SK 1 Endokrin

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 42

SKENARIO 1 BLOK ENDOKRIN

RATIH LAURA SABRINA (1102012227)


LO 1. Memahami dan menjelaskan anatomi pancreas
1.1. Makroskopis
Pankreas adalah organ lunak dan berlobus yang terletak retroperitoneal setinggi
L2-L3, berjalan melintang dinding posterior abdomen bagian atas dengan panjang
20-25 cm, dan berat 60-120 gram. Terdiri dari:
o Caput
o Collum
o Corpus
o Cauda
o Processus uncinatus (bagian caput yg menonjol ke bawah)

Caput pancreatis
Berbentuk cakram, cekung di bagian duodenum kemudian meluas kekiri
dibelakang AV. Mesenterica superior. Terdapat penonjolan yang disebut proc.
Uncinatus.

Collum pancreatis
Letaknya didepan pangkal V. Porta dan A. Mesenterica superior. Didaerah ini
terdapat lengkungan yang disebut incisura pancreatis.

Corpus pancreatis
Bagian ini berjalan ke atas kiri abdomen, menyilangi garis tengah abdomen.

Cauda pancreatis
Berjalan menuju Lig. Lienorenalis dan terus masuk hingga ke hilus lienalis.

BATAS :
- Anterior : colon transversum, gaster, bursa omentalis, perlekatan mesocolon
transversum
- Posterior : ductus choledocus, V.Portae, V.Lienalis, V.Cava Inferior, aorta
abdominalis, Hillus lienalis, M.Psoas Sinistra, gl.Suprarenal sinistra, Renal
sinistra.

Saluran kelenjar pankreas


- Ductus Pancreaticus Mayor (WIRSUNGI)
Bersama ductus choledocus menembus posteromedial duodenum dan keluar
melalui papilla duodenum mayor (Vateri)
-

Ductus Pancreaticus Minor (Acessorius/ SANTORINI)


Sering tidak ada, berjalan menembus posteromedial duodenum dan keluar
melalui papilla duodenum minor.

Perdarahan :
A. Pancreaticoduodenalis superior [cab. A.gastroduodenalis A.hepatica
communis truncus coeliacus aorta abdominalis] : mendarahi superior
caput
- A. Pancreaticoduodenalis inferior [cab. A. Mesenterica superior] : inferior
caput

SKENARIO 1 BLOK ENDOKRIN


RATIH LAURA SABRINA (1102012227)

A. Lienalis [cab. Truncus coeliacus aorta abdominalis] : collum, corpus dan


cauda
Jalannya vena mengikuti arteri dan bermuara ke vena porta

Inervasi : saraf-saraf simpatis dan parasimpatis N. Vagus (N.X)


Limfe : kelenjar limfe di sepanjang arteri yang akan bermuara ke nl. Coeliacus
mesenterica superior
Klinis : robekan, pancreatitis, Diabetes Mellitus, ikterus obstruktif, pseudocysta
pancreas, efusi cairan peritoneal.
Nyeri pada caput pankreas menyebar ke paramedia kanan, nyeri pada corpus
pankreas menyebar ke epigastrik, nyeri pada cauda pankreas menyebar ke seluruh
abdomen kiri.
Pancreatitis acuta : menyebar ke abdomen bagian atas hingga ke lumbal atas
[nyeri seperti ikat pinggang]

1.2. Mikroskopis
Pankreas merupakan kelenjar eksokrin dan kelenjar endokrin.
1. Bagian Endokrin Pankreas
Berkelompok dalam pulau2 Langerhans, tersebar, berbentuk sferis berwarna pucat
Sel tersusun dalam bentuk genjel tak teratur, ditembus banyak jaring kapiler tipe
fenestra
Dengan pewarnaan khusus dapat dibedakan 4 macam sel yaitu, sel , , dan
c/PP.
Sel

Sel

Sel

20% populasi sel


Mensekresi glukagon
Bentuk besar, mencolok, terutama di perifer
75% dari polulasi, sel paling kecil, menempati bagian tengah
Mensekresi insulin
Granula lebih kecil (200 m)
Sel paling besar, 5% dari populasi
Granula mirip sel , tapi kurang padat
Menghasilkan hormon Somatostatin yang di pankreas bekerja mengatur
pelepasan hormon pulau Langerhans yang lain (parakrin)

Sel C/sel PP
Ditemukan hanya pada spesies tertentu, mis. Guinea pig, jumlah terbatas,
ukuran sama dengan sel , dengan sedikit atau tanpa granula.
Mensekresi polipeptida pankreas
Fungsi fisiologis tak diketahui
2. Bagian Eksokrin Pankreas
Mirip sekali dengan kelenjar parotis, kelenjar tubulo acinar komplex.
Acini terdiri dari 6-8 sel kolumnar rendah atau sel serosa piramida, meliputi lumen
kecil.
2

SKENARIO 1 BLOK ENDOKRIN


RATIH LAURA SABRINA (1102012227)
Septa halus membagi kelenjar mejadi lobulus
Perbedaan dengan kelenjar parotis:
Adanya sel sentro acinar, sel kecil jernih ditengah acinus membatasi bagian
pertama saluran keluar
Tidak mempunyai duktus intra lobularis striata
Adanya kapsul dari jaringan ikat halus tipis
Tidak terdapat sel lemak diantara acini kecuali pada manula
LO 2. Memahami dan menjelaskan fisiologi Insulin
2.1. Sintesis insulin
Sintesis
a. sintesis pro insulin
preprohomon insulin merupakan prekursor yang lebih besar terdapat rangkaian pra
atau rangkaian pemandu dengan 32 asam amino bersifat hidrofobik yang
mengarahkan molekul tersebut ke dalam Retikulum Endoplasma kasar. Di dalam RE
kasar dihasilkan molekul proinsulin yamg memperlihatkan adanya jembatan disulfida
pada peptida C rantai A dan peptida C rantai B.
b. sintesis insulin
molekul proinsulin yang diproduksi oleh RE kasar kemudian diangkut ke aparatus
golgi. Di aparatus golgi terjadi proteolisis dan pengemasan ke dalam bentuk granul
sekretorik. 95% proinsulin diubah menjadi insulin dengan memecah molekul
proinsulin pada rantai peptida penghubung sehingga hanya tersisa rantai A dan rantai
B beserta jembatan disulfidanya. Granul tersebut dibawa ke membran plasma
melintasi sitoplasma. Dengan adanya rangsangan granul yang telah matur akan
menyatu dengan membran plasma dan mengeluarkan isinya ke dalam cairan ekstrasel
melalui proses eksositosis.
2.2. Sekresi insulin
Glukosa yang meningkat dalam plasma akan memberi sinyal pada GLUT-2
(Glucose Transporter-2) untuk mentransport glukosa melewati membran sel beta.
Setalah masuk, glukosa mengalami glikolisis menjadi G6P, dimana produk ini akan
mengaktivasi ATP untuk menutup channel Kalium sel beta. Penutupan tersebut
menyebabkan terjadinya depolarisasi membran sehingga membuka channel kalsium.
Ion kalsium akan menggerakkan granul sel beta menuju ke tepi/perifer sel sehingga
semakin banyak ion yang masuk ke dalam sel maka granula-granula sel beta akan
bergerak semakin ke perifer [eksositosis] yang pada akhirnya insulin disekresikan dari
granul-granul tersebut.
Dinamika Sekresi
Secara fisiologis insulin disekresikan dalam mode bifasik : sekresi fase 1 yang bersifat
cepat dan sekresi fase 2 yang bertahan lama.
1. Sekresi fase 1 (acute insulin secretion respons)
Merupakan sekresi yang terjadi segera setelah rangsangan sel beta, munculnya cepat
namun berakhirnya cepat juga. Fungsi fase ini adalah mengantisipasi kadar glukosa

SKENARIO 1 BLOK ENDOKRIN


RATIH LAURA SABRINA (1102012227)
darah yang meningkat tajam segera setelah makan. Fase ini berperan dalam
mengendalikan kadar glukosa darah 2 jam setelah makan/postprandial [GDPP].
2. Sekresi fase 2 (fase laten)
Peningkatan sekresi insulin secara perlahan dan berkala dalam waktu yang lebih lama,
fungsinya sebagai mekanisme kompensasi dari kinerja fase 1. Apabila kinerja fase 1
inadekuat maka sekresi insulin fase 2 akan lebih meningkat untuk menjaga glukosa
darah tetap dalam batas normal. Selain dipengaruhi oleh sekresi fase 1, sekresi fase 2
juga dipengaruhi oleh faktor resistensi insulin.
Resistensi insulin adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan sensitivitas jaringan
terhadap kerja insulin sehingga sel beta pankreas akan meningkatkan sekresi insulin
sebagai kompensasinya. Apabila sekresi fase 2 gagal mengkompensasi kenaikan
glukosa darah maka keadaan ini disebut Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau
dikenal dengan Prediabetes.
Faktor yang mempengaruhi sekresi insulin
Banyak faktor yang mempengaruhi sekresi hormon insulin dalam darah :
1. Kadar glukosa darah dan asam amino plasma. Semakin banyak kadarnya,
semakin banyak sekresi insulin
2. Keadaan pankreas
Peradangan atau kerusakan pankreas : menyebabkan produksi insulin
menurun.
Insulinoma atau tumor pankreas : menyebabkan produksi insulin berlebihan,
akibatnya kadar glukosa darah sangat cepat menurun.
3. Pengaruh hormon lain yang bersifat agonis dan antagonis terhadap insulin,
seperti Gastric Inhibitory Peptide, ACTH, Tiroid hormon, paratiroid hormon,
glukagon, ADH, dll.
4. Cadangan glukosa, baik di hepar maupun di otot. Semakin banyak cadangan
maka semakin sedikit sekresi insulin.
5. Sistem saraf otonom. Aktivitas parasimpatis meningkatkan sekresi sementara
aktivitas simpatis dan produksi epinefrin menghambat sekresi insulin.
2.3. Struktur kimia insulin
Insulin molekul tunggal/preproinsulin (110 asam amino) retikulum
endoplasma reaksi enzim peptidase satu rantai (24 asam amino) dihilangkan
proinsulin aktivitas enzim prohormon convertase 1 dan 2bagian tengah yaitu
rantai C (33 asam amino) dihilangkan konversi proinsulin menjadi insulin
struktur akhir dengan 2 rantai (Adan B) dan C-peptide dengan proteolytic cleavage
pada dua sisi sepanjang rantai peptide
Struktur Primer rantai insulin :
1. Rantai A (21 residu asam amino):
2. Rantai B (30 residu asam amino):

SKENARIO 1 BLOK ENDOKRIN


RATIH LAURA SABRINA (1102012227)
Insulin terdiri dari 2 rantai yaitu rantai A [21 asam amino] dan rantai B [30
asam amino] yang dihubungkan oleh 2 jambatan disulfida [A7-B7 dan A20-B19].
Jembatan disulfida lainnya menghubungkan 6-11 pada rantai A. Insulin manusia dan
babi hanya berbeda pada satu residu yaitu B30, dan insulin sapi berbeda dengan
manusia pada A8 dan A10.

Struktur Sekunder rantai insulin :


1. Rantai A tersusun cukup rapat, mengandung 2 bag - helix (A2 Ile A8 Thr dan A13 Leu - A19 Tyr)
2. Rantai B mengandung bag - helix yg lebih besar (B9 Ser- B19 Cys)
dan residu Glisin yg lebih kecil pada 20 dan 23 menyebabkannya
melipat dan membentuk huruf V
Struktur tersier
Struktur Tersier dari insulin distabilkan oleh ikatan disulfida. Pada
struktur insulin terdapat 6 sistein sehingga terbentuk 3 ikatan disulfida : 2
antara rantai A dan B (antara A7&B7 dan A20&B19) dan satu dalam rantai A
(A6&A11).

2.4. Metabolisme karbohidrat, protein, lemak


Aksi insulin
Insulin yang disekresi akan masuk peredaran darah, kemudian insulin akan berikatan
dengan reseptornya [insulin reseptor substrat] yang ada di membran sel. Ikatan
insulin-reseptor menghasilkan sinyal yang akan mengaktifkan GLUT-4 (glukosa
transporter-4). Protein inilah yang akan mentransport glukosa dari darah masuk ke
dalam sel untuk selanjutnya dipakai dalam metabolisme sel.
Fungsi insulin secara umum :

Transport glukosa dari plasma ke intrasel

Mengubah glukosa yang berlebih menjadi glikogen untuk disimpan didalam


hati, glikogen tersebut akan dipecah kembali menjadi glukosa disaat glukosa
darah rendah.

Merangsang oksidasi glukosa dalam proses respirasi intrasel.

Mengatur kadar glukosa darah tetap dalam batas normal

Insulin merangsang sintesis lemak dan protein dalam sel

Efek Insulin pada tubuh


1). Efek pada karbohidrat
Fungsi pancreas yang paling utama adalah menjaga homeostasis glukosa darah.
Konsentrasi glukosa darah ditentukan oleh keseimbangan yang ada antara prosesproses berikut:
Penyerapan glukosa dari saluran pencernaan
Transportasi glukosa ke dalam sel

SKENARIO 1 BLOK ENDOKRIN


RATIH LAURA SABRINA (1102012227)
Pembentukan glukosa oleh sel (terutama di hati)
Ekskresi glukosa di urine (keadaan abnormal)
Insulin memiliki empat efek yang dap[at menurunkan kadar gula darah dan
meningkatkan penyimpanan karbohidrat:
1. Insulin mempermudah masuknya glukosa ke dalma sebagian besar sel. Molekul
glukosa tidak mudah menembus membran sel tanpa adanya insulin. Insulin
meningkatkan mekanisme difusi terfasilitasi glukosa ke dalam sel-sel tergantung
insulin melalui fenomena transporter recruitment. Glukosa dapat masuk ke dalam
sel hanya melalui pembawa di membran plasma yang dikenal sebagai glucose
transporter.
Beberapa jaringan tidak tergantung insulin, yaitu otak, otot yang aktif, dan hati.
Insulin meningkatkan metabolisme glukosa di hati dengan merangsang langkah
pertama metabolisme yaitu fosforilasi glukosa menjadi glukosa 6 fosfat.
Fosforilase glukosa pada saat molekul ini memasuki sel menyebabkan konsentrasi
intrasel glukosa tetap rendah sehingga terdapat gradien konsentrasi yang
mempermudah difusi terfasilitasi glukosa ke dalam sel.
2. Insulin merangsang glikogenesis, pembentukan glikogen dari glukosa baik di otot
maupun di hati
3. Insulin menghambat glikogenolisis, penguraian glikogen menjadi glukosa.
Dengan menghambat pengurain glikogen, insulin meningkatkan penyimpanan
karbohidrat dan menurunkan penguraian glukosa oleh hati.
4. Insulin menurunkan pengeluaran glukosa oleh hati dengan menghambat
glukoneogenesis, perubahan asam amino menjadi glukosa di hati, dengan cara
menurunkan asam amino di dalam darah dan menghambat enzim-enzim
pembentukan glukoneogenesis.
2). Efek pada lemak
Insulin memiliki banyak efek untuk menurunkan kadar asam lemak darah dan
mendorong pembentukan simpanan trigliserida sebagai berikut:
Insulin meningkatkan transoprtasi glukosa ke dalam sel jaaringan adiposa.
Glukosa berfungsi sebagai prekursor untuk pembentukan asam lemak dan gliserol,
yaitu bahan mentah untuk membentuk trigliserid
Insulin mengaktifkan enzim-enzim yang mengkatalisis pembentukan asam lemak
dari turunan glukosa
Insulin meningkatkan msuknya asam-asam lemak dari darah ke dalam sel jaringan
adiposa
Insulin menghambat lipolisis
3). Efek pada protein
Insulin menurunkan kadar asam amino darah dan meningkatkan sintesis protein
sebagai berikut:
Insulin mendorong transportasi aktif asam-asam amino dari darah ke dalam otot
dan jaringan lain. Efek ini menurunkan kadar asam amino dalam darah. Dan
mengasilkan bahan pembangun untuk sintesis protein di dalam sel
Insulin meningkatkan kecepatan penggabungan asam amino ke dalam protein
dengan merangsang perangkat pembuat protein di dalam sel
Insulin menghambat penguraian protein.
LO 3. Memahami dan menjelaskan Diabetes Melitus
6

SKENARIO 1 BLOK ENDOKRIN


RATIH LAURA SABRINA (1102012227)
3.1.

Definisi

Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu penyakit metabolik dengan ciri hiperglikemia
yang disebabkan defisiensi insulin relatif atau absolut, disfungsi insulin atau
keduanya.
DM merupakan kelainan kronik pada metabolisme karbohidrat, lemak dan protein
yang menyebabkan gangguan pada sekresi insulin, sensitivitas insulin atau keduanya.
Ditandai dengan adanya hiperglikemia dan berhubungan dengan kerusakan berbagai
sistem tubuh, khususnya sistem saraf dan pembuluh darah berbagai organ.
3.2.

Klasifikasi
Tabel 2. Klasifikasi diabetus melitus

1) Diabetes tipe 1: dikarakteristikan dengan defisiensi absolut dari insulin yang


disebabkan oleh destruksi pancreatic sel beta
2) Diabetes tipe 2: disebabkan oleh kombinasi dari resistensi peripher terhadap aksi
insulin dan respon sekresi yang inadequat terhadap pancreatic sel beta
3) Tipe DM spesifik lainnya :
a) Defek genetik fungsi sel beta yang ditandai dengan mutasi di :
- Hepatocyte nuclear transcription faktor (HNF)
- Glukokinase
- Hepatocyte nuclear transkription faktor 1 alfa
- Insulin promotor factor
b) Defek genetik pada kerja insulin
- Resistensi insulin
- Mutasi gen
c) Penyakit pada pancreas eksokrin : pancreatitis, pancreatektomi, neoplasia,
fibrosis kistik, & hemakromatosis.
d) Endokrinopaty : sindroma cushing, akromegali, feokromositoma,
hipertiroidisme, & glukogonoma.
e) Obat atau bahan kimia :glukokortikoid,tiazoid.
f) Infeksi : rubella kongenital,stromagolovirus,coxackievirus.
g) Sebab imunologi yang jarang
h) Sindroma genetik lainnya berkaitan dengan DM : sindrome down,sindrom
klinefelter.

SKENARIO 1 BLOK ENDOKRIN


RATIH LAURA SABRINA (1102012227)
4) Diabetes melitus gestasional
Gestasional Diabetes pada DM dengan kehamilan, ada 2 kemungkinanyang
dialami oleh si Ibu:
1. Ibu tersebut memang telah menderita DM sejak sebelum hamil
2. Si ibu mengalami/menderita DM saat hamil
Klasifikasi DM dengan Kehamilan menurut Pyke:
a. Klas I : Gestasional diabetes, yaitu diabetes yang timbul pada waktu hamil
dan menghilang setelah melahirkan.
b. Klas II : Pregestasional diabetes, yaitu diabetes mulai sejak sebelum hamil
dan berlanjut setelah hamil.
c. Klas III : Pregestasional diabetes yang disertai dengan komplikasi
penyakit pembuluh darah seperti retinopati, nefropati, penyakit pemburuh
darah panggul dan pembuluh darah perifer.
3. 90% dari wanita hamil yang menderita Diabetes termasuk ke dalam kategori
DM Gestasional (TipeII) dan DM yang tergantung pada insulin (Insulin
Dependent Diabetes Mellitus = IDDM, tipe I).
3.3.

Epidemiologi

Pada tahun 2000 menurut WHO diperkirakan sedikitnya 171 juta orang di seluruh
dunia menderita DM, atau sekitar 2,8% dari total populasi. Insidensnya terus
meningkat dengan cepat, dan diperkirakan pada tahun 2030, angka ini akan
bertambah menjadi 366 juta atau sekitar 4,4% dari populasi dunia. DM terdapat di
seluruh dunia, namun lebih sering (terutama tipe 2) terjadi di negara berkembang.
Peningkatan prevalens terbesar terjadi di Asia dan Afrika, sebagai akibat dari tren
urbanisasi dan perubahan gaya hidup, seperti pola makan Western-style yang tidak
sehat.
Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2007, dari 24417 responden berusia >15 tahun, 10,2% mengalami Toleransi Glukosa
Terganggu (kadar glukosa 140-200 mg/dl setelah puasa selama 14 jam dan diberi
glukosa oral 75 gram). Sebanyak 1,5% mengalami Diabetes Melitus yang terdiagnosis
dan 4,2% mengalami Diabetes Melitus yang tidak terdiagnosis. Baik DM maupun
TGT lebih banyak ditemukan pada wanita dibandingkan pria, dan lebih sering pada
golongan dengan tingkat pendidikan dan status sosial rendah. Daerah dengan angka
penderita DM paling tinggi yaitu Kalimantan Barat dan Maluku Utara yaitu 11,1 %,
sedangkan kelompok usia penderita DM terbanyak adalah 55-64 tahun yaitu 13,5%.
Beberapa hal yang dihubungkan dengan risiko terkena DM adalah obesitas (sentral),
hipertensi, kurangnya aktivitas fisik dan konsumsi sayur-buah kurang dari 5 porsi
perhari.
3.4.

Etiologi

Diabetes Tipe 1
Akibat destruksi autonom sel beta,bentuk diabetes tipe 1 yang parah
memerlukan insulin biasanya terjadi pada kanak-kanak dan remaja.tetapi penyakit ini

SKENARIO 1 BLOK ENDOKRIN


RATIH LAURA SABRINA (1102012227)
juga bermanifestasi pada orang dewasa dalam bentuk yang lebih ringan,mula-mula
dalam bentuk yang tidak memerlukan insulin.
Terdapat 3 etiologi penyebab diabetes tipe 1:
1 Kerentanan genetik
Berkaitan denagan alel spesifik kompleks histokompatibilitas mayor(MHC)
kelas II DR dan DQ haplotip serta lokus genetik lainnya menyebabkan seseorang
rentan terhadap timbulnya autoimunitas terhadap sel beta islet.reaksi imun
timbul secara spontan atau dipicu oleh suatu kejadian lingkungan yang
mengubah sel beta sehingga sel ini menjadi imunogenik.
2

Lingkungan
a. infeksi: congenital rubella,enterovirus,mumps dan coxsacievirus B4
b. vaksinasi: hanya sebuah klaim bahwa sering melakukan vaksinasi akan
menyebabkan timbulnya DM tetapi study tidak membuktikan demikian
c. makanan: terlalu cepat memberikan susu sapi kepada bayi (sebelum 3
bulan) sehingga asupan ASI kurang

Diabetes tipe 2
Patogenesis dari DM tipe 2 patogenesisnya lebih sedikit diketahui meskipun
tipe ini sering di temukan,tidak ada bukti bahwamekanisme autoimun berperan.
Beberapa faktor resiko pemicu DM 2:
1. Riwayat keluarga
Resiko jadi 40% bila ada
2. Overweight ( BMI 25 kg/m2)
Resiko jadi 4.5%
3. Kebiasaan kurang beraktifitas fisik
Bila berakifitas minimal 30 menit/3-4x seminggu menurunkan resiko
42%
4. Ras dan etnik
5. IFG atau IGT sebelumnya
6. Hipertensi ( 140/90 mmHg pada orang dewasa)
Resiko 20% bila ada
7. HDL 35 mg/dl dan/atau trigliserid 250 mg/dl
8. Riwayat GDM atau melahirkan bayi dengan berat lebih dari 9 lb
2-5% ibu hamil rentan berkembang jadi diabetes. 40% diantaranya jadi
DM beberapa tahun setelahnya
9. Perokok
Resiko 44% DM type 2
10. Faktor tambahan

Polycystic Ovarian Syndrome (PCOS)

Certain medications such as steroid

Indicators of insulin resistance, such as acanthosis nigricans, a brown to


black hyperpigmentation of the skin

History of cardiovascular disease or metabolic syndrome


9

SKENARIO 1 BLOK ENDOKRIN


RATIH LAURA SABRINA (1102012227)

3.5.

Certain autoimmune diseases

Patofisiologi

Diabetes tipe 1
1. Autoimunitas
Terjadi akibat serangan autoimun kronis terhadap sel beta
Infiltrat peradangan limfosit
Terdiri atas limfosit TCD8 dengan limfosit T CD 4 dan makrofag dalam
jumlah bervariasi.
Sel beta islet mengalami kerusakan secara selektif
Limfosit CD8 sitotoksik tampaknya merusak sel islet melalui pengeluaran
granula sitotoksik
Anggota keluarga asimtomatik dari pasien dengan DM tipe 1 membentuk
autoantibodi sel islet beberapa bulan sampai tahun sebelum memperlihatkan
gejala klinis diabetes.
Sekitar 10-20% orang yang mengidap diabetes tipe 1 juga menderita penyakit
autoimun spesifik organ lain, seperti tiroiditis hasimoto, penyakit siliak,
penyakit graves, penyakit addision atau anemia pernisiosa.
Diabetes tipe 2
1 Resistensi insulin
Resistensi insulin adalah gangguan pada kerja insulin, sehingga meskipun
kadar insulin dalam darah normal, namun tidak memicu sinyal pada organ
yang sensitif terhadap insulin untuk mengaborbsi glukosa.
Kompensasi pankreas pada keadaan ini adalah mensekresi insulin lebih
banyak lagi hingga kapasitasnya dilampaui oleh peningkatan kebutuhan
metabolik, akibatnya sekresi insulin menjadi tidak adekuat.
Akibatnya terjadi hiperinsulinemia yang bertujuan untuk mempertahankan
agar glukosa darah tetap normal.
Asam lemak bebas (FFA) yang dilepaskan dari jaringan lemak akan disimpan
di dalam hati.
Selanjutnya terjadi proses glukoneogenesis yang mengakibatkan peningkatan
produksi glukosa dan trigliserida, dan peningkatan sekresi VLDL di hati.
Akibatnya terjadi lipid/lipoprotein yang abnormal, yaitu peningkatan small
LDL dan penurunan HDL.
FFA juga menghambat ambilan glukosa di dalam otot (insulin mediated
glucose uptake), sehingga menurunkan sensitivitas insulin di dalam otot.
Lingkungan
1 Obesitas; asam lemak dalam darah dan intrasel meningkat sehingga
mempengaruhi fungsi insulin dan pengeluaran sitokin yang diaktifkan
thiazolidinedion sehingga menyebabkan resistensi insulin. Abdominal fat lebih
aktif secara lipolitik daripada lemak subkutan, mungkin karena memiliki
reseptor adrenergic yang lebih banyak. Penyimpanan adipose abdominal lebih
resisten terhadap efek antilipolitik insulin

Disfungsi dari sel beta


- Manifestasi : sekresi insulin tidak adekuat dalam menghadapi resistensi
insulin dan hiperglikemia.
10

SKENARIO 1 BLOK ENDOKRIN


RATIH LAURA SABRINA (1102012227)
-

3.6.

Kualitatif : hilangnya pola sekresi insulin


Kuantitatif : menurunnya massa sel beta, degenarasi pulau langerhans,
pengendapan amiloid dalam pulau langerhans.
Mekanisme kegagalan sel beta pada diabetes tipe 2 adanya pengendapan
amiloid.
90% pasien DM tipe 2 ditemukan endapan amiloid pada saat autopsi
Amilin merupakan komponen amiloid yang mengendap,secara
normal dihasilkan oleh sel beta pankreas dan disekresikan bersama dengan
insulin sebagai repon terhadap pemberian glukosa. Hiperinsulinemia yang
disebabkan oleh resistensi insulin pada fase awal diabetes tipe
2,menyebabkan meningkatnya produksi amilin sehingga mengendap sebagai
amiloid di islet,sehingga amilin yang mengelilingi sel beta mungkin sel beta
menjadi refraktor dalam menerima sinyal glukosa. Aimiloid bersifat toksik
bagi sel beta sehingga berperan dalam kerusakan sel beta yang ditemukan
pada kasus diaberes tipe 2 tahap lanjut.
Manifestasi Klinis

Gejala Khas/klasik
Polidipsia
Karena peningkatan gula darah , air akan tertarik keluar dari sel, menyebabkan
dehidrasi intraseluler dan stimulasi rasa haus di hipotalamus
Poliuria
Akibat polidipsi
Polifagia
Kurang efisiennya penggunaan glukosa untuk sumber energi yang
menyebabkan timbulnya rasa lapar
Penurunan BB tanpa penyebab yang jelas
Akibat penurunan metabolisme glukosa dan pembuangan glukosa di urin
sehingga menyebabkan penggunaan sumber energi lain (eg: lemak,protein)
untuk kebutuhan tubuh
Gejala tidak khas
1. Lemas
2. Kesemutan
3. Luka sukar sembuh
4. Gatal
5. Penglihatan kabur
6. Disfungsi ereksi
7. Pruritus vulva
3.7.

Diagnosis

1. Anamnesis
Mengumpulkan informasi dari pasien sebanyak mungkin, informasi tersebut didapat
dari keluhan-keluhan pasien berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dll. Kemudian
dapat juga mempertimbangkan faktor risiko yang dimiliki pasien.
2. Pemeriksaan fisik
TB, BB, tekanan darah, lingkar pinggang
11

SKENARIO 1 BLOK ENDOKRIN


RATIH LAURA SABRINA (1102012227)
Tanda-tanda neuropati (kesemutan, rasa terbakar, sensitifitas menurun)
Mata ( visus, lensa mata dan retina )
Gigi mulut
Keadaan kaki ( termasuk rabaan nadi kaki ), kulit dan kuku
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Darah
Menentukan konsentrasi glukosa dalam darah dengan ketentuan sebagai berikut :
Jenis
Bukan DM
Belum tentu DM
Plasma vena
< 100
100-199
Glukosa sewaktu
Darah kapiler
< 90
90-199
Plasma vena
< 100
100-125
Glukosa puasa
Darah kapiler
< 90
90-99

DM
200
200
126
100

Pemeriksaan HbA1C dan Fruktosamin


HbA1C dan fruktosamin adalah produk glikosilasi non enzimatik. HbA1C
menggambarkan kadar gula darah 1-3 bulan sebelum pemeriksaan dan fruktosamin
menggambarkan kadar gula darah 1-3 minggu sebelum pemeriksaan.
HbA1C akan meningkat secara signifikan bila glukosa darah meningkat.
Karena itu, HbA1C bisa digunakan untuk melihat kualitas kontrol glukosa darah pada
penderita DM (glukosa darah tak terkontrol, terjadi peningkatan HbA1C-nya ) sejak 3
bulan lalu (umur eritrosit). HbA1C meningkat: pemberian Tx lebih intensif untuk
menghindari komplikasi.
Nilai yang dianjurkan PERKENI untuk HbA1C (terkontrol): 4 - 5,9%. Jadi, HbA1C
penting untuk melihat apakah penatalaksanaan sudah adekuat atau belum. Sebaiknya,
penentuan HbA1C ini dilakukan secara rutin tiap 3 bulan sekali.
Pemeriksaan Urin
Meliputi pemeriksaan urin rutin untuk mencari adanya kelainan / komplikasi pada
saluran kemih, seperti infeksi atau insufisiensi ginjal, pemeriksaan glukosa urin dan
keton urin serta pemeriksaan mikroalbuminuria.
Sampel yang digunakan : Untuk pemeriksaan urin rutin, protein, glukosa, keton dan
sedimen urin dipakai urin porsi tengah, segar. Sampel untuk tes mikroalbuminuria
dipakai urin 24 jam.
Pemeriksaan glukosa urin yang positif menggambarkan kadar glukosa darah >
180 mg/dL (batas maksimal tubulus untuk reabsorbsi glukosa). Namun urin yang
dikeluarkan tidak selalu berkorelasi dengan glukosa darah, sehingga pemeriksaan
glukosa urin tidak dianjurkan untuk memastikan diagnosis DM. Pemeriksaan glukosa
urin dapat dipakai untuk pemantauan hasil pengobatan. Pemeriksaan keton urin
dilakukan bila didapatkan tanda-tanda ketoasidosis. Namun pemeriksaan keton urin
mempunyai kelemahan karen menggambarkan kadar glukosa darah beberapa jam
sebelum tes dan saat ini baru bisa mendeteksi aseton dan asetoasetat, bukan 3 HB.
Mikroalbuminuria: ekskresi albumin di urin sebesar 30-300 mg/24 jam atau
sebesar 20-200 mg/menit. Pemeriksaan ini penting untuk deteksi dini komplikasi
ginjal. Bila dalam urin terdeteksi albumin dalam jumlah kecil (< 30 mg/dL)
menunjukan adanya komplikasi ginjal. Mikroalbuminuria ini dapat berkembang
menjadi makroalbuminuria. Sekali makroalbuminuria terjadi maka akan terjadi
penurunan yang menetap dari fungsi ginjal.
12

SKENARIO 1 BLOK ENDOKRIN


RATIH LAURA SABRINA (1102012227)
4. Pemeriksaan penunjang
Ankle Brachial index
Nilai Ankle Brachial Indexes (ABI) > 1.3 memberi gambaran noncompressible
arteries, nilai Toe Brachial Indexes (TOI) > 0.7 atau nilai TcPO2 > 40 mmHg
mengindikasikan masih adekuatnya vascularisasi arteri.
Prinsip : Luka kaki diabetes dapat terjadi sebagai akibat dari insufisiensi arteri atau
neuropati. Meskipun riwayat klinis dan pemeriksaan fisik dapat menjadi data
pendukung adanya ischemic pada ekstrimitas bawah, namun dibutuhkan diagnosa
definitif.
Semmes Weinstein monofilament
Keberadaan neuropati dapat ditentukan dengan menggunakan 10 gram Semmes
Weinstein monofilament test.
Prinsip: Neuropati berdampak pada deformitas dan ulserasi pada kaki sebagai akibat
abnormalnya distribusi tekanan terutama pada permukaan plantar. Neuropati saraf
otonom meningkatkan resiko kerusakan kulit.
Adapun untuk pemeriksaan neuropati, 10g monofilament masih menjadi pilihan
utama di klinis termasuk untuk mengidentifikasi resiko tingi terjadinya luka dan
amputasi.
Funduskopi
Menggambarkan komplikasi DM berupa Retinopati karena memungkinkan untuk
melihat pembuluh darah dan jaringan di retina.
3.8.

Diagnosis Banding

- Feokromositoma
Meningkatnya glikogenolisis dan glukoneogenesis yang menyebabkan uji toleransi
glukosa abnormal dan glukosuria tanpa ketosis.
-Renal glukosuria.
Pada keadaan ini didapatkan glukosuria tanpa hiperglikemia maupun ketosis.
-Hiperglikemi reaktif
Kenaikan glukosa darah yang terjadi sebagai reaksi non spesifik terhadap stres dan
kerusakan jaringan melalui pengaktifan sistem saraf otonom simpatis (locus ceruleus
nor epinephrine/LC-NE) dan corticotropin releasing hormone (CRH).
Hiperglikemia tipe ini akan menyebabkan asidosis laktat, peningkatan konsentrasi
neurotransmitter eksitatorik dan peningkatan kalsium intraselular yang menyebabkan
kerusakan neuron.
- Toleransi glukosa terganggu (TGT)
- Gula darah puasa terganggu (GDPT)
3.9.

Penatalaksanaan

Pilar Penatalaksanaan DM

13

SKENARIO 1 BLOK ENDOKRIN


RATIH LAURA SABRINA (1102012227)

Edukasi
Pemberdayaanpenyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien,
keluarga dan masyarakat.
Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku sehat
Dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi
Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala
hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien

Terapi Nutrisi Medis


Makronutrien
Karbohidrat
Sebagai sumber energi, karbohidrat yang diberikan pada penderita diabetes
tidak boleh melebihi 45-60 % dari total kebutuhan energy perhari
Rekomendasi pemberian karbohidrat :
1 Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung karbohidrat, lebih
ditentukan jumlahnya dibandingkan dengan jenis karbohidrat itu sendiri.
2 Jika ditamah dengan MUFA ( monounsaturated fatty acid ) sebagai sumber
energy, maka jumlah karbohidrat maksimal 70 % dari total kebutuhan kalori
per hari.
3 Jumlah serat 25-50 gram per hari
4 Jumlah sukrosa sebagai sumber energi tidakperlu dibatasi, namun jangan
sampai lebih dari total kalori per hari.
5 Sebagai pemanis dapat digunakan pemanis non kalori seperti sakarin,
aspartame, acesulfam dan sukralosa.
6 Penggunaan alcohol harus dibatasi tidak boleh lebh dari 10 gram per hari
7 Fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gram per hari
Protein
Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-35 % dari total
kalori per hari. Protein mengandung energy sekitar 4 kilokalori per gram.
Rekomendasi pemberian protein adalah :
1 Pada keadaan kadar glukosa darah yang terkontrol, asupan protein tidak akan
mempengaruhi konsentrasi glukosa darah.
2 Pada keadaan kadar glukosa darah yang tidak terkontrol, pemberian protein
sekitar 0,8-1,0 mg/kg berat badan per hari
3 Jika terdapat komplikasi kardiovaskular, maka sumber protein nabati lebih
dianjurkan daripada dari protein hewani.
Lemak
Jumlah kebutuhan lemak yang direkomendasikan sekitar 20-35 % dari total
kalori per hari.lemak mengandung energy sekitar 9 kilokalori per gram.
Rekomendasi pemberian lemak :
1 Jika kadar kolesterol LDL 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan
sampai maksimal 7 % dari total kalori per hari.
2 Konsumsi kolesterol maksimal 300 mg/hari, jika kadar kolesterol LDL
100mg/dl,maka maksimal kolesterol yang dapat dikonsumsi 200 mg/hari.
3 Batasi asupan lemak jenis trans
4 Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kenutuhan asam lemak tidak
jenuh rantai panjang.
5 Asupan lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10 % dari asupan kalori per
hari dan asupan lemak jenuh maksimal 10 % dari total kebutuhan kalori per hari.

14

SKENARIO 1 BLOK ENDOKRIN


RATIH LAURA SABRINA (1102012227)
Mikronutirient
Mineral dan vitamin juga harus seimbang dan diatur sehingga dapat memenuhi
kebutuhan penderita diabetes per hari.
Contoh penghitungan kalori :
Pasien seorang laki-laki berumur 39 tahun, mempunyai tinggi 160 cm, dan berat
badan 63 kg serta bekerja sebagai penjaga took. Maka kebutuhan kalori per hari yang
dibutuhkannya adalah
1. Tentukan BBI
BBI = ( TB cm - 100)kg 10 %
= ( 160 cm - 100
) kg 10 %
= 60 kg 6 kg
= 54 kg
2. Tentukan status gizi
Status gizi
= ( BB Aktual : BBI ) x 100 %
= ( 63 kg : 54 kg ) x 100 %
= 116 % ( termasuk overweight )
3. Tentukan jumlah kebutuhan kalori per hari
- Kebutuhan kalori basal = BBI x 30 kalori
= 54 x 30 = 1620 kalori
- Kebutuhan untuk aktivitas ditambah 20 %
20 % x 1620 kalori = 324 kalori
- Koreksi karena overweight dikurangi 10 %
10 % x 1620 kalori = 162 kalori
Jadi total kalori perhari untuk penderita = 1620 + 324 162 = 1782
( dibulatkan menjadi 1700)
4. Tentukan distribusi makanan
- Karbohidrat 60 %
60 % x 1700 kalori = 1020 kalori setara dengan 255 gram
- Protein 20 %
20 % x 1700 kalori = 340 kalori setara dengan 85 gram
- Lemak 20 %
20 % 1700 kalori = 340 kalori setara dengan 37,7 gram
5. Jadwal ( distribusikan dalam 5-6 kali pemberian , 3 kali makan utama dan 3 kali
makan selingan )
- Jam 06.00-07.00 makan pagi ( 25 % )
- Jam 09.00-10.00 makan selingan ( < 10 % )
- Jam 12.00-13.00 makan siang ( 30 % )
- Jam 15.00-16.00 makan selingan ( < 10 % )
- Jam 18.00-19.00 makan malam ( 25 % )
- Jam 20.00-21.00 makan selingan
- Kriteria pengendalian DM
Kategori
Baik
GD Puasa [mg/dL]
80-109
GD 2 jam PP [mg/dL]
80-144
HbA1C [%]
< 6,5
Kolesterol
Total
< 200
[mg/dL]

Sedang
110-125
145-179
6,5 8

Buruk
126
180
>8

200-239

240

15

SKENARIO 1 BLOK ENDOKRIN


RATIH LAURA SABRINA (1102012227)
LDL [mg/dL]
HDL [mg/dL]
IMT [Kg/m2]
Trigliserida [mg/dL]
Tek. darah [mmHg]

< 100
> 45
18,5 - 22,9
< 150
< 130 / 80

100-129

130

23 25
150 199
130-140/80-90

> 25
200
> 140 /90

Latihan Jasmani

ADA merekomendasikan 150 menit/minggu untuk melakukan aerobic physical


activity ( dibagi menjadi 3 hari ).
Prinsip latihan bagi penderita diabetes adalah :
1 Frekuensi
: jumlah olahraga per minggu sebaiknya dilakukan dengan
teratur 3-5 kali per minggu
2 Intensitas
: ringan dan sedang
3 Durasi
: 30-60 menit
4 Jenis
: latihan jasmani endurance ( aerobic ) untuk meningkatkan
kemampuan kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang dan bersepeda

Intervensi Farmakologi
Obat hipoglikemik oral (OHO)
a) Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid
b) Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion
c) Penghambat glukoneogenesis (metformin)
d) Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.
e) DPP-IV inhibitor

1. PENGGOLONGAN OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL


Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat hipoglikemik oral dapat dibagi menjadi 3
golongan, yaitu:
A. Obat-obat yang meningkatkan sekresi insulin, meliputi obat hipoglikemik
oral golongan sulfonilurea dan glinida (meglitinida dan turunan
fenilalanin).
B. Sensitiser insulin (obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas sel
terhadap insulin), meliputi obat-obat hipoglikemik golongan biguanida
dan tiazolidindion, yang dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan
insulin secara lebih efektif.
C. Inhibitor katabolisme karbohidrat, antara lain inhibitor -glukosidase
yang bekerja menghambat absorpsi glukosa dan umum digunakan untuk
mengendalikan hiperglikemia post-prandial (post-meal hyperglycemia).
Disebut juga starchPenggolongan obat hipoglikemik oral
Golongan
Contoh Senyawa
Sulfonilurea
Gliburida/Glibenklamida
Glipizida
Glikazida
Glimepirida
Glikuidon

Mekanisme Kerja
Merangsang sekresi insulin
dikelenjar
pankreas,
sehingga hanyaefektif pada
penderita diabetes yangselsel

pankreasnya
masihberfungsi dengan baik
16

SKENARIO 1 BLOK ENDOKRIN


RATIH LAURA SABRINA (1102012227)
Meglitinida

Repaglinide

Turunanfenilalanin

Nateglinide

Biguanida

Metformin

Tiazolidindion

Rosiglitazone
Troglitazone
Pioglitazone

Inhibitor -glukosidase

Acarbose
Miglitol

Merangsang sekresi insulin


dikelenjar pankreas
Meningkatkan
kecepatan
sintesisinsulin oleh pankreas
Bekerja langsung pada hati
(hepar),menurunkan
produksi glukosa hati.Tidak
merangsang
sekresi
insulinoleh kelenjar pankreas
Meningkatkan
kepekaan
tubuh
terhadap insulin. Berikatan
denganPPAR (peroxisome
proliferatoractivated
receptor-gamma)
di
otot,jaringan lemak, dan hati
untukmenurunkan resistensi
insulin
Menghambat kerja enzimenzimpencenaan
yang
mencerna
karbohidrat,
sehingga
memperlambat
absorpsi glukosa kedalam
darah

OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL GOLONGAN SULFONILUREA


Obat Hipoglikemik Oral
Gliburida
(Glibenklamida)
Contoh Sediaan:
Glibenclamide (generik)
Abenon (Heroic)
Clamega (Emba Megafarma)
Condiabet (Armoxindo)
Daonil (Aventis)
Diacella (Rocella)
Euglucon (Boehringer Mannheim,
Phapros)
Fimediab (First Medipharma)
Glidanil (Mersi)
Gluconic (Nicholas)
Glimel (Merck)
Hisacha (Yekatria Farma)
Latibet (Ifars)
Libronil (Hexpharm Jaya)
Prodiabet (Bernofarm)
Prodiamel (Corsa)
Renabetic (Fahrenheit)
Semi Euglucon (Phapros, Boeh.

Keterangan
Memiliki
efek
hipoglikemik
yang
potensehingga pasien perlu diingatkan
untukmelakukan
jadwal
makan
yang
ketat.Gliburida dimetabolisme dalam hati,
hanya25% metabolit diekskresi melalui
ginjal,sebagian besar diekskresi melalui
empedudan dikeluarkan bersama tinja.
Gliburidaefektif dengan pemberian dosis
tunggal. Bila pemberian dihentikan, obat akan
bersih keluar dari serum setelah 36
jam.Diperkirakan
mempunyai
efek
terhadapagregasi trombosit. Dalam batasbatastertentu
masih
dapat
diberikan
padabeberapa pasien dengan kelainan fungsi
hati dan ginjal.

17

SKENARIO 1 BLOK ENDOKRIN


RATIH LAURA SABRINA (1102012227)
Mannheim)
Tiabet (Tunggal IA)
Glipizida
Contoh Sediaan:
Aldiab (Merck)
Glucotrol (Pfizer)
Glyzid (Sunthi Sepuri)
Minidiab (Kalbe Farma)
Glucotrol

Glikazida
Contoh Sediaan:
Diamicron (Darya Varia)
Glibet (Dankos)
Glicab (Tempo Scan Pacific)
Glidabet (Kalbe Farma)
Glikatab (Rocella Lab)
Glucodex (Dexa Medica)
Glumeco (Mecosin)
Gored (Bernofarm)
Linodiab (Pyridam)
Nufamicron (Nufarindo)
Pedab (Otto)
Tiaglip (Tunggal IA)
Xepabet (Metiska Farma)
Zibet (Meprofarm)
Zumadiac (Prima Hexal)
Glimepirida
Contoh Sediaan:
Amaryl

Glikuidon
Contoh Sediaan:
Glurenorm (Boehringer Ingelheim)

Mempunyai masa kerja yang lebih


lamadibandingkan
dengan
glibenklamid
tetapilebih
pendek
dari
pada
klorpropamid.Kekuatan hipoglikemiknya jauh
lebih
besardibandingkan
dengan
tolbutamida.Mempunyai
efek
menekan
produksi glukosahati dan meningkatkan
jumlah reseptorinsulin. Glipizida diabsorpsi
lengkap sesudahpemberian per oral dan
dengan cepatdimetabolisme dalam hati
menjadi metabolityang tidak aktif. Metabolit
dan kira-kira 10%glipizida utuh diekskresikan
melalui ginjal
Mempunyai
efek
hipoglikemik
sedangsehingga
tidak
begitu
sering
menyebabkanefek hipoglikemik. Mempunyai
efek antiagregasi trombosit yang lebih poten.
Dapatdiberikan pada penderita gangguan
fungsihati dan ginjal yang ringan

Memiliki waktu mula kerja yang pendek dan


waktu kerja yang lama, sehingga umum
diberikan dengan cara pemberian dosis
tunggal. Untuk pasien yang berisiko tinggi,
yaitu pasien usia lanjut, pasien dengan
gangguan ginjal atau yang melakukan
aktivitas berat dapat diberikan obat ini.
Dibandingkan
dengan
glibenklamid,
glimepirid lebih jarang menimbulkan efek
hipoglikemik pada awal pengobatan
Mempunyai efek hipoglikemik sedang
danjarang
menimbulkan
serangan
hipoglikemik. Karena hampir seluruhnya
diekskresi melalui empedu dan usus, maka
dapat diberikan pada pasien dengan gangguan
fungsi hati dan ginjal yang agak berat
18

SKENARIO 1 BLOK ENDOKRIN


RATIH LAURA SABRINA (1102012227)
ANTIDIABETIK ORAL GOLONGAN MEGLITINIDADAN TURUNAN
FENILALANIN
Obat Hipoglikemik Oral
Keterangan
Repaglinida
Merupakan turunan asam benzoat.
Contoh Sediaan:
Mempunyai efek hipoglikemik ringan
Prandin/NovoNorm/ GlucoNorm (Novo sampai sedang. Diabsorpsi dengan cepat
Nordisk)
setelah pemberian per oral, dan diekskresi
secara cepat melalui ginjal. Efek samping
yang mungkin terjadi adalah keluhan saluran
cerna
Nateglinida
Merupakan turunan fenilalanin, cara kerja
Contoh Sediaan:
mirip dengan repaglinida. Diabsorpsi cepat
Starlix (Novartis Pharma AG)
setelah pemberian per oral dan diekskresi
terutama melalui ginjal. Efek samping yang
dapat terjadi pada penggunaan obat ini
adalah keluhan infeksi saluran nafas atas
(ISPA)
OBAT HIPOGLIKEMIK ORAL GOLONGAN BIGUANIDA
Obat Hipoglikemik Oral
Keterangan
Metformin
Satu-satunya golongan biguanida yangmasih
Contoh Sediaan:
dipergunakan sebagai obat hipoglikemik oral.
Metformin (generic)
Bekerja menurunkan kadar glukosa darah
Benoformin (Benofarma)
dengan memperbaikitransport glukosa ke
Bestab (Yekatria)
dalam sel-sel otot. Obat ini dapat
Diabex (Combiphar)
memperbaiki uptake glukosa sampai sebesar
Eraphage (Guardian)
10-40%. Menurunkan produksi glukosa hati
Formell (Alpharma)
dengan jalan mengurangi glikogenolisis dan
Glucotika (Ikapharmindo)
glukoneogenesis
Glucophage (Merck)
Gludepatic (Fahrenheit)
Glumin (Dexa Medica)
Methpica (Tropica Mas)
Neodipar (Aventis)
Rodiamet (Rocella)
Tudiab (Meprofarm)
Zumamet (Prima Hexal)
ANTIDIABETIK ORAL GOLONGAN TIAZOLIDINDION
Obat Hipoglikemik Oral
Rosiglitazone
Contoh Sediaan:
Avandia (GlaxoSmithKline)
Pioglitazone
Contoh Sediaan:
Actos (Takeda Chemicals Industries Ltd)

Keterangan
Cara kerja hampir sama dengan pioglitazon,
diekskresi melalui urin dan feses.
Mempunyai efek hipoglikemik yang cukup
baik jika dikombinasikan dengan metformin.
Pada saat ini belum beredar di Indonesia.
Mempunyai efek menurunkan resistensi
insulin dengan meningkatkan jumlah protein
transporter glukosa, sehingga meningkatkan
19

SKENARIO 1 BLOK ENDOKRIN


RATIH LAURA SABRINA (1102012227)
uptake glukosa di sel-sel jaringan perifer.
Obat ini dimetabolisme di hepar. Obat ini
tidak boleh diberikan pada pasien gagal
jantung karena dapat memperberat edema
dan juga pada gangguan fungsi hati. Saat ini
tidak digunakan sebagai obat tunggal.
ANTIDIABETIK ORAL GOLONGAN INHIBITOR-GLUKOSIDASE
Obat Hipoglikemik Oral
Acarbose
Contoh Sediaan:
Glucobay (Bayer)
Precose
Miglitol
Contoh Sediaan:
Glycet

Keterangan
Acarbose
dapat
diberikan
dalam
terapikombinasi
dengan
sulfonilurea,
metformin,atau insulin.
Miglitol
biasanya
diberikan
dalam
terapikombinasi
dengan
obat-obat
antidiabetik oral golongan sulfonilurea

Terapi Insulin
1. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
Penurunan berat badan yang cepat
Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
Ketoasidosis diabetik
Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasionalyang
Tidak terkendali dengan perencanaan makan
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Jenis dan lama kerja insulin
Tipe - Jenis Insulin
Insulin dapat dibedakan atas dasar:
1. Waktu kerja insulin (onset), yaitu waktu mulai timbulnya efek insulin sejak
disuntikan.
2. Puncak kerja insulin, yaitu waktu tercapainya puncak kerja insulin.
3. Lama kerja insulin (durasi), yaitu waktu dari timbulnya efek insulin sampai
hilangnya efek insulin.
Terdapat 4 buah insulin eksogen yang diproduksi dan dikategorikan berdasarkan
puncak dan jangka waktu efeknya. Berikut keterangan jenis insulin eksogen :
1. Insulin Eksogen kerja cepat.

20

SKENARIO 1 BLOK ENDOKRIN


RATIH LAURA SABRINA (1102012227)
Bentuknya berupa larutan jernih, mempunyai onset cepat dan durasi pendek.
Yang termasuk di sini adalah insulin regular (Crystal Zinc Insulin / CZI ). Saat ini
dikenal 2 macam insulin CZI, yaitu dalam bentuk asam dan netral. Preparat yang ada
antara lain : Actrapid, Velosulin, Semilente. Insulin jenis ini diberikan 30 menit
sebelum makan, mencapai puncak setelah 1 3 macam dan efeknya dapat bertahan
samapai 8 jam.
2. Insulin Eksogen kerja sedang.
Bentuknya terlihat keruh karena berbentuk hablur-hablur kecil, dibuat dengan
menambahkan bahan yang dapat memperlama kerja obat dengan cara memperlambat
penyerapan insulin kedalam darah.
Yang dipakai saat ini adalah Netral Protamine Hegedorn ( NPH ),Monotard,
Insulatard. Jenis ini awal kerjanya adalah 1.5 2.5 jam. Puncaknya tercapai dalam 4
15 jam dan efeknya dapat bertahan sampai dengan 24 jam
3. Insulin Eksogen campur antara kerja cepat & kerja sedang (Insulin premix)
Yaitu insulin yang mengandung insulin kerja cepat dan insulin kerja sedang. Insulin
ini mempunyai onset cepat dan durasi sedang (24 jam). Preparatnya: Mixtard 30 / 40
4. Insulin Eksogen kerja panjang (lebih dari 24 jam).
Merupakan campuran dari insulin dan protamine, diabsorsi dengan lambat dari tempat
penyuntikan sehingga efek yang dirasakan cukup lam, yaitu sekitar 24 36 jam.
Preparat: Protamine Zinc Insulin ( PZI ), Ultratard
Cara pemberian insulin
Insulin kerja singkat :
IV, IM, SC
Infus ( AA / Glukosa / elektrolit )
Jangan bersama darah ( mengandung
enzim merusak insulin )
Insulin kerja menengah / panjang :
Jangan IV karena bahaya emboli.
Pemberian insulin secara sliding scale
dimaksudkan agar pemberiannya lebih
efisien dan tepat karena didasarkan pada
kadar gula darah pasien pada waktu itu.
Gula darah diperiksa setiap 6 jam sekali.
Dosis pemberian insulin tergantung pada
kadar gula darah, yaitu :
Gula darah
< 60 mg % =
0 unit
< 200 mg % = 5 8 unit
200 250 mg% = 10 12 unit
250 - 300 mg% = 15 16 unit
300 350 mg% =
20 unit
21

SKENARIO 1 BLOK ENDOKRIN


RATIH LAURA SABRINA (1102012227)
> 350 mg% = 20 24 unit
Tabel 12. Jenis kerja insulin
Jenis sediaan
Kerja cepat
Regular solube
(kristal)
Lispro
Kerja sedang
NPH (isophan)
Lente
Kerja panjang
Protamin zinc
Ultralente
Glargin

Bufer

Mula kerja

Puncak
(jam)

Masa kerja Kombinasi


(jam)
dengan (jam)

Fosfat

0,1-0,7
0,25

1,5-4
0,5-1,5

5-8
2-5

Semua jenis
lente

Fosfat
Asetat

1-2
1-2

Fosfat asetat 4-6


4-6
2-5

6-12
6-12

18-24
18-24

Regular
Senilente

14-20
16-18
5-24

24-36
20-36
18-24

Regular

Jenis alat suntik (syringe) insulin


1

Siring (syringe) dan jarumSiring dari bahan kaca sulit dibersihkan, mudah pecah
dan sering menjadi kurang akurat.Siring yang terbaik adalah siring yang terbuat
dari plastik sekali pakai. Walaupun banyak pasien diabetes yang menggunakan
lebih dari sekali pakai, sangat disarankan hanya dipakai sekali saja setelah itu
dibuang.

Pena insulin (Insulin Pen)Siring biasanya tertalu merepotkan dan kebanyakan


pasien diabetes lebih suka menggunakan pena insulin. Alat ini praktis, mudah dan
menyenangkan karena nyaris tidak menimbulkan nyeri. Alat ini menggabungkan
semua fungsi didalam satu alat tunggal.

Pompa insulin (Insulin Pump)Pompa insulin (insulin pump) diciptakan untuk


mneyediakan insulin secara berkesinambungan. Pompa harus disambungkan
kepada pasien diabetes (melalui suatu tabung dan jarum). Gula (Glucose) darah
terkontrol dengan sangat baik dan sesuai dengan kebutuhan.

Penyimpanan Insulin Eksogen


Bila belum dipakai :
Sebaiknya disimpan 2-8 derajat celcius (jangan sampai beku), di dalam gelap (seperti
di lemari pendingin, namun hindari freezer.
Bila sedang dipakai :
Suhu ruang 25-30 derajat celcius cukup untuk menyimpan selama beberapa minggu,
tetapi janganlah terkena sinar matahari.
Sinar matahari secara langsung dapat mempengaruhi percepatan kehilangan aktifitas
biologik sampai 100 kai dari biasanya.
Suntikkan dalam bentuk pena dan insulin dalam suntikkan tidak perlu disimpan di
lemari pendingin diantara 2 waktu pemberian suntikkan.

22

SKENARIO 1 BLOK ENDOKRIN


RATIH LAURA SABRINA (1102012227)
Bila tidak tersedia lemari pendingin, simpanlah insulin eksogen di tempat yang teduh
dan gelap.
Efek samping penggunaan insulin

Hipoglikemia
Lipoatrofi
Lipohipertrofi
Alergi sistemik atau lokal
Resistensi insulin
Edema insulin
Sepsis

Hipoglikemia merupakan komplikasi yang paling berbahaya dan dapat terjadi


bila terdapat ketidaksesuaian antara diet, kegiatan jasmani dan jumlah insulin. Pada
25-75% pasien yang diberikan insulin konvensional dapat terjadi Lipoatrofi yaitu
terjadi lekukan di bawah kulit tempat suntikan akibat atrofi jaringan lemak. Hal ini
diduga disebabkan oleh reaksi imun dan lebih sering terjadi pada wanita muda
terutama terjadi di negara yang memakai insulin tidak begitu murni. Lipohipertrofi
yaitu pengumpulan jaringan lemak subkutan di tempat suntikan akibat lipogenik
insulin. Lebih banyak ditemukan di negara yang memakai insulin murni. Regresi
terjadi bila insulin tidak lagi disuntikkan di tempat tersebut.
Reaksi alergi lokal terjadi 10x lebih sering daripada reaksi sistemik terutama pada
penggunaan sediaan yang kurang murni. Reaksi lokal berupa eritem dan indurasi di
tempat suntikan yang terjadi dalam beberpa menit atau jam dan berlagsung.
Selama beberapa hari. Reaksi ini biasanya terjadi beberapa minggu sesudah
pengobatan insulin dimulai. Inflamasi lokal atau infeksi mudah terjadi bila
pembersihan kulit kurang baik, penggunaan antiseptiK yang menimbulkan sensitisasi
atau terjadinya suntikan intrakutan, reaksi ini akan hilang secara spontan. Reaksi
umum dapat berupa urtikaria, erupsi kulit, angioudem, gangguan gastrointestinal,
gangguan pernapasan dan yang sangat jarang ialah hipotensi dan shock yang diakhiri
kematian.
Interaksi
Beberapa hormon melawan efek hipoglikemia insulin misalnya hormon pertumbuhan,
kortikosteroid, glukokortikoid, tiroid, estrogen, progestin, dan glukagon. Adrenalin
menghambat sekresi insulin dan merangsang glikogenolisis. Peningkatan hormonhormon ini perlu diperhitungkan dalam pengobatan insulin.
Guanetidin menurunkan gula darah dan dosis insulin perlu disesuaikan bila obat ini
ditambahkan / dihilangkan dalam pengobatan. Beberapa antibiotik (misalnya
kloramfenikol, tetrasiklin), salisilat dan fenilbutason meningkatkan kadar insulin
dalam plasma dan mungkin memperlihatkan efek hipoglikemik.
Hipoglikemia cenderung terjadi pada penderita yang mendapat penghambat
adrenoseptor , obat ini juga mengaburkan takikardi akibat hipoglikemia. Potensiasi
efek hipoglikemik insulin terjadi dengan penghambat MAO, steroid anabolik dan
fenfluramin.
Suntik Agonis GLP-1/incretin mimetic

23

SKENARIO 1 BLOK ENDOKRIN


RATIH LAURA SABRINA (1102012227)
Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru untuk
pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang penglepasan
insulin yang tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan
yang biasanya terjadi pada pengobatan dengan insulin ataupun sulfonilurea. Agonis
GLP-1 bahkan mungkin menurunkan berat badan. Efek agonis GLP-1 yang lain
adalah menghambat penglepasanglukagon yang diketahui berperan pada proses
glukoneogenesis. Pada percobaan binatang, obat ini terbukti memperbaiki cadangan
sel beta pankreas. Efek samping yang timbul pada pemberian obat ini antara lain
rasa sebah dan muntah. (Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes
Mellitus Tipe2 di Indonesia 2011)
3.10.

Komplikasi

Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang membutuhkan pengobatan


yang terkontrol. Tanpa didukung oleh pengelolaan yang tepat, diabetes dapat
menyebabkan beberapa komplikasi.
Gejala klinis berupa polineuropati dan retinopati berkaitan dengan akumulasi
fruktosa dan sorbitol. Secara umum, penumpukan fruktosa dan sorbitol mengganggu
kerja sistem saraf, namun secara khusus keduanya jelas terlibat dalam patogenesis
katarak diabetika.
Komplikasi yang disebabkan dapat berupa:
1. Komplikasi Akut
a) Hipoglikemi
Merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita diabetes yang menjalani
terapi insulin dan yang menjalani terapi sulfonylurea. Penyebab hipoglikemi selain
terapi ialah alcohol, gagal hati atau gagal ginjal,dll. Ditandai dengan menurunnya
kadar glukosa darah hingga mencapai <60 mg/dL Gambaran klinisnya : ansietas,
gangguan konsentrasi dan fungsi kognitif, dapat diikuti penurunan kesadaran, yang
berlanjut menjadi kejang dan koma. Tandanya adalah berkeringat, tremor dan
takikardi. Harus diberikan terapi dengan pemberian glukosa segera secara oral atau IV
(50 ml berisi 50% glukosa disuntikan kedalam vena besar).
b) Ketoasidosis diabetik
KAD berhubungan dengan defisiensi absolute insulin dan oleh karena itu hanya
ditemukan diabetes tipe 1 dan bukan tipe 2. Kekurangan insulin menyebabkan
hiperglikemia (diuretic osmotic dan dehidrasi) dan meningkatkan jumlah benda keton
sehingga merangsang terjadinya asidosis metabolik. Klinis berupa rasa haus,
polidipsi, poliuri, dehidrasi, muntah, nyeri abdomen, takipnea - kussmaul, penurunan
kesadaran. Penunjang: glukosa darah > 20 mmol/L, urin keton meningkat, kalium
meningkat akibat asidosis.
Selain itu, sesorang dikatakan mengalami ketoasidosis diabetik jika hasil pemeriksaan
laboratoriumnya:
Hiperglikemia (glukosa darah >250 mg/dL)
Na serum <140 mEq/L
Asidosis metabolik (pH <7,3; bikarbonat <15 meq/L)
Ketosis (ketonemia dan atau ketonuria)
c) Koma Hiperosmolar non ketotik (HONK)

24

SKENARIO 1 BLOK ENDOKRIN


RATIH LAURA SABRINA (1102012227)
Ditemukan pada DM tipe 2 bukan 1 karena kadar insulin yang tidak cukup untuk
mencegah hiperglikemi tetapi cukup untuk mencegah terjadinya ketosis. Faktor
pencetus : infeksi, infark miokard, asupan glukosa berlebihan. Klinis: rasa haus,
poliuri, gangguan konsentrasi, hiperviskositas yang menyebabkan komplikasi
trombotik (thrombosis vena dalam, emboli paru, stroke). Riwayat penyakit sama
seperti ketoasidosis diabetik, biasanya berusia >40 tahun, hiperglikemia disertai
osmolaritas darah yang tinggi (>320).
Penunjang : glukosa > 50 mmol/L, natrium > 160 mmol/L, osmolalitas plasma
meningkat, asidosis tidak ada.
2. Komplikasi Kronis (Menahun)
a. Makroangiopati:
1. Pembuluh koroner : PJK, kardiomiopati
2. Pembuluh darah tepi
3. Pembuluh darah otak
b. Mikroangiopati:
1. Kapiler retina mata (retinopati diabetik)
2. Glomerulus ginjal (nefropati diabetik)
c. Neuropati
d. Komplikasi dengan mekanisme gabungan:
1. Rentan infeksi, contohnya TB paru, infeksi saluran kemih, infeksi kulit dan
infeksi kaki.
2. Disfungsi ereksi.
NEFROPATI DIABETIK
Lesi awalnya adalah hiperfiltrasi glomerulus (peningkatan LFG) yang menyebabkan
penebalan difus pada membran basal glomerulus, bermanifestasi sebagai
mikroalbuminuria (albumin dalam urin 30-300 mg/hari), merupakan tanda yang
sangat akurat terhadap kerusakan vaskular secara umum . Klinisnya : awalnya
asimptomatik, kemudian timbul hipertensi, edema dan uremia.
RETINOPATI DIABETIK
Terjadi akibat penebalan membran basal kapiler yang menyebabkan pembuluh darah
mudah bocor (perdarahan dan eksudat padat), pembuluh darah tertutup (iskemia retina
dan pembuluh darah baru) dan edema makula.
NEUROPATI
Keadaan ini terjadi melalui beberapa mekanisme, termasuk kerusakan pembuluh
darah kecil yang memberI nutrisi pada saraf perifer, dan metabolisme gula yang
abnormal. Ada beberapa manifestasi :
- Neuropati sensorik perifer yang berkembang dari kehilangan kemampuan
merasakan getaran pada awalnya sampai kehilangan sensorik glove dan stocking
seperti berjalan diatas kain katun wool.
- Mononeuropati dapat menyerang saraf manapun, tetapi memiliki predileksi pada
saraf yang mengatur gerakan mata sedangkan pupil tidak berubah.
- Amiotropi : pengecilan otot paha disertai nyeri
- Neuropati autonom: hipotensi postural , tidak ada tonus vagus pada jantung,
berkeringat, gastroparesis, diare nocturnal, disfungsi kandung kemih, impotensi.
KAKI DIABETIK

25

SKENARIO 1 BLOK ENDOKRIN


RATIH LAURA SABRINA (1102012227)
Keadaan ini merupakan akibat penyakit pembuluh darah perifer (kaki dingin dan
nyeri), neuropati perifer (kaki hangat,sering hanya nyeri ringan), dan peningkatan
kecenderungan untuk terinfeksi sehingga terbentuk ulkus, infeksi, gangren dan kaki.
a. Prevensi
Diabetes Mellitus Tipe 1 memang tidak dapat dicegah, namun untuk DM Tipe 2 dapat
dicegah sedini mungkin. Pencegahan tersebut meliputi :
1. Primer
Tujuannya untuk mencegah timbulnya hiperglikemia pada orang sehat. Pencegahan
primer dilakukan mulai dari menjaga berat badan ideal, mengubah pola makan
menjadi pola makan yang sehat dan seimbang serta membiasakan diri untuk
berolahraga setiap hari.
2. Sekunder
Tujuannya untuk mencegah komplikasi-komplikasi pada pasien Diabetes Mellitus.
Pencegahan tipe ini meliputi ; mengontrol glukosa darah agar tetap mendekati normal
setiap hari sepanjang tahun, menjaga tekanan darah dan profil lipid dalam batas
normal, menjaga pola makan dan rutin berolahraga serta menghindari alkohol dan
rokok.
3. Tersier
Tujuannya untuk mencegah timbulnya kecacatan pada pasien DM komplikasi.
Pencegahan ini dilakukan dengan kontrol ketat glukosa darah, memantau sejauh mana
komplikasi telah muncul dan mencegah progresivitasnya.
3.11.

Prognosis

Bergantung pada tipe DM. Pasien DM Tipe 1 berprognosis baik selama rutin
menggunakan insulin dan menjaga gaya hidupnya. Sekitar 60% pasien DM Tipe 1
yang mendapat terapi insulin dapat bertahan hidup seperti orang normal, sementara
sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronik dan kemungkinan meninggal
lebih cepat.
Pasien DM Tipe 2 berprognosis baik selama tekun mengontrol gula darah, menjaga
pola makan dan rutinitas berolahraga.
Sebanyak 75% penderita diabetes melitus meninggal akibat
penyakit pembuluh darah, infark miokard, stroke, gagal ginjal, dan
ganggren ekstremitas bawah. Penurunan berat badan dapat
memperbaiki gejala. faktor-faktor genetik lain yang mempermudah
dan merperberat keadaan resistensi insulin akan memperburuk
prognosis. Tapi dengan penanganan diet yang sesuai, prognosis
akan lebih baik
3.12.

Pencegahan

Materi pencegahan primer


1). Penyuluhan ditujukan kepada:
A. Kelompok masyarakat yang mempunyai risiko tinggi
intoleransi glukosa
Materi penyuluhan meliputi antara lain:

dan

26

SKENARIO 1 BLOK ENDOKRIN


RATIH LAURA SABRINA (1102012227)
1. Program penurunan berat badan. Pada seseorang yang
mempunyai risiko diabetes dan mempunyai berat badanlebih,
penurunan berat badan merupakan cara utama untuk menurunkan
risiko terkena DM tipe-2 atau intoleransi glukosa. Beberapa
penelitian menunjukkan penurunan berat badan 5-10% dapat
mencegah atau memperlambat munculnya DM tipe-2.
2. Diet sehat.
Dianjurkan diberikan pada setiap orang yang mempunyai
risiko.
Jumlah asupan kalori ditujukan untuk mencapai berat badan
ideal.
Karbohidrat kompleks merupakan pilihan dan diberikan secara
terbagi dan seimbang sehingga tidak menimbulkan puncak
(peak) glukosa darah yang tinggi setelah makan.
Mengandung sedikit lemak jenuh, dan tinggi serat larut.
3. Latihan jasmani.
Latihan jasmani teratur dapat memperbaiki kendali glukosa
darah, mempertahankan atau menurunkan berat badan, serta
dapat meningkatkan kadar kolesterol-HDL.
Latihan jasmani yang dianjurkan:
dikerjakan sedikitnya selama 150 menit/minggu dengan
latihan aerobik sedang (mencapai 50-70% denyut jantung
maksimal), atau 90 menit/minggu dengan latihan aerobik
berat (mencapai denyut jantung >70% maksimal). Latihan
jasmani dibagi menjadi 3-4 x aktivitas/minggu.
4. Menghentikan merokok. Merokok merupakan salah satu risiko
timbulnya gangguan kardiovaskular. Meski merokok tidak berkaitan
langsung dengan timbulnya intoleransi glukosa, tetapi merokok
dapat memperberat komplikasi kardiovaskular dari intoleransi
glukosa dan DM tipe-2.
B. Perencana kebijakan kesehatan agar memahami dampak sosioekonomi penyakit ini dan pentingnya penyediaan fasilitas yang
memadai dalam upaya pencegahan primer
Pengelolaan yang ditujukan untuk:
Kelompok intoleransi glukosa
Kelompok dengan risiko (obesitas, hipertensi, dislipidemia,
dll.)
Algoritma pencegahan DM tipe 2

27

SKENARIO 1 BLOK ENDOKRIN


RATIH LAURA SABRINA (1102012227)

Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat
timbulnya penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Dilakukan
dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi
dini.
Penyuluhan untuk pencegahan sekunder ditujukan terutama pada
pasien baru. Penyuluhan dilakukan sejak pertemuan pertama dan
perlu selalu diulang pada setiap kesempatan pertemuan berikutnya
salah satu penyulit DM yang sering terjadi adalah penyakit
kardiovaskular, yang merupakan penyebab utama kematian pada
penyandang diabetes. Selain pengobatan terhadap tingginya kadar
glukosa darah, pengendalian berat badan, tekanan darah, profil lipid
dalam darah serta pemberian antiplatelet dapat menurunkan risiko
timbulnya kelainan kardiovaskular pada penyandang diabetes.
Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang
diabetes yang telah mengalami penyulit dalam upaya
mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut.

Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin,


sebelum kecacatan menetap. Sebagai contoh aspirin dosis
rendah (80-325 mg/hari) dapat diberikan secara rutin bagi
penyandang diabetes yang sudah mempunyai penyulit
makroangiopati.

28

SKENARIO 1 BLOK ENDOKRIN


RATIH LAURA SABRINA (1102012227)

Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan


pada pasien dan keluarga. Materi penyuluhan termasuk upaya
rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk mencapai kualitas
hidup yang optimal.
Pencegahan tersier memerlukan pelayanan kesehatan holistik dan
terintegrasi antar disiplin yang terkait, terutama di rumah sakit
rujukan. Kolaborasi yang baik antar para ahli di berbagai disiplin
(jantung dan ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi,
rehabilitasi medis, gizi, podiatrist, dll.) sangat diperlukan dalam
menunjang keberhasilan pencegahan tersier.
LO 4. Memahami dan menjelaskan Retinopati
4.1.

Definisi
Retinopati diabetik merupakan komplikasi kronis diabetes melitus berupa
mikroangiopati progresif yang ditandai oleh kerusakan mikro vaskular pada
retina dengan gejala penurunan atau perubahan penglihatan secara perlahan.

4.2. Klasifikasi
Tabel 1 : Klasifikasi Retinopati Diabetik1,8,9
Tahap
Deskripsi
Tidak
ada Tidak ada tanda-tanda abnormal yang ditemukan pada retina.
retinopati
Penglihatan normal.
Makulopati
Eksudat dan perdarahan dalam area macula, dan/atau bukti edema
retina, dan/atau bukti iskemia retina. Penglihatan mungkin berkurang;
mengancam penglihatan.
Praproliferatif
Bukti oklusi (cotton wool spot). Vena menjadi ireguler dan mungkin
terlihat membentuk lingkaran. Penglihatan normal.
Proliferatif
Perubahan oklusi menyebabkan pelepasan substansi vasoproliferatif
dari retina yang menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah baru di
lempeng optik (NVD) atau di tempat lain pada retina (NVE).
Penglihatan normal, mengancam penglihatan.
Tahap
Deskripsi
Lanjut
Perubahan proliferatif dapat menyebabkan perdarahan ke dalam vitreus
atau antara vitreus dan retina. Retina juga dapat tertarik dari epitel
pigmen di bawahnya oleh proliferasi fibrosa yang berkaitan dengan
pertumbuhan pembuluh darah baru. Penglihatan berkurang, sering akut
dengan perdarahan vitreus; mengancam penglihatan.
Early Treatment Diabetik Retinopathy Study Research Group (ETDRS) membagi
retinopati diabetik atas nonproliferatif dan proliferatif.Retinopati diabetik digolongkan
ke dalam retinopati diabetik non proliferatif (RDNP) apabila hanya ditemukan
perubahan mikrovaskular dalam retina.Neovaskuler merupakan tanda khas retinopati
diabetik proliferatif.1
Tabel 2 : Klasifikasi Retinopati Diabetik berdasarkan ETDRS1,8,9
Retinopati Diabetik Non-Proliferatif
1 Retinopati nonproliferatif minimal : terdapat 1 tanda berupa dilatasi vena,
. mikroaneurisma, perdarahan intraretina yang kecil atau eksudat keras.
2 Retinopati nonproliferatif ringan sampai sedang : terdapat 1 tanda berupa dilatasi

29

SKENARIO 1 BLOK ENDOKRIN


RATIH LAURA SABRINA (1102012227)
.
3
.

vena derajat ringan, perdarahan, eksudar keras, eksudat lunak atau IRMA.
Retinopati nonproliferatif berat : terdapat 1 tanda berupa perdarahan dan
mikroaneurisma pada 4 kuadran retina, dilatasi vena pada 2 kuadran, atau IRMA
pada 1 kuadran.
4 Retinopati nonproliferatif sangat berat : ditemukan 2 tanda pada retinopati non
. proliferative berat.
Retinopati Diabetik Proliferatif
1 Retinopati proliferatif ringan (tanpa risiko tinggi) : bila ditemukan minimal adanya
. neovaskular pada diskus (NVD) yang mencakup <1/4 dari daerah diskus tanpa
disertai perdarahan preretina atau vitreus, atau neovaskular dimana saja di retina
(NVE) tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus.
2
.

Retinopati proliferatif risiko tinggi : apabila ditemukan 3 atau 4 dari faktor resiko
sebagai berikut, a) ditemukan pembuluh darah baru dimana saja di retina, b)
ditemukan pembuluh darah baru pada atau dekat diskus optikus, c) pembuluh darah
baru yang tergolong sedang atau berat yang mencakup > daerah diskus, d)
perdarahan vitreus. Adanya pembuluh darah baru yang jelas pada diskus optikus
atau setiap adanya pembuluh darah baru yang disertai perdarahn, merupakan dua
gambaran yang paling sering ditemukan pada retinopati proliferatif dengan resiko
tinggi.

4.3 Epidemiologi
Penelitian epidemiologis di Amerika, Australia, Eropa, dan Asia melaporkan
bahwa jumlah penderita retinopati DM akan meningkat dari 100,8 juta pada tahun
2010 menjadi 154,9 juta pada tahun 2030 dengan 30% di antaranya terancam
mengalami kebutaan.4 The DiabCare Asia 2008 Study melibatkan 1 785 penderita
DM pada 18 pusat kesehatan primer dan sekunder di Indonesia dan melaporkan
bahwa 42% penderita DM mengalami komplikasi retinopati, dan 6,4% di antaranya
merupakan retinopati DM proliferatif.
4.4. Etiologi
Faktor-faktor yang mendorong terjadinya retinopati adalah :
Terjadi karena adanya perubahan dinding arteri
Adanya komposisi darah abnormal
Meningkatnya agregasi platelet dari plasma menyebabkan terbentuknya
mikrothrombin
Gangguan endothelium kapiler menyebabkan terjadinya kebocoran kapiler,
selanjutnyaterjadi insudasi dinding kapiler dan penebalan membran dasar dan
diikuti dengan eksudasidinding haemorhagic dengan udem perikapiler

30

SKENARIO 1 BLOK ENDOKRIN


RATIH LAURA SABRINA (1102012227)

Perdarahan kapiler dapat terjadi di retina dalam sybhyaloid dimana letaknya di


depan jaringan retina. Hemoraghi tidak terjadi intravitreal tetapi terdapat
dalam ruangvitreo retinal yang tersisa karena vitreus mengalami retraksi
Aliran darah yang kurang lancar dalam kapiler-kapiler, sehingga terjadi
hipoksiarelatif di retina yang merangsang pertumbuhan pembuluh-pembuluh
darah yang baru.
Perubahan arteriosklerotik dan insufisiensi koroidal
Hipertensi yang kadang-kadang mengiringi diabetes

4.5 Patofisiologi
Mekanisme terjadinya RD masih belum jelas, namun beberapa studi menyatakan
bahwa hiperglikemi kronis merupakan penyebab utama kerusakan multipel organ.
Komplikasi hiperglikemia kronis pada retina akan menyebabkan perfusi yang kurang
adekuat akibat kerusakan jaringan pembuluh darah organ, termasuk kerusakan pada
retina itu sendiri.Terdapat 4 proses biokimiawi yang terjadi pada hiperglikemia kronis
yang diduga berhubungan dengan timbulnya retinopati diabetik, antara lain:
1)

Akumulasi Sorbitol

Produksi berlebihan serta akumulasi dari sorbitol sebagai hasil dari aktivasi jalur
poliol terjadi karena peningkatan aktivitas enzim aldose reduktase yang terdapat pada
jaringan saraf, retina, lensa, glomerulus, dan dinding pembuluh darah akibat
hiperglikemi kronis. Sorbitol merupakan suatu senyawa gula dan alkohol yang tidak
dapat melewati membrana basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang
banyak dalam sel. Kerusakan sel terjadi akibat akumulasi sorbitol yang bersifat
hidrofilik sehingga sel menjadi bengkak akibat proses osmotik.
Selain itu, sorbitol juga meningkatkan rasio NADH/NAD+ sehingga menurunkan
uptake mioinositol. Mioinositol berfungsi sebagai prekursor sintesis fosfatidilinositol
untuk modulasi enzim Na-K-ATPase yang mengatur konduksi syaraf.Secara singkat,
akumulasi sorbitol dapat menyebabkan gangguan konduksi saraf.
Percobaan pada binatang menunjukkan inhibitor enzim aldose reduktase(sorbinil)
yang bekerja menghambat pembentukan sorbitol, dapat mengurangi atau
memperlambat terjadinya retinopatik diabetik. Namun uji klinik pada manusia belum
menunjukkan perlambatan dari progresifisitas retinopati.
2)

Pembentukan protein kinase C (PKC)

Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel vaskular
meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol, yang merupakan
suatu regulator PKC dari glukosa.PKC diketahui memiliki pengaruh terhadap agregasi
trombosit, permeabilitas vaskular, sintesis growth factor dan vasokonstriksi.
Peningkatan PKC secara relevan meningkatkan komplikasi diabetika, dengan
mengganggu permeabilitas dan aliran darah vaskular retina.
Peningkatan permeabilitas vaskular akan menyebabkan terjadinya ekstravasasi
plasma, sehingga viskositas darah intravaskular meningkat disertai dengan

31

SKENARIO 1 BLOK ENDOKRIN


RATIH LAURA SABRINA (1102012227)
peningkatan agregasi trombosit yang saling berinteraksi menyebabkan terjadinya
trombosis. Selain itu, sintesis growth factor akan menyebabkan peningkatan
proliferasi sel otot polos vaskular dan matriks ekstraseluler termasuk jaringan fibrosa,
sebagai akibatnya akan terjadi penebalan dinding vaskular, ditambah dengan aktivasi
endotelin-1 yang merupakan vasokonstriktor sehingga lumen vaskular makin
menyempit. Seluruh proses tersebut terjadi secara bersamaan, hingga akhirnya
menyebabkan terjadinya oklusi vaskular retina. 3, 7
3)

Pembentukan Advanced Glycation End Product (AGE)

Glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen secara non enzimatik.
Proses tersebut pada akhirnya akan menghasilkan suatu senyawa AGE. Efek dari AGE
ini saling sinergis dengan efek PKC dalam menyebabkan peningkatan permeabilitas
vaskular, sintesis growth factor, aktivasi endotelin 1 sekaligus menghambat aktivasi
nitrit oxide oleh sel endotel. Proses tersebut tentunya akan meningkatkan risiko
terjadinya oklusi vaskular retina.
AGE terdapat di dalam dan di luar sel, berkorelasi dengan kadar glukosa. Akumulasi
AGE mendahului terjadinya kerusakan sel. Kadarnya 10-45x lebih tinggi pada DM
daripada non DM dalam 5-20 minggu. Pada pasien DM, sedikit saja kenaikan glukosa
maka meningkatkan akumulasi AGE yang cukup banyak, dan akumulasi ini lebih
cepat pada intrasel daripada ekstrasel.
4)

Pembentukan Reactive Oxygen Speciesi (ROS)

ROS dibentuk dari oksigen dengan katalisator ion metal atau enzim yang
menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2), superokside (O2-). Pembentukan ROS
meningkat melalui autooksidasi glukosa pada jalur poliol dan degradasi AGE.
Akumulasi ROS di jaringan akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang
menambah kerusakan sel. 3, 8
Kerusakan sel yang terjadi sebagai hasil proses biokimiawi akibat hiperglikemia
kronis terjadi pada jaringan saraf (saraf optik dan retina), vaskular retina dan lensa.
Gangguan konduksi saraf di retina dan saraf optik akan menyebabkan hambatan
fungsi retina dalam menangkap rangsang cahaya dan menghambat penyampaian
impuls listrik ke otak. Proses ini akan dikeluhkan penderita retinopati diabetik dengan
gangguan penglihatan berupa pandangan kabur. Pandangan kabur juga dapat
disebabkan oleh edema makula sebagai akibat ekstravasasi plasma di retina, yang
ditandai dengan hilangnya refleks fovea pada pemeriksaan funduskopi. 2-4
Neovaskularisasi yang tampak pada pemeriksaan funduskopi terjadi karena
angiogenesis sebagai akibat peningkatan sintesis growth factor, lebih tepatnya disebut
Vascular Endothelial Growt Factor (VEGF). Sedangkan kelemahan dinding vaksular
terjadi karena kerusakan perisit intramural yang berfungsi sebagai jaringan
penyokong dinding vaskular. Sebagai akibatnya, terbentuklah penonjolan pada
dinding vaskular karena bagian lemah dinding tersebut terus terdesak sehingga
tampak sebagai mikroaneurisma pada pemeriksaan funduskopi. Beberapa
mikroaneurisma dan defek dinding vaskular lemah yang lainnya dapat pecah hingga
terjadi bercak perdarahan pada retina yang juga dapat dilihat pada funduskopi. Bercak

32

SKENARIO 1 BLOK ENDOKRIN


RATIH LAURA SABRINA (1102012227)
perdarahan pada retina biasanya dikeluhkan penderita dengan floaters atau benda
yang melayang-layang pada penglihatan.
4.6 Manifestasi Klinik
Gejala subjektif yang dapat ditemui dapat berupa:
Kesulitan membaca
Penglihatan kaburr
Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
Melihat lingkaran-lingkaran cahaya
Melihat bintik gelap dan cahaya kelap-kelip
Gejala objektif yang dapat ditemukan pada retina dapat berupa:
Mikroaneurisma, merupakan penonjolan dinding kapiler terutama daerah vena
dengan bentuk bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah terutama polus
posterior.
Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis, dan bercak yang biasanya terletak dekat
mikroaneurisma dipolus posterior.
Dilatasi pembuluh darah dengan lumennya irreguler dan berkelok-kelok
Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannya khusus yaitu
irreguler, kekuning-kunigan. Pada permulaan eksudat pungtata membesar dan
bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalam beberapa minggu.
Soft exudate yang sering dsebut cotton wool patches merupakan iskemia retina.
Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning bersifat difus
dan berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah nonirigasi dan
dihubungkan dengan iskemia retina.
Pembuluh darah baru (neovaskularisasi) pada retina biasanya terletak dipermukaan
jaringan. Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok, dalam, berkelompok, dan
irreguler. Mula-mula terletak dalam jaringan retina, kemudian berkembang ke daerah
preretinal ke badan kaca. Pecahnya neovaskularisasi pada daerah-daerah ini dapat
menimbulkan perdarahan retina, prdarahan subhialoid (preretinal) maupun perdarahan
badan kaca.
Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah makula
sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan.
Perbedaan antara NPDR dan PDR1,5,7,10
NPDR
Mikroaneurisma (+)

Mikroaneurisma (+)

Perdarahan intraretina (+)

Perdarahan intraretina (+)

Hard eksudat (+)

Hard eksudat (+)

Oedem retina(+)

Oedem retina (+)

Cotton Wool Spots (+)

Cotton Wool Spots (+)

IRMA (+)

IRMA(+)

Neovaskularisasi (-)

Neovaskularisasi (+)

Perdarahan Vitreous (-)

Perdarahan Vitreous (+)

Pelepasan
traksi (-)

retina

PDR

secara Pelepasan retina secara traksi (+)

33

SKENARIO 1 BLOK ENDOKRIN


RATIH LAURA SABRINA (1102012227)
4.7. Diagnosis
Retinopati diabetik dan berbagai stadiumnya didiagnosis berdasarkan
pemeriksaan stereoskopik fundus dengan dilatasi pupil.Oftalmoskopi dan foto
funduskopi merupakan gold standard bagi penyakit ini.Angiografi Fluoresens(FA)
digunakan untuk menentukan jika pengobatan laser diindikasikan. FA diberikan
dengan cara menyuntikkan zat fluorresens secara intravena dan kemudian zat tersebut
melalui pembuluh darah akan sampai di fundus.
4.8 Diagnosis banding
Diagnosis banding harus menyingkirkan penyakit vascular retina lainnya,
adalah hipertensive retinopathy
Retinopati hipertensi adalah suatu kondisi dengan karakteristik perubahan
vaskularisasi retina pada populasi yang menderita hipertensi.Kelainan ini
pertama kali dikemukakan oleh Marcus Gunn pada kurun ke-19 pada sekelompok
penderita hipertensi dan penyakit ginjal.Tanda-tanda pada retina yang diobservasi
adalah penyempitan arteriolar secara general dan fokal, perlengketan atau nicking
arteriovenosa, perdarahan retina dengan bentuk flame-shape dan blot-shape, cottonwool spots, dan edema papilla. Pada tahun 1939, Keith et al menunjukkan bahwa
tanda-tanda retinopati ini dapat dipakai untuk memprediksi mortalitas pada pasien
hipertensi.
Karakteristik utama pada diabetik retinopati yaitu perubahan parenkim dan
vaskuler retina dimana pada retina ditemukan mikroaneurismata, perdarahannya
dalam bentuk bercak dan titik serta edema sirsinata, adanya edema retina dan
gangguan fungsi makula serta vaskularisasi retina dan badan kaca.. Sehingga dengan
pemeriksaan laboratorium lengkap, funduskopi dan Angiografi fluorescein akan
ditemukan kelainan-kelainan pada retinopati diabetik yang berbeda dengan retinopati
hipertensif diantaranya pada retinopati hipertensif tidak ada mikroaneurisma.Kelainan
makula: pada retinopati hipertensif makula menjadi star-shaped, sedangkan
pada retinopati diabetik mengalami edema.Kapiler pada retinopati hipertensif
menipis, sedangkan retinopati diabetik menebal (beading).
4..9 Penatalaksanaan
Prinsip utama penatalaksanaan dari retinopati diabetik adalah pencegahan.
Hal ini dapat dicapai dengan memperhatikan hal-hal yang dapat mempengaruhi
perkembangan retinopati diabetik nonproliferatif menjadi proliferatif.
1.
Pemeriksaan rutin pada ahli mata
Penderita diabetes melitus tipe I retinopati jarang timbul hingga lima tahun setelah
diagnosis. Sedangkan pada sebagian besar penderita diabetes melitus tipe II telah
menderita retinopati saat didiagnosis diabetes pertama kali.Pasien- pasien ini harus
melakukan pemeriksaan mata saat diagnosis ditegakkan.Pasien wanita sangat beresiko
perburukan retinopati diabetik selama kehamilan. Pemeriksaan secara umum
direkomendasikan pada pasien hamil pada semester pertama dan selanjutnya
tergantung kebijakan ahli matanya. 9
Jadwal Pemeriksaan Berdasarkan Umur atau Kehamilan
Umur onset
Rekomendasi pemeriksaan
Follow up rutin
DM/kehamilan pertama kali
minimal
0-30 tahun
Dalam waktu 5 tahun setelah
Setiap tahun
diagnosis
34

SKENARIO 1 BLOK ENDOKRIN


RATIH LAURA SABRINA (1102012227)
>31 tahun
Hamil

Saat diagnosis
Awal trimester pertama

Setiap tahun
Setiap 3 bulan atau sesuai
kebijakan dokter mata
Berdasarkan beratnya retinopati dan risiko perburukan penglihatan, ahli mata
mungkin lebih memilih untuk megikuti perkembangan pasien-pasien tertentu lebih
sering karena antisipasi kebutuhan untuk terapi.9
Jadwal Pemeriksaan Berdasarkan Temuan Pada Retina
Abnormalitas retina
Follow-up yang disarankan
Normal atau mikroaneurisma yang Setiap tahun
sedikit
Retinopati Diabetik non proliferatif Setiap 9 bulan
ringan
Retinopati Diabetik non proliferatif
Setiap 6 bulan
Retinopati Diabetik non proliferatif
Setiap 4 bulan
Edema makula
Setiap 2-4 bulan
Retinopati Diabetik proliferatif
Setiap 2-3 bulan
2.
Kontrol Glukosa Darah dan Hipertensi
Untuk mengetahui kontrol glukosa darah terhadap retinopati diabetik,
Diabetik Control and Cmplication Trial (DCCT) melakukan penelitian terhadap 1441
pasien dengan DM Tipe I yang belum disertai dengan retinopati dan yang sudah
menderita RDNP. Hasilnya adalah pasien yang tanpa retinopati dan mendapat terapi
intensif selama 36 bulan mengalami penurunan resiko terjadi retinopati sebesar 76%
sedangkan pasien dengan RDNP dapat mencegah resiko perburukan retinopati sebesar
54%. Pada penelitian yang dilakukan United Kingdom Prospective Diabetes Study
(UKPDS) pada penderita DM Tipe II dengan terapi intensif menunjukkan bahwa
setiap penurunan HbA1c sebesar 1% akan diikuti dengan penurunan resiko
komplikasi mikrovaskular sebesar 35%. Hasil penelitian DCCT dan UKPDS tersebut
memperihatkan bahwa meskipun kontrol glukosa darah secara intensif tidak dapat
mencegah terjadinya retinopati diabetik secara sempurna, namun dapat mengurangi
resiko timbulnya retinopati diabetik dan memburuknya retinopati diabetikyang sudah
ada.Secara klinik, kontrol glukosa darah yang baik dapat melindungi visus dan
mengurangi resiko kemungkinan menjalani terapi fotokoagulasi dengan sinar laser.
UKPDS menunjukkan bahwa control hipertensi juga menguntungkan mengurangi
progresi dari retinopati dan kehilangan penglihatan. 1,3,9
3.
Fotokoagulasi1,2,10,11
Perkembangan neovaskuler memegang peranan penting dalam progresi
retinopati diabetik.Komplikasi dari retinopati diabetik proliferatif dapat meyebabkan
kehilangan penglihatan yang berat jika tidak diterapi.Suatu uji klinik yang dilakukan
oleh National Institute of Health di Amerika Serikat jelas menunjukkan bahwa
pengobatan fotokoagulasi dengan sinar laser apabila dilakukan tepat pada waktunya,
sangat efektif untuk pasien dengan retinopati diabetik proliferatif dan edema makula
untuk mencegah hilangnya fungsi penglihatan akibat perdarahan vitreus dan ablasio
retina. Indikasi terapi fotokoagulasi adalah retinopati diabetik proliferatif, edema
macula dan neovaskularisasiyang terletak pada sudut bilik anterior. Ada 3 metode
terapi fotokoagulasi yaitu :1,2,9,10,
1) scatter (panretinal) photocoagulation = PRP, dilakukan pada kasus dengan
kemunduran visus yang cepat atau retinopati diabetik resiko tinggi dan untuk
menghilangkan neovaskular dan mencegah neovaskularisasi progresif nantinya pada
saraf optikus dan pada permukaan retina atau pada sudut bilik anterior dengan cara
35

SKENARIO 1 BLOK ENDOKRIN


RATIH LAURA SABRINA (1102012227)
menyinari 1.000-2.000 sinar laser ke daerah retina yang jauh dari macula untuk
menyusutkan neovaskular.

2) focal photocoagulation, ditujukan pada mikroaneurisma atau lesi mikrovaskular di


tengah cincin hard exudates yang terletak 500-3000 m dari tengah fovea. Teknik ini
mengalami bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan edema macula.
3) grid photocoagulation, suatu teknik penggunaan sinar laser dimana pembakaran
dengan bentuk kisi-kisi diarahkan pada daerah edema yang difus. Terapi edema
macula sering dilakukan dengan menggunakan kombinasi focal dan grid
photocoagulation.
4.

Injeksi Anti VEGF


Bevacizumab (Avastin) adalah rekombinan anti-VEGF manusia. Sebuah studi
baru-baru ini diusulkan menggunakan bevacizum intravitreus untuk degenerasi
makula terkait usia. Dalam kasus ini, 24 jam setelah perawatan kita melihat
pengurangan dramatis dari neovaskularisasi iris, dan tidak kambuh dalam waktu
tindak lanjut 10 hari. Pengobatan dengan bevacizumab tampaknya memiliki pengaruh
yang cepat dan kuat pada neovaskularisasi patologis.Avastin merupakan anti
angiogenik yang tidak hanya menahan dan mencegah pertumbuhan prolirerasi sel
endotel vaskular tapi juga menyebabkan regresi vaskular oleh karena peningkatan
kematian sel endotel. Untuk pengunaan okuler, avastin diberikan via intra vitreal
injeksi ke dalam vitreus melewati pars plana dengan dosis 0,1 mL.Lucentis
merupakan versi modifikasi dari avastin yang khusus dimodifikasi untuk penggunaan
di okuler via intra vitreal dengan dosis 0,05 mL.1,2,8,10
5.
Vitrektomi
Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami kekeruhan
(opacity) vitreus dan yang mengalami neovaskularisasi aktif.Vitrektomi dapat juga
membantu bagi pasien dengan neovaskularisasi yang ekstensif atau yang mengalami
proliferasi fibrovaskuler. Selain itu, vitrektomi juga diindikasikan bagi pasien yang
mengalami ablasio retina, perdarahan vitreus setelah fotokoagulasi, RDP berat, dan
perdarahan vitreus yang tidak mengalami perbaikan.1,2,8
Diabetic Retinopathy Vitrectomy Study (DVRS) melakukan clinical trial pada pasien
dengan dengan diabetik retinopati proliferatif berat. DRVS mengevaluasi keuntungan
pada vitrektomi yang cepat (1-6 bulan setelah perdarahn vitreus) dengan yang
terlambat ( setalah 1 tahun) dengan perdarahan vitreous berat dan kehilangan
penglihatan (<5/200). Pasien dengan diabetes tipe 1 secara jelas menunjukan
keuntungan vitrektomi awal, tetapi tidak pada tipe 2.DRSV juga menunjukkan
keuntungan vitrektomi awal dibandingkan dengan managemen konvensional pada
mata dengan retinopati diabetik proliferatif yang sangat berat.9
4.10 komplikasi
1.
Rubeosis iridis progresif
Penyakit
ini
merupakan
komplikasi
segmen
anterior
paling
sering.Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon terhadap
adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik pada mata maupun
di luar mata yang paling sering adalah retinopati diabetik. Neovaskularisasi iris pada
awalnya terjadi pada tepi pupil sebagai percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan
membentuk membrane fibrovaskular pada permukaan iris secara radial sampai ke
sudut, meluas dari akar iris melewati ciliary body dan sclera spur mencapai jaring

36

SKENARIO 1 BLOK ENDOKRIN


RATIH LAURA SABRINA (1102012227)
trabekula sehingga menghambat pembuangan aquous dengan akibat intra ocular
presure meningkat dan keadaan sudut masih terbuka.Suatu saat membrane
fibrovaskular ini konstraksi menarik iris perifer sehingga terjadi sinekia anterior
perifer (PAS) sehingga sudut bilik mata depan tertutup dan tekanan intra okuler
meningkat sangat tinggi sehingga timbul reaksi radang intra okuler.Sepertiga pasien
dengan rubeosis iridis terdapat pada penderita retinopati diabetika. Frekuensi
timbulnya rubeosis pada pasien retinopati diabetika dipengaruhi oleh adanya tindakan
bedah. Insiden terjadinya rubeosis iridis dilaporkan sekitar 25-42 % setelah tindakan
vitrektomi, sedangkan timbulnya glaukoma neovaskuler sekitar 10-23% yang terjadi 6
bulan pertama setelah dilakukan operasi.
2.
Glaukoma neovaskular
Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sudut tertutup sekunder yang terjadi
akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada permukaan iris dan jaringan anyaman
trabekula yang menimbulkan gangguan aliran aquous dan dapat meningkatkan
tekanan intra okuler. Nama lain dari glaukoma neovaskular ini adalah glaukoma
hemoragik, glaukoma kongestif, glaukoma trombotik dan glaukoma rubeotik. Etiologi
biasanya berhubugan dengan neovaskular pada iris (rubeosis iridis). Neovaskularisasi
pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon terhadap adanya hipoksia dan
iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik pada mata maupun di luar mata yang
paling sering adalah retinopati diabetik. Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi
pada tepi pupil sebagai percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan membentuk
membrane fibrovaskuler pada permukaan iris secara radial sampai ke sudut, meluas
dari akar iris melewati ciliary body dan sclera spur mencapai jaring trabekula
sehingga menghambat pembuangan akuos dengan akibat Intra Ocular Presure
meningkat dan keadaan sudut masih terbuka.
3.
Perdarahan vitreus rekuren
Perdarahan
vitreus
sering
terjadi
pada
retinopati
diabetik
proliferatif.Perdarahan vitreus terjadi karena terbentuknya neovaskularisasi pada
retina hingga ke rongga vitreus.Pembuluh darah baru yang tidak mempunyai struktur
yang kuat dan mudah rapuh sehingga mudah mengakibatkan perdarahan.Perdarahan
vitreus
memberi gambaran perdarahan pre-retina
(sub-hyaloid) atau
intragel.Perdarahan intragel termasuk didalamnya adalah anterior, middle, posterior,
atau keseluruhan badan vitreous.
Gejalanya adalah perkembangan secara tiba-tiba dari floaters yang terjadi saat
perdarahan vitreous masih sedikit.Pada perdarahan badan kaca yang massif, pasien
biassanya mengeluh kehilangan penglihatan secara tiba-tiba.Oftalmoskopi direk
secara jauh akanmenampakkan bayangan hitam yang berlawanan dengan sinar merah
pada perdahan vitreous yang masih sedikit dan tidak ada sinar merah jika perdarahan
vitreous sudah banyak. Oftalmoskopi direk dan indirek menunjukkan adanya darah
pada ruang vitreous.Ultrasonografi Bscan membantu untuk mendiagnosa perdarahan
badan kaca.
4.
Ablasio retina
Merupakan keadaan dimana terlepasnya lapisan neurosensori retina dari lapisan
pigmen epithelium.Ablasio retina tidak menimbulkan nyeri, tetapi bisa menyebabkan
gambaran bentuk-bentuk ireguler yang melayang-layang atau kilatan cahaya, serta
menyebabkan penglihatan menjadi kabur.
3.11 Prognosis
Kontrol optimum glukosa darah (HbA1c < 7%) dapat mempertahankan atau menunda
retinopati.Hipertensi arterial tambahan juga harus diobati (dengan tekanan darah
disesuaikan <140/85 mmHg).Tanpa pengobatan, Detachment retinal tractional dan

37

SKENARIO 1 BLOK ENDOKRIN


RATIH LAURA SABRINA (1102012227)
edema macula dapat menyebabkan kegagalan visual yang berat atau kebutaan.
Bagaimanapun juga, retinopati diabetik dapat terjadi walaupun diberi terapi optimum.
4.12. Pencegahan
Pada tahun 2010, The American Diabetes Association7
menetapkan beberapa rekomendasi pemeriksaan untuk deteksi dini
retinopati DM. Pertama, orang dewasa dan anak berusia lebih dari
10 tahun yang menderita DM tipe I harus menjalani pemeriksaan
mata lengkap oleh dokter spesialis mata dalam waktu lima tahun
setelah diagnosis DM di- tegakkan. Kedua, penderita DM tipe II
harus menjalani pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis
mata segera setelah didiagnosis DM. Ketiga, pemeriksaan mata
penderita DM tipe I dan II harus dilakukan secara rutin setiap tahun
oleh dokter spesialis mata. Keempat, frekuensi pemeriksaan mata
dapat dikurangi apabila satu atau lebih hasil pemeriksaan
menunjukkan hasil normal dan dapat ditingkatkan apabila
ditemukan tanda retinopati progresif. Kelima, perempuan hamil
dengan DM harus menjalani pemeriksaan mata rutin sejak trimester
pertama sampai dengan satu tahun setelah persalinan karena risiko
terjadinya dan/atau perburukan retinopati DM meningkat, dan ia
harus menerima penjelasan menyeluruh tentang risiko tersebut.
LO 5. Memahami dan menjelaskan perhitungan kalori untuk penderita DM
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang
diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang
besarnya 25-30 kalori/kgBB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa
faktor seperti: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dll.
Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang dimodifikasi adalah
sbb:
Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
Bagi pria yang tinggi badan < 160 cm dan wanita < 150 cm, rumus dimodifikasi
menjadi :
Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
BB Normal : BBI 10 %
Kurus : < BBI - 10 %
Gemuk : > BBI + 10 %
Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT)
IMT = BB(kg)/ TB(m2)
Klasifikasi IMT*
BB Kurang < 18,5
BB Normal 18,5-22,9
BB Lebih 23,0
Deteksi Dini Retinopati DM
Pada tahun 2010, The American Diabetes Association7
menetapkan beberapa rekomendasi pemeriksaan untuk deteksi dini
retinopati DM. Pertama, orang dewasa dan anak berusia lebih dari
10 tahun yang menderita DM tipe I harus menjalani pemeriksaan
38

SKENARIO 1 BLOK ENDOKRIN


RATIH LAURA SABRINA (1102012227)
mata lengkap oleh dokter spesialis mata dalam waktu lima tahun
setelah diagnosis DM di- tegakkan. Kedua, penderita DM tipe II
harus menjalani pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis
mata segera setelah didiagnosis DM. Ketiga, pemeriksaan mata
penderita DM tipe I dan II harus dilakukan secara rutin setiap tahun
oleh dokter spesialis mata. Keempat, frekuensi pemeriksaan mata
dapat dikurangi apabila satu atau lebih hasil pemeriksaan
menunjukkan hasil normal dan dapat ditingkatkan apabila
ditemukan tanda retinopati progresif. Kelima, perempuan hamil
dengan DM harus menjalani pemeriksaan mata rutin sejak trimester
pertama sampai dengan satu tahun setelah persalinan karena risiko
terjadinya dan/atau perburukan retinopati DM meningkat, dan ia
harus menerima penjelasan menyeluruh tentang risiko tersebut.
LI 5. MEMAHAMI DAN MENJELASKAN PERHITUNGAN KALORI
Perhitungan julah kalori ditentukan oleh stasus gizi, umur, ada
tidaknya stress akut, dan kegiatan jasmani. Penetuan stasus gizi
dapat dipakai indeks massa tubuh (IMT) atau rumus Brocca.
Penentuan stasus gizi berdasarkan IMT
IMT dihitung berdasarkan pembagian berat badan (dalam
kilogram) dibagi dengat tinggi badan (dalam meter) kuadrat.
o
Berat badan kurang <18,5
o
Berat badan normal 18,5-22,9
o
Berat badan lebih 23,0
o
Dengan resiko 23-24.9
o
Obes I 25-29,9
o
Obes II 30
Penentuan stasus gizi berdasarkan rumus Brocca
Pertama-tama dilakukan perhitungan berat badan idaman
berdasarkan rumus:
berat badan idaman (BBI kg) = (TB cm - 100) -10%.
Penetuan stasus gizi dihitung dari : (BB aktual : BB idaman) x 100%
o
Berat badan kurang BB <90% BBI
o
Berat badan normal BB 90-110% BBI
o
Berat badan lebih BB 110-120% BBI
o
Gemuk
BB>120% BBI
Penentuan kebutuhan kalori perhari:
1. Kebutuhan basal:
o
Laki-laki : BB idaman (Kg) x 30 kalor
o
Wanita : BB idaman (Kg) x 25 kalori
2. Koreksi atau penyesuaian:
o
Umur diatas 40 tahun : -5%
o
Aktivitas ringan
: +10%
o
Aktifitas sedang
: +20%
o
Aktifitas berat
: +30%
o
Berat badan gemuk
: -20%

39

SKENARIO 1 BLOK ENDOKRIN


RATIH LAURA SABRINA (1102012227)
o
o

Berat badan lebih


Berat badan kurus

: -10%
: +10%

3. Stress metabolik
: +10-30%
4. Kehamilan trimester I dan II
: +300 kalori
5. Kehamilan trimester II dan menyusui : +500 kalori
Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan
pagi (20%), makan siang (25%), serta 2-3 porsi ringan (10-15%) di
antara makan besar. Pengaturan makan ini tidak berbeda dengan
orang normal, kecuali dengan pengaturan jadwal makan dan jumlah
kalori. Usahakan untuk merubah pola makan ini secara bertahap
sesuai kondisi dan kebiasaan penderita.
LO 6. Memahami dan menjelaskan anjuran makan yang halal dan thayi
menurut islam
Tidak berlebih-lebihan di dalam makan & minum. Karena Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Sallam bersabda: Tiada tempat yg yg lbh buruk yg dipenuhi oleh seseorang
daripada perutnya, cukuplah bagi seseorang beberapa suap saja utk menegakkan
tulang punggungnya; jikapun terpaksa, maka sepertiga utk makanannya, sepertiga utk
minu-mannya & sepertiga lagi utk bernafas. (Hadis Riwayat: Ahmad & dishahihkan
oleh Al-Albani).Prinsipnya sesuai dengan hadis Rasulullah saw : makan sebelum
lapar dan berhenti sebelum kenyang.
Allah memerintahkan kita untuk memakan makanan yang halal dan baik /
Halalan Thoyyiban
Al Quran, Surat Al Maidah : 88 yang artinya:

dan makanlah makanan yang halal lagi baik (thayib) dari apa yang telah
dirizkikan kepadamu dan bertaqwalah kepada Allah dan kamu beriman kepadaNya
Makanan yang halal, yaitu makanan yang diijinkan bagi seorang muslim untuk
memakannya. Islam menghalalkan sesuatu yang baik-baik.
Makanan yang haram adalah terlarang seorang muslim untuk memakannya.
Banyak pendapat yang menterjemahkan makanan "halal" tersebut. Akan tetapi pada
umumnya dapat dikatakan makanan tersebut halal bila :
Tidak berbahaya atau mempengaruhi fungsi tubuh dan mental yang normal
Bebas dari "najis(filth)" dan produk tersebut bukan berasal dari bangkai dan
binatang yang mati karena tidak disembelih atau diburu
Bebas dari bahan-bahan yang berasal dari babi dan beberapa binatang lain
yang tidak dapat dimakan oleh seorang muslim kecuali dalam keadaan
terpaksa
Diperoleh sesuai dengan yang sudah ditentukan dalam Islam

40

SKENARIO 1 BLOK ENDOKRIN


RATIH LAURA SABRINA (1102012227)
Najis (Filth) dalam hal di atas, didefinisikan dalam 3 golongan :
1. pertama, bersih dari sesuatu yang diperuntukkan untuk upacaraupacara/berhala,
2. kedua yang dapat ditoleransi karena sulit untuk menghindarinya seperti darah
dari nyamuk, dan insek lainnya,
3. ketiga yang tak dapat ditoleransi seperti minuman yang memabukkan dan
beracun serta bangkai.

DAFTAR PUSTAKA
1. Dorland, W.A Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta:
EGC.
2. Foster D.W, Diabetes Mellitus, In Harrisons Principles of Internal Medicine,
Eds Fauci, Braunwald, Isselbacher, et al, 14th Edition, McGraw-Hill
Companies, USA, 1998:623-75
3. Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi
11. Jakarta: EGC.
4. Greenstein, B. 2001. Endokrinology at a Glance. Blackwell science. Pp:76-80
5. Hendromartono, Consensus on The Management of Diabetes Mellitus
(Perkeni 1998), In Surabaya Diabetes Update VI, Eds Tjokroprawiro A,
Hendromartono, Sutjahjo A, Tandra H., Pranoto A., Surabaya, 1999:1-14.
6. Isselbacher, Baraundwald, Wilson, Harrisons Principles of internal medicine,
International edition, Mcgraw Hill Book Co.,Singapore,1994.
7. King, M.E., Glycosylated Hemoglobin, In Methods in Clinical Chemistry,
Eds Amadeo J, Kaplan L.A., 1987:113-116.
8. Naito, H.K., Cholesterol, In Methods in Clinical Chemistry, Eds Amadeo J,
Kaplan L.A., 1987:1156-1176.
9. Noer, Prof.dr.H.M. Sjaifoellah, Ilmu Penyakit Endokrin dan Metabolik, Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2004. Hal
571-705.
10. Pedrinelli R., Glampletro O., Carmassi F., Melillo E., et al, Microalbuminuria
and Endothelial Dysfunction In Essential Hypertension, Lancet, 344, 1994:1418
11. Peterson, K.P., Pavlovich J.G., Goldstein D., et al., What is Hemoglobin A1c?
An Analysis of Glycated Hemoglobins by Electrospray Ioni-zation Mass
Spectrometry, Clinical Chemistry, 44:9, 1998:1951-1958.

41

SKENARIO 1 BLOK ENDOKRIN


RATIH LAURA SABRINA (1102012227)
12. Purnamasari D. Diagnosis dan klasifikasi diabetes melitus. Dalam: Sudoyo A,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid 3. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing. p. 1880-3.
13. Sjamsuhidayat R, De Jong WD : Buku ajar ilmu bedah, EGC; Jakarta, 1997.
14. Shils, Maurice E. Shike, Moshe. Ross, A Catharine. Caballero, Benjamin.
Cousins, Robert J. 2006. Modern Nutrition in Health and Disease, 10th
Edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins.
15. Staf Pengajar Bagian Bedah FK UI, Vaskuler, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah,
Binarupa Aksara Jakarta, 1995; hal: 241-330.
16. Tabaei B.P., Al-Kassab A.S., Ilag L.L., et al, Does Microalbuminuria Predict
Diabetic Nephropathy?, Diabetes Care, 24:9, 2001:1560-1566.
17. Wild S, Roglic G, Green A, Sicree R, King H. Global prevalence of diabetes:
estimates for the year 2000 and projections for 2030. Diabetes Care 2004
May;27(5):1047-53.
18. American Diabetes Association. Diagnosis and Classification of Diabetes
Mellitus. [Online]. 2004 [cited 2010 Sept 30];Available from: URL:
http://care.diabetesjournals.org/content/27/suppl_1/s5.full
19. Hussain A, Vincent M. Diabetes Mellitus, type 1. [Online]. 2010 Feb 4 [cited
2010
Sept
30];
Available
from:
URL:
http://emedicine.medscape.com/article/117739-overview
20. Ligaray K, Isley M. Diabetes Mellitus, type 2. [Online]. 2010 Sept 27 [cited
2010
Sept
30];
Available
from:
URL:
http://emedicine.medscape.com/article/117853-overview

42

Anda mungkin juga menyukai