Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
a. Anatomi hepar
Hepar adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-1,8 kg atau kurang lebih
25% berat badan orang dewasa yang menepati sebagian besar kuadran kanan atas abdomendan
merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi yang sangat kompleks. Hepar menempati
daerah hipokondrium kanan tetapi lobus kiri dari hepar meluas sampai ke epigastrium. Hepar
berbatasan dengan diafragma pada bagian superior dan bagian inferior hepar mengikuti bentuk
dari batas kosta kanan. Hepar secara anatomis terdiri dari lobus kanan yang berukuran lebih
besar dan lobus kiri yang berukuran lebih kecil. Lobus kanan dan kiri dipisahkan oleh
ligamentum falsiforme. Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura
segmentalis kanan yang tidak terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan
lateral oleh ligamnetum falsiformis yang terlihat dari luar.Pada daerah antara ligamentum
falsiform dengan knadung empedu di lobus kanan dapat ditemukan lobus kuadratus dan lobus
kaudatus yang tertutup oleh vena cava inferior dan ligamnetum venosum pada permukaan
posterior.
Permukaan hepar diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah kecil pada
permukaan posterior yang melakat langsung pada diafragma. Beberapa ligamentum yang
merupakan peritoneum membantu menyokong hepar. Di bawah peritoneum terdapat jaringan
ikat padat yang disebut sebagai kapsula Glisson, yang meliputi permukaan seluruh organ :
bagian paling tebal kapsula ini terdapat pada porta hepatis, membentuk rangka untuk cabang
vena porta, arteri hepatika, dan saluran empedu. Porta hepatis adalah fisura pada hepar tempat
masuknya vena porta dan arteri hepatika serta tempat keluarnya duktus hepatis.

Gambar 1. Anatomi Hepar


Hepar memiliki dua sumber suplai darah, dari saluran cerna dan limpa melalui vena
porta hepatica dan dari aorta melalui arteri hepatika. Arteri hepatika keluar dari aorta dan
memberikan 80% darahnya kepada hepar, darah ini masuk ke hepar membentuk jaringan
kapiler dan setelah bertemu dengan kapiler vena akan keluar sebagai vena hepatika. Vena
hepatika mengembalikan darah dari hepar ke vena kava inferior. Vena porta yang terbentuk
dari vena lienalis dan vena mesenterika superior, mengantarkan 20% darahnya ke hepar,
darah ini mempunyai kejenuhan oksigen hanya 70% sebab beberapa O2 telah diambil oleh
limpa dan usus. Darah yang berasal dari vena porta bersentuhan erat dengan sel hepar dan
setiap lobulus dilewati oleh sebuah pembuluh sinusoid atau kapiler hepatika. Pembuluh darah
halus yang berjalan di antara lobulus hepar disebut ena interlobular.
Vena porta membawa darah yang kaya dengan bahan makanan dari saluran cerna, dan
arteri hepatika membawa darah yang kaya oksigen dari sistem arteri. Arteri dan vena hepatika
ini bercabang menjadi pembuluh-pembuluh yang lebih kecil membentuk kapiler di antara selsel hepar yang membentuk lamina hepatika. Jaringan kapiler ini kemudian mengalir ke dalam
vena kecil di bagian tengah masing-masing lobulus, yang menyuplai vena hepatika.
Pembuluh-pembuluh ini membawa darah dari kapiler portal dan darah yang mengalami
deoksigenasi yang telah dibawa ke hepar oleh arteri hepatika sebagai darah yang telah
dioksigenasi. Selain vena porta, juga ditemukan arteriol hepar didalam septum interlobularis.

Anterior ini menyuplai darah dari arteri ke jaringan septum diantara lobulus yang berdekatan,
dan banyak arteriol kecil mengalir langsung ke sinusoid hepar, paling sering pada sepertiga
jarak ke septum interlobularis.

Gambar 2. Pembuluh darah pada hepar


Hepar terdiri atas bernacam-macam sel. Hepatosit meliputi 60% sel hepar, sedangkan
sisanya terdiri atas sel-sel epithelial sistem empedu dalam jumlah yang bermakna dan sel-sel
nonparenkimal yang termasuk didalamnya endothelium, sel Kuppfer dan sel Stellata
berbentuk seperti bintang.
Hepatosit sendiri dipisahkan oleh sinusoid yang tersusun melingkari eferen vena hepatika
dan ductus hepatikus. Saat darah memasuki hepar melalui arteri hepatica dan vena porta menuju
vena sentralis maka akan didapatkan pengurangan oksigen secara bertahap sebagai
konsekuensinya, akan didapatkan variasi penting kerentanan jaringan terhadap kerusakan asinus.
Membran hepatosit berhadapan langsung dengan sinusoid yang mempunyai benyak mikrofili.
Mikrofili juga tempak pada sisi lain sel yang membatasi saluran empedu dan merupakan
penunjuk tempat permulaan sekresi empedu. Permukaan lateral hepatosit memiliki sambungan
penghubungan dan desmosom yang saling bertautan dengan disebelahnya.
Sinusoid hepar memiliki lapisan endothelial berpori yang dipisahkan dari hepatosit oleh
ruang Disse (ruang perisinusoidal). Sel-sel lain yang terdapat dalam dinding sinusoid adalah sel
fagositik Kuppfer yang merupakan bagian terpenting dalam sistem retikuloendotelial dan
sel Stellata (juga disebut sel Ito, liposit atau perisit) yang memiliki aktivitas miofibriblastik yang

dapat membantu pengaturan aliran darah sinusoidal disamping sebagai faktor penting dalam
perbaikan kerusakan hepar. Peningkatan aktivitas sel-sel Stellata tampaknya menjadi faktor
kunci pembentukan fibrosis di hepar.
b. Fisiologi hepar
Hepar adalah suatu organ besar, dapat meluas, dan organ venosa yang mampu bekerja
sebagai tempat penampungan darah yang bermakna disaat volume darah berlebihan dan mampu
menyuplai darah ekstra di saat kekurangan volume darah. Selain itu, hepar juga merupakan suatu
kumpulan besar sel reaktan kimia dengan laju metabolisme yang tinggi, saling memberikan
substrat dan energi dari satu sistem metabolisme ke sistem yang lain, mengolah dan mensintesis
berbagai zat yang diangkut ke daerah tubuh lainnya, dan melakukan berbagai fungsi
metabolisme

lain

Fungsi

metabolisme

yang

dilakukan

oleh

hepar

adalah:

1. Membentuk dan mengekskresi empedu


Hati menyekresi sekitar 500 hingga 1000 ml empedu kuning setiap hari. Unsur utama
empedu adalah air (97%), elektrolit, garam empedu, fosfolipid (terutama lesitin), kolesterol,
garam anorganik, dan pigmen empedu (terutama bilirubin terkonjugasi). Garam empedu penting
untuk pencernaan dan absorpsi lemak dalam usus halus, sebagian besar garam empedu akan
direabsorbsi di ileum, mengalami resirkulasi ke hati, serta kembali dikonjugasi dan disekresi.
Bilirubin (pigmen empedu) adalah hasil akhir metabolisme pemecahan eritrosit yang sudah tua;
proses konjugasi berlangsung di dalam hati dan diekskresi ke dalam empedu.
2. Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat
Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling berkaitan satu
sama lain. Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi glikogen,
mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hati kemudian hati akan
memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen menjadi glukosa disebut
glikogenelisis. Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber utama glukosa dalam tubuh,
selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa monophosphat shunt dan terbentuklah
pentosa.

3. Fungsi hati sebagai metabolisme lemak


Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan katabolisis asam
lemak. Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen :

Senyawa 4 karbon badan keton


Senyawa 2 karbon active acetate (dipecah menjadi asam lemak dan gliserol)
Pembentukan kolesterol
Pembentukan dan pemecahan fosfolipid
Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan

ekskresi

dimana serum kolesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid.


4. Fungsi hati sebagai metabolisme protein
Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. dengan proses deaminasi, hati
juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino.Dengan proses transaminasi, hati
memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hati merupakan satu-satunya organ yg
membentuk plasma albumin dan - globulin dan organ utama bagi produksi urea. Urea
merupakan end product metabolisme protein. - globulin selain dibentuk di dalam hati, juga
dibentuk di limpa dan sumsum tulang globulin hanya dibentuk di dalam hati.
5. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah
Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan
koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X. Untuk
pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi dibutuhkan vitamin K.
6. Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin
Vitamin larut lemak (A,D,E,K) disimpan di dalam hati, Vitamin yang paling banyak
disimpan dalam hepar adalah vitamin A, tetapi sejumlah besar vitamin D dan vitamin B 12
juga disimpan.
7. Fungsi hati menyimpan besi dalam bentuk ferritin
Sel hepar mengandung sejumlah besar protein yang disebut apoferritin, yang dapat
bergabung dengan besi baik dalam jumlah sedikit ataupun banyak. Oleh karena itu, bila besi
banyak tersedia dalam cairan tubuh, maka besi akan berikatan dengan apoferritin membentuk
ferritin dan disimpan dalam bentuk ini di dalam sel hepar sampai diperlukan.
8. Fungsi hati sebagai detoksikasi

Hati adalah pusat detoksikasi tubuh. Fungsi detoksifikasi sangat penting dan dilakukan
oleh enzim hati melalui oksidasi, reduksi, hidrolisis, atau konjugasi zat-zat yang dapat berbahaya
menjadi zat yang secara fisiologis tidak aktif.
9. Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas
Sel kupffer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan
melalui proses fagositosis. Selain itu sel kupffer juga ikut memproduksi globulin sebagai
mekanisme imun hati.
10. Fungsi hemodinamik
Hati menerima 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal 1500 cc/
menit atau 1000 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam arteri hepatica 25% dan di
dalam vena porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh
faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu latihan,
terik matahari, dan shock. Hepar merupakan organ penting untuk mempertahankan aliran darah
c. Definisi
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis
hepatik yang berlangsung progresif. Sirosis secara histologis didefinisikan sebagai proses hepatik
yang difus yang ditandai dengan fibrosis dan konversi / perubahan arsitektur hati yang normal
menjadi struktur nodul-nodul regeneratif yang abnormal. Nodul-nodul regenerasi ini dapat
berukuran kecil (mikronoduler) atau besar (makronodular). Gambaran ini terjadi akibat nekrosis
hepatoseluler.Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distorsi jaringan
vaskuler, dan regenerasi nodularis parenkim hati.
Secara lengkap, sirosis hati adalah suatu penyakit dimana sirkulasi mikro, anatomi
pembuluh darah besar dan seluruh system arsitektur hati mengalami perubahan menjadi tidak
teratur dan terjadi penambahan jaringan ikat (fibrosis) disekitar parenkim hati yang mengalami
regenerasi.
Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum
adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan
tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis
kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaannya secara klinis. Hal ini hanya dapat
dibedakan melalui pemeriksaan biopsy hati.

d. Epidemiologi
Di Amerika Serikat,penyakit hati kronis dan sirosis menyebabkan 35.000 kematian tiap
tahunnya. Sirosis menempati urutan kesembilan sebagai penyebab kematian di AS, sekitar 1,2%
dari kematian. Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis. Pada keadaan ini sirosis ditemukan
waktu pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu otopsi. Keseluruhan insidensi sirosis di
Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit
hati alkoholik maupun infeksi virus kronik. Hasil penelitian lain menyebutkan perlemakan hati
akan mengakibatkan steatohepatitis nonalkoholik (NASH, prevalensi 4%) dan berakhir dengan
sirosis hati dengan prevalensi 0,3%.
Menurut PPHI- INA ASL (Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia) laporan rumah sakit
umum pemerintah di Indonesia, rata-rata prevalensi sirosis hati adalah 3,5% seluruh pasien yang
dirawat di bangsal Penyakit Dalam, atau rata-rata 47,4% dari seluruh pasien penyakit hati yang
dirawat. Perbandingan prevalensi sirosis pada pria:wanita adalah 2,1:1 dan usia rata-rata 44
tahun.
e. Etiologi
Di negara barat penyebab dari sirosis hepatis yang tersering akibat infeksi virus
hepatitis B maupun C. Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan penyebab terbanyak dari
sirosis hepatis adalah virus hepatitis B (30-40%), virus hepatitis C (30-40%), dan penyebab
yang tidak diketahui (10-20%). Adapun beberapa etiologi dari sirosis hepatis antara lain :

Penyakit infeksi

Hepatitis kronik aktif


Hepatitis virus
Ascending cholangitis
Sepsis neonatal

Kelainan bilier

Atresia bilier
Sindrom alagile
Kista koledukus
Fibrosis hepatis kongenital

Kelainan metabolik

Defisiensi 1 antitripsin
Cystic fibrosis
Fruktosemia
GalaktosemiaHemokromasitosis
Glicogen storage
Hepatic porphyria
Histiosis X
Nieman Pick Disease
Penyakit Wilson

Sindrom Budd-Chiari
Gagal jantung kongestif
Veno occlusive liver disease

Kelainan Vaskuler

Sindrom Budd-Chiari
Gagal Jantung Kongestif
Veno occlusive liver disease

Bahan toksik

Bahan organic
Obat-obatan
Kelainan nutrisi
Malnutrisi
Total parenteral alimentation

Idiopati

f. Klasifikasi
A. Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :
1. Mikronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim hati
mengandung nodul halus dan kecil yang merata.Sirosis mikronodular besarnodulnya sampai
3 mm, sedangkan sirosis makronodular ada yang berubah menjadi makronodular sehingga
dijumpai campuran mikro dan makronodular
2. Makronodular
Sirosis makronodular ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan
bervariasi, mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar didalamnya ada
daerah luas dengan parenkim yang masih baik atau terjadi regenerasi parenkim.
3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)
B. Secara Fungsional Sirosis terbagi atas :
1. Sirosis hati kompensata. Sering disebut dengan Laten Sirosis hati.
Pada stadium kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya
stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan screening.
2. Sirosis hati Dekompensata Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium ini
Biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya : ascites, edema dan ikterus.
C. Klasifikasi sirosis hati menurut Child Pugh

g. Manifestasi klinik
Gejala yang timbul tergantung pada tingkat berat sirosis hati yang terjadi. Sirosis
Hati dibagi dalam tiga tingkatan yakni Sirosis Hati yang paling rendah Child A, Child B,
hingga pada sirosis hati yang paling berat yakni Child C. Gejala yang biasa dialami
penderita sirosis dari yang paling ringan yakni lemah tidak nafsu makan, hingga yang
paling berat yakni bengkak pada perut, tungkai, dan penurunan kesadaran. Pada
pemeriksaan fisik pada tubuh penderita terdapat palmar eritem, spider nevi.

Beberapa dari gejala-gejala dan tanda-tanda sirosis yang lebih umum termasuk:
1. Kulit yang menguning (jaundice) disebabkan oleh akumulasi bilirubin dalam darah
2. Asites, edema pada tungkai
3. Hipertensi portal
4. Kelelahan
5. Kelemahan
6. Kehilangan nafsu makan
7. Gatal
8. Mudah memar dari pengurangan produksi faktor-faktor pembeku darah oleh hati yang
sakit.
Pada keadaan sirosis hati lanjut, terjadi pemecahan protein otot. Asam amino rantai
cabang (AARC) yang terdiri dari valin, leusin, dan isoleusin digunakan sebagai sumber
energi (kompensasi gangguan glukosa sebagai sumber energi) dan untuk metabolisme.
h. Patofisiologi
Pada sirosis, hubungan antara darah dan sel-sel hati hancur. Meskipun sel-sel hati
yang selamat atau dibentuk baru mungkin mampu untuk menghasilkan dan mengeluarkan
unsur-unsur dari darah, mereka tidak mempunyai hubungan yang normal dan intim dengan
darah, dan ini mengganggu kemampuan sel-sel hati untuk menambah atau mengeluarkan
unsur-unsur dari darah. Sebagai tambahan, luka parut dalam hati yang bersirosis
menghalangi aliran darah melalui hati dan ke sel-sel hati. Sebagai suatu akibat dari
rintangan pada aliran darah melalui hati, darah tersendat pada vena portal, dan tekanan
dalam vena portal meningkat, suatu kondisi yang disebut hipertensi portal. Karena
rintangan pada aliran dan tekanan-tekanan tinggi dalam vena portal, darah dalam vena
portal mencari vena-vena lain untuk mengalir kembali ke jantung, vena-vena dengan
tekanan-tekanan yang lebih rendah yang membypass hati. Hati tidak mampu untuk
menambah atau mengeluarkan unbsur-unsur dari darah yang membypassnya. Merupakan
kombinasi dari jumlah-jumlah sel-sel hati yang dikurangi, kehilangan kontak normal antara
darah yang melewati hati dan sel-sel hati, dan darah yang membypass hati yang menjurus
pada banyaknya manifestasi-manifestasi dari sirosis.
Hipertensi portal merupakan gabungan antara penurunan aliran darah porta dan
peningkatan resistensi vena portal. Hipertensi portal dapat terjadi jika tekanan dalam sistem
vena porta meningkat di atas 10-12 mmHg. Nilai normal tergantung dari cara pengukuran,
terapi umumnya sekitar 7 mmHg. Peningkatan tekanan vena porta biasanya disebabkan
oleh adanya hambatan aliran vena porta atau peningkatan aliran darah ke dalam vena
splanikus. Obstruksi aliran darah dalam sistem portal dapat terjadi oleh karena obstruksi
vena porta atau cabang-cabang selanjutnya (ekstra hepatik), peningkatan tahanan vaskuler

dalam hati yang terjadi dengan atau tanpa pengkerutan (intra hepatik) yang dapat terjadi
presinusoid, parasinusoid atau postsinusoid dan obstruksi aliran keluar vena hepatik (supra
hepatik).
Hipertensi portal adalah sindroma klinik umum yang berhubungan dengan penyakit
hati kronik dan dijumpai peningkatan tekanan portal yang patologis. Tekanan portal normal
berkisar antara 5-10 mmHg. Hipertensi portal timbul bila terdapat kenaikan tekanan dalam
sistem portal yang sifatnya menetap di atas harga normal. Hipertensi portal dapat terjadi
ekstra hepatik, intra hepatik, dan supra hepatik.

Obstruksi vena porta ekstra hepatik

merupakan penyebab 50-70% hipertensi portal pada anak, tetapi dua per tiga kasus tidak
spesifik penyebabnya tidak diketahui, sedangkan obstruksi vena porta intra hepatik dan supra
hepatik lebih banyak menyerang anak-anak yang berumur kurang dari 5 tahun yang tidak
mempunyai riwayat penyakit hati sebelumnya.
Penyebab lain sirosis adalah hubungan yang terganggu antara sel-sel hati dan
saluran-saluran melalui mana empedu mengalir. Pada sirosis, canaliculi adalah abnormal
dan hubungan antara sel-sel hati canaliculi hancur/rusak, tepat seperti hubungan antara selsel hati dan darah dalam sinusoid-sinusoid. Sebagai akibatnya, hati tidak mampu
menghilangkan unsur-unsur beracun secara normal, dan mereka dapat berakumulasi dalam
tubuh. Dalam suatu tingkat yang kecil, pencernaan dalam usus juga berkurang.
i. Diagnosis
A. Gambaran Klinik
Stadium awal sirosis hepatis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada
waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain.
Gejala awal sirosis hepatis meliputi : (6)

perasaan mudah lelah dan lemah


selera makan berkurang
perasaaan perut kembung
Mual
berat badan menurun
pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, dan
hilangnya dorongan seksualitas.

Stadium lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul
komplikasi kegagalan hepar dan hipertensi portal, meliputi:

hilangnya rambut badan

(6)

gangguan tidur

demam tidak begitu tinggi

adanya gangguan pembekuan darah, pendarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid,
ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah atau melena, serta
perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai
koma.

B. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang bisa didapatkan dari penderita sirosis hepatis antara lain : (5)
a. SGOT (serum glutamil oksalo asetat) atau AST (aspartat aminotransferase) dan SGPT
(serum glutamil piruvat transferase) atau ALT (alanin aminotransferase) meningkat
tapi tidak begitu tinggi. AST lebih meningkat disbanding ALT. Namun, bila enzim ini
normal, tidak mengeyampingkan adanya sirosis
b. Alkali fosfatase (ALP), meningkat kurang dari 2-3 kali batas normal atas. Konsentrasi
yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan sirosis bilier
primer.
c. Gamma Glutamil Transpeptidase (GGT), meningkat sama dengan ALP. Namun, pada
penyakit hati alkoholik kronik, konsentrasinya meninggi karena alcohol dapat
menginduksi mikrosomal hepatic dan menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit.
d. Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis kompensata dan meningkat pada
sirosis yang lebih lanjut (dekompensata)
e. globulin, konsentrasinya meningkat akibat sekunder dari pintasan, antigen bakteri dari
sistem

porta

masuk

ke

jaringan

limfoid

yang

selanjutnya

menginduksi

immunoglobulin.
f. Waktu protrombin memanjang karena disfungsi sintesis factor koagulan akibat sirosis
g. Na-serum menurun, terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan
ketidakmampuan ekskresi air bebas.
h. Pansitopenia dapat terjadi akibat splenomegali kongestif berkaitan dengan hipertensi
porta sehingga terjadi hipersplenisme.
Selain itu, pemeriksaan radiologis yang bisa dilakukan, yaitu :
a. Barium meal, untuk melihat varises sebagai konfirmasi adanya hipertensi porta
b. USG abdomen untuk menilai ukuran hati, sudut, permukaan, serta untuk melihat
adanya asites, splenomegali, thrombosis vena porta, pelebaran vena porta, dan sebagai
skrinning untuk adanya karsinoma hati pada pasien sirosis.

Dari diagnosis sirosis hepatis, kita dapat menilai derajat beratnya sirosis dengan
menggunakan klasifikasi child-pugh.
Klasifikasi Child-Pugh

Scoring Ensefalopati Hepatik

Grade 0

:Ensefalopati hepatic ringan (sebelumnya dikenalisebagai ensefalopati

subklinik).Tidak ada perubahan pada perilaku dan kehidupan harian. Gangguan


minimal pada fungsi memori, konsentrasi, pola berpikir, dan koordinasi.Asterixis

tidak ada.
Grade 1

:Kesadaran

menurun

mulai

kelihatan,

konsentrasi

terganggu.Hypersomnia, insomnia, dan gangguan pola tidur. Euphoria, depressi, dan

mudah marah.Tidak dapat melakukan kalkulasi mudah Asterixis dapat di deteksi.


Grade 2
:Lethargy atau apathy. Disorientasi. Perilaku aneh. Slurred speech.
Asterixis

yang

jelas.

Perubahan

perilaku

yang

jelas,

dan

tidak

terlalu

mampu melakukan perintah sederhana .


Grade 3
:Somnolen, tidak mampu sama sekali melakukan perintah sederhana,
disorientasi waktu dan tempat, amnesia, cepat marah, disorientasi bahasa.
Grade 4
:Comatous dengan atau tanpa rangsang nyeri

j. Tatalaksana
Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan untuk
mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan

hati, pencegahan, dan penanganan. Membatasi kerja fisik, tidak minum alcohol, dan
menghindari obat-obat dan bahan-bahan hepatotoksik merupakan suatu keharusan. Bilamana
tidak ada koma hepatic diberikan diet yang mengandung protein 1g/KgBB dan kalori
sebanyak 2000-3000 kkal/hari.
1) Penatalaksanaan Sirosis Kompensata
Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untk mengurangi
progresi kerusakan hati. Bertujuan untuk mengurangi progresi kerusakan hati, terapi pasien
ditunjukan untuk menghilangkan eiologinya, diantaranya :

Menghentikan penggunaan alcohol dan bahan atau obat yang hepatotoksik

Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal yang dapat menghambat


kolagenik

Pada hepatitis autoimun, bisa diberikan steroid atau imunosupresif

Pada hemokromatosis, dilakukan flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi besi


menjadi normal dan diulang sesuai kebutuhan.

Pada peytakit hati nonalkoholik, menurunkan BB akan mencegah terjadinya sirosis

Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin merupakan terapi utama. Lamivudin
diberikan 100mg secara oral setiap hari selama satu tahun. Interferon alfa diberikan
secara suntikan subkutan 3MIU, 3x1 minggu selama 4-6 bulan.

Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi


standar. Interferon diberikan secara subkutan dengann dosis 5 MIU, 3x1 minggu, dan
dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulan

2) Penatalaksanaan Sirosis Dekompensata


Asites
- Tirah baring
- Diawali dengan diet rendah garam : untuk asite ringan dicoba dulu dengan
istirahat dan diet rendah garam dan penderita dapat berobat jalan, bila gagal
penderita harus dirawat. Diet rendah garam yaitu sebanyak 5,2 gram atau 90
-

mmol/hari
Kombinasi dengan obat-obatan diuretic : 100-200 mg/hari. Pemberian diuretic
hanya bagi penderita yang telah menjalani diet rendah garam dan pembatasan
cairan, namun respon diuretic bisa dimonitor dengan penurunan BB 0,5 kg/hari
(tanpa edem kaki) atau 1,0 kg/hari (dengan edema kaki). Mengingat salah satu
komplikasi akibat pemberian diuretic adalah hipokalemi dan hal ini dapat

mencetuskan encephalopathy hepatic, maka pilihan utama diuretic adalah


spironolakton, dimulai dosis rendah serta dapat dinaikan dosisnya tiap 3-4 hari.
Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat, dapat dikombinasi dengan

furosemide 20-40 mg/hari (dosis max.160 mg/hari)


Parasintesis dilakukan bila asites sangat besar (4-6 liter), diikuti dengan

pemberian albumin.
Peritonitis Bakterial Spontan
- Diberikan antibiotik glongan cephalosporin generasi III seperti cefotaksim secara
parenteral selama lima hari

atau quinolon secara oral. Mengingat akan

rekurennya tinggi maka untuk profilaksis dapat diberikan norfloxacin (400

mg/hari) selama 2-3 minggu.


Varises Esofagus
Kasus ini merupakan kasus emergensi sehingga penentuan etiologi sering
dinomor duakan, namun yang paling penting adalah penanganannya lebih dulu.
Prrinsip
penanganan yang utama adalah tindakan Resusitasi sampai keadaan pasien stabil,
dalam keadaan ini maka dilakukan :
- Pasien diistirahatkan dan dipuasakan
- Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfuse
- Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali kegunaannya
yaitu : untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es, pemberian obat-obatan,
evaluasi darah sebelum dan sesudah berdarah diberikan obat penyekat beta
-

(propranolol), Octriotide dan Somatostatin (saat perdarahan akut)


Disamping itu diperlukan tindakan-tindakan lain dalam rangka menghentikan
perdarahan misalnya Pemasangan Ballon Tamponade dan Tindakan Skleroterapi/

Ligasi atau Oesophageal Transection


Hepatorenal Sindrome
- Sampai saat ini belum ada pengobatan yang efektif untuk SHR
- Sindroma ini dicegah dengan menghindari pemberian Diuretik yang berlebihan,
pengenalan secara dini setiap penyakit seperti gangguan elekterolit, perdarahan
dan infeksi. Penanganan secara konservatif dapat dilakukan berupa : Restriksi
-

cairan,garam, potassium dan protein.


Serta menghentikan obat-obatan yang Nefrotoxic. Manitol tidak bermanfaat
bahkan dapat menyebabkan Asifosis intra seluler. Diuretik dengan dosis yang
tinggi juga tidak bermanfaat, dapat mencetuskan perdarahan dan shock. TIPS
hasil jelek pada Childs C, dan dapat dipertimbangkan pada pasien yang akan
dilakukan transplantasi. Pilihan terbaik adalah transplantasi hati yang diikuti

dengan

perbaikan

dan

fungsi

ginjal.
Ensefalopati Hepatik

Prinsip penggunaan ada 3 sasaran :


1. mengenali dan mengobati factor pencetus
2. intervensi untuk menurunkan produksi dan absorpsi amoniak serta toxin-toxin
yang berasal dari usus dengan jalan :
- Diet rendah protein 0,5 gram.kgBB/hari, terutama diberikan yang kaya asam
-

amino rantai cabang


Pemberian antibiotik (neomisin) untuk mengurangi bakteri usus penghasil

amonia
- Pemberian lactulose/ lactikol untuk mengeluarkan amonia
3. Obat-obat yang memodifikasi Balance Neutronsmiter
- Secara langsung (Bromocriptin,Flumazemil)
- Tak langsung (Pemberian AARS)
Diet rendah protein Sindrom Hepatorenal
k. Komplikasi
1. Edema dan ascites
Ketika sirosis hati menjadi parah, tanda-tanda dikirim ke ginjal-ginjal untuk
menahan garam dan air didalam tubuh. Kelebihan garam dan air pertama-tama
berakumulasi dalam jaringan dibawah kulit pergelangan-pergelangan kaki dan kakikaki karena efek gaya berat ketika berdiri atau duduk. Akumulasi cairan ini disebut
edema atau pitting edema. (Pitting edema merujuk pada fakta bahwa menekan sebuah
ujung jari dengan kuat pada suatu pergelangan atau kaki dengan edema menyebabkan
suatu lekukan pada kulit yang berlangsung untuk beberapa waktu setelah pelepasan dari
tekanan. Ketika sirosis memburuk dan lebih banyak garam dan air yang tertahan, cairan
juga mungkin berakumulasi dalam rongga perut antara dinding perut dan organ-organ
perut. Akumulasi cairan ini (disebut ascites) menyebabkan pembengkakkan perut,
ketidaknyamanan perut, dan berat badan yang meningkat.
2.Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP)
Cairan dalam rongga perut (ascites) adalah tempat yang sempurna untuk bakteribakteri berkembang. Secara normal, rongga perut mengandung suatu jumlah yang
sangat kecil cairan yang mampu melawan infeksi dengan baik, dan bakteri-bakteri yang
masuk ke perut (biasanya dari usus) dibunuh atau menemukan jalan mereka kedalam
vena portal dan ke hati dimana mereka dibunuh. Pada sirosis, cairan yang mengumpul
didalam perut tidak mampu untuk melawan infeksi secara normal. Sebagai tambahan,
lebih banyak bakteri-bakteri menemukan jalan mereka dari usus kedalam ascites. Oleh

karenanya, infeksi didalam perut dan ascites, dirujuk sebagai spontaneous bacterial
peritonitis atau SBP, kemungkinan terjadi. SBP adalah suatu komplikasi yang
mengancam nyawa. Beberapa pasien-pasien dengan SBP tdak mempunyai gejalagejala, dimana yang lainnya mempunyai demam, kedinginan, sakit perut dan
kelembutan perut, diare, dan memburuknya ascites.
3. Perdarahan dari Varises-Varises Kerongkongan (Oesophageal Varices)
Pada sirosis hati, jaringan parut menghalangi aliran darah yang kembali ke jantung
dari usus-usus dan meningkatkan tekanan dalam vena portal (hipertensi portal). Ketika
tekanan dalam vena portal menjadi cukup tinggi, ia menyebabkan darah mengalir di
sekitar hati melalui vena-vena dengan tekanan yang lebih rendah untuk mencapai
jantung. Vena-vena yang paling umum yang dilalui darah untuk membypass hati adalah
vena-vena yang melapisi bagian bawah dari kerongkongan (esophagus) dan bagian atas
dari lambung.
Sebagai suatu akibat dari aliran darah yang meningkat dan peningkatan tekanan
yang diakibatkannya, vena-vena pada kerongkongan yang lebih bawah dan lambung
bagian atas mengembang dan mereka dirujuk sebagai esophageal dan gastric varices;
lebih tinggi tekanan portal, lebih besar varices-varices dan lebih mungkin seorang
pasien mendapat perdarahan dari varices-varices kedalam kerongkongan (esophagus)
atau lambung.
Perdarahan juga mungkin terjadi dari varices-varices yang terbentuk dimana saja
didalam usus-usus, contohnya, usus besar (kolon), namun ini adalah jarang.
Untuk sebab-sebab yang belum diketahui, pasien-pasien yang diopname karena
perdarahan yang secara aktif dari varices-varices kerongkongan mempunyai suatu risiko yang
tinggi mengembangkan spontaneous bacterial peritonitis.
4. Hepatic encephalopathy
Beberapa protein-protein dalam makanan yang terlepas dari pencernaan dan
penyerapan digunakan oleh bakteri-bakteri yang secara normal hadir dalam usus. Ketika
menggunakan protein untuk tujuan-tujuan mereka sendiri, bakteri-bakteri membuat unsurunsur yang mereka lepaskan kedalam usus. Unsur-unsur ini kemudian dapat diserap kedalam
tubuh. Beberapa dari unsur-unsur ini, contohnya, ammonia, dapat mempunyai efek-efek
beracun pada otak. Biasanya, unsur-unsur beracun ini diangkut dari usus didalam vena portal
ke hati dimana mereka dikeluarkan dari darah dan di-detoksifikasi (dihilangkan racunnya).
Ketika unsur-unsur beracun berakumulasi secara cukup dalam darah, fungsi dari
otak terganggu, suatu kondisi yang disebut hepatic encephalopathy. Tidur waktu siang
hari daripada pada malam hari (kebalikkan dari pola tidur yang normal) adalah diantara

gejala-gejala paling dini dari hepatic encephalopathy. Gejala-gejala lain termasuk sifat
lekas

marah,

ketidakmampuan

untuk

konsentrasi

atau

melakukan

perhitungan-

perhitungan, kehilangan memori, kebingungan, atau tingkat-tingkat kesadaran yang


tertekan. Akhirnya, hepatic encephalopathy yang parah/berat menyebabkan koma dan
kematian.
5. Hepatorenal syndrome
Pasien-pasien dengan sirosis yang memburuk dapat mengembangkan hepatorenal
syndrome. Sindrom ini adalah suatu komplikasi yang serius dimana fungsi dari ginjalginjal berkurang. Itu adalah suatu persoalan fungsi dalam ginjal-ginjal, yaitu, tidak ada
kerusakn fisik pada ginjal-ginjal. Sebagai gantinya, fungsi yang berkurang disebabkan
oleh

perubahan-perubahan

dalam

cara

darah

mengalir

melalui

ginjal-ginjalnya.

Hepatorenal syndrome didefinisikan sebagai kegagalan yang progresif dari ginjal-ginjal


untuk membersihkan unsur-unsur dari darah dan menghasilkan jumlah-jumlah urin
yang memadai walaupun beberapa fungsi-fungsi penting lain dari ginjal-ginjal, seperti
penahanan garam, dipelihara/dipertahankan.
l. Prognosis
Prognosis sirosis hepatis sangat bervariasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor, meliputi
etiologi, beratnya kerusakan hepar, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai sirosis.
Klasifikasi Child-Turcotte juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjalani
operasi, variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya asites, ensefalopati,
dan status nutrisi. Klasifikasi Child-Turcotte berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka
kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien dengan Child A,B, dan C berturut-turut
100%,80%, dan 45%. Sirosis hepatis menjadi buruk apabila: Ikterus yang menetap atau
bilirubin darah > 1,5 mg%, Asites refrakter atau memerlukan diuretik dosis besar, Kadar
albumin rendah (< 2,5 gr%), Kesadaran menurun tanpa faktor pencetus, Hati mengecil,
Perdarahan

akibat

varises

esophagus,

Komplikasi

neurologis,

Kadar

protrombin

rendah,Kadar natriumn darah rendah (< 120 meq/i), tekanan systole < 100 mmHg.(5)

Anda mungkin juga menyukai