Anda di halaman 1dari 19

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan zaman di era globalisasi ini, setiap negara baik negara
maju, maupun negara berkembang sedang gencar melakukan pembangunan dan perbaikan, baik
dalam bidang ekonomi, sosial, politik, pendidikan, dan budaya. Pada zaman modernisasi ini,
telah terjadi suatu perubahan dan pergeseran kebudayaan di kehidupan masyarakat baik dalam
norma, pola hidup, cara berpikir dan perilaku, sehingga mempengaruhi perkembangan arsitektur
seperti dalam hal bentuk, ruang, struktur, estetika, dan fungsi, yang mengikuti perubahan zaman.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat kita rumuskan:
1. Apa yang di maksud dengan arsitektur?
2. Apa yang dimaksud dengan kebudayaan?
3. Apa hubungan atau kaitan antara arsitektur dan kebudayaan?

TINJAUAN PUSTAKA

PENGERTIAN ARSITEKTUR
Berikut definisi-definisi arsitektur menurut para ahli:
1. Pameo
Architecture is silent language. Arsitektur merupakan bahasa yang tidak
terucapkan ,namun dapat dimengerti para pemakainya.
2. Vitruvius (De Architectura)
Arsitektur adalah ilmu yang timbul dari ilmu-ilmu lainnya, dan dilengkapi dengan
proses belajar: dibantu dengan penilaian terhadap karya tersebut sebagai karya seni.
Rasionalisme, empirisisme, strukturalisme, post-strukturalisme, dan fenomenologi adalah
beberapa pengaruh filsafat terhadap arsitektur.
3. Vitruvius ( De Architectura)
Keindahan / Estetika (Venusitas)
Kekuatan (Firmitas)
Kegunaan / Fungsi (Utilitas)
4. Oxford
Art and science of building; design or style of building(s). adalah seni dan ilmu dalam
merancang bangunan.
Teori dan Praktek Arsitektur
Teori sangatlah penting untuk menjadi landasan acuan, walaupun juga tidak boleh
mendominasi secara ekstrim. Kenyataanya, banyak arsitek mengabaikan teori dalam
perencanaan dan perancangan. Vitruvius juga berkomentar: "Praktek dan teori adalah akar
arsitektur. Praktek pelaksanaan sebuah proyek atau pengerjaannya yang didapatkan dalam proses
perenungan, dalam proses mendayagunakan bahan bangunan dengan cara yang terbaik. Teori
adalah hasil pemikiran beralasan yang menjelaskan proses konversi bahan bangunan menjadi
hasil akhir sebagai jawaban terhadap suatu persoalan. Seorang arsitek yang tidak memiliki
landasan teori kuat tidak akan dapat menjelaskan alasan dan dasar mengenai bentuk-bentuk yang
dia pilih. Sementara arsitek yang berteori tanpa berpraktek hanya berpegang kepada "imajinasi"
dan bukannya substansi. Seorang arsitek yang berpegang pada teori dan praktek, ia memiliki
senjata ganda. Ia dapat membuktikan kebenaran hasil rancangannya dan juga dapat
mewujudkannya dalam pelaksanaan". Ini semua tidak lepas dari konsep pemikiran dasar bahwa
kekuatan utama pada setiap Arsitek secara ideal terletak dalam kekuatan ide.

KEBUDAYAAN
Berikut ini definisi-definisi kebudayaan yang dikemukakan beberapa ahli:
1. Edward B. Taylor
Kebudayaan

merupakan

keseluruhan

yang

kompleks,

yang

didalamnya

terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adapt istiadat, dan


kemampuan-kemampuan lain yang didapat oleh seseorang sebagai anggota masyarakat.
2. M. Jacobs dan B.J. Stern
Kebudayaan mencakup keseluruhan yang meliputi bentuk teknologi sosial,
ideologi, religi, dan kesenian serta benda, yang kesemuanya merupakan warisan sosial.
3. Koentjaraningrat
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya
manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan
relajar.
4. Dr. K. Kupper
Kebudayaan merupakan sistem gagasan yang menjadi pedoman dan pengarah
bagi manusia dalam bersikap dan berperilaku, baik secara individu maupun kelompok.
5. William H. Haviland
Kebudayaan adalah seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki bersama oleh
para anggota masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh para anggotanya akan melahirkan
perilaku yang dipandang layak dan dapat di terima oleh semua masyarakat.
6. Ki Hajar Dewantara
Kebudayaan berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap
dua pengaruh kuat, yakni zaman dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia
untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran didalam hidup dan penghidupannya

guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan
damai.
7. Francis Merill
1. Pola-pola perilaku yang dihasilkan oleh interaksi sosial
2. Semua perilaku dan semua produk yang dihasilkan oleh sesorang sebagai
anggota suatu masyarakat yang ditemukan melalui interaksi simbolis.
8. Bounded et.al
Kebudayaan adalah sesuatu yang terbentuk oleh pengembangan dan transmisi dari
kepercayaan manusia melalui simbol-simbol tertentu, misalnya simbol bahasa sebagai
rangkaian simbol yang digunakan untuk mengalihkan keyakinan budaya diantara para
anggota suatu masyarakat. Pesan-pesan tentang kebudayaan yang di harapkan dapat di
temukan di dalam media, pemerintahan, intitusi agama, sistem pendidikan dan semacam
itu.
9. Mitchell (Dictionary of Soriblogy)
Kebudayaan adalah sebagian perulangan keseluruhan tindakan atau aktivitas
manusia dan produk yang dihasilkan manusia yang telah memasyarakat secara sosial dan
bukan sekedar dialihkan secara genetikal.
10. Robert H Lowie
Kebudayaan adalah segala sesuatu yang diperoleh individu dari masyarakat,
mencakup kepercayaan, adat istiadat, norma-norma artistic, kebiasaan makan, keahlian
yang di peroleh bukan dari kreatifitasnya sendiri melainkan merupakan warisan masa
lampau yang di dapat melalui pendidikan formal atau informal.
11. Arkeolog R. Seokmono
Kebudayaan adalah seluruh hasil usaha manusia, baik berupa benda ataupun
hanya berupa buah pikiran dan dalam penghidupan.

ARSITEKTUR DAN KEBUDAYAAN


1. Arsitektur sebagai cerminan budaya
Arsitektur sebagai budaya material tidak hanya sekedar menyusun elemen-elemen
material bangunan menjadi bangunan secara utuh, akan tetapi arsitektur juga berperan
pada pembentukan ruang-ruang sosial dan simbolik, sebuah ruang menjadi cerminan
dari perancang dan masyarakat yang tinggal di dalamnya.
Sebagian besar studi arsitektur hanya melihat pada bentukan arsitektur yang
monumental dan formal (istana, amphiteater, dst), belum banyak yang juga mempelajari
arsitektur rakyat. Diantara arsitek, Bernard Rudofsky (1964) adalah seorang yang
dikenal sebagai promotor dari apresiasi terhadap estetika yang asli, original, bahkan juga
organis, beliau menyebutnya sebagai Architecture Without Architect. Sehingga sejak
20 tahun lalu studi tentang indigenous architecture mulai dikembangkan yang
bekerjasama dengan para antropolog.
Studi ini tidak hanya akan terbatas pada beberapa daerah yang mempunyai budaya
asli saja, akan tetapi seluruh dunia dan pada seluruh kalangan. Sebut saja Le Corbusier,
seorang pelopor arsitektur modern, yang menyatakan bahwa A house is a Machine to live
in, seorang yang mendobrak seluruh dunia dengan jargon fungsionalismenya (segala
sesuatu akan tampak indah jika berfungsi dengan baik). Bagaimanapun ekspansifnya Le
Corbusier akan tetapi semuanya tidak lepas dari perilaku dan sistem sosial yang
dianutnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa arsitektur tidak pernah netral, akan tetapi
akan selalu berhubungan dengan pengguna, budaya, serta konstruksi sosial yang ada
dalam suatu masyarakat.

2. Arsitektur dan perubahan budaya


Sebagaimana aspek budaya yang lain, arsitektur senantiasa berubah dan
mengalami evolusi sepanjang masa. Namun demikian, terjadinya perubahan tidaklah
merata pada setiap kelompok masyarakat/bangsa.

Dikotomi kebudayaan dalam Arsitektur


We may say that monuments-buildings of the grand design tradition-are built to
impress either the populace with the power of the patron, or the peer group of designers

and cognoscenti with the cleverness of the designer and the good taste of the patron. The
folk tradition, on the other hand, is the direct and unself-conscious translation into
physical form of a culture, its needs and values as well as the desires, dreams, and
passions of the people. It is the world view writ small, the ideal environment of a
people expressed in buildings and settlements, with no designer, artist, or architect with
an axe to grind (although to what extent the designer is really a form giver is a moot
point). The folk tradition is much more closely related to the culture of the majority and
life as it is really lived than is the grand design tradition, which represents the culture of
the elite. The folk tradition also represents the bulk of the built environment. (Amos
Rapoport, 1969)
Arsitektur sebagai salah satu proses dan produk budaya material, ternyata juga
mengalami dikotomi sebagaimana diungkapkan oleh Amos Rapoport diatas. Budaya
tinggi dalam arsitektur diwakili oleh bangunan-bangunan, seperti monumen-sebagai
bangunan tradisi desain yang agung-yang merupakan representasi dari kekuasaan dan
kejeniusan individual sang arsitek. Sebaliknya, budaya masyarakat merupakan ekspresi
yang berhubungan dengan budaya mayoritas, tanpa adanya seorang desainer, seniman
atau arsitek. Akan tetapi hidup dalam masyarakat lebih dari tradisi desain yang agung
yang merepresentasi budaya para elite. Budaya massa dalam arsitektur ini seringkali
didefinisikan antara lain sebagai arsitektur primitif, arsitektur vernakular, architecture
without architect, arsitektur tradisional, regional culture ataupun juga arsitektur
pinggiran. Sedangkan budaya tinggi diwakili oleh arsitektur non-tradisional, arsitektur
world culture, universal civilization.
Beberapa dikotomi dua kutub budaya ini akan lebih jelas, jika kita jabarkan satu persatu
sebagai berikut:
Arsitektur vernacular dan arsitektur non-vernacular
Arsitektur vernakular sebagai representasi budaya massa seringkali disamakan
dengan architecture without architect yang memberi kesan bahwa arsitektur vernakular
bukanlah porsi kerja seorang arsitek. Hal ini sedikit banyak mempengaruhi porsi
pembahasan arsitektur vernakular dalam mainstream akademik, terkecuali harus dibahas
dalam suatu forum tersendiri. Pun, forum-forum semacam ini belum banyak mampu
memberi warna pada kurikulum pendidikan arsitektur S1 di Indonesia. Mata kuliah-mata

kuliah teori dan sejarah arsitektur masih terlalu didominasi oleh arsitektur budaya tinggi
dengan pengenalan monumen-monumen arsitektur sepanjang sejarah. Bahkan jika kita
melihat timeline yang ditawarkan mulai dari arsitektur Yunani, Romawi, hingga Postmodern, sedikit sekali yang membahas tentang arsitektur vernakular ini. Kalaupun ada,
masih terbatas pada pengetahuan arsitektur nusantara, itupun didominasi oleh budaya
tinggi arsitektur nusantara.
Regional culture dan universal civilization
Universal civilization yang diwakili oleh modernisme dewasa ini menumpukan
harapan pada kemampuan nalar-rasional dan kemampuan mesin-teknologis yang acapkali
semakin meminggirkan mereka yang tidak berada dalam arus utama ini. Regional culture
dipandang sebagai sesuatu yang lain dan tidak universal. Tidak perlu kita ragukan
lagi, modernisme telah menjadi warna dominan produk-produk arsitektur di abad 20-21
ini. Kota-kota besar kita didominasi bangunan-bangunan international style yang
menafikan regional culture masing-masing. Dunia akademik pun seakan tidak bergeming
dalam hal ini. Mainstream yang terbentuk masih saja mengekor universal civilization
yang dianggap sebagai agen pembaharuan yang progresif sementara regional culture
bersifat sementara.

Arsitektur tradisional dan arsitektur non-tradisional


Arsitektur tradisional yang merupakan representasi dari tradisi, nilai-nilai yang
dianut, kepercayaan dalam masyarakat, dan lain-lain, sampai saat ini masih berada dalam
posisi yang terpinggirkan dalam mainstream akademik. Pengetahuan tentang arsitektur
tradisional masih terbatas pada produk jadi dan justru kehilangan ruh tradisionalnya
sendiri ketika telah menjadi fix dan cenderung statis, bukannya sebagai proses hidup.
Arsitektur Jawa, misalnya yang pada perwujudannya didominasi oleh joglo sebagai
budaya tinggi (adiluhung) dan satunya lagi bukan joglo yang diwakili oleh arsitektur
kampung (yang sebenarnya memiliki kekayaan dan keragaman arsitektural yang tinggi
dan diikuti oleh mayoritas dalam masyarakat) namun tidak banyak dikaji karena
dianggap kurang bernilai atau tidak adiluhung.
Sedangkan arsitektur non-tradisional yang didominasi oleh arus modernisme
universal/universal civilization masih menjadi mainstream dominan dalam pendidikan S1

Arsitektur. Apalagi dengan bantuan media, baik literatur, media massa, elektronik,
internet, dan lain-lain yang memudahkan kita untuk kapan saja melihat dan
mengapresiasinya.

Sementara

media

yang

membahas

arsitektur

tradisional

(baca=arsitektur nusantara) masih relatif terbatas. Bahkan sangat minim, dan itupun
masih membahas arsitektur semacam joglo, tongkonan, dst yang cenderung elitis dan
tidak menyentuh mayoritas masyarakat kita.
3.

Kebebasan Ekspresi Keindahan Dilatar Belakangi Kebudayaan


Geometri menjadi salah satu ilmu matematika yang diterapkan dalam dunia

arsitektur; juga merupakan salah satu cabang ilmu yang berkaitan dengan bentuk,
komposisi, dan proporsi. Akan sangat baik jika kita melihat arsitektur tidak hanya
keberadaannya pada masa sekarang, namun berbalik ke belakang dan mendalami hakekat
berarsitektur sejak jaman primitif ketika kata arsitektur bukanlah bermakna sebagai
sebuah ilmu bangunan melainkan sebagai sebuah kebutuhan bertinggal yang tidak diberi
nama.
Arsitektur tradisional menjadi saksi bahwa arsitektur menjadi salah satu ilmu
tertua di dunia, yaitu dengan melihat dari adanya kebutuhan bertinggal/bernaung
sehingga memunculkan sebuah tempat/wadah bertinggal. Dari titik kebutuhan itu,
arsitektur mulai muncul dan lambat laun berkembang menjadi ilmu. Kebutuhan
bertinggal adalah kebutuhan primer, sehingga memunculkan sebuah wadah yang mampu
menjawab prasyarat untuk berlindung sehari-harinya. Manusia tradisional membuat
wadah yang mampu melindungi mereka dari cuaca dan iklim sehingga dapat berkegiatan
setiap saat tanpa terganggu oleh alam. Jawaban akan kebutuhan primer ini kemudian
berkembang lagi saat manusia sudah mulai mengenal keindahan, dan keindahan berasal
dari kebudayaan yang dianut.
Kebudayaan datang dari manusia, ungkapan dirinya, baik dalam hal cara
berpikir, cita rasa serta seleranya, yang tentulah bersifat fana dan relatif
(Mangunwijaya, 1995). Keindahan adalah sesuatu yang subyektif. Kebudayaan manusia
inilah yang memberikan tolok ukur keindahan pada kelompoknya masing-masing (orang
Dayak dan orang Bugis mungkin memiliki pemahaman indah yang berbeda),
memberikan sebuah pemahaman keindahan yang diajarkan turun temurun sehingga

membentuk pola pikir indah yang tertentu. Keindahan arsitektur bangunan tradisional
adalah salah satu yang berasal dari kebudayaan tersebut.
Arsitektur menjadi salah satu aspek terpenting dalam perkembangan kebudayaan
dan adat daerah tertentu, menjadi sebuah simbol keindahan kebudayaannya. Keindahan
arsitektur tradisional sebuah daerah adalah sebuah penerapan geometri secara tidak sadar.
Berbagai kepercayaan mengajarkan keseimbangan, dualisme, orientasi, dsb. dan
diinterpretasikan secara arsitektur pada proporsi dan komposisi bangunannya. Arsitektur
dengan proporsi dan komposisi tertentu pada suatu daerah akan dianggap indah
berdasarkan kebudayaan yang dianutnya. Ini adalah sebuah penilaian subyektif. Salah
satu contoh ialah bentuk atap yang berbentuk limas atau prisma memiliki proporsi
simetris. Atap merupakan salah satu prinsip berbudaya yang mengakar pada sebuah suku
bangsa, merupakan salah satu analogi dari penyambung antara kehidupan duniawi dan
surgawi. Dewa-dewi atau tuhan dipercaya berada di tempat tinggi, tempat tinggi biasanya
merujuk pada gunung, yaitu sebuah tempat yang tinggi. Jika dilihat dari bentuknya, dapat
dilihat bahwa bentuk atap merupakan adaptasi dari bentuk gunung.
Citra menunjuk pada tingkat kebudayaan sedangkan guna lebih menuding pada
segi ketrampilan/kemampuan (Mangunwijaya, 1995: 31). Dan setiap keindahan yang
terkandung dalam sebuah obyek hendaklah mendukung nilai gunanya. Beauty is not
only the spice and luxury of life, but it is a prerequisite of ecological survival because it
supports human life in all superior aspects - as ARISTOTLE said, to 'maintain the just
measure'" (Langhein, 2001). Citra dan guna tersebut kemudian berujung pada geometri
sebagai salah satu pangkal analisisnya.
Keindahan dan kegunaan yang kita bicarakan bukan hanya merujuk pada benda
buatan manusia saja, namun berlaku pula pada alam.
"Sayap kupu-kupu, tanduk rusa raja, bulu-bulu cendrawasih, sisik ikan, bahkan
sikap perangai dan ulah kelakuan lumba-lumba atau anjing pun tidak cuma berbiologi
belaka, menjalankan kelangsungan diri dan mempertahankan diri fisik belaka. Ada
unsur-unsur yang lebih dari asal berguna. Bulu-bulu cendrawasih dan bentuk-bentuk
rumah binatang koral maupun penampilan rupa ikan-ikan di Laut Banda tidak harus
seindah itu. ... Para ahli biologi saat ini yakin: ada sesuatu yang LEBIH daripada soal
efisiensi teknis dan fungsional bertahan diri belaka. Ada dimensi budayanya, bahkan

ada unsur-unsur yang merupakan bayangan semacam nurani pada diri makhluk
binatang." (Mangunwijaya 1995: 6-7)
Hal yang dipaparkan oleh Romo Mangun di atas adalah bukti keindahan alam
yang berlaku untuk alam, ada sebuah keteraturan (order) dan keindahan yang tercermin
di baliknya. Dan keindahan tersebut memiliki sebuah jalur budaya yangmungkin tidak
dapat dimengerti seluruhnya oleh manusia. Sebuah prinsip geometri yang secara
terintegrasi menjadi bagian dalam kehidupan alam, geometri alam hanya dapat dianalisis
namun tidak dapat diciptakan oleh manusia.
Arsitektur selalu saja berkaitan dengan perihal indah dan tidak indah, dan
tanpa disadari perihal inilah yang berkaitan dengan geometri. Salah satu sub judul pada
essay yang ditulis oleh Dr. Joachim Langhein berbunyi Proportion as a guiding pattern
for establishing beauty. Disebutkan pula bahwa proporsi memiliki kaitan erat dengan
geometri, walaupun prosedur non-geometri juga memungkinkan adanya proporsi.
Geometri

proporsi

menyangkut

simetri

yang

mengontrol

aksis

pencerminan,

rotasi, stretching, dll. Simetri pencerminan merupakan salah satu pola simetris terpenting
dalam arsitektur, khususnya pada ornamen arsitektur.
Saya percaya akan paradigma simetris adalah indah; tidak ada yang salah dalam
pola pikir tersebut. Dan lebih jauh lagi, saya mempercayai bahwa paradigma tersebut
muncul karena latar belakang budaya. Bahkan arsitektur tradisional Indonesia juga
menerapkan pola simetrikal yang tidak jauh berbeda dengan apa yang diterapkan pada
bangunan Romawi, simetris dengan pencerminan; seimbang antara kiri dan kanan;
bahkan terdapat pula prinsip orientasi yang berakar pada makro dan mikro kosmos.
Geometri adalah Ekspresi Diri
Ekspresi merupakan sebuah aktivitas yang tidak terbatasi, dan dapat dilakukan
oleh setiap makhluk, termasuk manusia, hewan, dan tumbuhan. Ekspresi yang produk
ungkapannya adalah cerminan budaya masing-masing individu, memiliki nilai guna dan
nilai citra yang mampu dipertanggungjawabkan. Produk dari ekspresi diri tidaklah
memiliki batasan-batasan yang harus dipatuhi, namun justru menuntut tolok ukur
keindahan itu sendiri.
Geometri yang diterapkan dalam ilmu arsitektur menjadi relevan dengan
keberadaan pengertian keindahan berlatar belakang kebudayaan, dan geometri yang
didefinisikan sebagai kesatuan antara proporsi dan komposisi. Ketika merancang sesuatu,

arsitektural maupun non-arsitektural, manusia berpikir tentang nilai guna dan nilai
keindahan. Ketika mengacu pada nilai keindahan, maka pemahaman geometri akan
terpikir secara tidak sadar. Ilmu komposisi dan proporsi akan terintegrasi dalam proses
tersebut. Pada titik ini saya lalu berpikir bahwa sebenarnya geometri mulai menjadi salah
satu bagian dari budaya itu sendiri.
Setiap orang yang melalui proses merancang tersebut akan menghasilkan produk
berbeda-beda, walaupun diberikan pemicu yang sama. Keragaman yang muncul pada
masing-masing produk merupakan salah satu contoh kecil pada kebebasan berekspresi.
Kebebasan inilah yang kemudian merujuk pada sebuah pemahaman bahwa geometri
tidak mengikat kebebasan berekspresi dalam arsitektur. Tidak perlu mempertanyakan
adanya paham gaya atau style karena keberadaan gaya atau style bukanlah sesuatu yang
muncul dengan tujuan memang untuk menjadi sebuah gaya atau style. Tidak ada
produk baroque yang sama persis satu dengan yang lain, begitu pula dengan produk art
deco maupun produk klasik. Gaya atau style muncul karena kemiripan penerapan budaya
pada arsitektur sehingga memunculkan klasifikasi tertentu.
Pada akhirnya, maka kita akan kembali pada hakekat berarsitektur. Romo Mangun
dalam bukunya Wastu Citra menulis demikian: Berarsitektur ialah berbahasa dengan
ruang dan gatra, dengan garis dan bidang, dengan bahan dan suasana, seudah
sewajarnyalah kita berarsitektur secara budayawan, dengan nurani dan tanggung jawab
penggunaan bahasa arsitektural yang baik. Arsitektur yang indah adalah arsitektur yang
mempedulikan nilai gunanya, dengan nilai keindahan sebagai tingkat spiritual di
dalamnya. Bukanlah sebagai produk yang hanya dipandangi sebagai patung, namun
sebagai sesuatu yang dapat diselami makna maupun ke-tiga dimensi-annya (atau bahkan
hingga dimensi ke-empat). Geometri tidak pernah mengikat kita untuk mengekspresikan
keindahan, justru memberikan kebebasan berbahasa dengan ruang, garis, bidang, maupun
material.
4. Arsitektur sebagai lingkungan binaan manusia
Setiap manusia memiliki kebutuhan. Suatu karya arsitektur merupakan wujud
kebudayaan sebagai hasil kelakuan manusia dalam rangka memenuhi hasrat kebutuhan
mereka. Menurut Van Romondt Arsitektur adalah ruang tempat hidup manusia dengan

bahagia (definisi konsepsional). Kata ruang meliputi semua ruang yang terjadi karena
dibuat oleh manusia. Pada prinsipnya jelas bahwa arsitektur terdiri dari unsur-unsur
ruang. Atau dengan kata lain karya arsitektur merupakan suatu lingkungan baik buatan
maupun alam yang diciptakan oleh manusia. Istilah yang lebih populer untuk
menggambarkan pengertian ini adalah bahwa arsitektur merupakan suatu lingkungan
binaan manusia.

5. Manusia, Kebudayaan dan Lingkungan


Hubungan antara kegiatan manusia dengan lingkungan alam dijembatani oleh polapola kebudayaan yang dimiliki manusia (Parsudi Suparlan). Lingkungan, selain berupa
lingkungan alam juga berupa lingkungan sosiobudaya. Karena itu konsep manusia harus
dipahami sebagai makhluk yang bersifat biososiobudaya. Sehubungan dengan itu, maka
manusia, kebudayaan dan lingkungan merupakan 3 faktor yang saling berhubungan
secara integral. Lingkungan alam tempat manusia hidup memberikan daya dukung
kehidupan dalam berbagai bentuk kemungkinan yang dapat dipilih manusia untuk
menentukan jalan hidupnya. Pengembangan pilihan-pilihan itu sangat bergantung pada
potensi kebudayaan menusia yang berkembang karena kemampuan akalnya. Dengan kata
lain, melalui kebudayaan manusia akan selalu melakukan adaptasi terhadap
lingkungannya. Dalam proses adaptasi tersebut manusia mendayagunakan lingkungan
agar dapat melangsungkan kehidupannya
6. Pertumbuhan Ekologi Manusia
Pendapat 1: Keadaan lingkungan alam menentukan corak kebudayaan (aliran
environmental determinism)
Artinya
berdasarkan

gejala

kebudayaan

pengaruh

hanya

lingkungan.

dapat

Seluruh

dijelaskan
aspek

dan

tingkah

kebudayaan merupakan hasil dan bentukan lingkungan alam.

dianalisis
laku

dan

Contoh: manusia yang berada dalam 1 lingkungan memiliki kebudayaan


yang sama

Pendapat 2: Lingkungan alam tidak menentukan warna kebudayaan, tetapi hanya


sekedar menawarkan kemungkinan dan manusia memanfaatkannya sesuai dengan
teknologi yang dikuasai (aliran environmental possibilism)
Artinya: lingkungan alam memang berpengaruh kepada kebudayaan,
tetapi tidak menentukan corak kebudayaan.
Contoh: Manusia dalam lingkungan yang sama memiliki kebudayaan yang
berbeda

Kedua aliran ini selanjutnya menjadi pendekatan awal dalam kajian ekologi manusia.
7. Konsep Dasar Ekologi Manusia
1. Adaptasi
Merupakan pola penyesuaian manusia terhadap lingkungan alam dalam usaha
melangsungkan dan mengembangkan kehidupannya (survival).

Penekanan:
- proses evolusi genetik : gerak timbal balik akibat adanya interaksi manusia
dengan lingkungannya
- tingkah laku : beroperasi melalui pengetahuan dan persepsi untuk mengatasi
kondisi lingkungannya
2. Ekosistem

- suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara ,manusia
dengan lingkungannya
- Suatu sistem interaksi yang bersifat fungsional dan efektif antara organisme
hidup (fisik dan biologis) dengan lingkungannya
- Konsep ekosistem membantu memahami pola interaksi antara manusia dengan
lingkungannya
3. Relung (niche)
Semua makhluk hidup memiliki tempat hidup (habitat). jika habitat
berubah maka makhluk hidup akan mati atau harus pindah. Jika perubahan
berlangsung lama atau bertahap, makhluk hidup akan beradaptasi
(menyesuaikan diri). Profesi makhluk hidup dalam habitat atau tingkah laku
dalam menyesuaikan diri ini disebut relung.

8. Wujud Arsitektur Sebagai Manifestasi Nilai-Nilai Budaya Manusia


Arsitektur adalah bagian dari kebudayaan. Oleh karena itu maka setiap pergeseran
ataupun perubahan yang terjadi di dalam kebudayaan tentu saja akan mempengaruhi
dinamika arsitektur. Pandangan-pandangan dan peristiwa-peristiwa di dalam kehidupan
manusia memberikan sumbangan pada bentuk dan orientasi nilai budaya. Selanjutnya,
nilai budaya manusia banyak memberikan sumbangan pada bentuk dan orientasi
pandangan-pandangan arsitektural.
Orientasi nilai-nilai budaya ditentukan oleh 5 masalah dasar kehidupan (Clyde
Kluckhon): hakekat hidup, hakekat karya, persepsi manusia tentang waktu, pandangan
manusia terhadap alam dan hakekat manusia dengan sesamanya.
Kelima masalah dasar ini bertautan dengan masalah lingkungan, baik lingkungan
alami maupun lingkungan fisik terbangun dan lingkungan sosial.
Manusia adalah makhluk yang dinamis. Mereka memiliki keinginan dan rasa serta
aspirasi yang didasarkan pada akal budinya yang setiap saat akan bergeser dan
berkembang. Kebudayaan tidak pernah terlepas dari perkembangan kehidupan manusia.
Kebudayaan merupakan bagian dari kehidupan, pandangan hidup, sikap, cara hidup dan

hasil kehidupan manusia. Karena itu maka kebudayaan tidak bersifat statis dan kaku.
Kebudayaan akan selalu berubah
Perubahan ini dipengaruhi oleh :
- Komunikasi antar masyarakat. Tingkat komunikasi banyak ditentukan oleh
tingkat teknologi. Semakin tinggi tingkat teknologi, semakin cepat perubahan terjadi.
- Kebebasan-kebebasan individu. Kebebasan ini dipengaruhi oleh kebutuhankebutuhan setiap individu.
- Perubahan lingkungan fisik.
9. Wujud Arsitektur Sebagai Manifestasi Hubungan Manusia Dan Lingkungan
Gelombang peradaban manusia memiliki kaitan dengan sikap dan orientasi
manusia terhadap alamnya. Gelombang peradaban di dalam kebudayaan manusia dibagi
menjadi 3 tahapan besar ( Alvin Toffler):
1. Pertanian/agraris
Orientasi nilai dalam tahapan agraris adalah ketergantungan manusia pada lingkungan
alam. Manusia menjadi sangat tergantung pada alam. Orientasi ini cenderung mendorong
manusia menjadi pasrah terhadap kondisi alam.
Pada tahap ini, hasil-hasil karya arsitektural cenderung mengandung makna ketakutan
manusia terhadap alamnya, yang dikaitkan dengan masalah-masalah mitis atau kekuatankekuatan gaib yang berada di luar diri manusia.
2. Industri
Orientasi nilai dalam tahapan industri adalah manusia ingin menguasai alam.
Alam dieksploitasi untuk kepentingan manusia. Hal ini mendorong terjadinya kerusakankerusakan lingkungan alam
Pada tahap ini hasil karya arsitektural cenderung menjadi wujud-wujud yang kurang
terintegrasi dengan alamnya. Hasil karya tersebut menjadi lepas dari lingkungan alamnya.
3. Pascaindustri

Orientasi nilai dalam tahapan pascaindustri adalah manusia cenderung mencari


keselarasan dengan lingkungan. Hal ini mendorong manusia untuk berusaha mencari cara
bagi penyelamatan lingkungan alamnya.
Pada tahap ini alam tidak lagi menjadi dogma di dalam perwujudan hasil karya
arsitektural. Alam merupakan faktor-faktor yang harus dipertimbangkan bagi usaha-usaha
pemanfaatannya, dan penyerasian arsitektur dengannya maupun penyelamatannya.

PENUTUP
Kesimpulan
Arsitektur adalah seni dan ilmu dalam perencanaaan dan perancangan bangunan, dimana
dalam arti luasnya mencangkup perancangan lingkungan binaan baik seperti desain bangunan,
lanskap, perencanaan kota, dan lain- lain. Kebudayaan adalah seperangkat norma, peraturan, pola
perilaku masyarakat, yang lahir dan dilaksanakan oleh masyarakat dan akan melahirkan perilaku
yang dapat di terima oleh anggota masyarakat tersebut. Arsitektur memiliki hubungan yang erat
dengan kebudayaan, karena arsitektur merupakan aspek penting dalam suatu kebudayaan,
sehingga dapat mencerminkan kebudayaan suatu bangsa. Sedangkan kebudayaan sendiri dapat
memberikan pandangan- pandangan bentuk dalam arsitektural, sehingga setiap terjadi pergeseran
dan perubahan dalam suatu kebudayaan, akan mengubah dinamika arsitektur itu sendiri karena
arsitektur bersifat dinamis, sehingga desainnya akan berjalan mengikuti perkembangan zaman
dan kebudayaan yang sedang berkembang saat ini.

Saran
Untuk penulisan makalah yang lebih lanjut, penulis diharapkan dapat mengerti isi dan
cara penulisan makalah dengan lebih baik, dan dapat menyeleksi sumber sumber referensi
dengan lebih baik juga.

REFERENSI
Anonim,_____, Pengertian Arsitektur, [online], (http://archipeddy.com/ess/term_ars.htm,
diakses tanggal 14 September 2013).
Anonim,_____, Arsitektur, [online], (http://id.wikipedia.org/wiki/Arsitektur, diakses
tanggal 14 September 2013).
Anonim,

2009,

Arti

Kebudayaan

dalam

Arsitektur,

(http://wawanarcspace.wordpress.com/2009/05/07/arti-kebudayaan-dalam-arsitektur/,

[online],
diakses

tanggal 15 September 2013).


Kusuma, Afandi,

2009,

Definisi

Kebudayaan

Menurut

Para

Ahli,

(http://afand.abatasa.co.id/post/detail/6923/definisi-kebudayaan-menurut-para-ahli,
tanggal 14 September 2013).

[online],
diakses

Sumoharjo,

Addy,

2011,

Arsitektur

dan

Kebudayaan,

[online],

(http://addyarchy07.blogspot.com/2011/07/arsitektur-dan-kebudayaan.html, diakses tanggal 14


September 2013).

Anda mungkin juga menyukai