Anda di halaman 1dari 27

Mengendus Tsunami dengan Sensor Laser

Bambang Widyatmoko (Pusat Penelitian Fisika LIPI)


Teknologi pendeteksi gelombang tsunami tak mesti terlalu
canggih. Teknologi laser sederhanapun bisa digunakan untuk
mengendusnya.
Gempa dahsyat disertai gelombang tsunami yang terjadi di
Sumatera Utara dan Aceh beberapa waktu yang lalu memberikan
pelajaran yang sangat berharga bagi bangsa Indonesia betapa
hebatnya daya lumat gelombang tsunami. Namun, kita semuapun tercengang manakala tahu
bahwa sebetulnya tsunami perlu waktu beberapa menit hingga beberapa puluh menit untuk
mencapai daratan. Diantara waktu itu, sesungguhnya sangat memungkinkan digunakan untuk
memberi peringatan kepada penduduk di sekitar pantai akan adanya bahaya, sehingga mereka
bisa menjauh secepatnya,. Sayangnya ini yang tidak terjadi.
Pengalaman pahit itu menuntut kita mencari cara menghindarkan diri dari pengalaman serupa.
Salah satunya barangkali kita bisa menengok pada Jepang, negeri rawan sekaligus
berpengalaman menangani gempa dan tsunami.
Jepang yang juga merupakan negara rawan gempa telah memasang alat pendeteksi gempa, baik
di darat maupun di laut. Alat yang dipasang di laut juga dilengkapi dengan pendeteksi tsunami.
Alat inipun dilengkapi dengan komputer super cepat beserta sarana komunikasinya. Dengan
demikian, ketika tsunami terjadi, hanya dalam hitungan 2-5 menit, seluruh data komplet tentang
ancaman tsunami itu tersiar ke publik melalui jaringan televisi. Mekanisme peringatan dini inilah
yang dikembangkan di Jepang kini.
Sebenarnya ada beberapa metode yang bisa digunakan untuk mendeteksi adanya tsunami yang
dikembangkan. Salah satunya adalah seperti yang dikembangkan Dr. Sakata, peneliti ahli
tsunami dari The National Research Institute for Earth Science and Disaster Prevention (NIED).
Jepang, telah menciptakan metode baru dengan memakai laser. Metode ini sangat sederhana dan
sangat sensitif sebagai sensor tsunami ataupun sensor pergeseran / tekanan. Disamping itu, alat
ini terbebas dari suara bising karena yang dikirim ke sensor yang berada jauh dari pantai adalah
cahaya laser melalui fiber optik sedang seluruh perangkat elektronik diletakkan di darat.
Gambar menunjukkan sistem pendeteksi tsunami dengan laser. Ada dua bagian yang terpisah,
yaitu bagian sensor utama yang diletakkan di dasar laut beberapa kilometer dari pantai dan
bagian monitoring atau kontrol yang berada di darat (ruang kontrol / monitor). Dua laser diode
digunakan sebagai sumber cahaya sekaligus sebagai slave oscillator. Dari masing-masing laser
dibagi menjadi dua bagian dengan perbandingan 9:1. Bagian yang 90 persen dikirim ke bagian
sensor melalui fiber optik, demikian pula cahaya balik dikirim melalui fiber optik ke tempat
penerima (ruang kontrol). Cahaya balik dari sensor akan dideteksi oleh photo detector dan
kemudian sinyal dipakai untuk mengunci frekuensi laser terhadap transmisi puncak dari
resonator. Bagian lain disatukan memakai fiber coupler untuk membangkitkan beat signal dan
diukur frekuensinya.

Sensor utama yang diletakkan di dasar laut berupa dua buah Fabry-Perot resonator dengan free
spectral range (FSR) yang sama. Masing-masing cavity ini terbentuk dari dua buah cermin yang
terpisahkan dengan jarak Lc dan dipasang bersilang (sumbu x dan y). FSR didefinisikan sebagai
FSR = C/(2 n Lc), dengan C adalah kecepatan cahaya (m/detik), n adalah indeks bias medium (=
1) dan Lc adalah jarak antara dua cermin. Cavity ini hanya akan memberikan transmisi puncak
bila
frekuensi
laser
bersesuaian
(beresonansi)
dengan
FSR
dari cavity.
Kemudian cavity dimasukkan ke dalam tabung silinder yang terbuat dari bahan antikarat yang
masing-masing cermin dikunci dengan dinding tabung. Bentuk bagian dalam dibuat sedemikian
rupa sehingga ada beda tebal dari dinding silinder pada arah x dan y (lihat gambar).
Apabila dinding tabung terkena tekanan akibat gelombang tsunami, Lc akan berubah yang
mengakibatkan FSR dari cavity berubah. Perbedaan tebal dinding juga mengakibatkan perbedaan
perubahan panjang dari cavity 1 dan cavity 2. Gambar A menunjukkan grafik transmisi puncak
dari resonator sebagai fungsi sweep frekuensi laser. Seperti digambarkan dalam grafik bahwa
dengan tekanan yang sama ada perbedaan perubahan FSR dari resonator 1 dan 2. Perubahan ini
yang dideteksi lebih lanjut dengan beatfrekuensi dari dua laser yang masing-masing
frekuensinya terkunci pada dua cavity tersebut. Locking laser terhadap peak transmisi dari sensor
dilakukan dengan rangkaian sederhana berupa auto-lock circuit. Gambar B menggambarkan
transmisi puncak dari sensor dilihat menggunakan oscilloscope, sedangkan gambar C
menunjukkan sinyal setelah laser dikunci. Terlihat bahwa daya transmisinya sama dengan
puncak dari sensor, yang berarti laser terkunci dengan baik terhadap sensor. Kecepatan sistem
kontrol adalah 10 KHz, kecepatan ini cukup untuk mengantisipasi kecepatan perubahan sensor.
Sensor bekerja bila kedua laser terkunci dengan baik ke masing-masing pasangan resonator.
Kemudian dari sebagian cahaya laser yang digabungkan dideteksi beat sinyalnya memakai photo
detector.
Sumber cahaya beserta kelengkapannya yang diletakkan di darat. Dari alat ini dapat dimonitor
perubahan frekuensi laser yang bersesuaian dengan dengan tinggi tsunami dan seterusnya
disalurkan ke pusat pengamatan gempa memakai saluran telepon. Perubahan beda frekuensi 12
MHz dideteksi untuk setiap perubahan tsunami 1 cm. Untuk jarak antara dua cermin 10 cm, FSR
dari resonator kira-kira 6 GHz, sehingga akan bisa mendeteksi tsunami yang tingginya mencapai
5 meter. Besarnya tsunami yang dapat dideteksi bisa diperbesar dengan memperbesar jarak dua
cermin atau mempertebal dinding tabung. Jarak sensor ke darat dapat mencapai 50-100 km
tergantung pada daya laser yang dipakai. Dengan jarak sensor 100 km dari pantai juga
memungkinkan untuk memberi peringatan dini lebih dari puluhan menit ke darat bila di bagian
sensor terjadi tsunami.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Industri pertambangan dalam menjalankan aktivitasnya tentu menginginkan keberhasilan
untuk mencapai kegiatan pertambangan yang baik dan benar (good mining practice), salah satu
faktor keberhasilan tersebut adalah penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) sehingga
tidak terjadi kecelakaan ataupun penyakit akibat kerja. Untuk itu kita harus mengetahui risikorisiko yang dapat menimbulkan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja dan berusaha
mengatasinya sehingga diharapkan suatu kondisi tanpa kecelakaan atau Zero Accident.
Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara umum
diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati posisi yang buruk jauh di
bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan
daya saing perusahaan Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia akan sulit
menghadapi pasar global karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan tenaga kerja
(produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan perusahaan sangat ditentukan peranan mutu
tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian perusahaan, pemerintah juga perlu
memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Nuansanya harus bersifat manusiawi atau bermartabat.
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak lama.
Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja karyawan dan
pada gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja
semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.
Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun 2020
mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan
dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh
seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta
mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat

2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam
lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan
merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya
untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga
dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada
akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan
dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka
kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan)
menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi
karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang
memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat
pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992
tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan
upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat
dan lingkungan disekitarnya.
Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya. Dalam
bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat penting untuk
diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan dalam bekerja akan
berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat
meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai
kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan kerja dan dapat memberikan penyuluhan
kepada masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja.

B. Tujuan
1.

Mejelaskan pengertian tambang di bawah tanah dan defisiensi oksigen bagi pekerja

2.

Menjelaskan tentang metode pemambangan di bawah tanah

3.

Menjelaskan potensi bahaya di tambang bawah tanah

4.

Menjelaskan tentang kelebihan dan kekurangan pekerjaan di tambang

5.

Menjelaskan efek defisien oksigen pada pekerja tambang bawah tanah

C. Manfaat
1.

Mengetahui pengertian tambang di bawah tanah

2.

Mengetahui efek defisiensi oksigen

3.

Mengetahui tentang beberapa metode pembuatan tambang di bawah tanah

4.

Mengetahui kelebihan dan kekurangan pekerjaan di tambang bawah tanah

5.

Mengetahui efek defisiensi oksigen pada pekerja tambang bawah tanah

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tambang Bawah Tanah


Secara umum pengertian tambang bawah tanah adalah suatu sistim penambangan mineral
atau batubara dimana seluruh aktivitas penambangan tidak berhubungan langsung dengan udara
terbuka.
Tambang bawah tanah mengacu pada metode pengambilan bahan mineral yang dilakukan
dengan membuat terowongan menuju lokasi mineral tersebut. Berbagai macam logam bisa
diambil melalui metode ini seperti emas, tembaga, seng, nikel, dan timbal. Karena letak
cadangan yang umumnya berada jauh dibawah tanah, jalan masuk perlu dibuat untuk mencapai
lokasi cadangan.
a) Syarat-syarat Penerapan tambang Bawah Tanah
Prinsip pokok eksploitasi tambang bawah tanah adalah memilih metode penambangan
yang paling cocok dengan keunikan karakter (sifat alamiah, geologi, lingkungan, dll) endapan
mineral dan batuan yang akan ditambang, dengan memperhatikan batasan tentang keamanan,
teknologi dan ekonomi. Batasan keekonomian berarti bahwa dengan biaya produksi yang rendah

tetapi diperoleh keuntungan pengembalian yang maksimum (return the maximum profit ataupun
rate of return ROR) serta lingkungan.
Untuk menentukan tambang bawah tanah harus memperhatikan:
1.

Karakteristik penyebaran deposit atau geometri deposit (massive, vein, disseminated, tabular,
platy, sill, dll)

2.

Karakteristik geologi dan hidrologi (patahan, sesar, air tanah, permeabilitas)

3.

Karakteristik geoteknik (kuat tekan, kuat tarik, kuat geser, kohesi, Rock Mass Rating, QSystem, dll)

4.

Faktor-faktor teknologi (hadirnya teknologi baru, penguasaan teknologi, Sumber Daya


Manusia, dll)

5.

Faktor lingkungan (limbah pencucian, tailing, amblesan, sedimentasi, dll).


Rate of Return (ROR) secara umum diartikan sebagai tingkat pengembalian modal yang
dinyatakan dalam persen. Investasi dinyatakan menguntungkan apabila mempunyai ROR diatas
tingkat bunga bank saat itu.
Cut-off grade: Kadar rata-rata minimum suatu logam yang terdapat dalam bijih supaya dapat
ditambang secara menguntungkan berdasarkan ekonomi dan teknologi saat itu maupun
lingkungan. Kadar minimum suatu logam yang terdapat dalam bijih supaya dapat ditambang
secara menguntungkan berdasarkan ekonomi dan teknologi saat itu maupun lingkungan.
b) Tambang Bawah Tanah dan Prospek Masa Depan
Kecenderungan umum di masa yang akan datang, sistim tambang bawah tanah akan
menjadi pilihan utama eksploitasi mineral dan enerji (Hartman, 1987). Hal ini karena beberapa
hal yaitu Semakin berkurangnya deposit (cebakan) berkadar tinggi pada atau dekat permukaan
untuk ditambang. Dengan kata lain bertambahnya kedalaman deposit akan menyulitkan bila
ditambang dengan sistim tambang terbuka karena setiap tambang terbuka dibatasi oleh besaran
Stripping Ratio. Berkurangnya mobilitas peralatan mekanik pada tambang terbuka apabila

penambangan semakin dalam. Pengetatan dan pembatasan mengenai masalah-masalah


lingkungan, dimana tambang terbuka akan memberikan dampak lingkungan yang lebih besar
dibandingkan tambang bawah tanah.Pengembangkan teknologi baru dalam peralatan Tambang
Bawah Tanah, khususnya dalam hal teknik penggalian dan peralatan penambangan yang
kontinyu, serta sistim konstruksi penyangga dan perkuatan yang semakin baik.
Stripping Ratio (SR) adalah perbandingan antara volume over burden (tanah penutup) dalam
Bank Cubic Meter (BCM) yang harus digali untuk dapat menambang satu ton bijih. Pada
tambang terbuka, penggalian yang semakin dalam akan menghasilkan nilai SR yang semakin
besar.
B. Keunikan Industri Tambang
a)

Padat modal
Bisnis tambang adalah bisnis padat modal. Dibutuhkan investasi besar untuk bergelut di
bisnis ini. Pada banyak kasus, cadangan mineral umumnya ditemukan di daerah-daerah terpencil.
Karena terpencil, jalan masuk ke lokasi tambang belum tentu ada. Hingga jadi tanggung jawab
perusahaan untuk membuat jalan masuk itu. Investasi besar juga dibutuhkan untuk membeli alatalat tambang yang harganya selangit. Ini belum termasuk pembangunan pemukiman untuk
pekerja dan bangunan kantor. Dari sini dapat dibayangkan, berapa duit yang dibutuhkan untuk
membangun bisnis ini dari nol.

b)

Masa persiapan produksi yang panjang


Cadangan tambang tidak mungkin ujug-ujug ditemukan. Langkah pertama tentu saja
dengan memulai kegiatan pencarian (eksplorasi). Eksplorasi ini pun tak selamanya berhasil.
Sudah habis modal banyak eh cadangan yang menguntungkan ternyata tak kunjung ditemukan.
Kalau sudah begini, terbuang percuma saja semua uang yang sudah dikeluarkan. Anggap saja tim
eksplorasi menemukan cadangan bagus, langkah selanjutnya adalah memperoleh ijin
penambangan. Proses ini jelas butuh waktu. Saat ijin sudah dikantongi, pembuatan jalan masuk

dan segala sarana prasarana dapat dimulai. Setelah semua siap, tanah penutup (tambang terbuka)
perlu dikupas dan terowongan (tambang bawah tanah) perlu digali sebelum cadangan dapat
diambil. Dari semua tahap itu, dapat dibayangkan panjangnya waktu yang mesti dilalui mulai
dari eksplorasi hingga sebuah bahan tambang bisa diambil dan dijual. Lamanya waktu tentu saja
bervariasi, tapi ini bisa berkisar antara 2 hingga mungkin 10 tahun. Sebelum transaksi penjualan
terjadi, selama itulah uang akan terus keluar.
c)

Bisnis beresiko tinggi


Resiko tambang bervariasi mulai dari bencana alam (banjir, gempa bumi) hingga
kesalahan teknis. Lereng pada tambang terbuka dapat saja longsor, terowongan yang digali dapat
saja runtuh akibat desain yang tidak tepat. Satu kesalahan kecil dapat berakibat kerugian raksasa.

d)

Berurusan dengan sumber daya yang tidak dapat diperbarui


Usia bisnis pertambangan di suatu daerah pasti terbatas. Pembatas ini tak lain adalah
jumlah cadangan itu sendiri. Setelah cadangan habis dan tidak ditemukan cadangan lain, maka
berakhirlah semua operasi. Konsekuansi lain, kegiatan penambangan juga memerlukan
kecermatan dalam desain dan pelaksanaan. Satu kesalahan desain dapat berakibat tidak dapat
diambilnya cadangan yang terbatas dan tak terbarukan itu.
C. Peledakan Taambang Bawah Tanah
Pada proses penambangan bawah tanah terdapat bermacam-macam cara untuk membuat
lubang bukaan atau terowongan. Salah satunya adalah dengan cara peledakan.Peledakan pada
pembuatan terowongan adalah pekerjaan melepas dan memecah batuan dengan menggunakan
bahan peledak sehingga didapatkan bentuk yang diinginkan dengan ukuran material yang mudah
diangkut dan dibuang dengan peralatan yang tersedia atau peledakan pada proses penambangan
pada tambang bawah tanah dilakukan untuk melepaskan bijih dari batuan induknya ataupun
untuk memperkecil ukurannya untuk memudahkan pengangkutan kepermukaan. Peledakan pada
tambang bawah tanah berbeda dengan peledakan pada tembang terbuka, perbedaannya yaitu

pada peledakan tambang terbuka dilakukan dengan dua atau lebih arah bidang bebas sedangkan
pada peledakan tambang bawah tanah hanya mempunyai satu arah bidang bebas.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam peledakan tambang bawah tanah yaitu:
a)

Pemilihan bahan peledak

b)

Metode dan teknik yang digunakan

c)

Pengendalian peledak terkait dengan keselamatan dan kondisi lingkungan

d)

Asap dan uap hasil peledakan yang mengandung gas-gas berbahaya


Mengingat dalam proses peledakan tambang bawah tanah membutuhkan biaya yang
besar dan resiko keselamatan kerja dan lingkingan yang tinggi, maka hendaknya proses
peledakan peledakan dilakukan dengan efektif dan seefisien mungkin dengan memperhatikan
keselamatan kerja dan lingkungan.
D. Pemilihan Bahan Peledak pada Tambang Bawah Tanah
Pada dasarnya bahan peledak (explosive) terdiri dari campuran tiga bahan yaitu :

a)

Zat kimia yang mudah bereaksi, yang berfungsi debagai bahan peledak dasar (explosive base),
misalnya Nitrogliserin (NG), Trinitrotiliene (TNT), Ethylene glycoldinitrate,dan lain-lain.

b)

Oksidator, yang berfungsi memberikan oksigen, misalnya KClO3, NaClO3, NaNO3, dan
sebagainya

c)

Zat penyerap/tambahan misalnya serbuk kayu, serbuk batubara, dan lain-lain.


Berdasarkan kecepatan perambatan reaksinya,bahan peledak dapat dibagi menjadi:

1.

Low Explosive, ciri-cirinya adalah :

a)

kecepatan perambatan reaksinya rendah

b)

Tidak seluruhnya bahan yang ada berubah dari phase padat menjadi phase gas sehingga
menimbulkan tekanan dan temperatur yang tinggi

c)

Hanya menghasilkan proses pembakaran yang relatif lambat (deflagrasi) dan tidak
menghasilkan getaran gelombang.

2.

Hihg Explosive, ciri-cirinya adalah :

a)

Kecepatan perambatan reaksinya relatif lebih cepat dari low ecplosive

b)

Semua bahan peledak berubah menjadi phase gas

c)

Menghasilkan peoses propagasi yaitu mengembangbiakan daripada gelombang getaran melalui


bahan yang diikuti dengan reaksi kimia yang menyediakan energi untuk kelanjutan propagasi
secara stabil.
Penggunaan bahan peledak didalam tambang bawah tanah harus diperhatikan faktor-faktor :

1.

Sifat dari bahan Peledak

a)

Api peledaknya kecil

b)

Peledakan berlangsung cepat

c)

Temperatur peledakan relative rendah

d)

Tidak menghasilkan gas beracun

2.

Disesuaikan dengan material yang diledakkan

3.

Particular set dari standar blasting (OB dan BR)

4.

Besarnya biaya
Macam bahan peledak yang digunakan untuk pembuatan terowongan dan proses penambangan
pada tambang bawah tanah yaitu :

1.

Blasting agent, yaitu bahan peledak yang merupakan suatu campuran kimiawi atau komposisi
kimia dari bahan-bahan yang tak mengandung Nitrogliserin dan hanya dapat diledakkan oleh
High strength ecplosive primer. Sifat-sifatnya yang mengentungkan adalah lebih aman dalam
faktor pengangkuta karena tidak mengandung Nitrogliserin, tidak membuat rasa pusing akibat
baunya, dapat dipaket dalam satu tabung metal sehingga tahan terhadap air dan harganya lebih
murah.

2.

Permissible Explosive, yaitu bahan peledak yang khusus dipakai pada tambang bawah tanah,
misalnya tambang batubara. Bahan peledak ini tidak mengandung gas-gas beracun, mengandung
60-80% Amonium Nitrate dan 7-15% Nitrogliserin. Syarat-syarat untuk permissible explosive
adalah :

a)

Api peledakannya kecil dan peledakan berlangsung cepat

b)

Temperatur peledakan relatif rendah

c)

Tidak menghasilkan gas-gas beracun.

3.

Water gels (slurries), yaitu campuran oxidizer seperti sodium nitrat dan ammonium nitrat,
bahan bakar sebagai sensitizer dan air kurang lebih 15%. Water gels sangat cocok digunakan
pada tambang bawah tanah oleh karena ketahanannya terhadap air. Kelebihan lain water gels
adalah:

a)

Tidak meledak bila dibanting ataupun diledakkan secara tiba-tiba

b)

Tidak meledak bila dipanaskan ataupun dibakar tetapi akan mengeluarkan asap dengan tekanan
tinggi

c)

Setelah ledakan uap atau asap ledakannya lebih sedikit bila dibandingkan dengan ANFO atau
Dinamit.
4. Dinamit, terdiri dari granular dinamit, semi gelatin dan gelatir dinamit.
E. Metode Peledakan di dalam Terowongan
Peledakan didalam terowongan selalu dimulai dengan satu atau lebih peledakan pemula
untuk menciptakan satu gua atau bolongan pada permukaan terowongan yang akan ditembus.
Gua atau bolongan ini disebut Cut yang berfungsi sebagai bidang bebas terhadap paledakan
berikutnya. Cut ini kemudian diperbesar dengan peledakan dua atau lebih susunan lubang
tembak easer. Peledakan berikutnya atau yang terakhir adalah peledakan lubang trimmer
yang menentukan bentuk dari terowongan.

Efisiensi peledakan didalam terowongan sangat tergantung pada sukses tidaknya


peledakan cut. Cut dapat dibuat melalui beberapa pola lubang tembak. Nama-nama
pola ini disebut sesuai dengan jenis cut yang dibentuk. Dalam memilih tipe cut yang
sesuai maka pertimbangan harus didasarkan atas :
a.

Kondisi batuan yang akan ditembus

b.

Bentuk dan ukuran terowongan

c.

Kemajuan yang ditargetkan, yaitu besar kemajuan setiap ronde peledakan yang ditentukan
oleh kedalaman daripada cut.
Jenis-jenis pola lubang tembak yang sering dan pernah dipakai pada peledakan didalam
terowongan yaitu:
a. Drag Cut
Pola ini sesuai dipakai pada batuan yang mempunyai struktur bidang perlapisan, misalnya
batuan serpih. Lubang cut dibuat menyudut terhadap bidang perlapisan pada bidang tegak
lurus, sehingga batuan akan terbongkar menurut bidang perlapisan. Cut ini cocok untuk
terowongan berukuran kecil (lebar 1,5-2m) dimana kemajuan yang besar tidak terlalu penting.
b. Fan Cut
Pada Fan Cut lubang tembaknya dibuat menyudut dan berada pada bidang mendatar.
Setelah cut diledakkan maka batuan yang ada diantara dua baris lubang cut akan terbongkar.
Selanjutnya lubang-lubang easer dan trimmer akan memperbesar bukaan cut sampai
kepada bentuk geometri daripada terowongan. Cut ini cocok dipakai pada batuan yang
berstruktur berlapis-lapis.
c. V-Cut
V-Cut sering dipakai dalam peledakan didalam terowongan. Lubang tembak pada pola
ini diatur sedemikian rupa sehingga tiap dua lubang membentuk V. Sebuah Cut dapat terdiri
dari dua atau tiga pasang V, masing-masing pada posisi horizontal. Lubang-lubang tembak pada

cut biasanya dibuat membentuk sudut 60o terhadap permukaan terowongan. Dengan demikian
panjang kemajuan tergantung pada lebar daripada terowongan karena panjang batang bor
terbatas pada lebar tersebut. Satu atau dua buah lubang tembak yang lebih pendek disebut
burster dan dapat dibuat ditengah cut untuk memperbaiki hasil fragmentasi.
d. Pyramid Cut
Pyramid Cut terdiri dari 4 buah lubang tembak yang saling bertemu pada satu titik
ditengah terowongan. Pada batuan yang keras banyaknya lubang cut ditambah hingga menjadi
6 buah.
e. Burn Cut
Pola ini berbeda dengan cut yang lain. Perbedaannya yaitu pada cut lain lubang cut
membentuk sudut satu sama lain sedang dalam burn cut lubang cut dibuat sejajar satu sama
lain dan tegak lurus terhadap permukaan terowongan. Pada pola ini beberapa lubang cut tidak
diisi dengan bahan peledak yang berfungsi sebagai bidang bebas terhadap lubang cut yang
diisi dengan bahan peledak. Lubang cut yang kosong dapat lebih dari satu dan ukurannya lebih
besar dari lubang cut yang diisi. Keuntungan dari pada burn cut adalah :
a)

Kemajuan tidak lagi tergantung pada lebar terowongan karena semua lubang dibuat sejajar
dengan sumbu terowongan

b)

Proses pemboran menjadi lebih mudah.


Lubang easer dan Trimmer
Lubang easer dibuat mengelilingi cut untuk memperbesar bukaan cut sehingga
lubang trimmer dapat membuat bentuk daripada terowongan. Untuk terowongan berukuran
biasa, satu ronde peledakan terdiri dari sekitar 40 buah lubang tembak dimana setiap lubang
tembak membuat bukaan seluas sekitar 0,25-0,5 m2. Banyaknya lubang easer serta
penempatannya tergantung kepada pola lubang cut. Pada pola burn cut penempatan lubang
easer tidak boleh terlalu dekat pada cut untuk menghindari terjadinya ledakan premature

daripada lubang easer. Disarankan untuk menempatkan lubang easer antara 30-50 cm dari cut.
Lubang trimmer pada akhirnya akan membuat bentuk dari terowongan. Banyak dan posisi
daripada lubang trimmer tergantung daripada ukuran terowongan, kekerasan batuan, dan
fragmentasi yang disesuaikan dengan system pemuatan.
Sistem Kemajuan
Pada prinsipnya pembuatan terowongan sama dengan shaft, hanya arahnya saja yang
berbeda yaitu horizontal. Apabila pembuatan lubang bukaan sudah lebih besar daripada
45o maka ini sudah dinamakan shift. Sistem kemajuan tergantung kepada alat bor yang tersedia,
kondisi batuan dan sistem penyangga yang dipergunakan, tetapi cara yang umum dipakai dalam
pembuatan terowongan terdiri dari dua system yaitu :
a)

Cara full face

b)

Cara top heading and bench


Dalam cara full face seluruh permukaan lubang bukaan dibor dengan sistem pola
pemboran tertentu dan kemudian sekaligus diledakkan, sedangkan cara pembuatan bench
method, dimana lubang bukaan dibuat menjadi dua bagian dalam pemboran dan peledakan
yaitu bagian atas dan bagian bawah. Pekerjaan peledakan dilakukan pertama pada bagian atas.
Perimeter Blasting
Perimeter Blasting adalah proses peledakan yang dilaksanakan dengan sangat hatu-hati.
Untuk mendapatkan permukaan akhir lubang bukaan yang tepat dan kondisi batuan disekitar
lubang tersebut tidak mengalami kerusakan. Maksud dari perimeter blasting tidak hanya untuk
memperoleh permukaan bukaan yang rata tetapi juga untuk menjaga agar daerah disekitar
permukaan tidak mengalami keretakan dan kerusakan selama bukaan tersebut digunakan.
Perimeter Blasting berguna untuk :

a)

Membuat rata permukaan terowongan

b)

Membuat agar permukaan terowongan lebih stabil

c)

Mengurangi over break

d)

Mengurangi pemakaian beton

e)

Mengurangi retakan dan masuknya aur tanah kedalam terowongan.


Dikenal dua teknik untuk pelaksanaan perimeter blasting yaitu:

a)

pre-splitting

b)

smooth blasting
Dasar kedua teknik tersebut adalah pada pengisian bahan peledak dengan diameter yang
lebih kecil dari diameter lubang tembak sehingga bahan peledak tidak langsung bersentuhan
dengan dinding lubang tembak atau disebut dengan istilah decoupled charge. Lubang-lubang
ini dibuat pada kontur akhir terowongan yang direncanakan dan diledakkan secara bersamasama. Perbedaan pre-spliting dan smooth blasting adalah pada peledakan daripada lubanglubang kontur ini. Pada pre-splitting lubang kontur diledakkan sebelum peledakan utama
sedang pada smooth blasting lubang kontur diledakkan setelah peledakan utama. Perbedaan
lain adalah dalam hal jarak lubang tembak (spacing) dimana pada presplitting lubang kontur
lebih rapat letaknya satu sama lain. Pada pre-splitting jarak lubang kontur biasanya antara 8-12
kali diameter lubang dan jarak antara lubang tembak dengan bidang bebas (burden) adalah tak
terterhingga. Konsentrasi isian bahan peledak (dalam kg per meter) pada pre-splitting dan
smooth blasting adalah sama.
Pengendalian Bahan Peledak
Bahan peledak selain merupakan bahan yang bermanfaat bagi kepentingan manusia, juga
merupakan barang yang berbahaya sehingga penanganan bahan peledak pada kegiatan
penambangan sangat penting untuk diketahui.
Pengamanan sebelum peledakan, Sebelum pekerjaan peledakan dilakukan, ada beberapa hal
yang harus diperhatikan yaitu :

a)

Melakukan kontrol keadaan disekeliling daerah yang akan diledakkan untuk menghindari halhal yang bakal terjadi diluar perhitungan.

b)

Sebelum dimulai pekerjaan mempersiapkan primer/ bahan peledak dan mengisinya kelubang
bor, maka terlebih dahulu semua jalan masuk ditempat peledakan harus pada jarak yang cukup
jauh dipasang tanda-tanda perhatian yang menyolok mata dan dimengerti, juga ditempat aman
pada jalan masuk tersebut tidak ditempatkan penjaga.

c)

Pekerja/ orang-orang serta peralatan yang ada ditempat yang akan diledakkan harus segera
diamankan.

d)

Bila tempat peledakan yang akan diledakkan itu terletak sedemikian dekat dari tempat kerja
lain, dimana akibat dari peledakan itu dapat membahayakan, maka petugas peledakan wajib
memberitahukan kepada karyawan-karyawan yang ada ditempat kerja tersebut supaya
menyingkir ditempat perlindungan yang aman pada saat pelaksanaan peledakan.

e)

Untuk pemegang blasting machine harus memperhitungkan arah angin / ventilasi, dan tempat
berlindung terhadap kejatuhan benda atau batuan khususnya dari batuan atap.
Pengamanan Sesudah Peledakan , Sesudah peledakan, maka yang harus dilakukan
adalah :

a)

Tidak memperkenankan seorangpun memasuki tempat yang sudah

diledakkan dalam jangka

waktu 30 menit
b)

Setelah melampaui batas waktu tersebut maka juru ledak harus terlebih dahulu memeriksa dan
membuktikan bahwa daerah tersebut sudah bebas dari pengaruh gas-gas yang berbahaya, misfire
dan batu-batu menggantung dari hasil peledakan, sebelum mengijinkan pekerja lain memasuki
tempat kerja tersebut.

c)

Pada lubang ledak yang misfire harus diberi tanda dengan menutup lubang ledak tersebut
dengan sumbat/ tongkat kayu yang dapat dilihat dengan jelas dan tidak dibenarkan mengorek
keluar material stemming lubang ledak tersebut.

d)

Usaha untuk menangani lubang ledak yang misfire diusahakan mengeluarkan stemming dengan
alat kompressor udara telanan tunggi atau memakai air, setelah keluar sebagian besar
stemmingnya maka dipasang primer baru kemudian diledakkan. Semua usaha ini harus dibawah
pengawasan terus-menerus dari ahli berdasarkan intruksi tertulis dari Kepala Teknik Tambang.
Gudang Bahan Peledak Dibawah Tanah, persyaratan mengenai gudang bahan peledak
dibawah tanah dan penyimpanan Handak dibawah tanah telah diatur berdasarkan Keputusan
Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 555.K/26/M.PE/1995.
F. Potensi Bahaya di Tambang Bawah Tanah
Salah satu karakteristik kegiatan pertambangan adalah padat modal, padat teknologi dan
memiliki risiko yang besar. Kemudian sebagai aktivitas ekstraktif, banyak aktivitas dilakukan
pada kondisi ekstim sehingga potensi terjadinya kecelakaan sangat besar. Kemudian salah satu
acuan utama dalam praktek penambangan yang baik dan benar termasuk di dalamnya
pelaksanaan

budaya

keselamatan

dan

kesehatan

kerja

adalah

Kepmentamben

No.

555K/MPE/1995 tentang Pedoman Kesehatan Keselamatan Kerja di Wilayah Pertambangan.


Tambang bawah tanah memiliki resiko keselamatan karakteristik dibandingkan dengan
tambang terbuka dikarenakan keterbatasan kondisi yang disesaikan dengan aktivitas bawah
tanahnya. Tingkat resiko yang tinggi ini maka keselamatan kerja haruslah menjadi perhatian
utama dalam pelaksanaan kegiatan tambang.
Di dalam aktivitas pertambangan bawah tanah, potensi bahaya dari aktivitas yang
dilakukan lebih banyak dibandingkan dengan tambang terbuka. Ini dikarenakan kondisi dan
lokasi kerja yang sangat terbatas dibanding tambang terbuka. Beberapa keterbatasan tersebut
adalah:

a)

Ruang Kerja yang Terbatas


Bekerja di bawah tanah tentunya jauh berbeda dibanding bekerja normal diatas permukaan.
Dimensi bukaan tunneling mesti dihitung cermat agar efisien dari sudut biaya, dan aman dilihat
dari pertimbangan teknis. Tunneling yang terlalu besar akan akan membutuhkan biaya tinggi
disertai dengan kerumitan-kerumitan teknis. Pekerja tambang dituntut untuk bekerja dalam
lingkungan yang terbatas. Terbatasnya ruang sudah jelas akan mempertinggi resiko yang dapat
mengancam keselamatan. Bahaya tertabrak kendaraan bergerak (LHD, Wheel Loader, Mine
Truck, Jumbro Drill dan lain sebagainya) dapat saja terjadi akibat keterbatasan ruang gerak.
Dimensi alat harus disesuaikan dengan dimensi bukaan
b)

Cahaya yang terbatas

Bekerja di bawah tanah berarti bekerja tanpa penyinaran yang alami dan di bawah keterbatasan
cahaya. Cahaya bantuan hanya didapat dari penerangan dengan lampu atau melalui Mine Spot
Lamp (MSL). Tetapi jika cahaya bantuan ini dibandingkan dengan panjang tunneling yang dapat
mencapai beberapa kilometer maka penerangan tidak mungkin dipasang di seluruh tempat.
Bekerja dengan cahaya terbatas atau diterangi oleh MSL tentunya sangat riskan. Oleh karena itu
para pekerja tambang bawah tanah tidak diperbolehkan untuk bekerja sendirian. Setidaknya
ditemani oleh satu orang untuk mengantisipasi jika salah satu MSL tersebut mati.
Pekerja dibekali lampu sorot (Mine Spot Lamp) sebagai penerang tambahan
c) Kondisi batuan yang rawan
Batuan rapuh adalah musuh terbesar miners. Telah dilakukan beragam metode terapan untuk
memperkuat batuan tetapi pekerja tambang tetap harus waspada akan bahaya ini. Runtuhan
batuan, sekecil apapun akan beresiko. Runtuhan batuan kecil mungkin saja merupakan awal dari
aktivitas yang memancing ambrukan lebih besar lagi. Untuk meminimalkan resiko keselamatan

kerja, selain penyanggaan yang harus teliti dan akurat, berbaga macam prosedur kerja juga
diperlukan untuk melengkapi keamanan aktivitas.
Supporting System, untuk memperkuat lubang bukaan pada kondisi batuan rawan
d) Gas berbahaya
Berbagai macam jenis gas berbahaya, tumpah ruah dan banyak terdapat di dalam tambang bawah
tanah. Metan adalah gas berbahaya yang ditemui di tambang batubara bawah tanah. Sedangkan
utuk tambang bijih bawah tanah, gas yang paling berbahaya adalah carbonmonodioxide (CO).
Para pekerja tambang bawah tanah rawan terpapar dengan gas beracun. Akibat sirkulasi udara
terowongan yang terbatas, gas-gas beracun tidak bisa langsung terlepas ke atmosfer. Beberapa
gas beracun ini antara lain CO, CO2, H2S, NOx, dan SO2. Gas ini dapat terjadi akibat proses
peledakan, emisi kendaraan dan alat berat maupun gas yang terlepas alami oleh kondisi batuan.
Pada banyak kondisi, sulit membuat kadar masing-masing gas itu menjadi benar-benar nol. Oleh
karena itu ditetapkanlah ambang batas. Tidak ada satupun pun gas yang boleh melebihi ambang
batas ini. Jika terdapat dalam kadar tinggi, gas-gas ini dapat menyebabkan kematian.
Ventilasi yang baik dapat mengurangi potensi keracunan gas berbahaya
Karbon monoksida bersifat racun karena hemoglobin dalam darah lebih mudah mengikat gas ini
dibanding oksigen. Akibat darah yang justru mengangkut CO, maka suplai oksigen ke organ vital
menjadi berkurang. Salah satu organ yang peka adalah otak. Kekurangan oksigen pada otak
dapat menyebabkan kerusakan otak hingga mengantar pada kematian.
Berikut adalah gejala akibat keracunan karbon monoksida dalam berbagai konsentrasi:
a)

35 ppm (0.0035%) Pusing jika terdedah lebih dari 6 jam

b)

100 ppm (0.01%) Pusing jika terdedah lebih dari 2 jam

c)

200 ppm (0.02%) Pusing dalam rentang 2-3 jam

d)

400 ppm (0.04%) Pusing hebat dalam rentang 1-2 jam

e)

1,600 ppm (0.16%) Pusing dalam 45 menit. Tak sadar dalam 2 jam.

f)

3,200 ppm (0.32%) Pusing dalam rentang 5-10 menit. Kematian dalam 30 menit.

g)

6,400 ppm (0.64%) Pusing dalam waktu 1-2 menit. Kematian kurang dari 20 menit.

h)

12,800 ppm (1.28%) Tak sadar dalam 2-3 tarikan napas. Kematian dalam 3 menit.
e)

Debu dan Partikulat

Aktivitas di bawah tanah hampir selalu dipengaruhi oleh debu baik yang berasal dari batuan
halus, kayu, semen maupun dampak dari lalu lintas alat berat. Debu yang berbahaya adalah debu
silica yang jika terhisap dapat mengendap di pernafasan dan mengakibatkan penyakit silikosis.
Jenis debu yang juga berbahaya adalah debu batubara dan debu dari bijih radioaktif. Debu-debu
ini juga mampu menimbulkan masalah kesehatan yang serius.
Upaya yang umum dikerjakan untuk mengurangi tingkat resiko akibat terpapar debu yaitu
dengan membuat sistem ventilasi udara yang baik. Sirkulasi udara di tambang bawah tanah harus
dibuat selancar mungkin dengan mengalirkan udara bersih dan supply oksigen serta membawa
keluar udara kotor. Selain itu untuk menambah keselamatan, para pekerja juga harus dilengkapi
dengan respirator (masker) sebagai alat pelindung kesehatan.

Respirator, Alat Pelindung Diri wajib di area penuh debu


f)

Heat and Cold Stress

Wilayah tambang kebanyakan berada di jalur khatulistiwa dengan iklim yang panas, dan
mungkin bisa mencapai 400C pada udara normal di luar. Berdasarkan undang-undang kesehatan
dan peraturan menteri mengenai bahaya pajanan fisik, mengenai heat stress tidak berlaku karena
hanya membatasi hingga 320 C saja. Di tambang bawah tanah diusahakan tidak di temui daerah

yang bersuhu diatas 320 C oleh kaerna itu diperlukan system ventilasi yang memadai serta
disediakan lokasi pengisian air minum dan tempat istirahat sementara yang dekat dengan
lokasi kerja.
Ventilasi berfungsi menyalurkan udara bersih dan mengeluarkan udara kotor serta memperbaiki
suhu lokasi kerja
g) Bahan Kimia
Pekerja tambang bawah tanah rawan terpapar bahan kimia yang umumnya disebabkan karena
aktivitas charging blasting (akibat penggunaan bahan peledak), penggunaan oli bor, proses
pengisian kembali (backfilling /pastefil) maupun dari aktivitas shoot crete. Bahan kimia yang
rawan terpapar seperti Sianida (CN-), Nitrat (NOx), Gas Mudah Menguap (Volatile Gases) dan
lainnya.
Bahan kimia, perlu pengelolaan tertentu dan cermat dalam pengendaliannya
h) Personal Hygiene
Adalah salah satu hal yang paling jarang di awasi. Peralatan dalam mendukung hygiene personal
yang paling penting adalah washtafel dan sabun cuci tangan yang sulit didapatkan di
lokasi underground. Kebanyakan pekerja bawah tanah tidak peduli terhadap kebersihan hygiene
ini, tidak ditemui lokasi pencucian dan bahan pencuci yang aman di kantin. Pemeriksaan
feces dan standarnya harus dilakukan 6 bulan sekali untuk menghindari kontaminasi kuman diare
pada saat pengelolaan makanan.
i.) Kebisingan
Kebisingan ditemukan di banyak lokasi tabang bawah tanah seperti akibat aktivitas mesin berat,
aktivitas blower ventlasi maupun dari aktivitas blasting. Penggunaan APD yang memadai sangat
diperlukan pada kondisi ini. Penggunaan yang direlomendasikan adalah ear muffler.

Pelindung pendengaran, sangat perlu karena pendengaran yang rusak tak dapat pulih
j.) Manual Handling
Walau telah banyak menggunakan alat-alat canggih di dunia tambang, cidera akibat manual
handling masih banyak terjadi. Cidera manual handling yang paling banyak ditemukan pada
pakerja dengan menggunakan alat yang berat seperti pada penggunaan alat bor jackleg. Manual
handling umumnya terjadi pada para pekerja yang mengangkat beban secara manual lebih dari
50 kg dengan perjalanan yang panjang dan berbahaya.
k) Kelembaban
Masalah lembab banyak dijumpai di pertambangan diatas 1000 m dpl dan juga pertambangan
bawah tanah. Lembab dapat memicu penyakit yang disebabkan kuman yang menyerang kulit dan
pernapasan. Selain karena keterbatasan udara bersih bawah tanah, kelembaban juga diakibatkan
banyaknya limpasan dan kebocoran air dan juga kelembaban dari material kayu yang melapuk.
Salah satu solusi dalam permasalahan ini adalah diperlukan pengaturan batas lama bekerja di
dalam bawah tanah sesuai tiap meter ke dalamannya dan juga pemberian aliran udara yang terus
menerus akan membantu pengurangan lembab dan pengap.
G. Keunggulan dan Kelemahan Tambang Bawah Tanah
a) Keunggulan tambang bawah tanah
1.

Tidak terpengaruh cuaca karena bekerja dibawah permukaan tanah

2.

Kedalaman penggalian hampir tak terbatas karena tidak berkait dengan SR

3.

Secara umum beberapa metode tambang bawah tanah lebih ramah lingkungan (misal: cut and
fill, shrinkage stoping, stope and pillar)

4.

Dapat menambang deposit dengan model yang tidak beraturan

5.

Bekas penggalian dapat ditimbun dengan tailing dan waste.


b) Kelemahan tambang bawah tanah

1.

Perlu penerangan

2.

Semakin dalam penggalian maka resiko ambrukan semakin besar

3.

Produksi relatif lebih kecil dibandingkan tambang terbuka

4.

Problem ventilasi, bahan peledak harus yang permissible explossive, debu, gas-gas beracun.

5.

Masalah safety dan kecelakaan kerja menjadi kendala

6.

Mining recovery umumnya lebih kecil

7.

Losses dan dilusi umumnya lebih susah dikontrol


Waste adalah sisa-sisa penggalian pada tambang bawah tanah yang tidak bermanfaat yang
diperoleh pada saat underground development (persiapan penambangan bawah tanah).
Barren rock adalah batuan yang tidak mengandung logam atau bagian dari bijih yang
mempunyai kadar bijih sangat kecil.
Mining recovery adalah perbandingan antara bijih yang dapat ditambang dengan bijih yang ada
didalam perhitungan eksplorasi, yang dinyatakan dalam persen
Losses adalah kehilangan bijih pada penambangan bawah tanah karena keterbatasan atau kendala
inheren pada metode yang diterapkan
Dilusi adalah bercampurnya barren rock dengan bijih hasil penambangan sehingga akan
menghasilkan kadar broken ore yang lebih kecil.
Permissible explossive adalah bahan peledak yang menghasilkan gas-gas tidak beracun, dan
dikhususkan pemakaiannya pada tambang bawah tanah.
Smoke adalah gas-gas yang tidak beracun sebagai hasil reaksi kimia bahan peledak yang
meledak, terdiri dari gas-gas H2O, CO2, dan N2 bebas
Fumes adalah gas-gas yang beracun sebagai hasil reaksi kimia bahan peledak yang meledak,
terdiri dari gas-gas CO dan NOX.
c) Tambang Bawah Tanah di Indonesia

1.

PT. Freeport Indonesia di Tembagapura, Papua, bijih tembaga dan emas, metode block caving

2.

PT. Tambang Batubara Bukit Asam di Ombilin, Sumatera Barat, metode Longwall Mining, dan
room and pillar (tetapi sekarang sudah ditinggalkan)

3.

PT. Aneka Tambang di Gunung Pongkor Bogor, bijih emas epithermal, metode cut and fill dan
shrinkage stoping

4.

PT. Aneka Tambang di Cikidang, bijih emas epithermal, metode underhand stull stoping

5.

PT. Kitadin, batubara, metode longwall.

6.

Tambang emas rakyat di Tasikmalaya, metode coyoting (lubang tikus)


H. Defisiensi Oksigen
Defisiensi oksigen merupakan keadaan manusia sangat memerlukan oksigen atau tubuh
mengalami kekurangan oksigen. Terdapat beberapa beberapa faktor yang dapat menyebabkan
suplai oksigen di dalam tubuh mulai berkurang. Salah satunya adalah pola hidup yang tidak baik
dan lingkungan yang buruk seperti pekerja yang berada di pekerjaan tambang bawah tanah.
Kebiasaan-kebiasaan ini adalah pemicu utama berkurangnya kadar oksigen di dalam
tubuh. Kurangnya Oksigen akan menyebabkan mikroorganisme anaerobik dalam tubuh manusia
berkembang pesat, dan menyebabkan manusia kehilangan staminanya dan sangat mudah
terjangkit penyakit (Hypoxia = penyakit akibat kekurangan Oxygen), seperti cepat capai, letih,
lesu, daya tahan tubuh melemah, Pegal & Linu, tekanan darah rendah/tinggi, kurang darah
(Anemia), fungsi hati menurun, pH lambung tidak stabil, pencernaan tidak sehat. Selain itu efek
yang bisa dirasakan akibat kekurangan oksigen adalah kematian sel-sel di dalam jaringan tubuh
yang akan berdampak pada penurunan kualitas hidup bahkan bisa berakibat pada kematian.
Suplai oksigen yang berkurang menuju otak juga bisa berakibat kematian sel pada jaringan otak
itu sendiri.

I.

Pedoman Peraturan K3 Tambang

Ruang

Lingkup

K3

Pertambangan

Wilayah

KP/KK/

PKP2B/SIPD

Eksplorasi/Eksploitasi/Kontruksi & Produksi/Pengolahan/Pemurnian/Sarana Penunjang


1.

UU No. 11 Tahun 1967

2.

UU No. 01 Tahun 1970

3.

UU No. 23 Tahun 1992

4.

PP No. 19 Tahun 1970

5.

Kepmen Naker No. 245/MEN/1990

6.

Kepmen Naker No. 463/MEN/1993

7.

Kepmen Naker No. 05/MEN/1996

8.

Kepmen PE. No.2555 K/26/MPE/1994

9.

Kepmen PE No. 555 K/26/MPE/1995

10. Kepmen Kesehatan No. 260/MEN/KES/1998


11. Kepmen ESDM No. 1453 K/29/MEM/2000

Tahap

BAB III
PENUTUP

A.

Kesimpulan
Sebagai suatu sistem program yang dibuat bagi pekerja maupun pengusaha, kesehatan

dan keselamatan kerja atau K3 diharapkan dapat menjadi upaya preventif terhadap timbulnya
kecelakaan kerja dan penyakit akibat hubungan kerja dalam lingkungan kerja. Pelaksanaan K3
diawali dengan cara mengenali hal-hal yang berpotensi menimbulkan kecelakaan kerja dan
penyakit akibat hubungan kerja, dan tindakan antisipatif bila terjadi hal demikian. Tujuan dari
dibuatnya sistem ini adalah untuk mengurangi biaya perusahaan apabila timbul kecelakaan kerja
dan penyakit akibat hubungan kerja terutama pada pekerjaan tambang di bawah tanah dan
mengurangi angka kecelakaan akibat defisiensi oksigen.

B.

Saran
Kesehatan dan keselamatan kerja sangat penting dalam pembangunan karena sakit dan

kecelakaan kerja akan menimbulkan kerugian diri sendiri maupun kerugian ekonomi (lost
benefit) suatu perusahaan atau negara olehnya itu kesehatan dan keselamatan kerja harus dikelola
secara maksimal bukan saja oleh tenaga kesehatan tetapi seluruh masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai