbukan dapat berubah-ubah sesuai dengan
kondisi geologinya pada saat itu. Pada Zaman Kapur, posisi jalur tumbukan berada
di daerah Ciletuh sekarang. Akibat dari pertemuan kedua lempeng tersebut, daerah
Ciletuh pada saat itu berada di lingkungan laut dalam. Morfologi dasar laut yang
dibentuk oleh aktifitas tumbukan kedua lempeng tersebut menyerupai parit atau
palung curam (trench) yang memanjang dengan arah barat-timur.
Di dalam palung (zona tumbukan) terakumulasi sedimen laut dalam (sediment
pelagic) berupa lapisan lempung dan batugamping klastik. Disamping itu, di dalam
zona tumbukan terjadi proses percampuran batuan yang mekanismenya dapat
terjadi secara tektonik dan sedimenter.
Batuan campur aduk (batuan bancuh) dinamakan pula sebagai melange, batuannya
terdiri atas batuan beku, batuan metamorfik dan batuan sedimen. Apabila proses
percampuran batuannya akibat tektonik dinamakan sebagai melange tektonik dan
apabila prosesnya akibat sedimentasi maka dinamakan sebagai melange
sedimenter atau olistostrom. Di dalam lembah Ciletuh, batuan melange terdiri atas
batuan basa dan ultra basa (Ofiolit), seperti peridotit, serpentinit, gabro dan basalt.
Batuan melange Ciletuh selanjutnya ditutupi secara tidak selaras oleh batuan
sedimen Formasi Ciletuh. Formasi Ciletuh terdiri atas metasedimen, breksi dan
Dilihat dari sejarah geologinya, batuan Pra-Tersier Ciletuh merupakan batuan tertua
yang terletak di bagian paling bawah dari urutan stratigrafinya. Selanjutnya batuan
tua ini ditutupi oleh batuan sedimen yang umurnya lebih muda dengan tebal
mencapai ribuan meter.
Pada saat ini, batuan Pra-Tersier telah tersingkap ke permukaan dengan berbagai
macam proses geologi. Proses tektonik merupakan mekanisme utama yang
menggerakan batuan dari posisi bawah ke permukaan (pengangkatan). Proses
pengangkatan dapat terjadi melalui mekanisme pembentukan struktur lipatan dan
sesar naik.
Jalur sesar naik daerah Ciletuh dan sekitarnya umumnya relatif lurus dan berarah
barat-timur, sedangkan sebaran batuan tua yang berada di lembah Ciletuh dibatasi
oleh batas-batas lembahnya yang melingkar. Dengan demikian harus ada
mekanisme lainnya yang menyebabkan batuan tua tersebut tersingkap ke
permukaan.
Morfologi lembah membusur dengan bentuk setengah lingkaran (bentuk tapal kuda)
biasanya terjadi akibat longsoran. Dengan mengacu kepada model tersebut maka di
daerah Ciletuh pernah terjadi peristiwa longsor besar yang menyebabkan masa
batuan Formasi Jampang bergerak ke arah laut (Bentuk lembah Ciletuh membusur
dan terbuka ke arah laut). Selanjutnya akibat peristiwa longsoran besar ini,
tersingkaplah batuan tua di permukaan.
Comments (3)
3 Komentar
1.
Mengapa tidak dicantumkan gambar?? padahal ulasannya menarik.
Komentar oleh Iqbal Oktober 9, 2009 @ 2:07 pm | Balas
2.
Coba tanya pak Sudjono Martodjojo atau Pak RP Kuesuma,pasti beliau
punya dech peta2nya
Komentar oleh Iwan S. Natanegara Januari 12, 2010 @ 11:55
am | Balas