Anda di halaman 1dari 16

HIV/AIDS

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr, wb.
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT, yang telah memberi kekuatan dan
kesempatan kepada kami, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan
waktu yang di harapkan walaupun dalam bentuk yang sangat sederhana, dimana
makalah ini membahas tentang HIV/AIDS dan kiranya makalah ini dapat
meningkatkan pengetahuan kita khususnya tentang bagaimana dan apa bahaya
dari penyakit HIV/AIDS.
Dengan adanya makalah ini, mudah-mudahan dapat membantu
meningkatkan minat baca dan belajar teman-teman.selain itu kami juga
berharap semua dapat mengetahui dan memahami tentang materi ini, karena
akan meningkatkan mutu individu kita
Kami sangat menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih
sangat minim,sehing saran dari dosen pengajar serta kritikan dari semua pihak
masih
kami
harapkan
demi
perbaikan.

Pekanbaru ,20 september 2012

Penyusun

Daftar Isi
Kata Pengantar .2
Daftar Isi ...3
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...4
B. Rumusan Masalah ..6
C. Tujuan ....6

BAB II: PEMBAHASAN


A. Pengertian HIV/AIDS ....7
B. Etiologi ...9

C. Patofisiologi .10
D. Manifestasi Klinis ....15
E.

Komplikasi ...16

F.

Pemeriksaan Penunjang ...18

G. Tata Laksana HIV.20

DAFTAR PUSTAKA 23

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang

Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) pertama kali dikenal pada


tahun 1981 di Amerika Serikat dan disebabkan oleh human immunodeficiency
virus (HIV-1). AIDS adalah suatu kumpulan gejala penyakit kerusakan system
kekebalan tubuh; bukan penyakit bawaan tetapi di dapat dari hasil penularan.
Penyakit ini merupakan persoalan kesehatan masyarakat yang sangat penting di
beberapa negara dan bahkan mempunyai implikasi yang bersifat internasional
dengan angka moralitas yang peresentasenya di atas 80 pada penderita 3 tahun
setelah timbulnya manifestasi klinik AIDS. Pada tahun 1985 Cherman dan BarreSinoussi melaporkan bahwa penderita AIDS di seluruh dunia mencapai angka
lebih dari 12.000 orang dengan perincian, lebih dari 10.000 kasus di Amerika
Serikat, 400 kasus di Francis dan sisanya di negara Eropa lainnya, Amerika Latin
dan Afrika. Pada pertengahan tahun 1988, sebanyak lebih dari 60.000 kasus
yang ditegakkan diagnosisnya sebagai AIDS di Amerika Serikat telah dilaporkan
pada Communicable Disease Centre (CDC) dan lebih dari setengahnya
meninggal. Kasus-kasus AIDS baru terus-menerus di monitor untuk ditetapkan
secara pasti diagnosisnya. Ramalan baru-baru ini dari United States Public Health
Service menyatakan, bahwa pada akhir tahun 1991, banyaknya kasus AIDS
secara keseluruhan di Amerika Serikat doperkirakan akan meningkat paling
sedikit menjadi 270.000 dengan 179.000 kematian. Juga telah diperkirakan,
bahwa 74.000 kasus baru dapat di diagnosis dan 54.000 kematian yang
berhubungan dengan AIDS dapat terjadi selama tahun 1991 saja. Sebagai
perbandingan dapat dikemukakan, kematian pasukan Amerika selama masa
perang di Vietnam berjumlah 47.000 korban.
Selain itu, berdasarkan data Departemen kesehatan (Depkes) pada
periode Juli-September 2006 secara kumulatif tercatat pengidap HIV positif di

tanah air telah mencapai 4.617 orang dan AIDS 6.987 orang. Menderita HIV/AIDS
di Indonesia dianggap aib, sehingga dapat menyebabkan tekanan psikologis
terutama pada penderitanya maupun pada keluarga dan lingkungan disekeliling
penderita.
Secara fisiologis HIV menyerang sisitem kekebalan tubuh penderitanya.
Jika ditambah dengan stress psikososial-spiritual yang berkepanjangan pada
pasien terinfeksi HIV, maka akan mempercepat terjadinya AIDS, bahkan
meningkatkan angka kematian. Menurut Ross (1997), jika stress mencapai tahap
kelelahan (exhausted stage), maka dapat menimbulkan kegagalan fungsi system
imun yang memperparah keadaan pasien serta mempercepat terjadinya AIDS.
Modulasi respon imun penderita HIV/AIDS akan menurun secara signifikan,
seperti aktivitas APC (makrofag); Thl (CD4); IFN ; IL-2; Imunoglobulin A, G, E dan
anti-HIV. Penurunan tersebut akan berdampak terhadap penurunan jumlah CD4
hingga mencapai 180 sel/ l per tahun.
Pada umumnya, penanganan pasien HIV memerlukan tindakan yang
hampir sama. Namun berdasarkan fakta klinis saat pasien control ke rumah sakit
menunjukkan adanya perbedaan respon imunitas (CD4). Hal tersebut
menunjukkan terdapat faktor lain yang berpengaruh, dan faktor yang diduga
sangat berpengaruh adalah stress.
Stress yang dialami pasien HIV menurut konsep psikoneuroimunologis,
stimulusnya akan melalui sel astrosit pada cortical dan amigdala pada system
limbic berefek pada hipotalamus, sedangkan hipofisis akan menghasilkan CRF
(Corticotropin Releasing Factor). CRF memacu pengeluaran ACTH (Adrenal
corticotropic hormone) untuk memengaruhi kelenjar korteks adrenal agar
menghasilkan kortisol. Kortisol ini bersifat immunosuppressive terutama pada sel
zona fasikulata. Apabila stress yang dialami pasien sangat tinggi, maka kelenjar
adrenal akan menghasilkan kortisol dalam jumlah besar sehingga dapat
menekan system imun (Apasou dan Sitkorsky,1999), yamg meliputi aktivitas APC
(makrofag); Th-1 (CD4); sel plasma; IFN ; IL-2;IgM-IgG, dan Antibodi-HIV
(Ader,2001).
Salah satu metode yang digunakan dalam penerapan teknologi ini adalah
model asuhan keperawatan. Pendekatan yang digunakan adalah strategi koping
dan dukungan social yang bertujuan untuk mempercepat respon adaptif pada
pasien terinfeksi HIV, meliputi modulasi respon imun (Ader, 1991 ; Setyawan,
1996; Putra, 1990), respon psikologis, dan respon social (Steward, 1997). Dengan
demikian, penelitian bidang imunologi memilki empat variable yakni, fisik, kimia,
psikis, dan social, dapat membuka nuansa baru untuk bidang ilmu keperawatan
dalam mengembangkan model pendekatan asuhan keperawatan yang
berdasarkan pada paradigm psikoneuroimunologi terhadap pasien HIV
(Nursalam, 2005).
Oleh karena itu, makalah ini dibuat untuk menambah pengetahuan kita
tentang penyakit berbahaya HIV AIDS yang sampai sekarang belum terobati dan
sekaligus sebagai pemenuhan tugas yang diberikan dosen.

B.

Rumusan Masalah

1.

Apakah pengertian dari HIV/AIDS ?

2.

Bagaimana patofisiologi virus HIV ?

3.
Bagaimana manifestasi klinik dan pemeriksaan penunjang dalam
penanganan penularan virus HIV/AIDS ?
C.

Tujuan

1.

Mengetahui pengertian HIV/AIDS serta memahami bahayanya.

2.

Mengetahui dan memahami patofisiologi virus HIV.

3.
Mengetahui dan mendeskripsikan manifestasi klinik dan pemeriksaan
penunjang dalam menangani penularan virus HIV/AIDS.

BAB II
PEMBAHASAN

A.

Pengertian HIV/AIDS

AIDS atau Sindrom Kehilangan Kekebalan tubuh adalah sekumpulan gejala


penyakit yang menyerang tubuh manusia seesudah system kekebalannya
dirusak oleh virus HIV. Akibat kehilangan kekebalan tubuh, penderita AIDS
mudah terkena bebrbagai jenis infeksi bakteri, jamur, parasit, dan virus tertentu
yang bersifat oportunistik. Selain itu penderita AIDS sering kali menderita
keganasan,khususnya sarcoma Kaposi dan imfoma yang hanya menyerang otak.
Virus HIV adalah retrovirus yang termasuk dalam family lentivirus. Retrovirus
mempunyai kemampuan menggunakan RNA-nya dan DNA pejamu untuk
membentuk virus DNA dan dikenali selam periode inkubasi yang panjang. Seperti
retrovirus yang lain, HIV menginfeksi tubuh dengan periode imkubasi yang
panjang (klinik-laten), dan utamanya menyebabkan munculnya tanda dan gejala
AIDS.
HIV
menyebabkan
beberapa
kerusakan
system
imun
dan
menghancurkannya. Hal tersebut terjadi dengan menggunakan DNA dari CD4 +
dan limfosit untuk mereplikasi diri. Dalam prose itu, virus tersebut
menghancurkan CD4+ dan limfosit.
Secara structural morfologinya, bentuk HIV terdiri atas sebuah silinder
yang dikelilingi pembungkus lemak yang melingkar-melebar. Pada pusat
lingkaran terdapat untaian RNA. HIV mempunyai 3 gen yang merupakan
komponen funsional dan structural. Tiga gen tersebut yaitu gag, pol, dan env.
Gag berarti group antigen, pol mewakili polymerase, dan env adalah
kepanjangan dari envelope (Hoffmann, Rockhstroh, Kamps,2006). Gen gag
mengode protein inti. Gen pol mengode enzim reverse transcriptase, protease,
integrase. Gen env mengode komponen structural HIV yang dikenal dengan
glikoprotein. Gen lain yang ada dan juga penting dalam replikasi virus, yaitu :
rev, nef, vif, vpu, dan vpr.

Siklus Hidup HIV


Sel pejamu yang terinfeksi oleh HIV memiliki waktu hidup sangat pendek;
hal ini berarti HIV secara terus-menerus menggunakan sel pejamu baru untuk
mereplikasi diri. Sebanyak 10 milyar virus dihasilkan setiap harinya. Serangan
pertama HIV akan tertangkap oleh sel dendrite pada membrane mukosa dan
kulit pada 24 jam pertama setelah paparan. Sel yang terinfeksi tersebut akan
membuat jalur ke nodus limfa dan kadang-kadang ke pembuluh darah perifer
selama 5 hari setelah papran, dimana replikasi virus menjadi semakin cepat.
Siklus hidup HIV dapat dibagi menjadi 5 fase, yaitu :

Masuk dan mengikat

Reverse transkripstase

Replikasi

Budding

Maturasi

Tipe HIV
Ada 2 tipe HIV yang menyebabkan AIDS: HIV-1 dan HIV-2.
HIV-1 bermutasi lebih cepat karena reflikasi lebih cepat. Berbagai macam
subtype dari HIV-1 telah ditemukan dalam daerah geografis yang spesifik dan
kelompok spesifik resiko tinggi.
Individu dapat terinfeksi oleh subtipe yang berbeda. Berikut adalah subtipe HIV-1
dan distribusi geografisnya:
Sub tipe A: Afrika tengah
Sub tipe B: Amerika selatan,brasil,rusia,Thailand
Sub tipe C: Brasil,india,afrika selatan
Sub tipe D: Afrika tengah
Sub tipe E:Thailand,afrika tengah
Sub tipe F: Brasil,Rumania,Zaire
Sub tipe G: Zaire,gabon,Thailand
Sub tipe H: Zaire,gabon
Sub tipe O: Kamerun,gabon
Sub tipe C sekarang ini terhitung lebih dari separuh dari semua infeksi HIV baru
d seluruh dunia

B.

Etiologi

HIV ialah retrovirus yang disebut lymphadenopathy Associated virus (LAV)


atau human T-cell leukemia virus 111 (HTLV-111) yang juga di sebut human Tcell lymphotrophic virus (retrovirus) LAV di temukan oleh montagnier dkk. Pada

tahun 1983 di prancis, sedangkan HTLV-111 di temukan oleh Gallo di amerika


serikat pada tahun berikutnya. Virus yang sama ini ternyata banyak di temukan
di afrika tengah. Sebuah penelitian pada 200 monyet hijau afrika,70% dalam
darahnya mengandung virus tersebut tampa menimbulkan penyakit. Nama lain
virus tersebut ialah HIV.
HIV terdiri atas hiv-1 DAN hiv-2 terbanyak karena HIV-1 terdiri atas dua
untaian RNA dalam inti protein yang di lindungi envelop lipid asal sel hospes.
Virus AIDS bersifat limpotropik khas dan mempunyai kemampuan untuk
merusak sel darah putih spesifik yang di sebut limposit T-helper atau limposit
pembawa factor T4 (CD4). Virus ini dapat mengakibatkan penurunan jumlah
limposit T-helper secara progresif dan menimbulkan imunodefisiensi serta untuk
selanjut terjadi infeksi sekunder atau oportunistik oleh kuman,jamur, virus dan
parasit serta neoplasma. Sekali virus AIDS menginfeksi seseorang, maka virus
tersebut akan berada dalam tubuh korban untuk seumur hidup. Badan penderita
akan mengadakan reaksi terhapat invasi virus AIDS dengan jalan membentuk
antibodi spesifik, yaitu antibodi HIV, yang agaknya tidak dapat menetralisasi
virus tersebut dengan cara-cara yang biasa sehingga penderita tetap akan
merupakan individu yang infektif dan merupakan bahaya yang dapat
menularkan virusnya pada orang lain di sekelilingnya. Kebanyakan orang yang
terinfeksi oleh virus AIDS hanya sedikit yang menderita sakit atau sama sekali
tidak sakit, akan tetapi pada beberapa orang perjalanan sakit dapat berlangsung
dan berkembang menjadi AIDS yang full-blown.

C.
1.

Patofisiologi Virus HIV/AIDS


Mekanisme system imun yang normal

Sistem imun melindungi tubuh dengan cara mengenali bakteri atau virus
yang masuk ke dalam tubuh, dan bereaksi terhadapnya. Ketika system imun
melemah atau rusak oleh virus seperti virus HIV, tubuh akan lebih mudah
terkena infeksi oportunistik. System imun terdiri atas organ dan jaringan limfoid,
termasuk di dalamnya sumsum tulang, thymus, nodus limfa, limfa, tonsil,
adenoid, appendix, darah, dan limfa.
o Sel B
Fungsi utama sel B adalah sebagai imunitas antobodi humoral. Masingmasing sel B mampu mengenali antigen spesifik dan mempunyai kemampuan
untuk mensekresi antibodi spesifik. Antibody bekerja dengan cara membungkus
antigen, membuat antigen lebih mudah untuk difagositosis (proses penelanan
dan pencernaan antigen oleh leukosit dan makrofag. Atau dengan membungkus
antigen dan memicu system komplemen (yang berhubungan dengan respon
inflamasi).

o Limfosit T
Limfosit T atau sel T mempunyai 2 fungsi utama yaitu :
a.
b.

Regulasi sitem imun


Membunuh sel yang menghasilkan antigen target khusus.

Masing-masing sel T mempunyai marker permukaan seperti CD4 +, CD8+,


dan CD3+, yang membedakannya dengan sel lain. Sel CD4 + adalah sel yang
membantu mengaktivasi sel B, killer sel dan makrofag saat terdapat antigen
target khusus. Sel CD8+ membunuh sel yang terinfeksi oleh virus atau bakteri
seperti sel kanker.
o Fagosit
o Komplemen

2.

Penjelasan dan komponen utama dari siklus hidup virus HIV

Secara structural morfologinya, bentuk HIV terdiri atas sebuah silinder


yang dikelilingi pembungkus lemak yang melingkar-melebar. Pada pusat
lingkaran terdapat untaian RNA. HIV mempunyai 3 gen yang merupakan
komponen funsional dan structural. Tiga gen tersebut yaitu gag, pol, dan env.
Gag berarti group antigen, pol mewakili polymerase, dan env adalah
kepanjangan dari envelope (Hoffmann, Rockhstroh, Kamps,2006). Gen gag
mengode protein inti. Gen pol mengode enzim reverse transcriptase, protease,
integrase. Gen env mengode komponen structural HIV yang dikenal dengan
glikoprotein. Gen lain yang ada dan juga penting dalam replikasi virus, yaitu :
rev, nef, vif, vpu, dan vpr.
Siklus Hidup HIV
Sel pejamu yang terinfeksi oleh HIV memiliki waktu hidup sangat pendek;
hal ini berarti HIV secara terus-menerus menggunakan sel pejamu beru untuk
mereplikasi diri. Sebanyak 10 milyar virus dihasilkan setiap harinya. Serangan
pertama HIV akan tertangkap oleh sel dendrite pada membrane mukosa dan
kulit pada 24 jam pertama setelah paparan. Sel yang terinfeksi tersebut akan
membuat jalur ke nodus limfa dan kadang-kadang ke pembuluh darah perifer
selama 5 hari setelah papran, dimana replikasi virus menjadi semakin cepat.
Siklus hidup HIV dapat dibagi menjadi 5 fase, yaitu :

Masuk dan mengikat

Reverse transkripstase

Replikasi

Budding

3.

Maturasi

Tipe dan sub-tipe dari virus HIV.

Ada 2 tipe HIV yang menyebabkan AIDS: HIV-1 yang HIV-2. HIV-1
bermutasi lebih cepat karena reflikasi lebih cepat. Berbagai macam subtype dari
HIV-1 telah d temukan dalam daerah geografis yang spesifik dan kelompok
spesifik resiko tinggi.
Individu dapat terinfeksi oleh subtipe yang berbeda. Berikut adalah
subtipe HIV-1 dan distribusi geografisnya:
Sub tipe A: Afrika tengah
Sub tipe B: Amerika selatan,brasil,rusia,Thailand
Sub tipe C: Brasil,india,afrika selatan
Sub tipe D: Afrika tengah
Sub tipe E:Thailand,afrika tengah
Sub tipe F: Brasil,Rumania,Zaire
Sub tipe G: Zaire,gabon,Thailand
Sub tipe H: Zaire,gabon
Sub tipe O: Kamerun,gabon
Sub tipe C sekarang ini terhitung lebih dari separuh dari semua infeksi HIV baru
d seluruh dunia.

4.

Efek dari virus HIV terhadap system imun


Infeksi Primer atau Sindrom Retroviral Akut (Kategori Klinis A)

Infeksi primer berkaitan dengan periode waktu di mana HIV pertama kali
masuk ke dalam tubuh. Pada waktu terjadi infeksi primer, darah pasien
menunjukkan jumlah virus yang sangat tinggi, ini berarti banyak virus lain di
dalam darah.
Sejumlah virus dalam darah atau plasma per millimeter mencapai 1 juta.
Orang dewasa yang baru terinfeksi sering menunjukkan sindrom retroviral akut.
Tanda dan gejala dari sindrom retrovirol akut ini meliputi : panas, nyeri otot, sakit
kepala, mual, muntah, diare, berkeringat di malam hari, kehilangan berat badan,
dan timbul ruam. Tanda dan gejala tersebut biasanya muncul dan terjadi 2-4
minggu setelah infeksi, kemudian hilang atau menurun setelah beberapa hari
dan sering salah terdeteksi sebagai influenza atau infeksi mononucleosis.

Selama imfeksi primer jumlah limfosit CD4 + dalam darah menurun dengan
cepat. Target virus ini adalah limfosit CD4 + yang ada di nodus limfa dan thymus.
Keadaan tersebut membuat individu yang terinfeksi HIV rentan terkena infeksi
oportunistik dan membatasi kemampuan thymus untuk memproduksi limfosit T.
Tes antibody HIV dengan menggunakan enzyme linked imunoabsorbent assay
(EIA) akan menunjukkan hasil positif.

5.

Cara penularan HIV/AIDS

Virus HIV menular melalui enam cara penularan, yaitu :


1.

Hubungan seksual dengan pengidap HIV/AIDS

Hubungan seksual secara vaginal, anal, dan oral dengan penderita HIV
tanpa perlindungan bisa menularkan HIV. Selama hubungan seksual
berlangsung, air mani, cairan vagina, dan darah dapat mengenai selaput lender
vagina, penis, dubur, atau mulut sehingga HIV yang terdapat dalam cairan
tersebut masuk ke aliran darah (PELKESI, 1995). Selama berhubungan juga bisa
terjadi lesi mikro pada dinding vagina, dubur, dan mulut yang bisa menjadi jalan
HIV untuk masuk ke aliran darah pasangan seksual (Syaiful, 2000).
2.

Ibu pada bayinya

Penularan HIV dari ibu pada saat kehamilan (in utero). Berdasarkan
laporan CDC Amerika, prevalensi HIV dari ibu ke bayi adalah 0,01% sampai 0,7%.
Bila ibu baru terinfeksi HIV dan belum ada gejala AIDS, kemungkinan bayi
terinfeksi sebanyak 20% sampai 35%, sedangkan kalau gejala AIDS sudah jelas
pada ibu kemungkinannya mencapai 50% (PELKESI, 1995). Penularan juga terjadi
selama proses persalinan melalui transfuse fetomaternal atau kontak antara kulit
atau membrane mukosa bayi dengan darah atau sekresi maternal saat
melahirkan (Lily V, 2004).
3.

Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS

Sangat cepat menularkan HIV karena virus langsung masuk ke pembuluh


darah dan menyebar ke seluruh tubuh.
4.

Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril

Alat pemeriksaan kandungan seperti speculum,tenakulum, dan alat-alat


lain yang darah,cairan vagina atau air mani yang terinfeksi HIV,dan langsung di
gunakan untuk orang lain yang tidak terinfeksi bisa menularkan HIV.
(PELKESI,1995).
5.

Alat-alat untuk menoleh kulit

Alat tajam dan runcing seperti jarum,pisau,silet,menyunat seseorang,


membuat tato,memotong rambut,dan sebagainya bisa menularkan HIV sebab
alat tersebut mungkin di pakai tampa disterilkan terlebih dahulu.

6.

Menggunakan jarum suntik secara bergantian

Jarum suntik yang di gunakan di fasilitas kesehatan,maupun yang di


gunakan oleh parah pengguna narkoba (injecting drug user-IDU) sangat
berpotensi menularkan HIV. Selain jarum suntik, pada para pemakai IDU secara
bersama-sama juga mengguna tempat penyampur, pengaduk,dan gelas
pengoplos obat,sehingga berpotensi tinggi untuk menularkan
HIV tidak menular melalui peralatan makan,pakaian,handuk,sapu
tangan,toilet yang di pakai secara bersama-sama,berpelukan di pipi,berjabat
tangan,hidup serumah dengan penderita HIV/AIDS, gigitan nyamuk,dan
hubungan social yang lain.

D.

Manifestasi Klinis

Gejala dini yang sering dijumpai berupa eksantem, malaise, demam yang
menyerupai flu biasa sebelum tes serologi positif. Gejala dini lainnya berupa
penurunan berat badan lebih dari 10% dari berat badan semula, berkeringat
malam, diare kronik, kelelahan, limfadenopati. Beberapa ahli klinik telah
membagi beberapa fase infeksi HIV yaitu :
1.Infeksi HIV Stadium Pertama
Pada fase pertama terjadi pembentukan antibodi dan memungkinkan juga
terjadi gejala-gejala yang mirip influenza atau terjadi pembengkakan kelenjar
getah bening.
2.Persisten Generalized Limfadenopati
Terjadi pembengkakan kelenjar limfe di leher, ketiak, inguinal, keringat
pada waktu malam atau kehilangan berat badan tanpa penyebab yang jelas dan
sariawan oleh jamur kandida di mulut.
3.AIDS Relative Complex (ARC)
Virus sudah menimbulkan kemunduran pada sistem kekebalan sehingga
mulai terjadi berbagai jenis infeksi yang seharusnya dapat dicegah oleh
kekebalan tubuh. Disini penderita menunjukkan gejala lemah, lesu, demam,
diare, yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya dan berlangsung lama, kadangkadang lebih dari satu tahun, ditambah dengan gejala yang sudah timbul pada
fase kedua.
4.Full Blown AIDS.
Pada fase ini sistem kekebalan tubuh sudah rusak, penderita sangat
rentan terhadap infeksi sehingga dapat meninggal sewaktu-waktu. Sering terjadi
radang paru pneumocytik, sarcoma kaposi, herpes yang meluas, tuberculosis
oleh kuman opportunistik, gangguan pada sistem saraf pusat, sehingga

penderita pikun sebelum saatnya. Jarang penderita bertahan lebih dari 3-4
tahun, biasanya meninggal sebelum waktunya.

E.
a.

Komplikasi
Oral Lesi

Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis,


peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral, nutrisi,
dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
b.

Neurologik

1.
Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human
Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian,
kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi social.
2.
Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala,
malaise, demam, paralise, total / parsial.
3.
Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan
maranik endokarditis.
4.
Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human
Immunodeficienci Virus (HIV).
c.

Gastrointestinal

1.
Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma,
dan
sarcoma
Kaposi.
Dengan
efek,
penurunan
berat
badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.
2.
Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal,
alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam
atritis.
3.
Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal
yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal,
gatal-gatal dan siare.
d.

Respirasi

Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza,


pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek ,batuk, nyeri,
hipoksia, keletihan, dan gagal nafas.
e.

Dermatologik

Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena
xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek
nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis.
f.

Sensorik
Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan

Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan


pendengaran dengan efek nyeri.
F.

Pemeriksaan Penunjang

1.
Konfirmasi diagnosis dilakukan dengan uji antibody terhadap antigen virus
structural. Hasil positif palsu dan negative palsu jarang terjadi.
2.
Untuk transmisi vertical (antibody HIV positif) dan serokonversi (antibody
HIV negative), serologi tidak berguna dan RNA HIV harus diperiksa. Diagnosis
berdasarkan pada amflikasi asam nukleat.
3.
Untuk memantau progresi penyakit, viral load (VL) dan hitung DC4
diperiksa secara teratur (setiap8=12 minggu). Pemeriksaan VL sebelum
pengobatan menentukan kecepatan penurunan CD4, dan pemeriksaan
pascapengobatan (didefinisikan sebagai VL <50 kopi/mL). menghitung CD4
menetukan kemungkinan komplikasi, dan menghitung CD4 >200 sel/mm 3
menggambarkan resiko yang terbatas. Adapun pemeriksaan penunjang dasar
yang diindikasikan adalah sebagai berikut :

Semua pasien

CD4 <200 sel/mm3

Antigen permukaan HBV* : Rontgen toraks


Antibody inti HBV+ : RNA HCV
Antibody HCV : Antigen kriptokukus
Antibody IgG HAV : OCP tinja
Antibody Toxoplasma

: OCP tinja

Antibody IgG sitomegalovirus : CD4 <100 sel/mm 3


Serologi Treponema

: PCR sitomegalovirus

Rontgen toraks : Funduskopi dilatasi


Skrining GUM : EKG
Sitologi serviks (wanita) : Kultur darah mikrobakterium

HAV, hepatitis A, HBV, hepatitis B, HCV, hepatitis C

*Antigen/antibody e HBV dan DNA HBV bila positif.

+ Antibodi permukaan HBV bila negative dan riwayat imunisasi

Bila terdapat kontak/riwayat tuberculosis sebelumnya, pengguna obat


suntik dan pasien dari daerah endemic tuberculosis.
4.
ELISA (Enzyme-Linked ImmunoSorbent Assay) adalah metode yang
digunakan menegakkan diagnosis HIV dengan sensitivitasnya yang tinggi yaitu
sebesar 98,1-100%. Biasanya tes ini memberikan hasil positif 2-3 bulan setelah
infeksi.
5.
WESTERN blot adalah metode yang digunakan menegakkan diagnosis HIV
dengan sensitivitasnya yang tinggi yaitu sebesar 99,6-100%. Pemeriksaanya
cukup sulit, mahal, dan membutuhkan waktu sekitar 24 jam.
6.

PCR (polymerase Chain Reaction), digunakan untuk :

a.
Tes HIV pada bayi, karena zat antimaternal masih ada pada bayi yang
dapat menghambat pemeriksaan secara serologis. Seorang ibu yan menderita
HIV akan membentuk zat kekebalan untuk melawan penyakit tersebut. Zat
kekbalan itulah yang diturunkan pada bayi melalui plasenta yang akan
mengaburkan hasil pemeriksaan, seolah-olah sudah ada infeksi pada bayi
tersebut. (catatan : HIV sering merupakan deteksi dari zat anti-HIV bukan HIVnya sendiri).
b.
Menetapakan status infeksi individu yang seronegatif pada kelompok
berisiko tinggi.
c.

Tes pada kelompok berisiko tinggi sebelum terjadi serokonversi.

d.
Tes konfirmasi untuk HIV-2, sebab ELISA mempunyai sensitivitas rendah
untuk HIV-2.
7.
Serosurvei, untuk mengetahui prevalensi pada kelompok
dilaksanakan 2 kali pengujian dengan reagen yang berbeda.
8.

Pemeriksaan dengan rapid test (dipstick).

G.

Tata Laksana HIV

berisiko,

Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan


Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human
Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan :
1.
Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan
pasangan yang tidak terinfeksi.

2.
Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks
terakhir yang tidak terlindungi.
3.
Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas
status Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya.
4.

Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya.

5.

Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.

Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka pengendaliannya


yaitu :
1.

Pengendalian Infeksi Opurtunistik

Bertujuan menghilangkan, mengendalikan, dan pemulihan infeksi


opurtunistik, nasokomial, atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman
untuk mencegah kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus
dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan kritis.
1.

Terapi AZT (Azidotimidin)

Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif
terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency
Virus (HIV) dengan menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia
untuk pasien AIDS yang jumlah sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk
pasien dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel
T4 > 500 mm3
1.

Terapi Antiviral Baru

Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan


menghambat replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada
prosesnya. Obat-obat ini adalah :
1.

Didanosine

2.

Ribavirin

3.

Diedoxycytidine

4.

Recombinant CD 4 dapat larut

1.

Vaksin dan Rekonstruksi Virus

Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti


interferon, maka perawat unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan
keahlian dibidang proses keperawatan dan penelitian untuk menunjang
pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.

1.
Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan
sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang mengganggu
fungsi imun.
2.
Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan
mempercepat reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
DAFTAR PUSTAKA

Widoyono. 2005. Penyakit Tropis: Epidomologi, penularan, pencegahan, dan


pemberantasannya.. Jakarta: Erlangga Medical Series

Muhajir. 2007. Pendidkan Jasmani Olahraga dan Kesehatan. Bandung: Erlangga

Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1993. Mikrobiolog


Kedokteran. Jakarta Barat: Binarupa Aksara

Djuanda, adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Mandal,dkk. 2008. Penyakit Infeksi. Jakarta: Erlangga Medical Series

Anda mungkin juga menyukai