Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELLITUS

A. DEFINISI
Diabetes Mellitus merupakan suatu kelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hyperglikemia. Glukosa
secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk
di hati dari makanan yang dikonsumsi (Smeltzer dan Bare, 2002).
Pereira, Berg-Cross, Almeida, dan Machado (2008) menyatakan, diabetes
bukanlah satu-satunya penyakit yang termasuk kedalam penyakit gangguan
pada sistem metabolik yang secara umum penyakit ini disebabkan oleh
ketidakmampuan atau ketidakcukupan pankreas dalam menghasilkan insulin.
Diabetes melitus adalah penyakit kronis yang memerlukan perawatan medis dan
penyuluhan untuk self management yang berkesinambungan untuk mencegah
komplikasi akut maupun kronis. Diabetes mellitus, yakni suatu penyakit
heterogen dan merupakan penyakit tersering yang berkaitan dengan gangguan
sekresi hormone pankreas endokrin (Mc Phee dan Ganong, 2011).
Secara klinik Diabetes Mellitus adalah sindroma yang merupakan gabungan
kumpulan gejala-gejala klinik yangmeliputi aspek metabolik dan vaskuler yaitu
hiperglikemi puasa dan post pandrial, aterosklerotik dan penyakit vaskuler
mikroangiopati, serta hampir semua organ tubuh akan terkena dampaknya.
Insulin yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas sangat penting untuk menjaga
keseimbangan kadar glukosa darah yaitu untuk orang normal (non diabetes)
waktu puasa antara 60-120 mg/dL dan dua jam sesudah makan dibawah 140
mg/dL. Bila terjadi gangguan pada kerja insulin, keseimbangan tersebut akan
terganggu sehingga kadar glukosa darah cenderung naik. Gejala bagi penderita
Diabetes Mellitus adalah dengan keluhan banyak minum (polidipsi), banyak
makan (poliphagia), banyak buang air kecil (poliuri), badan lemas serta
penurunan berat badan yang tidak jelas penyebabnya, kadar gula darah pada
waktu puasa 126 mg/Dl dan kadar gula darah sewaktu 200 mg/dL (Badawi,
2009).
B. KLASIFIKASI
Beberapa klasifikasi diabetes melitus telah diperkenalkan, berdasarkan
metode presentasi klinis, umur awitan, dan riwayat penyakit. Klasifikasi yang
dikeluarkan oleh ADA (American Diabetes Association) didasarkan atas

pengetahuan mutakhir mengenai pathogenesis sindrom diabetes dan gangguan


tolerasi glukosa. Klasifikasi ini telah disahkan oleh World Health Organization
(WHO) dan telah dipakai di seluruh dunia. Empat klasifikasi klinis gangguan
toleransi glukosa:
1. Diabetes melitus tipe 1
Diabetes ini merupakan diabetes yang jarang atau sedikit populasinya,
diperkirakan kurang dari 5-10% dari keseluruhan populasi penderita
diabetes. Diabetes tipe ini disebabkan kerusakan sel-sel pulau Langerhans
yang disebabkan oleh reaksi otoimun.
Pada pulau Langerhans kelenjar pankreas terdapat beberapa tipe sel,
yaitu sel , sel dan sel . Sel-sel memproduksi insulin, sel-sel
memproduksi
somastatin.

glukagon,
Namun

sedangkan sel-sel memproduksi

demikian

serangan

autoimun

secara

hormon
selektif

menghancurkan sel-sel .
Destruksi otoimun dari sel-sel pulau Langerhans kelenjar pankreas
langsung mengakibatkan defesiensi sekresi insulin. Defesiensi insulin inilah
yang menyebabkan gangguan metabolisme yang menyertai DM Tipe 1.
Selain defesiensi insulin, fungsi sel-sel kelenjar pankreas pada penderita
DM tipe 1 juga menjadi tidak normal. Pada penderita DM tipe 1 ditemukan
sekresi glukagon yang berlebihan oleh sel-sel pulau Langerhans. Secara
normal, hiperglikemia akan menurunkan sekresi glukagon, tapi hal ini tidak
terjadi pada penderita DM tipe 1, sekresi glukagon akan tetap tinggi
walaupun dalam keadaan hiperglikemia, hal ini memperparah kondisi
hiperglikemia. Salah satu manifestasi dari keadaan ini adalah cepatnya
penderita DM tipe 1 mengalami ketoasidosis diabetik apabila tidak
mendapatkan terapi insulin.
2. Diabetes melitus tipe 2
Diabetes Mellitus tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih
banyak penderitanya dibandingkan dengan DM tipe 1, terutama terjadi pada
orang dewasa tetapi kadang-kadang juga terjadi pada remaja. Penyebab
dari DM tipe 2 karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu
merespon insulin secara normal, keadaan ini disebut resietensi insulin.
Disamping resistensi insulin, pada penderita DM tipe 2 dapat juga timbul
gangguan gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang
berlebihan. Namun demikian, tidak terjadi pengrusakan sel-sel langerhans

secara autoimun sebagaimana terjadi pada DM tipe 1. Dengan demikian


defisiensi fungsi insulin pada penderita DM tipe 2 hanya bersifat relatif, tidak
absolut.
Obesitas yang pada umumnya menyebabkan gangguan pada kerja
insulin, merupakan faktor risiko yang biasa terjadi pada diabetes tipe ini, dan
sebagian besar pasien dengan diabetes tipe 2 bertubuh gemuk. Selain
terjadi penurunan kepekaan jaringan pada insulin, yang telah terbukti terjadi
pada sebagian besar dengan pasien diabetes tipe 2 terlepas pada berat
badan, terjadi pula suatu defisiensi jaringan terhadap insulin maupun
kerusakan respon sel terhadap glukosa dapat lebih diperparah dengan
meningkatya hiperglikemia, dan kedua kerusakan tersebut dapat diperbaiki
melalui manuve-manuver teurapetik yang mengurangi hiperglikemia tersebut
(Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).
3. Diabetes gestasional (GDM)
Meruapakan intoleransi glukosa yang terjadi selama kehamilan. Dalam
kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat yang
menunjang pemanasan makanan bagi janin serta persiapan menyusui.
Menjelang aterm, kebutuhan insulin meningkat sehingga mencapai 3 kali
lipat dari keadaan normal. Bila seorang ibu tidak mampu meningkatkan
produki

insulin

sehuingga

relatif

hipoinsulin

makan

mengakibatkab

hiperglikemi. Resisten insulin juga diseabkan oleh adanya hormon estrogen,


progesteron, prolaktin, dan plasenta laktoge. Hormon tersebut memengaruhi
reseptor insulin pada sel sehingga mengurangi aktivitas insulin.
4. Diabetes tipe khusus lain
Kelainan genetik dalam sel beta seperti yang dikenali pada MODY,
kelainan genetik pada kerja insulin yang menyebabkan sindrom resistensi
insulin berat dan akantosis negrikans, penyakit pada eksokrin pankreas
menyebabkan pankreatitis kronis, penyakit endokrin seperti syndrome
Chusing dan akromegali, obat-obatan bersifat toksik terhadap sel-sel beta,
dan infeksi (Price dan Wilson, 2006).
C. ETIOLOGI
Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) atau Diabetes Melitus
Tergantung Insulin (DMTI) disebabkan oleh destruksi sel pulau Langerhans
akibat proses autoimun. Sedangkan Non Insulin Dependen Diabetes Mellitus
(NIDDM) atau Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTT) disebabakan
kegagalan relatif sel dan resisten insulin. Resistensi insulin adalah turunannya

kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer


dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel tidak mampu
mengimbangi resisten insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relative
insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada
rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan
perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel pankreas mengalami desentisasi
terhadap glukosa (Mansjoer; Kuspuji; Rakhmi; Wahyu; Wiwiek, 2008).
D. FAKTOR RISIKO
Menurut Elsa (2010) faktor-faktor risiko tertensu yang berhubungan dengan
proses terjadinya diabetes mellitus tipe II dibagi menjadi dua faktor, yaitu:
1. Faktor risiko yang tidak dapat diubah
a. Riwayat keluarga diabetes
Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab diabetes mellitus dari
orang tua. Biasanya seseorang yang menderita diabetes mellitus
mempunya anggota keluarga yang juga terkens penyakit tersebut.
b. Ras atau latar belakang etnis
Risiko diabetes mellitus tie II lbih besar pada hispanik, kulit hitam,
penduduk asli Amerika, dan Asia
c. Riwayat diabetes pada kehamilan
Mendapatkan diabetes selama kehamilan atau melahirkan bayi lebih
dari 4,5 kg dapat meningkatkan risiko diabetes mellitus tipe II
2. Faktor risiko yang dapat diubah
a. Usia
Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun
b. Pola makan
Makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kaori yang
dibutuhkan olah tubuh dapat memicu timbulnya diabetes mellitus tipe II,
hal ini pankreas mempunyai kapasitas disebabkan julmlah/kadar insulin
oleh sel maksimum untuk disekresikan. Oleh karena itu, mengonsumsi
makanan secara berlebihan dan tidak diimbangi oleh sekresi insulin
dalam jumlah memadai dapat menyebabkan kadar gula darah meningkat
dan menyebabkan diabetes mellitus.
c. Gaya hidup
Makanan cepat saji dan olahraga tidak teratur merupakan salah satu
gaya hidup di jaman sekarang yang dapat memicu terjadinya diabetes
mellitus tipe II

d. Obesitas
Seseorang diakatakan obesitas apabila indeks massa tubuh (BMI)
lebih besar dari 25. HDL (kadar kolesterol baik) di bawah 35 mg/dl
dan/atau tingkat gliserida lebih dari 250 mg/dl dapat meningkatkan risiko
diabetes mellitus tipe II
e. Hipertensi
Tekanan darah >140/90 mmHg dapat menimbulkan risiko diabetes
mellitus tipe II
f. Bahan-bahan kimia dan obat-obatan
g. Penyakit dan infeksi pada pankreas
h. Dislipidemia
Adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah
(trigliserida >250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma
indulin dengan rendahnya HDL (<35mg/dl) sering didapat pada pasien
diabetes.
E. PATOFISIOLOGI
Pada diabetes mellitus tipe 2 jumlah insulin normal malah munkin lebih
banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang
kurang. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk
ke dalam sel. Pada keadaan tadi jumlah lubang kuncinya yang kurang, hinga
meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya
(reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk sel akan sedikit, sehingga sel akan
kekurangan bahan bakar (glukosa) dan glukosa didalam pembuluh darah
meningkat. Dengan demikian keadaan ini

sama dengan pada DM tipe 1.

Perbedaannya adalah DM tipe 2 disamping kadar glukosa tinggi juga kadar


insulin tinggi atau nomal. Keadaan ini disebut resistensi insulin (Suyono, 2005)
Sebagian besar patologi diabetes mellitus dapat dihubungkan dengan efek
utama kekurangan insulin yaitu:
1. Pengurangan

penggunaan

glukosa

oleh

sel-sel

tubuh

yang

mengakibatkan peningkatan konsentrasi glukosa darah sampai setinggi


300 sampai 1200 mg per 100 ml
2. Peningkatan mobilisasi lemak dan daerah penyimpanan lemak sehingga
menyebabkan kelainan metabolism lemak maupun pengendapan lipid
pada dinding vaskuler
3. Pengurangan protein dalam jaringan tubuh
Keadaan patologi tersebut akan berdampak:

1. Hiperglikemia
Hiperglikemia didefinisikan sebagai kadar glukosa darah yang tinggi
daripada rentang kadar puasa normal 80-90 mg/ 100 ml darah, atau rentang
non puasa sekitar 140-160 mg/ 100 ml darah (Corwin, 2001)
Dalam keadaan insulin normal asupan glukosa atau produksi glukosa
dalam tubuh akan difasilitasi (oleh insulin) untuk masuk ke dalam sel tubuh.
Glukosa itu kemudian diolah untuk menjadi bahan energy. Apabila bahan
energy yang dibutuhkan masih ada sisa akan disimpan sebagai glikogen
dalam sel-sel hati dan sel-sel otot (sebagai massa sel otot). Proses
glikogenesis (pembentukan glikogen dari unsure glukosa ini dapat
mencegah hiperglikemia). Pada penderita diabetes melitu proses ini tidak
dapat berlangsung dengan baik sehingga glukosa banyak menumpuk di
darah (hiperglikemia) (Long, 1996)
Secara rinci proses terjadinya hiperglikemia karena difisit insulin
tergambar pada perubahan metabolic sebagai berikut:
a. Transport glukosa yang melintasi membrane sel-sel berkurang
b. Glikogenesis (pembentukan gllikogen dari glukosa) berkurang dan
tetap terdapat kelebihan glukosa dalam darah
c. glikolisis (pemecahan glukosa) meningkat, sehingga cadangan
glikogen berkurang, dan glukosa hati dicurahkan dalam darah
secara terus menerus melebih kebutuhan
d. glukoneogenesis (pembentukan glukosa dari unsure non karohidrat)
meningkat dan lebih banyak lagi glukosa hati yang tercurah ke
dalam darah hasil pemecahan asam amino dan lemak (Long, 1996)
Hiperglikemia
mikroorganisme

akan
dengan

mengakibatkan
cepat

seperti

pertumbuhan

bakteri

dan

jamur.

berbagai
Karena

mikroorganisme tersebut sangat cocok dengan daerah yang kaya glukosa.


Setiap kali timbul peradangan makan akan terjadi mekanisme peningkatan
darah

pada

jaringan

yang

cedera.

Kondisi

itulah

yang

membuat

mikroorganisme pendapat peningkatan pasokan nutrisi. Kondisi ini akan


mengakibatkan penderita diabetes mellitus mudah mengalami infeksi leh
bakteri dan jamur (Sujono, 2008)
2. Hiperosmolaritas
Hiperosmolaritas adalah adanya kelebihan tekanan osmotic pada
plasma sel karena adanya peningkatan konsentrasi zat. Sedangkan
tekanaan osmosis merupakan tekanan yang dihasilkan karena adanya

peningkatan konsentrasi larutan pada zat cair. Pada penderita diabetes


mellitus terjadiinya hiperosmolaritas karena peningkatan glukosa dalam
darah (yang notabene komposisi terbanyak adalah zat cair). Peningkatan
glukosa dalam darah akan berakibat terjadinya kelebihan ambang pada
ginjal untuk memfiltrasi rearborbsi glukosa (meningkat kurang lebih 225 mg/
menit). Kelebihan ini kemudian menimbulkan efek pembuangan glukosa
melalui urine (glikosuria). Ekskresi molekul glukosa yang aktif secara
osmosis menyebabkan kel=hilangan sejumlah besar air (diuresis osmotik)
dan berakibat peningkatan volume air(poliuria) akibat volume urine yang
sangat besar dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel.
Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan
berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradient konsentarsi ke plasma yan
hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran AD
dan menimbulak rasa haus (Corwin, 2001) glukosaria dapat mencapai 510% dan osmolaritas serum lebih dan 370-380 mosmols/ dl dalam keadaan
tidak terdapatnya keton darh. Kondisi ini dapat berakibat koma hiperglikemik
ihperosmolar nonketotik (KHNN) (Sujono, 2008)
3. Starvasi Selluler
Starvasi selluler merupaan kondisi kelaparan yang dialami leh sel
karena glukosa sulit untuk masuk padaha di sekulilik sel banyak sekali
glukosa. Ada banyak bahan makanan tapi tidak bias dibawa untuk diolah.
Sulitnya glukosa masuk karena tidak ada yang memfasilitasi untuk masuk
yaitu insulin.
Dampak dari starvasi selluler akan terjadi proses kompensasi selluler
untu tetap mempertahankan fungsi sel. Proses itu antara lain:
- Defisiensi insulin gagal untuk melakukan asupan glukosa bagi
jaringan-jaringan peripheral yang tergantung insulin (otot rangka dan
jaringan

lemak).

Jika

tidak

terdapat

glukosa,

sel-sel

otot

memetabolisme cadangan glikogen yang merekan miliki untuk


dibongkar menjadi glukosa dan energy mungkin juga akan
menggunakan asam lemak bebas (keton). Kondisi ini berdampak
-

pada penurunan massa otot, kelemahan otot, dan rasa mudah lelah.
Starvasi seluler juga akan mengakibatkan penigkatan metabolism
protein dan asam amino yang digunakan sebagai substrat yang
diperlukan

untuk

glukoneogenesis

falam

hati.

Hasil

glukoneogenesis akan dijadikan untuk proses aktivasi sel tubuh

dari

Protein dan asam amonino yang melalui proses glukoneogenesis


akan dirubah menjadi Co2 dan H2O serta glukosa. Perubahan ini
berdampak

juga

pada

penurunan

sintesis

protein.

Proses

glukoneogeneisi yang menggunakan asam amino menyebabkan


penipisan simpanan protein tubuh karena unsure nitrogen (sebagai
unsure pemecah protein) tidak digunakan kembali untuk semua
bagian tetapi diubah menjadi urea dalam hepar dan dieksresikan
dalam urine. Ekskresi nitrogen yang banyak akan berakibat pada
keseimbangan negative nitrogen. Depresi protein akan berakibat
tubuh menjadi kurus, penurunan resistensi terhadap infeksi, dan
sulitnya pengembalian jaringan yang rusak (sulit sembuh kalau
-

cidera)
Starvasi sel juga berdampak penigkatan mobilisasi dan metabolism
lemak (lipolisis) asam lemak bebas, trigliserida, dan gliserol yang
akan meningkat bersirkulasi dan menyediakan substrat bagi hati
untuk proses ketogenesis yang digunakan sel untuk melakukan

aktivitas sel.
Ketogenesis mengakibatkan peningkatan kadar asam organic (keton),
sementara keton menggunakan cadangan alkali tubuh untuk buffer pH darah
menurn. Pernafasan kusmaull dirangsang untuk mengkompensiasi keadaan
asidosis metabolic. Diuresis osmotic menjadi bertambah buruk dengan
adanya ketoanemis dan dari katabolisme protein yang meningkatkan asupan
protein ke ginjal sehingga tubuh banyak kehilangan protein.
Adanya starvasvi selluler akan meningkatkan mekanisme penyesuaian
tubuh untuk meningkatkan pemasukan dengan munculnya rasa ingin makan
terus (polfagi). Starvasi selluler juga memunculkan gejala klinis kelemahan
tubuh karena terjadi penurunan produksi energy. Dan kerusakan berbagai
organ reproduksi salah satunya dapat timbul impotensi dan organ tubuh
yang lain seperti persarafan perifer dan mata (muncul sara baal dan mata
kabur). (Sujono, 2008)
Mikrovaskuler
Komplikasi mikrovaskuler terjadi akibat penebalan membrane basal
pembuluh-pembuluh

kecil.

Penyebab

penebalan

tersebut

tampaknya

berkaitan lengasung dengan itngginya kadar glukosa darah. Penebalan


mikrovaskuler tersebut menyebabkan iskemia dan penurunan penyaluran
oksigen dan zat gizi ke jaringan. Selain itu Hb terglikosilasi memiliki afinitas
terhadap oksigen yang lebih tinggi sehinga oksigen terikat lebih erat ke

molekul Hb. Hal ini menyebabkan ketersediaan oksigen untuk jaringan


berkurnag.
Hipoksia kronis juga dapat menyebabkan hipertensi karena jantung
dipaksa meningkatkan curah jantung sebagai usaha untuk menyalurkan
lebib banyak oksigen ke jaringan. Ginjal retina dan system saraf, termasuk
neuron sensorikdan motorik somatic sangat dipengaruhi oleh gangguan
mikrovaskular diabetic.
Sirkulasi mikrovaskular yang buruk juga akan mengganggu reaksi imun
dan inflamasi karena kedua hal ini bergantung pad aperfusi jaringan yang
baik untuk menyalurkan sel-sel imun dan mediator inflamasi (Chang, 2006)
1. Kerusakan ginjal (nefropati)
Diabetes mellitus kronis yang menyebabkan kerusakan ginjal sering
dijumpai dan nefropatic diabetic merupakan salah satu penyebab
terjadinya gagal ginjal. Di ginjal, yang paling parah mengalami
kerusakan adalah kapiler glomerulus akibat hipertensi dan glukosa
plasma yan gtingggi menyebabkan penebalan membrane basal dan
pelebaran glomerulus. Lesi-lesi sklerotik nodular yang disebut nodul
Kimmestiel-Wilson,

terbentuk

di

glomerulus

sehingga

semakin

menghambat aliran darah dan akibatnya merusa nefron (corwin, 2001)

2. Kerusakan system saraf (neuropati)


Penyakit saraf yang disebabkan diabetes mellitus disebut neuropati
diabetic. Neuropati diabetic disebabkakn hipoksia kronis sel-sel saraf
yang kronis serta efek dari hiperglikemia.
Pada jaringan saraf terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa dan
penurunan kadar mionositol yang menimbulkan neuropati selanjutnya
timbul nyeri, parestesia, berkurangnya sensai getas dan propoioseptik,
dan gangguan motorik yang diserai hilangnya reflex-refleks tendon
dalam kelemahan otot-otot adan atrofi. Neuropati dapat menyerang
saraf-saraf perifer, saraf-saraf cranial atau system saraf otonom.
Terserangnya

system

saraf

otonom

disertai

diare

nocturnal,

keterlambatan pengosongan labung, hipotensi, dan impotensi (Corwin,


2001)
3. Gangguan penglihatan (Retinopati)

Retinopati

disebabkan

memburuknya

kondisi

mikro

sirkulasi

sehingga terjadi kebocoran pada pembuluh darah retina. Hal ini bahkan
bias menjadi salah saru penyebab kebutaan. Retinopati sebenarnya
merupakan kerusakan yang unik pada diabetes karena selai karena
gangguan mrikrovaskular, penyakit ini juga disebabkan adanya biokimia
darah sehingga terjadi penumpukan zat-zat tertentu pada jaringan
retina.
Gangguan awal pada retina tidak menimbulkan keluhan-keluhan
sehingga penderita kebanyakan tidak mengetahui telah terkena
retinopati. Hal ini baru terseteksi oleh ahli mata dengan ophtalmoskop.
Jika gangguan ini dibiarkan dan kerusakan menjadi sat progresif serta
menyerang daerah penting (macula) maka penderita dapat kehilangan
penglihatannya. Katarak dan glaucoma mata pada pasien diabetes.
Oleh karenanya, elain mengontrol kadar gula darah, mengontrol mata
pada dokter mata secara rutin juga mutlak dilakukan oleh pasien
diabetes. (mahendra & Tobing, 2008)
Makrovaskular
Komplikasi makrovaskular

terutama

terjadi

akibat

aterosklerosis.

Komplikasi makrovaskular ikut berperan dan menyebabkan gangguan aliran


darah, penyulit komplikasi jangka panjang dan peningkatan mortalitas.
Pada diabetes terjadi kerusakan pada lapisan endotel arteri dan dapat
disebabkan secara lansung oleh tingginya kadar glukosa darah, metabolit
glukosa, atau tingginya kadar asam lemak dalam darah yang sering dijumapi
pada pasien diabetes. Akibat kerusakan tersebut, permeabilitas sel endotel
meningkat sehingga molekul yang mengandung lemak masuk arteri.
Kerusakan sel-sel endotel akan mencetuskan reaksi imun dan inflamasi
sehingga akhirnya terjadi pengendapan trobosit, makrofag, dan jaringan
fibrosis.

Sel-sel

otot

polos

berpoliferasi.

Penebalan

dinding

arteri

menyebabkan hipertensi, yang semakin merusaklapisan endotel arteri kaena


menimbulkan gaya merobek sel-sel endotel.
Efek vasklar dari diabetes kronik adalah penyakit arteri koroner, stroke,
dan penyakit vascular perifer. Pasien diabetic yang menderita infark miokard
memiliki prognosis yang buruk dibandingkan pasien diabetes tanpa infark
miokard. Penyakit arteri koroner merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortilitas pada populasi pengidap diabetes (Chang, 2006)

F. MANIFESTASI KLINIS
1. Gejala Akut Penyakit Diabetes Mellitus
Gejala penyakit DM dari satu penderita ke penderita lain bervariasi
bahkan mungkin tidak menunjukkan gejala apa pun sampai saat tertentu.
a. Pada permulaan gejala yang ditunjukkan meliputi serba banyak
(Poli), yaitu:
- Banyak makan (poliphagia).
- Banyak minum (polidipsia).
- Banyak kencing (poliuria).
b. Bila keadaan tersebut tidak segera diobati, akan timbul gejala:
- Banyak minum.
- Banyak kencing.
- Nafsu makan mulai berkurang/ berat badan turun dengan cepat
-

(turun 5 10 kg dalam waktu 2-4 minggu).


Mudah lelah.
Bila tidak segera diobati, akan timbul rasa mual, bahkan penderita

akan jatuh koma .


2. Gejala Kronik Diabetes Mellitus
Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita Diabetes Mellitus
adalah sebagai berikut:
- Kesemutan.
- Kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum.
- Rasa tebal di kulit.
- Kram.
- Capai.
- Mudah mengantuk.
- Mata kabur, biasanya sering ganti kacamata.
- Gatal di sekitar kemaluan terutama wanita.
- Gigi goyah mudah lepas, kemampuan seksual menurun, impotensi.

Para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin


dalam kandungan, atau dengan berat lahir lebih dari 4 kg (Jhonson,

1998 ).
3. Keluhan Subjektif Diabetes Mellitus
Keluhan subjektif adalah keluhan yang dirasakan oleh pasien sendiri,
adapun keluhannya adalah:
- Poliuria (banyak buang air kecil)
- Polidipsia (banyak minum)
- Polifagia (banyak makan)
- Kesemutan
- Gatal didaerah kemaluan
- Keputihan
- Infeksi susah sembuh
- Bisul hilang timbul
- Penglihatan kabur
- Mudah mengantuk (Perkeni, 2002).
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Glukosa darah puasa (fasting blood glucose) adalah pemeriksaan gula
darah terhadap seseorang yang telah dipuasakan semalaman. Biasanya
orang tersebut disuruh makan malam terakhir pada pukul 22.00; dan
keesokan paginya sebelum ia makan apa-apa, dilakukan pemeriksaan
darah. Nilai normal untuk dewasa adalah 70-110 mg/dL. Seseorang
dinyatakan diabetes melitus apabila kadar glukosa darah puasanya lebih
dari 126 mg/dL. Sedangkan kadar glukosa darah puasa di antara 110
dan 126 mg/dL menunjukkan gangguan pada toleransi glukosa, yang
perlu diwaspadai dapat berkembang menjadi diabetes melitus di masa
mendatang.
2. Glukosa darah sewaktu atau glukosa darah 2 jam postprandial (2
jam setelah makan) adalah pemeriksaan gula darah terhadap seseorang
yang tidak dipuasakan terlebih dahulu. Perbedaannya adalah untuk
skrining atau pemeriksaan penyaring, biasanya diperiksa glukosa darah
sewaktu. Tanpa ditanya apa-apa atau disuruh apa-apa, glukosa darah
langsung diperiksa. Sedangkan untuk keperluan diagnostik, dilakukan
pemeriksaan glukosa darah 2 jam postprandial segera setelah glukosa
darah puasa diperiksa. Beban yang diberikan adalah glukosa 75 gram
yang dilarutkan dalam 200 mL air yang dihabiskan dalam 5 menit.
Selanjutnya subjek diistirahatkan selama 2 jam (tidak boleh beraktivitas
fisik berlebihan). Nilai normal untuk dewasa adalah kurang dari 140
mg/dL. Seseorang dinyatakan diabetes melitus apabila kadar glukosa

darah sewaktunya lebih dari 200 mg/dL. Di antaranya dinyatakan


mengalami gangguan toleransi glukosa.
3. Glycosylated hemoglobin (HbA1c) adalah pemeriksaan penunjang
diabetes melitus yang ditujukan untuk menilai kontrol glikemik seorang
pasien. HbA1c adalah salah satu fraksi hemoglobin (bagian sel darah
merah) yang berikatan dengan glukosa secara enzimatik. HbA1c ini
menunjukkan kadar glukosa dalam 3 bulan terakhir, karena sesuai
dengan umur eritrosit (sel darah merah) yaitu 90-120 hari. Nilai HbA1c
yang baik adalah 4-6%. Nilai 6-8% menunjukkan kontrol glikemik
sedang; dan lebih dari 8%-10% menunjukkan kontrol yang buruk.
Pemeriksaan ini penting untuk menilai kepatuhan seorang pasien
diabetes dalam berobat. Bisa saja seorang pasien yang sudah tahu akan
diperiksa glukosa darahnya melakukan olahraga ekstra keras atau
menjaga makanannya dengan hati-hati agar saat diperiksa glukosa
darah sewaktunya memberi hasil yang normal; namun dengan
pemeriksaan HbA1c, semua itu tidak bisa dibohongi. Kepatuhan pasien
dalam 3 bulan terakhir terlihat dari tinggi rendahnya kadar HbA1c. Selain
itu, HbA1c juga dapat meramalkan perjalanan penyakit, apakah pasien
berpeluang besar mengalami komplikasi atau tidak; berdasarkan kadar
kontrol glikemiknya.
H. PENATALAKSANAAN
1. Terapi non-farmakologis
a. Pengaturan Diet
Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan
diabetes. Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang
seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak. Tujuan pengobatan
diet pada diabetes adalah:
- Mencapai dan kemudian mempertahankan kadar glukosa darah
-

mendekati kadar normal.


Mencapai dan mempertahankan lipid mendekati kadar yang

optimal.
Mencegah komplikasi akut dan kronik.
Meningkatkan kualitas hidup.

Terapi nutrisi direkomendasikan untuk semua pasien diabetes


mellitus, yang terpenting dari semua terapi nutrisi adalah pencapian
hasil metabolis yang optimal dan pencegahan serta perawatan
komplikasi. Untuk pasien DM tipe 1, perhatian utamanya pada regulasi
administrasi insulin dengan diet seimbang untuk mencapai dan

memelihara berat badan yang sehat. Penurunan berat badan telah


dibuktikan dapat mengurangi resistensi insulin dan memperbaiki respon
sel-sel terhadap stimulus glukosa.
b. Olahraga
Berolah secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula
darah tetap normal. Prinsipya, tidak perlu olah raga berat, olah raga
ringan asal dilakukan secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya
bagi kesehatan.
Beberapa contoh olah raga yang disarankan, antara lain jalan atau
lari pagi, bersepeda, berenang, dan lain sebagainya. Olah raga akan
memperbanyak jumlah dan juga meningkatkan penggunaan glukosa
(Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005).
c. Penyuluhan atau pendidikan Kesehatan
Penyuluhan diperlukan karena penyakit diabetes mellitus adalah
yang berhubungan dengan gaya hidup. Pengobatan dengan obat-obatan
penting, tetapi tidak cukup. Pengobatan diabetes mellitus memerlukan
keseimbangan antara beberapa kegiatan yang memerlukan bagian
integral dari kegiatan rutin sehari-hari seperti makan, tidur, bekerja, dan
lain-lain.
Berhasilnya

pengobatan

diabetes

mellitus

tergantung

pada

kerjasama antara petugas kesehatan dengan pasien dan keluarganya.


Pasien yang mempunya pengetahuan yang cukup tentang diabetes
mellitus

kemudian

selanjutnya

mengubah

perilaku,

akan

dapat

mengendalikan kondisi penyakit sehingga ia dapat hidup lebih lama.


2. Terapi farmakologis
a. Obat-obatan oral
1) Golongan sulfonylurea
Obat golongan ini bekerja dengan menstimulasi sel beta
pancreas untuk melepaskan insulin yang tersimpan. Golongan ini
tidak dipakai pada IDDM karena obat ini bekerja menurunkan glukosa
darah.
2) Golongan Biguanid
Saat ini golongan biguanid yang masih dipakai adalah metformin.
Metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap
kerja insulin pada tingkat selular, distal dari reseptor insulin, serta
efeknya menurnkan glkukosa hati.
3) Alfa glukosidase inhibitor

Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim


glukosidase di dalam saluran cerna sehingga dengan demikian dapat
menurunkan kadar glukosa darah
4) Insulin Sensitizing Agent
Golongan obat ini bekerja meningkatkan glukosa disposal pada
sel dan mengurangi produksi glukosa oleh hati.
a. Insulin
Hormone insulin disekresikan oleh sel-sel beta pulau Langerhans.
Hormone

ini

Penyuntikan

bekerja
insulin

untuk

menurunkan

biasanya

dilakukan

kadar
dua

glukosa

kali

darah.

sehri

untuk

mengendalikan kadar glukosa setelah makan.


Kategori Pemberian Insulin
Aktivita

Punca

Duras

Reguler

s
-1

k
23

i
46

Biasanya

(R)

jam

jam

jam

diberikan 20-

Lama Kerja

Agen

Short-acting

Indikasi

30 menit
sebelum
Intermediate

NPH

34

4 12

16 -

makan
Biasanya

-acting

(Netral

jam

jam

12

diberikan

jam

setelah makan

Protamin
Hagedron
Long-acting

)
Lante (L)
Ultrlante

68

12

20

Digunakan

jam

16 jam

30

terutama utuk

jam

mengendalika

(UL)

n kadar
glukosa darah
puasa
I.

KOMPLIKASI
1. Komplikasi Akut
a. Hipoglikemia
Adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunan
glukosa darah. Gejala yang timbul berupa gelisah sampai berat dan
kejang.

Penyebab

timbulnya

hipoglikemia

adalah

obat-obatan

hipoglikemia oral golongan sulfonylurea, khususnya glibenclamid.


Meskipun hipogliemia sering pula terjadi pada pengobatan pada insulin,

tetapi kejadian ini sering timbul karena pasien tidak mempertahankan


atau belum mengetahui pengaruh beberapa perubahan pada tubuhnya.
Penyebab hipoglikemia yaitu kurang makan dari aturan yang
ditentukan,

berat

badan

turun,

sesudah

olahraga.

Tanda

dari

hipoglikemia mulai timbul bila glukosa darah kurang dari 50 mg/dL,


meskipun reaksi hipoglikemia bias didapatkan pada kadar glukosa darah
yang lebih tinggi
b. Hiperglikemia
Adalah adanya masukan kalori yang berlebihan, penghentian obat
oral maupun insulin yang didahului oleh stress akut. Tanda khas
kesadaran menurun disertai dehidrasi berat.
c. Ketoasidosis Diabetic (KAD)
Adanya gangguan metabolic yang mengancam kehidupan yang
secara potensial atau akut dapat terjadi sebagai akibat defisiensi insulin
dalam waktu lama, dikarakteristikan dengan hiperglikemia yang ekstrim
(lebih daro 300 mg/dL). KAD dimanifestasikan sebagai status berlanjut
dari DM, pasien tampak sakit berat dan memerlukan intervensi darurat
untuk mengurangi kadar glukosa darah dan memperbaiki asidosis berat
elektrolit dan ketidakseimbangan cairan. Factor-faktor pencetus KAD
adalah obat-obatan (sterois, diuretic, alcohol), penurunan masukan
cairan, kegagalan masukan insulin sesuai program, stress emosi berat,
kegagalan untuk mentaati modifikasi diet.
2. Komplikasi Kronik
a. Penyakit Makrovaskuler menurut Smeltzer (2002)
Penyakit makrovaskuler adalah karena aterosklerosis, terutama
mempengaruhi pembuluh darah besar dan sedang, karena adanya
kekurangan insulin, lemak diubah menjadi glukosa untuk energy.
Perubahan pada sintesis dan katabolisme lemak mengakibatkan
peningkatan LDL (Low Density Lipoprotein). Oklusi vaskuler dari
aterosklerosis dapat menyebabkan penyakit arteri koroner, penyakit
vascular perifer dan penyakit vascular serebral.
- Penyakit Arteri Koroner
Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh

arteri

koroner

menyebabkan peningkatan insiden infark miokard pada penderita


-

diabetes.
Penyakit serebrovaskular

Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah serebral atau


pembentukan embolus di tempat lain dalam system pembuluh
darah yang kemudian terbawa aliran daarah sehingga terjepit
dalam pembuluh darah serebral dapat menimbulkan serangan
-

iskemia dan stroke.


Penyakit vascular perifer
Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar pada
ekstremitas

bawah

sehingga

menyebabkan

gangrene

dan

amputasi pada pasien diabetes.


b. Penyakit Mikrovaskular
Terutama mempengaruhi pembuluh darah kecil dan disebabkan oleh
penebalan membrane darah kapiler dari peningkatan kadar glukosa
darah secara kronis, ini menyebabkan diabetic retinopati, neuropati, dan
nefropati.
-

Neuropati Diabetic
Disebabkan oleh kerusakan kecepatan konduksi saraf karena
konsentrasi glukosa tinggi dan penyakit mikrovaskular. Neuropati
moto r sensori berperan dalam ulkus dan infeksi kaki dan telapak
kaki. Neuropati autonomic berperan dalam kandung kemih
neurogenik, impotensi, konstpasi yang berubah-ubah dengan
diare,

hipotensi

ortostatik

dan

adanya

keluhan

gangguan

pengeluaran keringat. Keluhan tersering adlah berupa kesemutan,


-

rasa lemah dan baal.


Retinopati Diabetik
Penderita dengan retinopati diabetic akan mengalami gejala
penglihatan kabur yang dapat disebabkan katara, ataupun
gangguan refraksi akibat perubahan-perubahan pada lensa oleh

hiperglikemia.
Nefropati Diabetik
Penderita dengan

nefropati

diabetic

dapat

menunjukkkan

gambaran gagal ginjal menahun seperti lemas, mual, pucat


sampai keluhan sesak nafas akibat penimbuna cairan. Adanya
gagal ginjal yang dibuktikan dengan kenaikan kreatinin atau ureum
serum ditemukan berkisar antara 2-7%
J. PENCEGAHAN
Mengingat jumlah pasien yang semakin meningkat dan besarya biaya
perawatan pasien penderita diabetes melitus yang terutama disebabkan oleh

karena komplikasi, maka upaya yang paling baik adalah pencegahan. Menurut
PERKENI (2011), upaya pencegahan pada penderita diabetes melitus ada tiga
tahap yaitu:
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer adalah suatu upaya yang ditujukan pada orangorang yang termasuk kelompok resiko tinggi, yakni mereka yang belum
menderita diabetes melitus, tetapi berpotensi untuk menderita diabetes
melitus. Pencegahan ini merupakan suatu cara yang sangat sulit karena
menjadi sasarannya adalah orang-orang yang belum sakit artinya mereka
masih sehat sehingga cakupannya menjadi sangat luas.
Tanggung jawab ini bukan hanya pada profesi kesehatan tetapi juga
semua pihak, untuk mempromosikan pola hidup sehat dan menghindari pola
hidup beresiko, serta: kampanye makanan sehat dengan pola tradisional
yang mengandung lemak rendah atau pola makan seimbang, menjaga berat
badan agar tidak gemuk dengan olah raga secara teratur. Cara tersebut
merupakan alternatif terbaik dan harus sudah ditanamkan pada anak-anak
sekolah sejak taman kanak-kanak. Hal ini merupakan salah satu upaya
pencegahan primer yang sangat murah dan efektif.
2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya pencegahan atau menghambat
timbulnya komplikasi dengan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak
awal penyakit. Deteksi dini dilakukan dengan tes penyaringan terutama pada
populasi resiko tinggi. Pada pencegahan sekunder penyuluhan tentang
perilaku terhadap sehat seperti pada pencegahan primer harus dilakukan
ditambah dengan peningkatan pelayanan kesehatan primer di pusat-pusat
pelayanan kesehatan, disamping itu juga diperlukan penyuluhan kepada
pasien dan keluarganya tentang berbagai hal mengenai penatalaksanaan
dan pencegahan komplikasi.
3. Pencegahan tersier
Upaya mencegah komplikasi dan kecacatan yang diakibatkannya terdiri
dari tiga tahap antara lain:
a. Mencegah timbulnya komplikasi.
b. Mencegah berlanjutnya komplikasi untuk tidak terjadi kegagalan
organ.
c. Mencegah terjadinya kecacatan oleh karena kegagalan organ atau
jaringan.

Dalam upaya ini diperlukan kerjasama yang baik antara pasien dan
dokter maupun antara dokter ahli diabetes dengan dokter-dokter yang terkait
dengan komplikasinya. Dalam hal ini peran penyuluhan sangat dibutuhkan
untuk meningkatkan motivasi pasien unutk mengendalikan diabetesnya.

Anda mungkin juga menyukai