Anda di halaman 1dari 3

Hasti Parlitasari (135080101111067 M03)

Tugas Review Jurnal Kewarganegaraan


KEPEMIMPINAN NASIONAL DI MASA MENDATANG
Oleh : Hj. Ati Dahniar
Dalam jurnal yang diterbitkan Kementrian Agama Republik Indonesia Tahun 2008
Seorang pemimpin tidak hanya cukup mengandalkan intuisi semata, tetapi harus
didukung oleh kemampuan intelektual dan keahlian yang memadai, ketajaman visi serta
kemampuan etika dan moral yang beradab. Demokrasi menegaskan prinsip-prinsip bahwa setiap
manusia dilakukan sama serta memiliki hak dan kewajiban yang sama pula di bawah hukum.
Dengan sendirinya individu memainkan peranan yang sangat penting dalam sistem demokrasi
sehingga konsep hak asasi manusia sangat erat kaitannya dengan prinsip-prinsip demokrasi.
Apabila dalam kepemimpinan tradisional masyarakatlah yang mengabdi pada penguasa, maka
dalam sistem demokrasi justru pemerintah yang mengabdi pada kepentingan rakyat dan harus
mempertanggungjawabkan kekuasaannya kepada rakyat yang memilih. Artinya pemimpin
dituntut untuk tanggap terhadap aspirasi yang berkembang dalam masyarakat serta harus mampu
menyediakan barang dan jasa bagi kepentingan rakyat banyak. Pemimpin di masa mendatang
bukan hanya pemimpin yang berkarateristik, tetapi juga mampu memenuhi dan memiliki
kondisi-kondisi seperti, memberikan visi, arah, dan tujuan, menimbulkan kepercayaan,
memberikan harapan dan optimisme, dan memberikan hasil melalui tindakan, risiko,
keingintahuan, dan keberanian.
Sistem politik yang selama ini di bangun di Indonesia sangat melekat dan diidentifikasi
dengan tokoh pimpinan nasional tertentu. Sehingga kekeliruan dan kegagalan mereka dilihat
sebagai kegagalan sistem politik secara keseluruhan. Harapan-harapan yang berlebihan atas
kemampuan seorang pemimpin seperti yang dilakukan selama ini cenderung melakukan kultus
individu yang akhirnya mendorong pemimpin untuk menjadi otoriter.
Pemimpin yang benar-benar efektif pada masa yang akan datang, akan memiliki
kepribadian yang ditentukan oleh nilai dan keyakinan kuat dalam kemampuan individu untuk
tumbuh. Mereka akan mempunyai citra masyarakat yang diinginkan sebagai tempat diri dan
organisasi mereka hidup. Mereka akan menjadi visional, memiliki kepercayaan yang kuat bahwa

mereka mampu dan harus membentuk masa depan, serta dapat bertindak atas dasar keyakinan
dan pribadi yang tangguh.
Mayoritas penduduk Indonesia adalah pemeluk agama Islam yang cukup taat beragama.
Dengan demikian faktor agama diperkirakan akan memainkan peranan yang semakin penting
dalam diskursus politik nasional, termasuk dalam pemilihan pemimpin. Kehidupan nasional telah
menjadi semakin kompleks, tuntutan terhadap tersedianya pelayanan umum juga semakin
meningkat ditengah meningkatnya pendidikan dan daya kritis masyarakat. Pemimpin masa
depan dituntut untuk tidak saja mahir mengubar janji, tetapi juga harus memiliki pengetahuan
yang memadai dan kompetensi untuk merancang dan melaksanakan program-program
pembangunan.
Kepemimpinan nasional mengalami penurunan kualitas. Hal ini terlihat dari berbagai
kasus penyimpangan yang dilakukan oleh pejabat publik telah merata di seluruh lembaga negara,
baik di legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. Banyak hal yang telah terjadi pada kondisi
kepemimpinan saat ini, antara lain yang terjadi pada kepemimpinan nasional adalah terjadi
degradasi perilaku kepemimpinan nasional, yang ditandai dengan maraknya saling fitnah,
provokasi, pengingkaran kebenaran, kemudian para pemimpin sebagian besar tidak mencegah
pengikutnya melakukan pelanggaran: konstitusi, norma agama, adat, sosial dan etika profesi,
tidak peka terhadap aspirasi masyarakat, tidak melakukan pendidikan politik bagi para
pengikutnya, keteladanan berperilaku seperti dalam ucapan, pernyataan, diplomasi dan
penyelesaian masalah mendasar yang dihadapi bangsa kurang, dan keberagaman tingkat
pendidikan formal, jurusan/profesionalisme dan legalisasi kerancuan profesionalitas dalam
kepemimpinan negara ditingkat atas / kabinet dengan mendudukkan menteri yang tak sesuai
dengan bidang keahlian dan keprofesionalan.
Adanya kecenderungan kepemimpinan nasional mengalami disfungsi dikhawatirkan akan
meruntuhkan seluruh sistem penegakan hukum, tidak berfungsinya sistem ketatanegaraan dan
hilangnya kepercayaan publik kepada para pemimpinnya. Meskipun tampak di permukaan,
mayoritas masyarakat cenderung apatis, bukan berarti tidak ada keresahan sosial yang berpotensi
memicu ledakan sosial. Kesenjangan yang makin lebar antara rakyat kebanyakan yang sangat
menderita akibat krisis ekonomi yang belum pulih, dengan perilaku kepemimpinan yang korup

dan bermewah-mewah secara tidak sah, dapat memicu munculnya keresahan dan anarki sosial.
Bahkan, dalam banyak kasus, pemerintah cenderung mereduksi keberadaan masyarakat.
Ada tiga karakter pemimpin yang diharapkan masyarakat: pertama, perencana.
Masyarakat membutuhkan sosok pemimpin yang memiliki kapasitas intelektual memadai dan
menguasai kondisi makro nasional dari berbagai aspek, sehingga dapat menjaga visi perubahan
yang dicitakan bersama. Kedua, Pelayanan. Masyarakat rindu figur pemimpin yang seorang
pekerja tekun dan taat pada proses perencanaan yang sudah disepakati sebagai konsensus
nasional, menguasai detil masalah kunci kebangsaan dan mampu melibatkan semua elemen yang
kompeten dalam tim kerja yang solid. Ketiga, Pembina. Masyarakat berharap pemimpin menjadi
tonggak pemikiran yang kokoh dan menjadi rujukan semua pihak dalam pemecahan masalah
bangsa, yang setia dengan nilai-nilai dasar bangsa dan menjadi teladan bagi kehidupan
masyarakat secara konprehensif.
Kepemimpinan nasional bukanlah suatu hal baru yang hanya untuk di buat coba-coba.
Melainkan upaya pengembangan potensi dengan dihadapkan pada kenyataan aktual. Krisis
ekonomi-politik yang masih terus berlanjut menuntut tokoh yang kompeten di bidangnya dan
memiliki visi yang jauh untuk menyelamatkan bangsa dari keterpurukan. Bencana alam dan
sosial yang terjadi silih berganti menegaskan perlu hadir tokoh yang peka dan cepat tanggap
terhadap penderitaan rakyat serta berempati dengan nasib mayoritas korban. Pemimpin baru
seperti ini bukan hanya dibutuhkan segera di pentas nasional, juga di tingkat lokal. Karena itu,
bangsa ini membutuhkan secara masif proses pengkaderan yang outputnya bisa diuji di tingkat
regional bahkan global. Indonesia tidak mungkin memainkan peranan di arena antar bangsa
tanpa anak-anak bangsa yang memiliki kualitas kepemimpinan yang bagus.
Dalam konteks demokrasi lahirnya seorang pemimpin ditentukan oleh kalkulasi dan
kompetisi politik, perbedaan kepentingan dan besarnya dukungan publik yang tidak selalu
berkaitan dengan kriteria-kriteria rasional, hal ini terjadi karena tingkat kemajemukan
masyarakat yang sangat tinggi. Maka penting untuk membatsi kekuasan melalui konstitusi
sehingga tidak menyalahgunakan kekuasaannya dan dapat membentuk kader yang demokratis.
Dalam kerangka itu Negara dan bangsa Indonesia harus membangun kepemimpinan yang kuat
dan berkarakter pada kelembagaan legislatif, yudikatif dan eksekutif, sehingga mampu
menghadapi persaingan global dan keluar dari krisis multidimensi.

Anda mungkin juga menyukai