SK 1 Endokrin
SK 1 Endokrin
SK 1 Endokrin
Caput pancreatis
Berbentuk cakram, cekung di bagian duodenum kemudian meluas kekiri
dibelakang AV. Mesenterica superior. Terdapat penonjolan yang disebut proc.
Uncinatus.
Collum pancreatis
Letaknya didepan pangkal V. Porta dan A. Mesenterica superior. Didaerah ini
terdapat lengkungan yang disebut incisura pancreatis.
Corpus pancreatis
Bagian ini berjalan ke atas kiri abdomen, menyilangi garis tengah abdomen.
Cauda pancreatis
Berjalan menuju Lig. Lienorenalis dan terus masuk hingga ke hilus lienalis.
BATAS :
- Anterior : colon transversum, gaster, bursa omentalis, perlekatan mesocolon
transversum
- Posterior : ductus choledocus, V.Portae, V.Lienalis, V.Cava Inferior, aorta
abdominalis, Hillus lienalis, M.Psoas Sinistra, gl.Suprarenal sinistra, Renal
sinistra.
Perdarahan :
A. Pancreaticoduodenalis superior [cab. A.gastroduodenalis A.hepatica
communis truncus coeliacus aorta abdominalis] : mendarahi superior
caput
- A. Pancreaticoduodenalis inferior [cab. A. Mesenterica superior] : inferior
caput
1.2. Mikroskopis
Pankreas merupakan kelenjar eksokrin dan kelenjar endokrin.
1. Bagian Endokrin Pankreas
Berkelompok dalam pulau2 Langerhans, tersebar, berbentuk sferis berwarna pucat
Sel tersusun dalam bentuk genjel tak teratur, ditembus banyak jaring kapiler tipe
fenestra
Dengan pewarnaan khusus dapat dibedakan 4 macam sel yaitu, sel , , dan
c/PP.
Sel
Sel
Sel
Sel C/sel PP
Ditemukan hanya pada spesies tertentu, mis. Guinea pig, jumlah terbatas,
ukuran sama dengan sel , dengan sedikit atau tanpa granula.
Mensekresi polipeptida pankreas
Fungsi fisiologis tak diketahui
2. Bagian Eksokrin Pankreas
Mirip sekali dengan kelenjar parotis, kelenjar tubulo acinar komplex.
Acini terdiri dari 6-8 sel kolumnar rendah atau sel serosa piramida, meliputi lumen
kecil.
2
Definisi
Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu penyakit metabolik dengan ciri hiperglikemia
yang disebabkan defisiensi insulin relatif atau absolut, disfungsi insulin atau
keduanya.
DM merupakan kelainan kronik pada metabolisme karbohidrat, lemak dan protein
yang menyebabkan gangguan pada sekresi insulin, sensitivitas insulin atau keduanya.
Ditandai dengan adanya hiperglikemia dan berhubungan dengan kerusakan berbagai
sistem tubuh, khususnya sistem saraf dan pembuluh darah berbagai organ.
3.2.
Klasifikasi
Tabel 2. Klasifikasi diabetus melitus
Epidemiologi
Pada tahun 2000 menurut WHO diperkirakan sedikitnya 171 juta orang di seluruh
dunia menderita DM, atau sekitar 2,8% dari total populasi. Insidensnya terus
meningkat dengan cepat, dan diperkirakan pada tahun 2030, angka ini akan
bertambah menjadi 366 juta atau sekitar 4,4% dari populasi dunia. DM terdapat di
seluruh dunia, namun lebih sering (terutama tipe 2) terjadi di negara berkembang.
Peningkatan prevalens terbesar terjadi di Asia dan Afrika, sebagai akibat dari tren
urbanisasi dan perubahan gaya hidup, seperti pola makan Western-style yang tidak
sehat.
Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2007, dari 24417 responden berusia >15 tahun, 10,2% mengalami Toleransi Glukosa
Terganggu (kadar glukosa 140-200 mg/dl setelah puasa selama 14 jam dan diberi
glukosa oral 75 gram). Sebanyak 1,5% mengalami Diabetes Melitus yang terdiagnosis
dan 4,2% mengalami Diabetes Melitus yang tidak terdiagnosis. Baik DM maupun
TGT lebih banyak ditemukan pada wanita dibandingkan pria, dan lebih sering pada
golongan dengan tingkat pendidikan dan status sosial rendah. Daerah dengan angka
penderita DM paling tinggi yaitu Kalimantan Barat dan Maluku Utara yaitu 11,1 %,
sedangkan kelompok usia penderita DM terbanyak adalah 55-64 tahun yaitu 13,5%.
Beberapa hal yang dihubungkan dengan risiko terkena DM adalah obesitas (sentral),
hipertensi, kurangnya aktivitas fisik dan konsumsi sayur-buah kurang dari 5 porsi
perhari.
3.4.
Etiologi
Diabetes Tipe 1
Akibat destruksi autonom sel beta,bentuk diabetes tipe 1 yang parah
memerlukan insulin biasanya terjadi pada kanak-kanak dan remaja.tetapi penyakit ini
Lingkungan
a. infeksi: congenital rubella,enterovirus,mumps dan coxsacievirus B4
b. vaksinasi: hanya sebuah klaim bahwa sering melakukan vaksinasi akan
menyebabkan timbulnya DM tetapi study tidak membuktikan demikian
c. makanan: terlalu cepat memberikan susu sapi kepada bayi (sebelum 3
bulan) sehingga asupan ASI kurang
Diabetes tipe 2
Patogenesis dari DM tipe 2 patogenesisnya lebih sedikit diketahui meskipun
tipe ini sering di temukan,tidak ada bukti bahwamekanisme autoimun berperan.
Beberapa faktor resiko pemicu DM 2:
1. Riwayat keluarga
Resiko jadi 40% bila ada
2. Overweight ( BMI 25 kg/m2)
Resiko jadi 4.5%
3. Kebiasaan kurang beraktifitas fisik
Bila berakifitas minimal 30 menit/3-4x seminggu menurunkan resiko
42%
4. Ras dan etnik
5. IFG atau IGT sebelumnya
6. Hipertensi ( 140/90 mmHg pada orang dewasa)
Resiko 20% bila ada
7. HDL 35 mg/dl dan/atau trigliserid 250 mg/dl
8. Riwayat GDM atau melahirkan bayi dengan berat lebih dari 9 lb
2-5% ibu hamil rentan berkembang jadi diabetes. 40% diantaranya jadi
DM beberapa tahun setelahnya
9. Perokok
Resiko 44% DM type 2
10. Faktor tambahan
3.5.
Patofisiologi
Diabetes tipe 1
1. Autoimunitas
Terjadi akibat serangan autoimun kronis terhadap sel beta
Infiltrat peradangan limfosit
Terdiri atas limfosit TCD8 dengan limfosit T CD 4 dan makrofag dalam
jumlah bervariasi.
Sel beta islet mengalami kerusakan secara selektif
Limfosit CD8 sitotoksik tampaknya merusak sel islet melalui pengeluaran
granula sitotoksik
Anggota keluarga asimtomatik dari pasien dengan DM tipe 1 membentuk
autoantibodi sel islet beberapa bulan sampai tahun sebelum memperlihatkan
gejala klinis diabetes.
Sekitar 10-20% orang yang mengidap diabetes tipe 1 juga menderita penyakit
autoimun spesifik organ lain, seperti tiroiditis hasimoto, penyakit siliak,
penyakit graves, penyakit addision atau anemia pernisiosa.
Diabetes tipe 2
1 Resistensi insulin
Resistensi insulin adalah gangguan pada kerja insulin, sehingga meskipun
kadar insulin dalam darah normal, namun tidak memicu sinyal pada organ
yang sensitif terhadap insulin untuk mengaborbsi glukosa.
Kompensasi pankreas pada keadaan ini adalah mensekresi insulin lebih
banyak lagi hingga kapasitasnya dilampaui oleh peningkatan kebutuhan
metabolik, akibatnya sekresi insulin menjadi tidak adekuat.
Akibatnya terjadi hiperinsulinemia yang bertujuan untuk mempertahankan
agar glukosa darah tetap normal.
Asam lemak bebas (FFA) yang dilepaskan dari jaringan lemak akan disimpan
di dalam hati.
Selanjutnya terjadi proses glukoneogenesis yang mengakibatkan peningkatan
produksi glukosa dan trigliserida, dan peningkatan sekresi VLDL di hati.
Akibatnya terjadi lipid/lipoprotein yang abnormal, yaitu peningkatan small
LDL dan penurunan HDL.
FFA juga menghambat ambilan glukosa di dalam otot (insulin mediated
glucose uptake), sehingga menurunkan sensitivitas insulin di dalam otot.
Lingkungan
1 Obesitas; asam lemak dalam darah dan intrasel meningkat sehingga
mempengaruhi fungsi insulin dan pengeluaran sitokin yang diaktifkan
thiazolidinedion sehingga menyebabkan resistensi insulin. Abdominal fat lebih
aktif secara lipolitik daripada lemak subkutan, mungkin karena memiliki
reseptor adrenergic yang lebih banyak. Penyimpanan adipose abdominal lebih
resisten terhadap efek antilipolitik insulin
3.6.
Gejala Khas/klasik
Polidipsia
Karena peningkatan gula darah , air akan tertarik keluar dari sel, menyebabkan
dehidrasi intraseluler dan stimulasi rasa haus di hipotalamus
Poliuria
Akibat polidipsi
Polifagia
Kurang efisiennya penggunaan glukosa untuk sumber energi yang
menyebabkan timbulnya rasa lapar
Penurunan BB tanpa penyebab yang jelas
Akibat penurunan metabolisme glukosa dan pembuangan glukosa di urin
sehingga menyebabkan penggunaan sumber energi lain (eg: lemak,protein)
untuk kebutuhan tubuh
Gejala tidak khas
1. Lemas
2. Kesemutan
3. Luka sukar sembuh
4. Gatal
5. Penglihatan kabur
6. Disfungsi ereksi
7. Pruritus vulva
3.7.
Diagnosis
1. Anamnesis
Mengumpulkan informasi dari pasien sebanyak mungkin, informasi tersebut didapat
dari keluhan-keluhan pasien berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dll. Kemudian
dapat juga mempertimbangkan faktor risiko yang dimiliki pasien.
2. Pemeriksaan fisik
TB, BB, tekanan darah, lingkar pinggang
11
DM
200
200
126
100
Diagnosis Banding
- Feokromositoma
Meningkatnya glikogenolisis dan glukoneogenesis yang menyebabkan uji toleransi
glukosa abnormal dan glukosuria tanpa ketosis.
-Renal glukosuria.
Pada keadaan ini didapatkan glukosuria tanpa hiperglikemia maupun ketosis.
-Hiperglikemi reaktif
Kenaikan glukosa darah yang terjadi sebagai reaksi non spesifik terhadap stres dan
kerusakan jaringan melalui pengaktifan sistem saraf otonom simpatis (locus ceruleus
nor epinephrine/LC-NE) dan corticotropin releasing hormone (CRH).
Hiperglikemia tipe ini akan menyebabkan asidosis laktat, peningkatan konsentrasi
neurotransmitter eksitatorik dan peningkatan kalsium intraselular yang menyebabkan
kerusakan neuron.
- Toleransi glukosa terganggu (TGT)
- Gula darah puasa terganggu (GDPT)
3.9.
Penatalaksanaan
Pilar Penatalaksanaan DM
13
Edukasi
Pemberdayaanpenyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien,
keluarga dan masyarakat.
Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku sehat
Dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi
Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala
hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien
14
Sedang
110-125
145-179
6,5 8
Buruk
126
180
>8
200-239
240
15
< 100
> 45
18,5 - 22,9
< 150
< 130 / 80
100-129
130
23 25
150 199
130-140/80-90
> 25
200
> 140 /90
Latihan Jasmani
Intervensi Farmakologi
Obat hipoglikemik oral (OHO)
a) Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid
b) Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion
c) Penghambat glukoneogenesis (metformin)
d) Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.
e) DPP-IV inhibitor
Mekanisme Kerja
Merangsang sekresi insulin
dikelenjar
pankreas,
sehingga hanyaefektif pada
penderita diabetes yangselsel
pankreasnya
masihberfungsi dengan baik
16
Repaglinide
Turunanfenilalanin
Nateglinide
Biguanida
Metformin
Tiazolidindion
Rosiglitazone
Troglitazone
Pioglitazone
Inhibitor -glukosidase
Acarbose
Miglitol
Keterangan
Memiliki
efek
hipoglikemik
yang
potensehingga pasien perlu diingatkan
untukmelakukan
jadwal
makan
yang
ketat.Gliburida dimetabolisme dalam hati,
hanya25% metabolit diekskresi melalui
ginjal,sebagian besar diekskresi melalui
empedudan dikeluarkan bersama tinja.
Gliburidaefektif dengan pemberian dosis
tunggal. Bila pemberian dihentikan, obat akan
bersih keluar dari serum setelah 36
jam.Diperkirakan
mempunyai
efek
terhadapagregasi trombosit. Dalam batasbatastertentu
masih
dapat
diberikan
padabeberapa pasien dengan kelainan fungsi
hati dan ginjal.
17
Glikazida
Contoh Sediaan:
Diamicron (Darya Varia)
Glibet (Dankos)
Glicab (Tempo Scan Pacific)
Glidabet (Kalbe Farma)
Glikatab (Rocella Lab)
Glucodex (Dexa Medica)
Glumeco (Mecosin)
Gored (Bernofarm)
Linodiab (Pyridam)
Nufamicron (Nufarindo)
Pedab (Otto)
Tiaglip (Tunggal IA)
Xepabet (Metiska Farma)
Zibet (Meprofarm)
Zumadiac (Prima Hexal)
Glimepirida
Contoh Sediaan:
Amaryl
Glikuidon
Contoh Sediaan:
Glurenorm (Boehringer Ingelheim)
Keterangan
Cara kerja hampir sama dengan pioglitazon,
diekskresi melalui urin dan feses.
Mempunyai efek hipoglikemik yang cukup
baik jika dikombinasikan dengan metformin.
Pada saat ini belum beredar di Indonesia.
Mempunyai efek menurunkan resistensi
insulin dengan meningkatkan jumlah protein
transporter glukosa, sehingga meningkatkan
19
Keterangan
Acarbose
dapat
diberikan
dalam
terapikombinasi
dengan
sulfonilurea,
metformin,atau insulin.
Miglitol
biasanya
diberikan
dalam
terapikombinasi
dengan
obat-obat
antidiabetik oral golongan sulfonilurea
Terapi Insulin
1. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
Penurunan berat badan yang cepat
Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
Ketoasidosis diabetik
Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasionalyang
Tidak terkendali dengan perencanaan makan
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Jenis dan lama kerja insulin
Tipe - Jenis Insulin
Insulin dapat dibedakan atas dasar:
1. Waktu kerja insulin (onset), yaitu waktu mulai timbulnya efek insulin sejak
disuntikan.
2. Puncak kerja insulin, yaitu waktu tercapainya puncak kerja insulin.
3. Lama kerja insulin (durasi), yaitu waktu dari timbulnya efek insulin sampai
hilangnya efek insulin.
Terdapat 4 buah insulin eksogen yang diproduksi dan dikategorikan berdasarkan
puncak dan jangka waktu efeknya. Berikut keterangan jenis insulin eksogen :
1. Insulin Eksogen kerja cepat.
20
Bufer
Mula kerja
Puncak
(jam)
Fosfat
0,1-0,7
0,25
1,5-4
0,5-1,5
5-8
2-5
Semua jenis
lente
Fosfat
Asetat
1-2
1-2
6-12
6-12
18-24
18-24
Regular
Senilente
14-20
16-18
5-24
24-36
20-36
18-24
Regular
Siring (syringe) dan jarumSiring dari bahan kaca sulit dibersihkan, mudah pecah
dan sering menjadi kurang akurat.Siring yang terbaik adalah siring yang terbuat
dari plastik sekali pakai. Walaupun banyak pasien diabetes yang menggunakan
lebih dari sekali pakai, sangat disarankan hanya dipakai sekali saja setelah itu
dibuang.
22
Hipoglikemia
Lipoatrofi
Lipohipertrofi
Alergi sistemik atau lokal
Resistensi insulin
Edema insulin
Sepsis
23
Komplikasi
24
25
Prognosis
Bergantung pada tipe DM. Pasien DM Tipe 1 berprognosis baik selama rutin
menggunakan insulin dan menjaga gaya hidupnya. Sekitar 60% pasien DM Tipe 1
yang mendapat terapi insulin dapat bertahan hidup seperti orang normal, sementara
sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronik dan kemungkinan meninggal
lebih cepat.
Pasien DM Tipe 2 berprognosis baik selama tekun mengontrol gula darah, menjaga
pola makan dan rutinitas berolahraga.
Sebanyak 75% penderita diabetes melitus meninggal akibat
penyakit pembuluh darah, infark miokard, stroke, gagal ginjal, dan
ganggren ekstremitas bawah. Penurunan berat badan dapat
memperbaiki gejala. faktor-faktor genetik lain yang mempermudah
dan merperberat keadaan resistensi insulin akan memperburuk
prognosis. Tapi dengan penanganan diet yang sesuai, prognosis
akan lebih baik
3.12.
Pencegahan
dan
26
27
Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat
timbulnya penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Dilakukan
dengan pemberian pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi
dini.
Penyuluhan untuk pencegahan sekunder ditujukan terutama pada
pasien baru. Penyuluhan dilakukan sejak pertemuan pertama dan
perlu selalu diulang pada setiap kesempatan pertemuan berikutnya
salah satu penyulit DM yang sering terjadi adalah penyakit
kardiovaskular, yang merupakan penyebab utama kematian pada
penyandang diabetes. Selain pengobatan terhadap tingginya kadar
glukosa darah, pengendalian berat badan, tekanan darah, profil lipid
dalam darah serta pemberian antiplatelet dapat menurunkan risiko
timbulnya kelainan kardiovaskular pada penyandang diabetes.
Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang
diabetes yang telah mengalami penyulit dalam upaya
mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut.
28
Definisi
Retinopati diabetik merupakan komplikasi kronis diabetes melitus berupa
mikroangiopati progresif yang ditandai oleh kerusakan mikro vaskular pada
retina dengan gejala penurunan atau perubahan penglihatan secara perlahan.
4.2. Klasifikasi
Tabel 1 : Klasifikasi Retinopati Diabetik1,8,9
Tahap
Deskripsi
Tidak
ada Tidak ada tanda-tanda abnormal yang ditemukan pada retina.
retinopati
Penglihatan normal.
Makulopati
Eksudat dan perdarahan dalam area macula, dan/atau bukti edema
retina, dan/atau bukti iskemia retina. Penglihatan mungkin berkurang;
mengancam penglihatan.
Praproliferatif
Bukti oklusi (cotton wool spot). Vena menjadi ireguler dan mungkin
terlihat membentuk lingkaran. Penglihatan normal.
Proliferatif
Perubahan oklusi menyebabkan pelepasan substansi vasoproliferatif
dari retina yang menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah baru di
lempeng optik (NVD) atau di tempat lain pada retina (NVE).
Penglihatan normal, mengancam penglihatan.
Tahap
Deskripsi
Lanjut
Perubahan proliferatif dapat menyebabkan perdarahan ke dalam vitreus
atau antara vitreus dan retina. Retina juga dapat tertarik dari epitel
pigmen di bawahnya oleh proliferasi fibrosa yang berkaitan dengan
pertumbuhan pembuluh darah baru. Penglihatan berkurang, sering akut
dengan perdarahan vitreus; mengancam penglihatan.
Early Treatment Diabetik Retinopathy Study Research Group (ETDRS) membagi
retinopati diabetik atas nonproliferatif dan proliferatif.Retinopati diabetik digolongkan
ke dalam retinopati diabetik non proliferatif (RDNP) apabila hanya ditemukan
perubahan mikrovaskular dalam retina.Neovaskuler merupakan tanda khas retinopati
diabetik proliferatif.1
Tabel 2 : Klasifikasi Retinopati Diabetik berdasarkan ETDRS1,8,9
Retinopati Diabetik Non-Proliferatif
1 Retinopati nonproliferatif minimal : terdapat 1 tanda berupa dilatasi vena,
. mikroaneurisma, perdarahan intraretina yang kecil atau eksudat keras.
2 Retinopati nonproliferatif ringan sampai sedang : terdapat 1 tanda berupa dilatasi
29
vena derajat ringan, perdarahan, eksudar keras, eksudat lunak atau IRMA.
Retinopati nonproliferatif berat : terdapat 1 tanda berupa perdarahan dan
mikroaneurisma pada 4 kuadran retina, dilatasi vena pada 2 kuadran, atau IRMA
pada 1 kuadran.
4 Retinopati nonproliferatif sangat berat : ditemukan 2 tanda pada retinopati non
. proliferative berat.
Retinopati Diabetik Proliferatif
1 Retinopati proliferatif ringan (tanpa risiko tinggi) : bila ditemukan minimal adanya
. neovaskular pada diskus (NVD) yang mencakup <1/4 dari daerah diskus tanpa
disertai perdarahan preretina atau vitreus, atau neovaskular dimana saja di retina
(NVE) tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus.
2
.
Retinopati proliferatif risiko tinggi : apabila ditemukan 3 atau 4 dari faktor resiko
sebagai berikut, a) ditemukan pembuluh darah baru dimana saja di retina, b)
ditemukan pembuluh darah baru pada atau dekat diskus optikus, c) pembuluh darah
baru yang tergolong sedang atau berat yang mencakup > daerah diskus, d)
perdarahan vitreus. Adanya pembuluh darah baru yang jelas pada diskus optikus
atau setiap adanya pembuluh darah baru yang disertai perdarahn, merupakan dua
gambaran yang paling sering ditemukan pada retinopati proliferatif dengan resiko
tinggi.
4.3 Epidemiologi
Penelitian epidemiologis di Amerika, Australia, Eropa, dan Asia melaporkan
bahwa jumlah penderita retinopati DM akan meningkat dari 100,8 juta pada tahun
2010 menjadi 154,9 juta pada tahun 2030 dengan 30% di antaranya terancam
mengalami kebutaan.4 The DiabCare Asia 2008 Study melibatkan 1 785 penderita
DM pada 18 pusat kesehatan primer dan sekunder di Indonesia dan melaporkan
bahwa 42% penderita DM mengalami komplikasi retinopati, dan 6,4% di antaranya
merupakan retinopati DM proliferatif.
4.4. Etiologi
Faktor-faktor yang mendorong terjadinya retinopati adalah :
Terjadi karena adanya perubahan dinding arteri
Adanya komposisi darah abnormal
Meningkatnya agregasi platelet dari plasma menyebabkan terbentuknya
mikrothrombin
Gangguan endothelium kapiler menyebabkan terjadinya kebocoran kapiler,
selanjutnyaterjadi insudasi dinding kapiler dan penebalan membran dasar dan
diikuti dengan eksudasidinding haemorhagic dengan udem perikapiler
30
4.5 Patofisiologi
Mekanisme terjadinya RD masih belum jelas, namun beberapa studi menyatakan
bahwa hiperglikemi kronis merupakan penyebab utama kerusakan multipel organ.
Komplikasi hiperglikemia kronis pada retina akan menyebabkan perfusi yang kurang
adekuat akibat kerusakan jaringan pembuluh darah organ, termasuk kerusakan pada
retina itu sendiri.Terdapat 4 proses biokimiawi yang terjadi pada hiperglikemia kronis
yang diduga berhubungan dengan timbulnya retinopati diabetik, antara lain:
1)
Akumulasi Sorbitol
Produksi berlebihan serta akumulasi dari sorbitol sebagai hasil dari aktivasi jalur
poliol terjadi karena peningkatan aktivitas enzim aldose reduktase yang terdapat pada
jaringan saraf, retina, lensa, glomerulus, dan dinding pembuluh darah akibat
hiperglikemi kronis. Sorbitol merupakan suatu senyawa gula dan alkohol yang tidak
dapat melewati membrana basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang
banyak dalam sel. Kerusakan sel terjadi akibat akumulasi sorbitol yang bersifat
hidrofilik sehingga sel menjadi bengkak akibat proses osmotik.
Selain itu, sorbitol juga meningkatkan rasio NADH/NAD+ sehingga menurunkan
uptake mioinositol. Mioinositol berfungsi sebagai prekursor sintesis fosfatidilinositol
untuk modulasi enzim Na-K-ATPase yang mengatur konduksi syaraf.Secara singkat,
akumulasi sorbitol dapat menyebabkan gangguan konduksi saraf.
Percobaan pada binatang menunjukkan inhibitor enzim aldose reduktase(sorbinil)
yang bekerja menghambat pembentukan sorbitol, dapat mengurangi atau
memperlambat terjadinya retinopatik diabetik. Namun uji klinik pada manusia belum
menunjukkan perlambatan dari progresifisitas retinopati.
2)
Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel vaskular
meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol, yang merupakan
suatu regulator PKC dari glukosa.PKC diketahui memiliki pengaruh terhadap agregasi
trombosit, permeabilitas vaskular, sintesis growth factor dan vasokonstriksi.
Peningkatan PKC secara relevan meningkatkan komplikasi diabetika, dengan
mengganggu permeabilitas dan aliran darah vaskular retina.
Peningkatan permeabilitas vaskular akan menyebabkan terjadinya ekstravasasi
plasma, sehingga viskositas darah intravaskular meningkat disertai dengan
31
Glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen secara non enzimatik.
Proses tersebut pada akhirnya akan menghasilkan suatu senyawa AGE. Efek dari AGE
ini saling sinergis dengan efek PKC dalam menyebabkan peningkatan permeabilitas
vaskular, sintesis growth factor, aktivasi endotelin 1 sekaligus menghambat aktivasi
nitrit oxide oleh sel endotel. Proses tersebut tentunya akan meningkatkan risiko
terjadinya oklusi vaskular retina.
AGE terdapat di dalam dan di luar sel, berkorelasi dengan kadar glukosa. Akumulasi
AGE mendahului terjadinya kerusakan sel. Kadarnya 10-45x lebih tinggi pada DM
daripada non DM dalam 5-20 minggu. Pada pasien DM, sedikit saja kenaikan glukosa
maka meningkatkan akumulasi AGE yang cukup banyak, dan akumulasi ini lebih
cepat pada intrasel daripada ekstrasel.
4)
ROS dibentuk dari oksigen dengan katalisator ion metal atau enzim yang
menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2), superokside (O2-). Pembentukan ROS
meningkat melalui autooksidasi glukosa pada jalur poliol dan degradasi AGE.
Akumulasi ROS di jaringan akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang
menambah kerusakan sel. 3, 8
Kerusakan sel yang terjadi sebagai hasil proses biokimiawi akibat hiperglikemia
kronis terjadi pada jaringan saraf (saraf optik dan retina), vaskular retina dan lensa.
Gangguan konduksi saraf di retina dan saraf optik akan menyebabkan hambatan
fungsi retina dalam menangkap rangsang cahaya dan menghambat penyampaian
impuls listrik ke otak. Proses ini akan dikeluhkan penderita retinopati diabetik dengan
gangguan penglihatan berupa pandangan kabur. Pandangan kabur juga dapat
disebabkan oleh edema makula sebagai akibat ekstravasasi plasma di retina, yang
ditandai dengan hilangnya refleks fovea pada pemeriksaan funduskopi. 2-4
Neovaskularisasi yang tampak pada pemeriksaan funduskopi terjadi karena
angiogenesis sebagai akibat peningkatan sintesis growth factor, lebih tepatnya disebut
Vascular Endothelial Growt Factor (VEGF). Sedangkan kelemahan dinding vaksular
terjadi karena kerusakan perisit intramural yang berfungsi sebagai jaringan
penyokong dinding vaskular. Sebagai akibatnya, terbentuklah penonjolan pada
dinding vaskular karena bagian lemah dinding tersebut terus terdesak sehingga
tampak sebagai mikroaneurisma pada pemeriksaan funduskopi. Beberapa
mikroaneurisma dan defek dinding vaskular lemah yang lainnya dapat pecah hingga
terjadi bercak perdarahan pada retina yang juga dapat dilihat pada funduskopi. Bercak
32
Mikroaneurisma (+)
Oedem retina(+)
IRMA (+)
IRMA(+)
Neovaskularisasi (-)
Neovaskularisasi (+)
Pelepasan
traksi (-)
retina
PDR
33
Saat diagnosis
Awal trimester pertama
Setiap tahun
Setiap 3 bulan atau sesuai
kebijakan dokter mata
Berdasarkan beratnya retinopati dan risiko perburukan penglihatan, ahli mata
mungkin lebih memilih untuk megikuti perkembangan pasien-pasien tertentu lebih
sering karena antisipasi kebutuhan untuk terapi.9
Jadwal Pemeriksaan Berdasarkan Temuan Pada Retina
Abnormalitas retina
Follow-up yang disarankan
Normal atau mikroaneurisma yang Setiap tahun
sedikit
Retinopati Diabetik non proliferatif Setiap 9 bulan
ringan
Retinopati Diabetik non proliferatif
Setiap 6 bulan
Retinopati Diabetik non proliferatif
Setiap 4 bulan
Edema makula
Setiap 2-4 bulan
Retinopati Diabetik proliferatif
Setiap 2-3 bulan
2.
Kontrol Glukosa Darah dan Hipertensi
Untuk mengetahui kontrol glukosa darah terhadap retinopati diabetik,
Diabetik Control and Cmplication Trial (DCCT) melakukan penelitian terhadap 1441
pasien dengan DM Tipe I yang belum disertai dengan retinopati dan yang sudah
menderita RDNP. Hasilnya adalah pasien yang tanpa retinopati dan mendapat terapi
intensif selama 36 bulan mengalami penurunan resiko terjadi retinopati sebesar 76%
sedangkan pasien dengan RDNP dapat mencegah resiko perburukan retinopati sebesar
54%. Pada penelitian yang dilakukan United Kingdom Prospective Diabetes Study
(UKPDS) pada penderita DM Tipe II dengan terapi intensif menunjukkan bahwa
setiap penurunan HbA1c sebesar 1% akan diikuti dengan penurunan resiko
komplikasi mikrovaskular sebesar 35%. Hasil penelitian DCCT dan UKPDS tersebut
memperihatkan bahwa meskipun kontrol glukosa darah secara intensif tidak dapat
mencegah terjadinya retinopati diabetik secara sempurna, namun dapat mengurangi
resiko timbulnya retinopati diabetik dan memburuknya retinopati diabetikyang sudah
ada.Secara klinik, kontrol glukosa darah yang baik dapat melindungi visus dan
mengurangi resiko kemungkinan menjalani terapi fotokoagulasi dengan sinar laser.
UKPDS menunjukkan bahwa control hipertensi juga menguntungkan mengurangi
progresi dari retinopati dan kehilangan penglihatan. 1,3,9
3.
Fotokoagulasi1,2,10,11
Perkembangan neovaskuler memegang peranan penting dalam progresi
retinopati diabetik.Komplikasi dari retinopati diabetik proliferatif dapat meyebabkan
kehilangan penglihatan yang berat jika tidak diterapi.Suatu uji klinik yang dilakukan
oleh National Institute of Health di Amerika Serikat jelas menunjukkan bahwa
pengobatan fotokoagulasi dengan sinar laser apabila dilakukan tepat pada waktunya,
sangat efektif untuk pasien dengan retinopati diabetik proliferatif dan edema makula
untuk mencegah hilangnya fungsi penglihatan akibat perdarahan vitreus dan ablasio
retina. Indikasi terapi fotokoagulasi adalah retinopati diabetik proliferatif, edema
macula dan neovaskularisasiyang terletak pada sudut bilik anterior. Ada 3 metode
terapi fotokoagulasi yaitu :1,2,9,10,
1) scatter (panretinal) photocoagulation = PRP, dilakukan pada kasus dengan
kemunduran visus yang cepat atau retinopati diabetik resiko tinggi dan untuk
menghilangkan neovaskular dan mencegah neovaskularisasi progresif nantinya pada
saraf optikus dan pada permukaan retina atau pada sudut bilik anterior dengan cara
35
36
37
39
: -10%
: +10%
3. Stress metabolik
: +10-30%
4. Kehamilan trimester I dan II
: +300 kalori
5. Kehamilan trimester II dan menyusui : +500 kalori
Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan
pagi (20%), makan siang (25%), serta 2-3 porsi ringan (10-15%) di
antara makan besar. Pengaturan makan ini tidak berbeda dengan
orang normal, kecuali dengan pengaturan jadwal makan dan jumlah
kalori. Usahakan untuk merubah pola makan ini secara bertahap
sesuai kondisi dan kebiasaan penderita.
LO 6. Memahami dan menjelaskan anjuran makan yang halal dan thayi
menurut islam
Tidak berlebih-lebihan di dalam makan & minum. Karena Rasulullah Shallallaahu
alaihi wa Sallam bersabda: Tiada tempat yg yg lbh buruk yg dipenuhi oleh seseorang
daripada perutnya, cukuplah bagi seseorang beberapa suap saja utk menegakkan
tulang punggungnya; jikapun terpaksa, maka sepertiga utk makanannya, sepertiga utk
minu-mannya & sepertiga lagi utk bernafas. (Hadis Riwayat: Ahmad & dishahihkan
oleh Al-Albani).Prinsipnya sesuai dengan hadis Rasulullah saw : makan sebelum
lapar dan berhenti sebelum kenyang.
Allah memerintahkan kita untuk memakan makanan yang halal dan baik /
Halalan Thoyyiban
Al Quran, Surat Al Maidah : 88 yang artinya:
dan makanlah makanan yang halal lagi baik (thayib) dari apa yang telah
dirizkikan kepadamu dan bertaqwalah kepada Allah dan kamu beriman kepadaNya
Makanan yang halal, yaitu makanan yang diijinkan bagi seorang muslim untuk
memakannya. Islam menghalalkan sesuatu yang baik-baik.
Makanan yang haram adalah terlarang seorang muslim untuk memakannya.
Banyak pendapat yang menterjemahkan makanan "halal" tersebut. Akan tetapi pada
umumnya dapat dikatakan makanan tersebut halal bila :
Tidak berbahaya atau mempengaruhi fungsi tubuh dan mental yang normal
Bebas dari "najis(filth)" dan produk tersebut bukan berasal dari bangkai dan
binatang yang mati karena tidak disembelih atau diburu
Bebas dari bahan-bahan yang berasal dari babi dan beberapa binatang lain
yang tidak dapat dimakan oleh seorang muslim kecuali dalam keadaan
terpaksa
Diperoleh sesuai dengan yang sudah ditentukan dalam Islam
40
DAFTAR PUSTAKA
1. Dorland, W.A Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta:
EGC.
2. Foster D.W, Diabetes Mellitus, In Harrisons Principles of Internal Medicine,
Eds Fauci, Braunwald, Isselbacher, et al, 14th Edition, McGraw-Hill
Companies, USA, 1998:623-75
3. Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi
11. Jakarta: EGC.
4. Greenstein, B. 2001. Endokrinology at a Glance. Blackwell science. Pp:76-80
5. Hendromartono, Consensus on The Management of Diabetes Mellitus
(Perkeni 1998), In Surabaya Diabetes Update VI, Eds Tjokroprawiro A,
Hendromartono, Sutjahjo A, Tandra H., Pranoto A., Surabaya, 1999:1-14.
6. Isselbacher, Baraundwald, Wilson, Harrisons Principles of internal medicine,
International edition, Mcgraw Hill Book Co.,Singapore,1994.
7. King, M.E., Glycosylated Hemoglobin, In Methods in Clinical Chemistry,
Eds Amadeo J, Kaplan L.A., 1987:113-116.
8. Naito, H.K., Cholesterol, In Methods in Clinical Chemistry, Eds Amadeo J,
Kaplan L.A., 1987:1156-1176.
9. Noer, Prof.dr.H.M. Sjaifoellah, Ilmu Penyakit Endokrin dan Metabolik, Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2004. Hal
571-705.
10. Pedrinelli R., Glampletro O., Carmassi F., Melillo E., et al, Microalbuminuria
and Endothelial Dysfunction In Essential Hypertension, Lancet, 344, 1994:1418
11. Peterson, K.P., Pavlovich J.G., Goldstein D., et al., What is Hemoglobin A1c?
An Analysis of Glycated Hemoglobins by Electrospray Ioni-zation Mass
Spectrometry, Clinical Chemistry, 44:9, 1998:1951-1958.
41
42