Laporan Pendahuluan DM
Laporan Pendahuluan DM
A. DEFINISI
Diabetes Mellitus merupakan suatu kelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hyperglikemia. Glukosa
secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk
di hati dari makanan yang dikonsumsi (Smeltzer dan Bare, 2002).
Pereira, Berg-Cross, Almeida, dan Machado (2008) menyatakan, diabetes
bukanlah satu-satunya penyakit yang termasuk kedalam penyakit gangguan
pada sistem metabolik yang secara umum penyakit ini disebabkan oleh
ketidakmampuan atau ketidakcukupan pankreas dalam menghasilkan insulin.
Diabetes melitus adalah penyakit kronis yang memerlukan perawatan medis dan
penyuluhan untuk self management yang berkesinambungan untuk mencegah
komplikasi akut maupun kronis. Diabetes mellitus, yakni suatu penyakit
heterogen dan merupakan penyakit tersering yang berkaitan dengan gangguan
sekresi hormone pankreas endokrin (Mc Phee dan Ganong, 2011).
Secara klinik Diabetes Mellitus adalah sindroma yang merupakan gabungan
kumpulan gejala-gejala klinik yangmeliputi aspek metabolik dan vaskuler yaitu
hiperglikemi puasa dan post pandrial, aterosklerotik dan penyakit vaskuler
mikroangiopati, serta hampir semua organ tubuh akan terkena dampaknya.
Insulin yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas sangat penting untuk menjaga
keseimbangan kadar glukosa darah yaitu untuk orang normal (non diabetes)
waktu puasa antara 60-120 mg/dL dan dua jam sesudah makan dibawah 140
mg/dL. Bila terjadi gangguan pada kerja insulin, keseimbangan tersebut akan
terganggu sehingga kadar glukosa darah cenderung naik. Gejala bagi penderita
Diabetes Mellitus adalah dengan keluhan banyak minum (polidipsi), banyak
makan (poliphagia), banyak buang air kecil (poliuri), badan lemas serta
penurunan berat badan yang tidak jelas penyebabnya, kadar gula darah pada
waktu puasa 126 mg/Dl dan kadar gula darah sewaktu 200 mg/dL (Badawi,
2009).
B. KLASIFIKASI
Beberapa klasifikasi diabetes melitus telah diperkenalkan, berdasarkan
metode presentasi klinis, umur awitan, dan riwayat penyakit. Klasifikasi yang
dikeluarkan oleh ADA (American Diabetes Association) didasarkan atas
glukagon,
Namun
demikian
serangan
autoimun
secara
hormon
selektif
menghancurkan sel-sel .
Destruksi otoimun dari sel-sel pulau Langerhans kelenjar pankreas
langsung mengakibatkan defesiensi sekresi insulin. Defesiensi insulin inilah
yang menyebabkan gangguan metabolisme yang menyertai DM Tipe 1.
Selain defesiensi insulin, fungsi sel-sel kelenjar pankreas pada penderita
DM tipe 1 juga menjadi tidak normal. Pada penderita DM tipe 1 ditemukan
sekresi glukagon yang berlebihan oleh sel-sel pulau Langerhans. Secara
normal, hiperglikemia akan menurunkan sekresi glukagon, tapi hal ini tidak
terjadi pada penderita DM tipe 1, sekresi glukagon akan tetap tinggi
walaupun dalam keadaan hiperglikemia, hal ini memperparah kondisi
hiperglikemia. Salah satu manifestasi dari keadaan ini adalah cepatnya
penderita DM tipe 1 mengalami ketoasidosis diabetik apabila tidak
mendapatkan terapi insulin.
2. Diabetes melitus tipe 2
Diabetes Mellitus tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih
banyak penderitanya dibandingkan dengan DM tipe 1, terutama terjadi pada
orang dewasa tetapi kadang-kadang juga terjadi pada remaja. Penyebab
dari DM tipe 2 karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu
merespon insulin secara normal, keadaan ini disebut resietensi insulin.
Disamping resistensi insulin, pada penderita DM tipe 2 dapat juga timbul
gangguan gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang
berlebihan. Namun demikian, tidak terjadi pengrusakan sel-sel langerhans
insulin
sehuingga
relatif
hipoinsulin
makan
mengakibatkab
d. Obesitas
Seseorang diakatakan obesitas apabila indeks massa tubuh (BMI)
lebih besar dari 25. HDL (kadar kolesterol baik) di bawah 35 mg/dl
dan/atau tingkat gliserida lebih dari 250 mg/dl dapat meningkatkan risiko
diabetes mellitus tipe II
e. Hipertensi
Tekanan darah >140/90 mmHg dapat menimbulkan risiko diabetes
mellitus tipe II
f. Bahan-bahan kimia dan obat-obatan
g. Penyakit dan infeksi pada pankreas
h. Dislipidemia
Adalah keadaan yang ditandai dengan kenaikan kadar lemak darah
(trigliserida >250 mg/dl). Terdapat hubungan antara kenaikan plasma
indulin dengan rendahnya HDL (<35mg/dl) sering didapat pada pasien
diabetes.
E. PATOFISIOLOGI
Pada diabetes mellitus tipe 2 jumlah insulin normal malah munkin lebih
banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel yang
kurang. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk
ke dalam sel. Pada keadaan tadi jumlah lubang kuncinya yang kurang, hinga
meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya
(reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk sel akan sedikit, sehingga sel akan
kekurangan bahan bakar (glukosa) dan glukosa didalam pembuluh darah
meningkat. Dengan demikian keadaan ini
penggunaan
glukosa
oleh
sel-sel
tubuh
yang
1. Hiperglikemia
Hiperglikemia didefinisikan sebagai kadar glukosa darah yang tinggi
daripada rentang kadar puasa normal 80-90 mg/ 100 ml darah, atau rentang
non puasa sekitar 140-160 mg/ 100 ml darah (Corwin, 2001)
Dalam keadaan insulin normal asupan glukosa atau produksi glukosa
dalam tubuh akan difasilitasi (oleh insulin) untuk masuk ke dalam sel tubuh.
Glukosa itu kemudian diolah untuk menjadi bahan energy. Apabila bahan
energy yang dibutuhkan masih ada sisa akan disimpan sebagai glikogen
dalam sel-sel hati dan sel-sel otot (sebagai massa sel otot). Proses
glikogenesis (pembentukan glikogen dari unsure glukosa ini dapat
mencegah hiperglikemia). Pada penderita diabetes melitu proses ini tidak
dapat berlangsung dengan baik sehingga glukosa banyak menumpuk di
darah (hiperglikemia) (Long, 1996)
Secara rinci proses terjadinya hiperglikemia karena difisit insulin
tergambar pada perubahan metabolic sebagai berikut:
a. Transport glukosa yang melintasi membrane sel-sel berkurang
b. Glikogenesis (pembentukan gllikogen dari glukosa) berkurang dan
tetap terdapat kelebihan glukosa dalam darah
c. glikolisis (pemecahan glukosa) meningkat, sehingga cadangan
glikogen berkurang, dan glukosa hati dicurahkan dalam darah
secara terus menerus melebih kebutuhan
d. glukoneogenesis (pembentukan glukosa dari unsure non karohidrat)
meningkat dan lebih banyak lagi glukosa hati yang tercurah ke
dalam darah hasil pemecahan asam amino dan lemak (Long, 1996)
Hiperglikemia
mikroorganisme
akan
dengan
mengakibatkan
cepat
seperti
pertumbuhan
bakteri
dan
jamur.
berbagai
Karena
pada
jaringan
yang
cedera.
Kondisi
itulah
yang
membuat
lemak).
Jika
tidak
terdapat
glukosa,
sel-sel
otot
pada penurunan massa otot, kelemahan otot, dan rasa mudah lelah.
Starvasi seluler juga akan mengakibatkan penigkatan metabolism
protein dan asam amino yang digunakan sebagai substrat yang
diperlukan
untuk
glukoneogenesis
falam
hati.
Hasil
dari
juga
pada
penurunan
sintesis
protein.
Proses
cidera)
Starvasi sel juga berdampak penigkatan mobilisasi dan metabolism
lemak (lipolisis) asam lemak bebas, trigliserida, dan gliserol yang
akan meningkat bersirkulasi dan menyediakan substrat bagi hati
untuk proses ketogenesis yang digunakan sel untuk melakukan
aktivitas sel.
Ketogenesis mengakibatkan peningkatan kadar asam organic (keton),
sementara keton menggunakan cadangan alkali tubuh untuk buffer pH darah
menurn. Pernafasan kusmaull dirangsang untuk mengkompensiasi keadaan
asidosis metabolic. Diuresis osmotic menjadi bertambah buruk dengan
adanya ketoanemis dan dari katabolisme protein yang meningkatkan asupan
protein ke ginjal sehingga tubuh banyak kehilangan protein.
Adanya starvasvi selluler akan meningkatkan mekanisme penyesuaian
tubuh untuk meningkatkan pemasukan dengan munculnya rasa ingin makan
terus (polfagi). Starvasi selluler juga memunculkan gejala klinis kelemahan
tubuh karena terjadi penurunan produksi energy. Dan kerusakan berbagai
organ reproduksi salah satunya dapat timbul impotensi dan organ tubuh
yang lain seperti persarafan perifer dan mata (muncul sara baal dan mata
kabur). (Sujono, 2008)
Mikrovaskuler
Komplikasi mikrovaskuler terjadi akibat penebalan membrane basal
pembuluh-pembuluh
kecil.
Penyebab
penebalan
tersebut
tampaknya
terbentuk
di
glomerulus
sehingga
semakin
system
saraf
otonom
disertai
diare
nocturnal,
Retinopati
disebabkan
memburuknya
kondisi
mikro
sirkulasi
sehingga terjadi kebocoran pada pembuluh darah retina. Hal ini bahkan
bias menjadi salah saru penyebab kebutaan. Retinopati sebenarnya
merupakan kerusakan yang unik pada diabetes karena selai karena
gangguan mrikrovaskular, penyakit ini juga disebabkan adanya biokimia
darah sehingga terjadi penumpukan zat-zat tertentu pada jaringan
retina.
Gangguan awal pada retina tidak menimbulkan keluhan-keluhan
sehingga penderita kebanyakan tidak mengetahui telah terkena
retinopati. Hal ini baru terseteksi oleh ahli mata dengan ophtalmoskop.
Jika gangguan ini dibiarkan dan kerusakan menjadi sat progresif serta
menyerang daerah penting (macula) maka penderita dapat kehilangan
penglihatannya. Katarak dan glaucoma mata pada pasien diabetes.
Oleh karenanya, elain mengontrol kadar gula darah, mengontrol mata
pada dokter mata secara rutin juga mutlak dilakukan oleh pasien
diabetes. (mahendra & Tobing, 2008)
Makrovaskular
Komplikasi makrovaskular
terutama
terjadi
akibat
aterosklerosis.
Sel-sel
otot
polos
berpoliferasi.
Penebalan
dinding
arteri
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Gejala Akut Penyakit Diabetes Mellitus
Gejala penyakit DM dari satu penderita ke penderita lain bervariasi
bahkan mungkin tidak menunjukkan gejala apa pun sampai saat tertentu.
a. Pada permulaan gejala yang ditunjukkan meliputi serba banyak
(Poli), yaitu:
- Banyak makan (poliphagia).
- Banyak minum (polidipsia).
- Banyak kencing (poliuria).
b. Bila keadaan tersebut tidak segera diobati, akan timbul gejala:
- Banyak minum.
- Banyak kencing.
- Nafsu makan mulai berkurang/ berat badan turun dengan cepat
-
1998 ).
3. Keluhan Subjektif Diabetes Mellitus
Keluhan subjektif adalah keluhan yang dirasakan oleh pasien sendiri,
adapun keluhannya adalah:
- Poliuria (banyak buang air kecil)
- Polidipsia (banyak minum)
- Polifagia (banyak makan)
- Kesemutan
- Gatal didaerah kemaluan
- Keputihan
- Infeksi susah sembuh
- Bisul hilang timbul
- Penglihatan kabur
- Mudah mengantuk (Perkeni, 2002).
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Glukosa darah puasa (fasting blood glucose) adalah pemeriksaan gula
darah terhadap seseorang yang telah dipuasakan semalaman. Biasanya
orang tersebut disuruh makan malam terakhir pada pukul 22.00; dan
keesokan paginya sebelum ia makan apa-apa, dilakukan pemeriksaan
darah. Nilai normal untuk dewasa adalah 70-110 mg/dL. Seseorang
dinyatakan diabetes melitus apabila kadar glukosa darah puasanya lebih
dari 126 mg/dL. Sedangkan kadar glukosa darah puasa di antara 110
dan 126 mg/dL menunjukkan gangguan pada toleransi glukosa, yang
perlu diwaspadai dapat berkembang menjadi diabetes melitus di masa
mendatang.
2. Glukosa darah sewaktu atau glukosa darah 2 jam postprandial (2
jam setelah makan) adalah pemeriksaan gula darah terhadap seseorang
yang tidak dipuasakan terlebih dahulu. Perbedaannya adalah untuk
skrining atau pemeriksaan penyaring, biasanya diperiksa glukosa darah
sewaktu. Tanpa ditanya apa-apa atau disuruh apa-apa, glukosa darah
langsung diperiksa. Sedangkan untuk keperluan diagnostik, dilakukan
pemeriksaan glukosa darah 2 jam postprandial segera setelah glukosa
darah puasa diperiksa. Beban yang diberikan adalah glukosa 75 gram
yang dilarutkan dalam 200 mL air yang dihabiskan dalam 5 menit.
Selanjutnya subjek diistirahatkan selama 2 jam (tidak boleh beraktivitas
fisik berlebihan). Nilai normal untuk dewasa adalah kurang dari 140
mg/dL. Seseorang dinyatakan diabetes melitus apabila kadar glukosa
optimal.
Mencegah komplikasi akut dan kronik.
Meningkatkan kualitas hidup.
pengobatan
diabetes
mellitus
tergantung
pada
kemudian
selanjutnya
mengubah
perilaku,
akan
dapat
ini
Penyuntikan
bekerja
insulin
untuk
menurunkan
biasanya
dilakukan
kadar
dua
glukosa
kali
darah.
sehri
untuk
Punca
Duras
Reguler
s
-1
k
23
i
46
Biasanya
(R)
jam
jam
jam
diberikan 20-
Lama Kerja
Agen
Short-acting
Indikasi
30 menit
sebelum
Intermediate
NPH
34
4 12
16 -
makan
Biasanya
-acting
(Netral
jam
jam
12
diberikan
jam
setelah makan
Protamin
Hagedron
Long-acting
)
Lante (L)
Ultrlante
68
12
20
Digunakan
jam
16 jam
30
terutama utuk
jam
mengendalika
(UL)
n kadar
glukosa darah
puasa
I.
KOMPLIKASI
1. Komplikasi Akut
a. Hipoglikemia
Adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan penurunan
glukosa darah. Gejala yang timbul berupa gelisah sampai berat dan
kejang.
Penyebab
timbulnya
hipoglikemia
adalah
obat-obatan
berat
badan
turun,
sesudah
olahraga.
Tanda
dari
arteri
koroner
diabetes.
Penyakit serebrovaskular
bawah
sehingga
menyebabkan
gangrene
dan
Neuropati Diabetic
Disebabkan oleh kerusakan kecepatan konduksi saraf karena
konsentrasi glukosa tinggi dan penyakit mikrovaskular. Neuropati
moto r sensori berperan dalam ulkus dan infeksi kaki dan telapak
kaki. Neuropati autonomic berperan dalam kandung kemih
neurogenik, impotensi, konstpasi yang berubah-ubah dengan
diare,
hipotensi
ortostatik
dan
adanya
keluhan
gangguan
hiperglikemia.
Nefropati Diabetik
Penderita dengan
nefropati
diabetic
dapat
menunjukkkan
karena komplikasi, maka upaya yang paling baik adalah pencegahan. Menurut
PERKENI (2011), upaya pencegahan pada penderita diabetes melitus ada tiga
tahap yaitu:
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer adalah suatu upaya yang ditujukan pada orangorang yang termasuk kelompok resiko tinggi, yakni mereka yang belum
menderita diabetes melitus, tetapi berpotensi untuk menderita diabetes
melitus. Pencegahan ini merupakan suatu cara yang sangat sulit karena
menjadi sasarannya adalah orang-orang yang belum sakit artinya mereka
masih sehat sehingga cakupannya menjadi sangat luas.
Tanggung jawab ini bukan hanya pada profesi kesehatan tetapi juga
semua pihak, untuk mempromosikan pola hidup sehat dan menghindari pola
hidup beresiko, serta: kampanye makanan sehat dengan pola tradisional
yang mengandung lemak rendah atau pola makan seimbang, menjaga berat
badan agar tidak gemuk dengan olah raga secara teratur. Cara tersebut
merupakan alternatif terbaik dan harus sudah ditanamkan pada anak-anak
sekolah sejak taman kanak-kanak. Hal ini merupakan salah satu upaya
pencegahan primer yang sangat murah dan efektif.
2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya pencegahan atau menghambat
timbulnya komplikasi dengan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak
awal penyakit. Deteksi dini dilakukan dengan tes penyaringan terutama pada
populasi resiko tinggi. Pada pencegahan sekunder penyuluhan tentang
perilaku terhadap sehat seperti pada pencegahan primer harus dilakukan
ditambah dengan peningkatan pelayanan kesehatan primer di pusat-pusat
pelayanan kesehatan, disamping itu juga diperlukan penyuluhan kepada
pasien dan keluarganya tentang berbagai hal mengenai penatalaksanaan
dan pencegahan komplikasi.
3. Pencegahan tersier
Upaya mencegah komplikasi dan kecacatan yang diakibatkannya terdiri
dari tiga tahap antara lain:
a. Mencegah timbulnya komplikasi.
b. Mencegah berlanjutnya komplikasi untuk tidak terjadi kegagalan
organ.
c. Mencegah terjadinya kecacatan oleh karena kegagalan organ atau
jaringan.
Dalam upaya ini diperlukan kerjasama yang baik antara pasien dan
dokter maupun antara dokter ahli diabetes dengan dokter-dokter yang terkait
dengan komplikasinya. Dalam hal ini peran penyuluhan sangat dibutuhkan
untuk meningkatkan motivasi pasien unutk mengendalikan diabetesnya.