Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Beakang
Daerah aliran sungai disingkat DAS ialah air yang mengalir pada suatu kawasan yang

dibatasi oleh titik-titik tinggi di mana air tersebut berasal dari air hujan yang jatuh dan
terkumpul dalam sistem tersebut. Guna dari DAS adalah menerima, menyimpan, dan
mengalirkan air hujan yang jatuh diatasnya melalui sungai.
Air Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah air yang mengalir pada suatu kawasan yang
dibatasi oleh titik-titik tinggi dimana air tersebut berasal dari air hujan yang jatuh dan
terkumpul dalam sistem tersebut.
Air pada DAS merupakan aliran air yang mengalami siklus hidrologi secara alamiah.
Selama berlangsungnya daur hidrologi, yaitu perjalanan air dari permukaan laut ke
atmosfer kemudian ke permukaan tanah dan kembali lagi ke laut yang tidak pernah berhenti
tersebut, air tersebut akan tertahan (sementara) di sungai, danau/waduk, dan dalam tanah
sehingga akan dimanfaatkan oleh manusia atau makhluk hidup.
Air hujan yang dapat mencapai permukaan tanah, sebagian akan masuk (terserap) ke
dalam tanah (infiltrasi), sedangkan air yang tidak terserap ke dalam tanah akan tertampung
sementara dalam cekungan-cekungan permukaan tanah (surface detention) untuk kemudian
mengalir di atas permukaan tanah ke tempat yang lebih rendah (runoff), untuk selanjutnya
masuk ke sungai. Air infiltrasi akan tertahan di dalam tanah oleh gaya kapiler yang
selanjutnya akan membentuk kelembaban tanah. Apabila tingkat kelembaban air tanah telah
cukup jenuh maka air hujan yang baru masuk ke dalam tanah akan bergerak secara lateral
(horizontal) untuk selanjutnya pada tempat tertentu akan keluar lagi ke permukaan tanah
(subsurface flow) yang kemudian akan mengalir ke sungai.
Batas wilayah DAS diukur dengan cara menghubungkan titik-titik tertinggi di antara
wilayah aliran sungai yang satu dengan yang lain.

1.2

1.3

Rumusan masalah
1. Apakah pengertian dari Erosi dan kaitan nya dengan Daerah Aliran Sungai?
2. Bagaimana proses Erosi yang berlangsung?
3. Bagaimana Cara Pemetaan Erosi actual?
4. Apa yang menjadi Dampak Kerusakan Daerah Aliran Sungai?
5. Apakah pengertian dari Mass Wasting dan Gerakan Tanah?
Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Pengertian Erosi dan proses erosi yang berkaitan dengan Daerah
Aliran Sungai
2. Mengetahui cara pemetaan Erosi Aktual
3. Mengetahui bentukan muka bumi akibat berbagai proses
4. Mengetahui Pengertian dan penjelasan Mass Wasting dan Gerakan Tanah

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Erosi


2

Erosi berasal dari kata Latin erodere, artinya mengerkah atau


mengampelas. Seperti arti asalnya, erosi adalah proses pengerkahan atau
pengumpulan bahan-bahan terutama oleh air. Proses pelapukan dapat
mempercepat proses erosi. Orang awam sehari-hari mengartikan erosi
sebagai

pengrusakan

dan

pengangkutan

bahan-bahan

dari

tanah

penutup. Dalam arti geologi erosi lebih tepat untuk dipakai sebagai proses
pengampelasan baik batuan segar maupun lapukan atau tanah penutup.
Definisi erosi cukup beragam, namun dapat disimpulkan bahwa erosi
merupakan proses di permukaan bumi yang berlangsung secara gradual
yang diakibatkan oleh aktivitas air, angin, salju maupun media geologik
lainnya (SCSA, 1976, dalam El-Swaify et. al., 1982; Strahler & Strahler,
1984; Field & Engel, 2004).
Arnoldus (1974, dalam El-Swaify et. al., 1982) mengusulkan
klasifikasi erosi secara umum menjadi erosi geologi (geological erosion)
dan erosi yang dipercepat (accelerated erosion). Erosi geologi terjadi
secara alami, umumnya berlangsung dalam jutaan tahun dan seimbang
dengan perubahan- perubahan di alam. Erosi yang dipercepat diakibatkan
oleh aktivitas manusia, umumnya bersifat mengubah kondisi alami secara
drastis.
Erosi yang diakibatkan oleh pengerjaan air dapat dibagi menjadi
beberapa tahapan, yaitu (Van Zuidam, 1983), yaitu erosi percikan (splash
erosion), erosi lembaran (sheet erosion), erosi alur (rill erosion), dan erosi
selokan (gully erosion). Erosi percikan disebabkan oleh energi yang
ditimbulkan ketika tetes-tetes hujan jatuh ke permukaan batuan/tanah.
Besarnya material yang tererosi akan setara dengan besarnya energi
yang dihasilkan oleh percikan air hujan tersebut. Erosi lembaran
didefinisikan

sebagai

perpindahan

serentak

material

batuan/tanah

membentuk lapisan tipis mengikuti arah kemiringan lahan. Erosi alur


merupakan bentuk erosi yang paling umum, terjadi ketika material
batuan/tanah dipindahkan oleh air yang menyisakan bentuk alur di
permukaan. Erosi selokan merupakan pengembangan lebih lanjut dari

tahapan erosi alur, berukuran lebih besar dibandingkan alur yang


terbentuk akibat erosi alur.
Erosi Geologi ( geological / natural / normal erosion ) yaitu suatu proses erosi yang
tejadi secara alamiah dimana tanah berada dalam keseimbangan alam dan dalam keadaan
terlindung oleh vegetasi alam
Proses erosi geologi yang berlangsung terus menerus menghasilkan
topografi yang

permukaan

sekarang dan menghasilkan bahan-bahan endapan sungai (alluvium).Erosi

geologi ditopang oleh kompleks proses pelapukan batuan yang merupakan factor paling
bertanggung jawab atas terbentuknya tanah Transport tanah permukaan dalam erosi geologi
adalah oleh tenaga air, angin, dan grafitasi.
Erosi yang dipercepat (Accelerated erosion) :
Air menjadi penyebab erosi melalui :
-

percikan (splash),
erosi permukaan (sheet Erosion) atau erosi antar alur
(interrill erosion),
aliran permukaan yang terkonsentrasi (rill dan gully erosion),
aliran air sungai (riverine erosion),
gelombang / wave action ( foreshore erosion or beach erosion),
aliran bawah tanah ( piping or tunnel erosion).

50 cm

: rills (alur)

50 cm 300 cm

: gully (parit)

300 cm

: ravine

Sebaran daerah erosi ( berat dan sedang ) di sekitar Waduk Saguling.

PEMETAAN EROSI AKTUAL :


Tanda-tanda erosi di lapangan : sheet, rill, gully erosion.
Kode :
0

Indikator :
tidak ada akar-akar terekspos; tidak ada krusting; tidak
ada percikan pedestal; penutupan vegetasi lebih dari
70%(kanopi dan permukaan).

sedikit akar terekspos; ada krusting; tidak ada pecikan


pedestal; tanah dibagian lereng atas tanaman lebih
tinggi; penutupan vegetasi rata-rata 30-70%.

akar-akar terekspos; terbentuknya percikan pedestal;


tumpukan tanah terhalang oleh tanaman, semua dengan
kedalaman 1 - 10 mm, sedikit krastng, penutupan
5

vegetasi 30 70 %.

akar-akar

terekspos

dan

percikan

pedestal

dan

tumpukan tanah lebih dari 5 cm; penutupan vegetasi 30


70 %.
3

akar-akar terekspos;

percikan pedestal, tumpukan

tanah dengan kedalaman 5 - 10 cm, 2 5 mm ketebalan


krastng, rumput di bagian bawah lerng terlumuri oleh
material hasil

sapuan dari lereng bagian atas;

penutupan vegetasi kurang dari 30%.


4

akar-akar terekspos; percikan pedestal, tumpukan tanah


dengan kedalaman 5 - 10 cm, tersebarnya material
kasar; rill dengan kedalaman lebih dari 8 cm; tanah
terbuka.
5

erosi parit (gully), erosi alur dengan kedalaman lebih


dari 8 cm , tanah terbuka.

Dari kriteria di atas maka dapat dikelompokkan daerah-daerah yang intensitas erosinya
sbb. :
sangat ringan ( kode 0 );
daerah dengan intensitas erosi ringan( dan 1 );
daerah dengan intensitas erosi sedang ( kode 2 dan 3 ); dan
daerah dengen intensitas erosi berat ( kode 4 dan 5 ).

2.2

DAMPAK KERUSAKAN DAERAH ALIRAN SUNGAI


Sumberdaya alam utama yang terdapat dalam suatu DAS yang harus diperhatikan

dalam pengelolaan DAS adalah sumberdaya hayati, tanah dan air. Sumberdaya tersebut peka
terhadap berbagai macam kerusakan (degradasi) seperti kehilangan keanekaragaman hayati
(biodiversity), kehilangan tanah (erosi), kehilangan unsur hara dari daerah perakaran
(kemerosotan kesuburan tanah atau pemiskinan tanah), akumulasi garam (salinisasi),
penggenangan (water logging), dan akumulasi limbah industri atau limbah kota
(pencemaran) (Rauschkolb, 1971; ElSwaify, et. al. 1993). Menurunnya kualitas air yang
disebabkan baik oleh sedimen yang bersumber dari erosi maupun limbah industri (polusi)
sudah sangat dirasakan di daerah aliran sungai yang berpenduduk padat.
Erosi di daerah tropika basah dengan berbagai fenomena yang bertalian erat
dengannya seperti penurunan produktivitas tanah, sedimentasi, banjir, kekeringan, termasuk
jenis kerusakan DAS yang memerlukan penanganan segera dengan menggunakan teknologi
yang telah dikuasai maupun teknologi baru, agar degradasi lingkungan tidak berlanjut
mencapai tingkat yang gawat. Dampak negatif erosi terjadi pada dua tempat yaitu pada tanah
tempat erosi terjadi, dan pada tempat sedimen diendapkan.
Kerusakan utama yang dialami pada tanah tempat erosi terjadi adalah kemunduran
kualitas sifat-sifat biologi, kimia, dan fisik tanah. Kemunduran kualitas tanah tersebut dapat
berupa kehilangan keanekaragaman hayati, unsur hara dan bahan organik yang terbawa oleh
erosi, tersingkapnya lapisan tanah yang miskin hara dan sifat-sifat fisik yang menghambat
pertumbuhan tanaman, menurunnya kapasitas infiltrasi dan kapasitas tanah menahan air,
meningkatnya kepadatan tanah dan ketahanan penetrasi serta berkurangnya kemantapan
struktur tanah. Hal tersebut pada akhirnya berakibat pada memburuknya pertumbuhan
tanaman, menurunnya produktivitas tanah atau meningkatnya pasokan yang dibutuhkan
untuk mempertahankan produksi. Memburuknya sifat-sifat biologi, kimia dan fisik tanah
serta menurunnya produktivitas tanah sejalan dengan semakin menebalnya lapisan tanah
yang tererosi (Sudirman et al 1986).
Tanah dan bagian-bagian tanah yang terangkut oleh aliran permukaan diendapkan di
bagian tertentu atau masuk ke sungai serta diendapkan di dalam sungai, waduk, danau atau
saluran-saluran air. Disamping itu dengan berkurangnya kapasitas infiltrasi tanah yang
mengalami erosi akan menyebabkan aliran permukaan (run off) meningkat. Peningkatan
7

aliran permukaan dan mendangkalnya sungai mengakibatkan banjir semakin sering dengan
tingkatan (derajat) yang semakin berat pada setiap musim hujan. Terjadinya banjir sudah
merupakan fenomena yang berulang setiap tahun di banyak DAS di Indonesia.
Berkurangnya infiltrasi air ke dalam tanah yang mengalami erosi di bagian hulu DAS
menyebabkan pengisian kembali (recharge) air di bawah tanah (ground water) juga
berkurang yang mengakibatkan kekeringan di musim kemarau. Dengan demikian terlihat
bahwa peristiwa banjir dan kekeringan merupakan fenomena ikutan yang tidak terpisahkan
dari peristiwa eropsi. Bersama dengan sedimen, unsur-unsur hara terutama N dan P serta
bahan organikpun banyak yang ikut terbawa masuk ke dalam waduk atau sungai (Sinukaban
1981). Hal ini mengakibatkan terjadinya eutrofikasi berlebihan dalam danau atau waduk
sehingga memungkinkan perkembangan tananam air menjadi lebih cepat dan pada akhirnya
mempercepat pendangkalan dan kerusakan waduk atau danau tersebut. Meningkatnya
aktivitas pertambangan dan pembanguan pabrik yang tidak diikuti dengan teknik konservasi
dan penanganan limbah yang memadai, akan meningkatkan pencemaran yang luar biasa di
bagian hilir.
Dari gambaran tersebut telihat juga bahwa laju erosi suatu DAS dapat dijadikan salah
satu indikator kecepatan proses pengrusakan (degradasi) DAS. Untuk menilai laju erosi yang
terjadi di suatu DAS, petunjuk dasar yang mudah diperoleh adalah konsentrasi sedimen
dalam aliran permukaan (Sinukaban 1981). Berdasarkan konsentrasi sedimen dalam air
sungai, laju erosi di beberapa DAS di Indonesia pada 30 40 tahun yang lalu sudah
mencapai tingkat yang mengkhawatirkan (Badrudin Mahbub, 1978) dan di banyak tempat
sudah lebih besar dari erosi yang dapat ditoleransikan (Sinukaban 1994). Dari perkembangan
pengamatan ternyata laju erosi saat ini sudah semakin meningkat dan sudah jauh lebih gawat
dari pada keadaan 30 40 tahun yang lalu, terutama pada DAS kategori prioritas I.
Banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau adalah indikator utama
kerusakan DAS yang sangat jelas. Pada dasarnya banjir terjadi karena sebagian besar dari
hujan yang jatuh ke bumi tidak masuk kedalam tanah mengisi akuifer, tetapi mengalir di atas
permukaan yang pada gilirannya masuk ke sungai dan mengalir sebagai banjir ke bagian hilir.
Hal ini terjadi karena kapasitas infiltrasi tanah sudah menurun akibat rusaknya DAS. Faktor
utama kerusakan DAS yang mengakibatkan menurunnya infiltrasi adalah: (1) hilang /
rusaknya penutupan vegetasi permanen / hutan di bagian huilu, (2) pengunaan lahan yang

tidak sesuai dengan kemampuannya, dan (3) penerapan teknologi pengelolaan lahan /
pengelolaan DAS yang tidak memenuhi syarat yang diperlukan.
Penurunan infiltrasi akibat kerusakan DAS mengakibatkan meningkatnya aliran
permukaan (run off) dan menurunnya pengisian air bawah tanah (groundwateri)
mengakibatkan meningkatnya debit aliran sungai pada musim hujan secara drastis dan
menurunnya debit aliran pada musim kemarau. Pada keadaan kerusakan yang ekstrim akan
terjadi banjir besar di musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau. Hal ini
mengindikasikan bahwa terjadi kehilanghan air dalam jumlah besar di musim hujan yaitu
mengalirnya air ke laut dan hilangnya mata air di kaki bukit akibat menurunnya permukaan
air bawah tanah. Dengan perkataan lain, pengelolaan DAS yang tidak memadai akan
mengakibatkan rusaknya sumberdaya air.
2.3 Bentukan Muka Bumi
Bentuk Muka Bumi Akibat Proses Erosi
Erosi adalah peristiwa hilangnya dan terangkutnya runtuhan batuan oleh
suatu tenaga di permukaan tanah, misalnya dilakukan oleh air, angin,
atau gletser. Air yang mengalir di sungai melakukan erosi terhadap
batuan yang dilaluinya, baik pada bagian tepi maupun pada bagian dasar
sungainya.
1. Erosi oleh sungai Proses erosi sungai dapat menentukan tingkat
usia sungai.
a. Stadium muda (young stream) Sungai dikatakan dalam stadium muda
apabila terjadi ketidakseimbangan antara proses erosi dan sedimentasi, di
mana erosi jauh lebih besar dibandingkan dengan sedimentasi.
Tanda-tandanya adalah
1) Proses erosi sangat aktif, baik erosi ke bawah maupun erosi ke
samping.
2) Lembahnya mempunyai lereng yang terjal (berbentuk huruf V)
3) Banyak dijumpai air terjun (waterfall)

4) Pengikisan vertikal lebih kuat dibandingkan dengan pengikisan


horizontal

b. Stadium dewasa (mature stream) Sungai dikatakan dalam stadium


dewasa apabila sudah terdapat keseimbangan antara proses erosi dan
sedimentasi.
Tanda-tandanya adalah
1) kecepatan alirannya berkurang
2) lerengnya tidak tidak terlalu tajam (berbentuk huruf U)
3) erosi ke bawah sudah tidak begitu kuat
c. Stadium tua (old stream) Sungai dikatakan dalam stadium tua apabila
pada bagian hilirnya terjadi pengendapan yang sangat besar, sedangkan
di bagian hulunya hanya terjadi sedikit sekali atau sama sekali sudah
tidak ada erosi. Tanda-tandanya adalah
1) proses erosi sangat kecil, sedangkan proses sedimentasi sangat besar
2) terdapatnya dataran banjir (flood plain), yaitu daerah di kiri dan kanan
sungai apabila sungai mengalami banjir akan tergenang dan terdapat
endapan-endapan material, sewaktu air telah surut endapan material
tersebut tertinggal
3) dijumpai adanya meander

2. Erosi oleh air laut (abrasi)


a. Desakan yang kuat dari gelombang yang memecah pantai
mempunyai pengaruh langsung pada pantai dan secara tidak langsung
menekan air yang terjebak di dalam retakan batuan dan batuan itu
mengalami retakan lebih besar lagi ketika air kembali ke laut.
b. Pecahan-pecahan batuan di dalam air menggelinding pada dasar
cliff yang akhirnya melahirkan proses korasi. Proses ini bisa terjadi di
10

pantai-pantai yang terdiri atas batuan yang mudah larut, misalnya batu
kapur. Akibat erosi dari pelarutan kalsium karbonat oleh air menyebabkan
batuan menjadi melemah dan akhirnya hancur.
c. Cliff atau tebing pantai Cliff adalah pantai dengan batuan keras
yang terjal de ngan pegunungan yang curam. Perjaan erosi laut terjadi
pada zona yang relatif sempit dan datar sehingga cliff tidak stabil dan
runtuh. Jika muka cliff yang mundur tertinggal oleh dasar yang telah
dierosi maka disebut wave cut platform. Pada tempat ini material hasil
erosi diendapkan.
d. Cave (gua), arch, stack, dan stump

Pengerjaan erosi laut

mencapai batuan yang lembut di sepanjang dasar cliff, seperti pada garis
patahan atau sejenisnya karena erosi ini mungkin terjadi bentuk yang
disebut cave (gua). Jika cave ini terbentuk pada kedua sisi erosi yang
berkelanjutan akan terus menerobos dan kedua gua itu bersatu sehingga
terjadilah arch. Arch ini terus menerus terkena erosi, yang tertinggal
hanya tiang-tiang batu yang berdiri jauh dari cliff, ini yang disebut stack.
Erosi pada dasar stack terus berlangsung sehingga stack itu runtuh dan
terdapat di bawah permukaan air laut dan ini yang disebut stump.
e. Pantai fjord adalah pantai yang berlekuk- lekuk jauh menjorok ke
arah daratan (seperti teluk yang sempit), tebingnya sangat curam,
lembahnya berbentuk huruf V dan biasanya dasar lautnya dalam, tetapi
ambangnya dangkal.
Bentuk Muka Bumi Akibat Proses Sedimentasi atau Pengendapan
Seperti telah diketahui bahwa bahan-bahan yang diangkut oleh air yang
mengalir, gelombang dan arus laut, angin, dan gletser, pada suatu waktu
akan diendapkan di suatu tempat, entah untuk sementara waktu atau
untuk jangka waktu yang lama. Hal ini disebabkan zat pengangkut
memperlambat gerakannya atau berhenti sama sekali. Jika disimpulkan
maka sedimentasi itu dapat terjadi apabila daya angkut zat berkurang dan
beban yang harus diangkut terlalu banyak sehingga melebihi daya angkut
zat yang bersangkutan. Proses sedimentasi yang berlangsung didaerah
11

sungai diantaranya adalah:

1. Floodplain merupakan endapan atau

dataran banjir. Menurut tempatnya dapat dibedakan menjadi channel bar,


delta bar, meander bar, dan tanggul alam.
a. Channel bar adalah endapan yang terdapat di tengah lembah sungai.
b. Delta bar adalah endapan di muara anak sungai pada sungai induk.
c. Meander bar adalah endapan yang terdapat di tikungan dari meander.
d. Tanggul alam adalah punggungan rendah di tepi sungai yang terbentuk
akibat banjir.
2. Delta merupakan endapan yang terdapat di muara sungai dan memiliki
bentuk seperti delta atau segitiga dengan keadaan laut yang dangkal.
Bentuk delta antara lain:
a. Delta lobben, bentuknya menyerupai kaki burung. Biasanya tumbuh
cepat besar, karena sungai membawa banyak bahan endapan. Contohnya
delta sungai Missisippi.
b. Delta tumpul, bentuknya seperti busur. Keadaannya cenderung tetap
(tidak bertambah besar), misalnya delta Sungai Niger dan Sungai Nil.
c. Delta runcing, bentuknya runcing ke atas menyerupai kerucut. Delta ini
makin lama makin sempit.
d. Estuaria, yaitu bagian yang rendah dan luas dari mulut sungai.
Bentuk Muka Bumi Akibat Proses Denudasi
Denudasi adalah proses pengelupasan batuan induk yang telah
mengalami proses pelapukan atau akibat pengaruh air sungai, panas
matahari, angin, hujan, embun beku dan es yang bergerak ke laut. Pada
umumnya denudasi terdapat pada lereng- lereng pegunungan yang
dipengaruhi oleh gaya berat dan erosi sehingga bagian terluar terangkat
dan

daerah

tersebut

akan

mempunyai lapisan tanah lagi.

mengalami

ketandusan

karena

tidak

Pada daerah kapur terjadi pelapukan

kimiawi (bukan organis), daerah kapur berupa daerah pegunungan


12

dengan perbedaan suhu antara siang dan malam tidak terlalu besar.
Didaerah yang memiliki Iklim hujan tropis terjadi banyak hujan, akibatnya
tingkat erosi berlangsung dengan intensitas tinggi. Karena tingkat erosi
yang tinggi mengakibatkan perubahan bintang alam yang ditunjukkan
oleh adanya: 1. bukit sisa 2. lahan kritis 3. dataran fluvial
2.4 Mass Wasting dan Gerakan tanah
Pengangkutan bahan-bahan (mass wasting) adalah pengangkutan
material hasil proses pelapukan oleh agent-agent tertentu. Pada proses
pengangkutan, gaya berat dan air memegang peranan yang sangat
penting. Pengerahan bahan-bahan ini dapat berlangsung dengan cepat
ataupun

lambat.

Berdasarkan

kecepatannya

dan

jumlah

air

yang

mengangkutnya orang mengenal tanah longsor, debris avalanches, aliran


tanah, aliran lumpur, sheetfloods, dan slopewash.

MENGALIR
MENGALIR
PERLAHAN
RAYAPAN
- Rayapan tanah
- Rayapan talus
- Rayapan batuan
- Rayapan batuan
Karena glacier
BANJIR
LUMPUR (solifluction)

MENGALIR CEPAT

LONGSOR

RUNTUH

ALIRAN TANAH
ALIRAN LUMPUR
LONGSOR/RUNTUHAN
SALJU (debris avalanche)

NENDATAN (slump)
LONGSORAN (slide)
JATUHAN (debris fall)
LONGSOR BATUAN
(rock slide)
JATUHAN BATUAN
(rock fall)

RUNTUH
(subsidence)

Bagan pengangkutan bahan

13

14

Gerakan Tanah
Gerakan tanah sering terjadi pada tanah hasil pelapukan, akumulasi
debris, tetapi dapat pula pada batuan dasarnya. Gerak tanah dapat
berjalan sangat lambat hingga cepat sekali, baik pada tanah kering tetapi
khususnya yang mempunyai kelembaban tinggi. Yang terakhir ini dapat
berubah menjadi aliran (flow).
Menurut sifat gerakan dibagi menjadi 3 tipe besar,
(1) robohan (fall),
(2) gelinciran (slide) dan
(3) aliran (flow).

15

1. Tipe rebahan (Rock Fall dan Soil Fall) Merupakan gerakan masa
batuan atau tanah secara vertikal akibat adanya rongga di kaki tebing
baik oleh alam (gelombang laut, kikisan sungai) ataupun buatan.
Umumnya terjadi pada tebing yang sangat terjal dengan batuan/tanah
yang menjorok keluar, bergerak tanpa bidang gelincir dan cepat sekali.
2. Type Gelinciran (slide) Gerakan masa batuan atau tanah
menggelincir melalui bidang gelincir yang jelas memisahkan antara masa
yang bergerak diatanya dan masa yang diam. Pada gelinciran batuan
(rock slide) umumnya terjadi pada batuan berlapis yang miring agak terjal
sampai terjal dengan kemiringan ke arah lembah atau lereng. Pada
gelinciran tanah, dikemukakan dua contoh antara lain debries avalanche
dan debris slide. Debris avalanche merupakan gerakan masa tanah yang
cepat dan tidak menyatu, sedangkan debris slide merupakan gerakan
masa tanah yang dapat cepat pada permulaannya lalu melambat dan
menyatu dengan bidang gelincir yang jelas.
Bentuk debris slide umumnya mempunyai mahkota di hulu yang
berbentuk kuda, dan bertangga. Kemudian depresi dan daerah akumulasi
debris dan menimbun di ujung kaki.
3. Type Aliran (flow) Berupa debris yang mengalir baik yang jenuh
air maupun kering. Solifluction (solum = tanah, Fluera = Mengalir)
merupakan aliran tanah yang jenuh air dari atas ke bawah, sering terjadi
di musim hujan dan membentuk aliran lumpur (mud flow). Di daerah
dingin dinamakan mud glaciers yang diakibatkan oleh mencairnya es
dan turun mengalir membawa serta debris dan tanah. Di daerah tropis
aliran lumpur (dan batu-batu) dapat terjadi menyusul rock fall, debris
avalanche, ataupun debris slide atau terjadi pada akumulasi debris
volkanik yang mengumpul di puncak gunung api setelah hujan lebat atau
setelah letusan danau kawah menjadi aliran lahar hujan dan lahar letusan.
Gerakan tanah juga dapat terjadi secara perlahan- lahan pada akumulasi
fragmenfragmen batuan pada medan yang miring misalnya talus.
Gerakan ini disebut batu (rock stream).

16

TYPES OF MASS WASTING


1. Rock Fall

Talus : Tumpukan miring dari fragmen batuan berbaring di dasar tebing atau lereng curam
dari mana mereka telah dipatahkan; juga dikenal sebagai Scree.
2.Rock Avalanche
Rock longsoran terjadi ketika massa besar fragmen batuan dan batu-batu bergerak
cepat menuruni lereng curam.

17

3.Rock slides
melibatkan gerakan lereng bawah lapisan batuan yang relatif utuh yang telah
memisahkan diri dari singkapan batuan miring

18

4.Slump
Gerakan ke bawah blok material pada permukaan melengkung.

5.Mudflows
Mudflows melibatkan gerakan lereng bawah tanah atau tidak dikonsolidasi, sedimen
tanah liat kaya dalam gerakan fluida.Mudflows terjadi ketika bahan di permukaan miring
yang jenuh atau hampir jenuh dengan air. Lereng yang stabil ketika kering, tetapi menjadi
tidak stabil ketika jenuh dengan air.

19

6.Debris Flow
Debris Flow mirip Mudflow bedanya Debris flow melibatkan tanah,sedimen,dan
sejumlah batu besar

7.Creep
Gerakan sangat lambat hampir terus menerus dari lereng bawah tanah dan material
lainnya.

20

8. Sulifluction
Suatu bentuk Mass Wasting yang terjadi di daerah yang relatif dingin di mana
tergenang air tanah mengalir sangat lambat menuruni lereng.

21

22

BAB III
PENuTUP
3.1 Kesimpulan
Daerah aliran sungai disingkat DAS ialah air yang mengalir pada suatu kawasan yang
dibatasi oleh titik-titik tinggi di mana air tersebut berasal dari air hujan yang jatuh dan
terkumpul dalam sistem tersebut. Guna dari DAS adalah menerima, menyimpan, dan
mengalirkan air hujan yang jatuh diatasnya melalui sungai.
Mass wasting atau tanah bergerak adalah perpindahan massa tanah dan batuan karena
adanya gaya berat.Tanah dapat bergerak apabila gaya yang menahan massa tanah di lereng
lebih kecil daripada gaya yang mendorong atau meluncurkan tanah
Gerakan tanah adalah suatu konsekuensi fenomena dinamis alam untuk mencapai
kondisi baru akibat gangguan keseimbangan lereng yang terjadi, baik secara alamiah maupun
akibat ulah manusia. Gerakan tanah akan terjadi pada suatu lereng, jika ada keadaan
ketidakseimbangan yang menyebabkan terjadinya suatu proses mekanis, mengakibatkan
sebagian dari lereng tersebut bergerak mengikuti gaya gravitasi, dan selanjutnya setelah
terjadi longsor, lereng akan seimbang atau stabil kembali. Jadi longsor merupakan pergerakan
massa tanah atau batuan menuruni lereng mengikuti gaya gravitasi akibat terganggunya
kestabilan lereng. Apabila massa yang bergerak pada lereng ini didominasi oleh tanah dan
gerakannya melalui suatu bidang pada lereng, baik berupa bidang miring maupun lengkung,
maka proses pergerakan tersebut disebut sebagai longsoran tanah.

3.2 Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan
dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya
dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman dusi memberikan kritik dan
saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan dan penulisan
makalah di kesempatan kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi penulis
pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.

Daftar Pustaka
23

Badrudin M. 1978. Tingkat Erosi Beberapa Wilayah Sungai di ndonesia. Direktorat


Penyediaan Masalah Air.
Gill, N. 1979. Watershed Development with Special Reference to Soil and Water
Conservation. FAO. Soil. Bull. No. 44.
Rauschkolb, R.S. 1971. Land Degradation. FAO Soil Bull, No. 13
Sihite, J. and Sinukaban. 2004. Economic Valuation of Land Use Cange in Besai Sub
Watershed Tulang Bawang Lampung. Proceed of International Seminar on Toward
Harmonization between Development and Environmental Conservation in Biological
Production 3 5 Dec 2004. Cilegon, Indonesia.
Sinukaban, N. 1981. Erosion Selectivity as Affected by Tillage Planting System. Ph.D Thesis
University of Winconsin, Madison, USA.
Sinukaban, N. 1994. Integrated Land Managementfor Sustainable Agriculture Development
in Indonesia. Contour Vol. VI no. 1.
Sinukaban, N., H. Pawitan, S. Arsyad. J.L. Amstrong and MG Nethery, 1994. Effect of Soil
Conservation Practices and Slope Lengths on Run Off, Soil Loss and Yield of
Vegetables in West Java. Aust, J. Soil and Water Cons. 7(3): 25-29.
http://www.indiana.edu/~geol116/week10/wk10.htm

24

Anda mungkin juga menyukai