Anda di halaman 1dari 15

I.

IDENTITAS PASIEN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Nama
Umur
Jenis kelamin
Status perkawinan
Pendidikan terakhir
Pekerjaan
Alamat

: Tn. R
: 19 tahun
: Laki-laki
: belum menikah
: SMA
: Mahasiswa
: GSS 10/9

II. KELUHAN UTAMA


Kelumpuhan mendadak pada keempat anggota gerak
III. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien mengalami kelemahan anggota gerak sejak 5 bulan yang lalu (tgl 13-11-2014), yang
diawali dari anggota gerak bagian atas lalu sehari kemudian diikuti kelemahan anggota gerak
bagian bawah, pasien dirawat di RS selama selama 4 bulan. Pada perawatan bulan ketiga

pasien mengalami sesak dan kesulitan bernafas sehingga dilakukan trakeostomi.


Hingga sekarang pasien masih merasakan keluhan yang serupa tetapi sudah ada perbaikan

pada anggota gerak yang lumpuh.


Sebelumnya pasien mengaku mengalami batuk, tetapi demam disangkal,pada BAB dan BAK
tidak ada keluhan.

IV. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Pasien belum pernah mengalami keluhan serupa.


Riwayat memiliki penyakit seperti, diabetes mellitus, hipertensi, alergi, dan riwayat
pembedahan disangkal oleh pasien.

V. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Tidak ada riwayat sakit dengan keluhan serupa dalam keluarga.

VI. PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis
Keadaan
: tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis, GCS = E4M6V5= 15
Nadi
: 90 x/menit
Pernapasan : 22 x/menit
Suhu
: 36,7oC
Kepala
: normosefali, tidak ada kelainan
Mata
: OS : pupil bulat, 3mm, RCL(+), RCTL (+/+)
OD : Pupil bulat 3mm, RCL(+), RCTL (+/+)
Portofolio Kasus Medis

Page 1

Mulut
Leher
Paru
Jantung
Abdomen

: simetris, DBN
: tidak tampak pembesaran
: SN vesikuler, wheezing -/-, rhonki -/: batas jantung dbn, BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
: datar, supel, timpani, BU (+) normal, hepar dan lien tidak teraba.

Status Neurologis

Nervus Kranialis :
N I. (Olfaktorius)
Subjektif
Dengan bahan
N II. (Optikus)
Tajam penglihatan
Lapangan penglihatan
Melihat warna
Fundus okuli

N III. (Okulomotorius)
Celah mata
Pergerakan bulbus
Strabismus
Nistagmus
Eksoftalmus
Besar pupil
Bentuk pupil
Reflex terhadap sinar
Reflex konversi
Reflex konsensual
Diplopia
N IV. (Troklearis)
Pergerakan mata
( kebawah-dalam )
Sikap bulbus
Diplopia

N V. (Trigeminus)
Membuka mulut
Mengunyah
Menggigit
Reflex kornea
Sensibilitas
Portofolio Kasus Medis

Kanan
tidak dilakukan
tidak dilakukan

Kiri
tidak dilakukan
tidak dilakukan

tidak dilakukan

tidak dilakukan

tidak dilakukan

tidak dilakukan

tidak dilakukan

tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Ptosis -

Ptosis -

4 mm
Isokor
+
+

4mm
Isokor
+
+

Page 2

N VI. (Abduscens)
Pergerakan mata ke lateral
Diplopia
N VII. (Fascialis)
Mengerutkan dahi
Menutup mata
Memperlihatkan gigi
Bersiul
Perasaan lidah bagian 2/3 depan

N VIII. (Vestibulokoklear)
Suara berisik
Weber
Rinne
N IX. (Glossofaringeus)
Perasaan bagian lidah belakang
Sensibilitas
Pharynx

N X. (Vagus)
Arcus pharynx
Bicara
Menelan

N XI. (Asesorius)
Mengangkat bahu
Memalingkan kepala
N XII. (Hypoglossus)
Pergerakan lidah
Tremor lidah
Artikulasi

tidak dilakukan

tidak dilakukan

+
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

+
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

tidak dilakukan

tidak dilakukan

tidak dilakukan

tidak dilakukan

Pemeriksaan Badan dan Anggota Gerak


Portofolio Kasus Medis

Page 3

i.

Motorik
Respirasi
Duduk
Bentuk kolumna vertebralis
Pergerakan kolumna vertebralis

: spontan, torakoabdominalis
: bisa
: normal
: tidak dilakukan

ii.

Sensibilitas
Taktil
Nyeri
Thermi
Diskriminasi
Lokalisasi

Kanan
+
+
tidak dilakukan
+
+

iii.

Refleks
Refleks kulit perut atas
Refleks kulit perut bawah
Refleks perut tengah
Refleks kremaster

:::: tidak dilakukan

i.

ii.

iii.

i.

Anggota Gerak Atas


Motorik
Pergerakan
Kekuatan
Tonus
Atrofi
Sensibilitas
Taktil
Nyeri
Termi
Diskriminasi
Lokalis
Refleks
Biceps
Triceps
Radius
Ulna
Trommer-Hoffman
Anggota Gerak Bawah
Motorik
Pergerakan
Kekuatan
Tonus
Atrofi

Portofolio Kasus Medis

Kiri
+
+
tidak dilakukan
+
+

Kanan
++
4
+
-

Kiri
++
2
+
-

Kanan
+
+
tidak dilakukan
+
+

Kiri
+
+
tidak dilakukan
+
+

Kanan
++
++
++
++
-

Kiri
++
++
++
++
-

Kanan
+
4
melemah
-

Page 4

Kiri
+
2
melemah
-

ii.

iii.

Sensibilitas
Taktil
Nyeri
Termi
Diskriminasi
Lokalis
Refleks
Patella
Achilles
Babinsky
Chaddock
Rossolimo
Mendel-Bechterev
Schaefer
Oppenheim
Klonus paha
Tes Laseque
Tes Kernig
Gerakan Gerakan Abnormal
1. Tremor
: tidak ada
2. Miokloni : tidak ada
3. Khorea
: tidak ada

Kanan
+
++
tidak dilakukan
+
+

Kiri
+
+
tidak dilakukan
+
+

Kanan
+
+
-

Kiri
++
++
_

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan EMG
Pemeriksaan Radiologi

: tidak dilakukan
: tidak dilakukan
: tidak dilakukan

VI. DIAGNOSA KERJA

Guillain barre syndrome

VII. DIAGNOSA BANDING

Poliomyelitis
Botulinitis

VIII. TERAPI

Terapi suportif, dengan melanjutkan penatalaksanaan yang sebelumnya sudah diberikan oleh
dokter penanggung jawab pasien terdahulu.

Portofolio Kasus Medis

Page 5

IX. PROGNOSIS
Ad vitam
Ad functionam
Ad sanationam

: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam

TINJAUAN PUSTAKA
I.

PENDAHULUAN1
Guillain-Barr Syndrome (GBS) adalah suatu penyakit yang langka dan parah.1 Guillain-Barr
Syndrome mengambil nama dari dua ilmuwan Perancis, Guillain dan Barr. Penyakit ini terjadi
setelah prosedur infeksi akut. GBS mulanya mempengaruhi sistem saraf perifer. Biasanya penyakit
ini adalah berupa kelumpuhan akut di daerah tubuh bagian bawah yang bergerak ke arah ekstremitas
atas dan wajah. Secara bertahap pasien kehilangan semua refleks lalu mengalami kelumpuhan tubuh
lengkap.
GBS

adalah suatu kelainan mengancam kehidupan dan memerlukan perawatan yang tepat

waktu dan perawatan suportif


banyak

orang kehilangan

Dysautonomia dan

dengan imunoglobulin intravena atau plasmaferesis. Sayangnya

nyawa mereka tanpa

komplikasi paru merupakan

perawatan medis
alasan dasar

lainnya.
II.

EPIDEMIOLOGI2
Portofolio Kasus Medis

Page 6

untuk

yang

tepat dan

cepat.

komplikasi kematian fatal

Sepuluh

studi melaporkan kejadian pada

anak-anak (0-15 tahun), dan

tahunan menjadi antara 0,34, dan 1.34/100 000.

menemukan

kejadian

Kebanyakan penelitian menyelidiki populasi di

Eropa dan Amerika Utara dan melaporkan angka kejadian serupa tahunan, yaitu antara 0,84 dan
1.91/100, 000. Rata-rata pertahun 1-3/100.000 populasi dan perempuan lebih sering terkena daripada
laki-laki dengan perbandingan rasio perempuan : laki-laki = 1,5 : 1 untuk semua usia. Penurunan
insiden selama waktu antara tahun 1980-an dan 1990-an ditemukan. Sampai dengan 70% dari
kasus Guillain-Barr Syndrome disebabkan oleh infeksi anteseden.
Inflamasi akut demielinasi poliradikuloneuropati (AIDP) adalah bentuk paling umum di negaranegara barat

dan berkontribusi 85% sampai

90%

kasus.

Kondisi

ini

terjadi pada

semua

umur, meskipun jarang pada masa bayi. Usia termuda dan tertua dilaporkan adalah masingmasing 2 bulan

dan 95 tahun.

Usia

rerata onset adalah

sekitar

40 tahun,

dengan

kemungkinan dominasi laki-laki.


Guillain-Barr Syndrome adalah penyebab paling umum dari acute flaccid paralysis pada anakanak. Acute Motor Axonal Neuropathy (AMAN) sering didapatkan di daerah Jepang dan
Cina, terutama pada orang muda.
Hal ini terjadi lebih sering selama musim panas, sporadis AMAN seluruh dunia mempengaruhi 10%
sampai 20% pasien dengan Guillain-Barr Syndrome . Miller-Fisher syndrome mempengaruhi antara
5% dan 10% pasien GBS di negara-negara barat, tetapi lebih umum di Asia Timur, dengan
III.

25% terjadi di Jepang dan 19% di Taiwan.


ETIOLOGI3,4
Etiologi GBS sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti penyebabnya dan masih
menjadi bahan perdebatan. Beberapa keadaan/penyakit yang mendahului dan mungkin ada
hubungannya dengan terjadinya GBS, antara lain infeksi, vaksinasi, pembedahan, penyakit
sistematik seperti keganasan; systemic lupus erythematosus; tiroiditis; penyakit Addison, serta
kehamilan atau dalam masa nifas.
GBS sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus GBS yang
berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1 sampai 4 minggu sebelum gejala
neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan atas atau infeksi gastrointestinal.5

IV.

PATOGENESIS2,3
Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang mempresipitasi terjadinya
demielinisasi akut pada GBS masih belum diketahui dengan pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan
bahwa kerusakan saraf yang terjadi pada sindrom ini adalah melalui mekanisme imun. Bukti-bukti

Portofolio Kasus Medis

Page 7

bahwa imunopatogenesis merupakan mekanisme yang menimbulkan jejas saraf tepi pada sindrom ini
adalah:
1. Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell mediated immunity)
terhadap agen infeksious pada saraf tepi,
2. Adanya auto-antibody terhadap sistem saraf tepi,
3. Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran pada pembuluh darah
saraf tepi yang menimbulkan proses demyelinisasi saraf tepi.
Proses demielinisasi saraf tepi pada GBS dipengaruhi oleh respon imunitas seluler dan imunitas
humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa sebelumnya, yang paling sering adalah infeksi virus.

Portofolio Kasus Medis

Page 8

Gambar 1. Patogenesis dan fase klinikal dari GBS

Portofolio Kasus Medis

Page 9

Gambar 2. Lokasi GBS yang menyerang sistem nervus perifer.

Gambar 3. Stadium pada kerusakan saraf perifer pada GBS.

Peran imunitas seluler


Dalam sistem kekebalan seluler, sel limfosit T memegang peranan penting disamping peran
makrofag. Prekursor sel limfosit berasal dari sumsum tulang (bone marrow) steam cell yang
mengalami pendewasaan sebelum dilepaskan kedalam jaringan limfoid dan peredaran. Sebelum
Portofolio Kasus Medis

Page 10

respon imunitas seluler ini terjadi pada saraf tepi, antigen harus dikenalkan pada limfosit T (CD4)
melalui makrofag. Makrofag yang telah menelan (fagositosis) antigen/terangsang oleh virus, allergen
atau bahan imunogen lain akan memproses antigen tersebut oleh penyaji antigen (antigen presenting
cell = APC). Kemudian antigen tersebut akan dikenalkan pada limfosit T (CD4). Setelah itu limfosit
T tersebut menjadi aktif karena aktivasi marker dan pelepasan substansi interlekuin (IL2), gamma
interferon serta TNF-.
Kelarutan E selectin dan adesi molekul (ICAM) yang dihasilkan oleh aktifasi sel endothelial akan
berperan dalam membuka sawar darah saraf, untuk mengaktifkan sel limfosit T dan pengambilan
makrofag . Makrofag akan mensekresikan protease yang dapat merusak protein myelin disamping
menghasilkan TNF dan komplemen.6,8

KLASIFIKASI1,2

V.

Guillain-Barr Syndrome diklasifikasikan sebagai berikut:


1. Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy
Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy (AIDP)

adalah jenis paling umum

ditemukan pada GBS, yang juga cocok dengan gejala asli dari sindrom tersebut. Manifestasi klinis
paling sering adalah kelemahan anggota gerak proksimal dibanding distal. Saraf kranialis yang
paling umum terlibat adalah nervus facialis. Penelitian telah menunjukkan bahwa pada AIDP
terdapat infiltrasi limfositik saraf perifer dan demielinasi segmental makrofag.
2. Acute Motor Axonal Neuropathy
Acute motor axonal neuropathy (AMAN) dilaporkan selama musim panas GBS epidemik pada tahun
1991 dan 1992 di Cina Utara dan 55% hingga 65% dari pasien GBS merupakan jenis ini. Jenis ini
lebih menonjol pada kelompok anak-anak, dengan ciri khas degenerasi motor axon. Klinisnya,
ditandai dengan kelemahan yang berkembang cepat dan sering dikaitkan dengan kegagalan
pernapasan, meskipun pasien biasanya memiliki prognosis yang baik. Sepertiga dari pasien dengan
AMAN dapat hiperrefleks, tetapi mekanisme belum jelas. Disfungsi sistem penghambatan melalui
interneuron spinal dapat meningkatkan rangsangan neuron motorik.
3.

Acute Motor Sensory Axonal Neuropathy


Acute Motor Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN) adalah penyakit akut yang berbeda dari AMAN,
AMSAN juga mempengaruhi saraf sensorik dan motorik. Pasien biasanya usia dewasa, dengan
karakteristik atrofi otot. Dan pemulihan lebih buruk dari AMAN.

4. Miller Fisher Syndrome

Portofolio Kasus Medis

Page 11

Miller Fisher Syndrome adalah karakteristik dari triad ataxia, arefleksia, dan oftalmoplegia.
Kelemahan pada ekstremitas, ptosis, facial palsy, dan bulbar palsy mungkin terjadi pada beberapa
pasien. Hampir semua menunjukkan IgG auto antibodi terhadap ganglioside GQ1b. Kerusakan
imunitas tampak terjadi di daerah paranodal pada saraf kranialis III, IV, VI, dan dorsal root ganglia.
5. Acute Neuropatic panautonomic
Acute Neuropatic panautonomic adalah varian yang paling langka pada GBS. Kadang-kadang
disertai dengan ensefalopati. Hal ini terkait dengan tingkat kematian tinggi, karena keterlibatan
kardiovaskular, dan terkait disritmia. Gangguan berkeringat, kurangnya pembentukan air mata, mual,
disfaga, sembelit dengan obat pencahar atau bergantian dengan diare sering terjadi pada kelompok
pasien ini. Gejala nonspesifik awal adalah kelesuan, kelelahan, sakit kepala, dan inisiatif penurunan
diikuti dengan gejala otonom termasuk ortostatik ringan. Gejala yang paling umum saat onset
berhubungan dengan intoleransi ortostatik, serta disfungsi pencernaan.
6. Ensefalitis Batang Otak Bickerstaffs (BBE)
Tipe ini adalah varian lebih lanjut dari GBS. Hal ini ditandai dengan onset akut oftalmoplegia,
ataksia, gangguan kesadaran, hiperrefleks atau babinsky sign. Perjalanan penyakit dapat monophasic
atau terutama di otak tengah, pons, dan medula. BEE meskipun presentasi awal parah biasanya
memiliki prognosis baik. MRI memainkan peran penting dalam diagnosis BEE. Sebagian besar
pasien BEE telah dikaitkan dengan GBS aksonal, dengan indikasi bahwa dua gangguan yang erat
terkait dan membentuk spectrum lanjutan.5

VI.

GEJALA KLINIS & KRITERIA DIAGNOSA2,3


1. Kelemahan
Gambaran klinis yang klasik adalah kelemahan yang ascending dan simetris secara natural. Anggota
tubuh bagian bawah biasanya terkena duluan sebelum tungkai atas. Otot-otot proksimal mungkin
terlibat lebih awal daripada yang lebih distal. Tubuh, bulbar, dan otot pernapasan dapat terpengaruh
juga. Kelemahan otot pernapasan dengan sesak napas mungkin ditemukan, berkembang secara akut
dan berlangsung selama beberapa hari sampai minggu. Keparahan dapat berkisar dari kelemahan
ringan sampai tetraplegia dengan kegagalan ventilasi.7
2. Keterlibatan saraf kranial

Portofolio Kasus Medis

Page 12

Keterlibatan saraf kranial tampak pada 45-75% pasien dengan GBS. Saraf kranial III-VII dan IX-XII
mungkin akan terpengaruh. Keluhan umum mungkin termasuk sebagai berikut; wajah droop (bisa
menampakkan palsy Bell), Diplopias, Dysarthria, Disfagia, Ophthalmoplegia, serta gangguan pada
pupil. Kelemahan wajah dan orofaringeal biasanya muncul setelah tubuh dan tungkai yang
terkena. Varian Miller-Fisher dari GBS adalah unik karena subtipe ini dimulai dengan defisit saraf
kranial.7
3. Perubahan Sensorik
Gejala sensorik biasanya ringan. Dalam kebanyakan kasus, kehilangan sensori cenderung minimal
dan variabel.7 Kebanyakan pasien mengeluh parestesia, mati rasa, atau perubahan sensorik
serupa. Gejala sensorik sering mendahului kelemahan. Parestesia umumnya dimulai pada jari kaki
dan ujung jari, berproses menuju ke atas tetapi umumnya tidak melebar keluar pergelangan tangan
atau pergelangan kaki. Kehilangan getaran, proprioseptis, sentuhan, dan nyeri distal dapat hadir.
4. Nyeri
Dalam sebuah studi tentang nyeri pada pasien dengan GBS, 89% pasien melaporkan nyeri yang
disebabkan GBS pada beberapa waktu selama perjalanannya. Nyeri paling parah dapat dirasakan
pada daerah bahu, punggung, pantat, dan paha dan dapat terjadi bahkan dengan sedikit gerakan. Rasa
sakit ini sering digambarkan sebagai sakit atau berdenyut.
Gejala dysesthetic diamati ada dalam sekitar 50% dari pasien selama perjalanan penyakit
mereka. Dysesthesias sering digambarkan sebagai rasa terbakar, kesemutan, atau sensasi shocklike
dan sering lebih umum di ekstremitas bawah daripada di ekstremitas atas. Dysesthesias dapat
bertahan tanpa batas waktu pada 5-10%pasien. Sindrom nyeri lainnya yang biasa dialami oleh
sebagian pasien dengan GBS adalah sebagai berikut; Myalgic, nyeri visceral, dan rasa sakit yang
terkait dengan kondisi imobilitas (misalnya, tekanan palsi saraf, ulkus dekubitus).7
5. Perubahan otonom
Keterlibatan sistem saraf otonom dengan disfungsi dalam sistem simpatis dan parasimpatis dapat
diamati pada pasien dengan GBS. Perubahan otonom dapat mencakup sebagai berikut; Takikardia,
Bradikardia, Facial flushing, Hipertensi paroksimal, Hipotensi ortostatik, Anhidrosis dan / atau
diaphoresis. Retensi urin karena gangguan sfingter urin, karena paresis lambung dan dismotilitas
usus dapat ditemukan. Disautonomia lebih sering pada pasien dengan kelemahan dan kegagalan
pernafasan yang parah.7
6. Pernapasan
Portofolio Kasus Medis

Page 13

Empat puluh persen pasien GBS cenderung memiliki kelemahan pernafasan atau orofaringeal.
Keluhan yang khas yang sering ditemukan adalah sebagai berikut; dispnea saat aktivitas, sesak
napas, kesulitan menelan, bicara cadel. Kegagalan ventilasi yang memerlukan dukungan pernapasan
biasa terjadi pada hingga sepertiga dari pasien di beberapa waktu selama perjalanan penyakit
mereka.7
Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa: Protein CSS. Meningkat
setekah gejala 1 minggu atau terjadi peningkatan pada LP serial; jumlah sel CSS < 10
MN/mm3;Varian ( tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggu gejala dan Jumlah sel CSS:
11-50 MN/mm3). Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnose adalah perlambatan
konduksi saraf bahkan blok pada 80% kasus. Biasanya kecepatan hantar kurang 60% dari normal.5
VII.

DIAGNOSA BANDING3
Gejala klinis GBS biasanya jelas dan mudah dikenal sesuai dengan criteria diagnostik dari NINCDS,
tetapi pada stadium awal kadang-kadang harus dibedakan dengan keadaan lain, seperti Mielitis
akuta, Poliomyelitis anterior akuta, Porphyria intermitten akuta, dan Polineuropati post difteri. 5

VIII. TERAPI2,3
Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendiri. Pengobatan secara umum bersifat simtomatik.
Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini dapat sembuh sendiri, perlu dipikirkan waktu perawatan
yang cukup lama dan angka kecacatan (gejala sisa) cukup tinggi sehingga pengobatan tetap harus
diberikan. Tujuan terapi khusus adalah mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat
penyembuhan melalui sistem imunitas (imunoterapi).6,8
1) Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid tidak mempunyai nilai/tidak
bermanfaat untuk terapi GBS.
2) Plasmafaresis
Plasmafaresis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan faktor autoantibodi yang beredar.
Pemakain plasmaparesis pada GBS memperlihatkan hasil yang baik, berupa perbaikan klinis yang
lebih cepat, penggunaan alat bantu nafas yang lebih sedikit, dan lama perawatan yang lebih pendek.
Pengobatan dilakukan dengan mengganti 200-250 ml plasma/kg BB dalam 7-14 hari. Plasmaparesis
lebih bermanfaat bila diberikan saat awal onset gejala (minggu pertama).
3) Pengobatan imunosupresan:
Portofolio Kasus Medis

Page 14

Imunoglobulin IV (IVIg). Pengobatan dengan gamma globulin intervena lebih menguntungkan


dibandingkan plasmaparesis karena efek samping/komplikasi lebih ringan. Dosis maintenance 0.4
gr/kg BB/hari selama 3 hari dilanjutkan dengan dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari tiap 15 hari
sampai sembuh.
Obat sitotoksik. Pemberian obat sitoksik yang dianjurkan adalah:
a) 6 merkaptopurin (6-MP)
b) azathioprine
c) cyclophosphamid
Efek samping dari obat-obat ini adalah: alopecia, muntah, mual dan sakit kepala. 4,6,8
IX.

PROGNOSIS2,3
Pada umumnya, sekitar 3% sampai 5% pasien tidak dapat bertahan dengan penyakitnya, tetapi pada
sebagian kecil penderita dapat bertahan dengan gejala sisa. 95% terjadi penyembuhan tanpa gejala
sisa dalam waktu 3 bulan bila dengan keadaan antara lain pada pemeriksaan NCV-EMG relatif
normal, mendapat terapi plasmaparesis dalam 4 minggu mulai saat onset, progresifitas penyakit
lambat dan pendek, dan terjadi pada penderita berusia 30-60 tahun. 1,4,5

DAFTAR PUSTAKA
1. Seneviratne U. Guillain-Barre Syndrome: Clinicopathological Types and Electrophysiological
Diagnosis. Departement of Neurology, National Neuroscience Institute, SGH Campus; 2003.
2. Ropper HA, Brown HR. Adams and Victor, Principles of Neurological 8th ed. United States of
America; 2005. p.1117-27
3. Yuki N, Hartung HP. GuillainBarr Syndrome. N Engl J Med 2012;366:2294-304.
4. Pritchard J. GuillainBarr Syndrome. Clinical Medicine 2010, Vol 10, No 4: 399401
5. Asbury AK, Cornblath DR. Assessment of current diagnostic criteria for Guillain-Barr syndrome.
Ann Neurol. 1990;27 Suppl:S21-4.
6. Steinberg, JS; Parry GJ. Guillain-Barr Syndrome: From Diagnosis to Recovery. 2010: 84-87

Portofolio Kasus Medis

Page 15

Anda mungkin juga menyukai