Di susun oleh :
Kelompok 3 Semester 3/A
1. Zeny Susanti
14631412
2. Afnis Tirtawidi
14631419
3. Yuyun Karuniawati14631421
Prodi S1 Keperawatan
Fakultas Ilmu Kesehatan
1
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.....................................................................................i
2
ABSTRAK....................................................................................................ii
KATA PENGANTAR...................................................................................iii
DAFTAR ISI................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................1
C. Tujuan.......................................................................................................1
D. Manfaat....................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................3
A. Pengertian Makanan.................................................................................3
B. Pengertian Kesehatan...............................................................................4
C. Hubungan Makanan dan Kesehatan.........................................................4
D. Fungsi Makanan dalam Kesehatan..........................................................8
BAB III PEMBAHASAN.............................................................................9
A.Metode Pengumpulan Data.......................................................................9
B. Hasil Survei dan Pembahasan..................................................................9
BAB IV PENUTUP.....................................................................................13
A.Kesimpulan..............................................................................................13
B.Saran.........................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................14
LAMPIRAN.................................................................................................15
BAB I
KONSEP PENYAKIT
1.1 Pengertian
Epilepsi berasal dari bahasa Yunani, Epilambanmein yang berarti serangan.Dahulu
masyarakat percaya bahwa epilepsi disebabkan oleh roh jahat dan dipercaya juga bahwa
epilepsi merupakan penyakit yang bersifat suci. Latar belakang munculnya mitos dan rasa
takut terhadap epilepsy berasal hal tersebut.Mitos tersebut mempengaruhi sikap masyarakat
dan menyulitkan upaya penanganan penderita epilepsi dalam kehidupan normal.Penyakit
tersebut sebenarnya sudah dikenal sejak tahun 2000 sebelum Masehi.Orang pertama yang
berhasil mengenal epilepsi sebagai gejala penyakit dan menganggap bahwa epilepsi
merupakan penyakit yang didasari oleh adanya gangguan di otak adalah Hipokrates.
Epilepsi merupakan kelainan neurologi yang dapat terjadi pada setiap orang di seluruh
dunia.Epilepsi merupakan manifestasi gangguan fungsi otak dengan berbagai etiologi, dengan
gejala tunggal yang khas, yaitu kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik neuron otak
secara berlebihan dan paroksimal.
Terdapat dua kategori dari kejang epilepsi yaitu kejang fokal (parsial) dan kejang
umum.Kejang fokal terjadi karena adanya lesi pada satu bagian dari cerebral cortex, di mana
pada kelainan ini dapat disertai kehilangan kesadaran parsial.Sedangkan pada kejang umum,
lesi mencakup area yang luas dari cerebral cortex dan biasanya mengenai kedua hemisfer
cerebri.Kejang mioklonik, tonik, dan klonik termasuk dalam epilepsi umum.Bangkitan
epilepsi adalah manifestasi klinis dari bangkitan serupa (stereotipik) yang berlebihan dan
abnormal,
berlangsung
mendadak
dan
sementara,
dengan
atau
tanpa
perubahan
kesadaran.Disebabkan oleh hiperaktifitas listrik sekelompok sel saraf di otak dan bukan
disebabkan oleh suatu penyakit otak akut.Kejang epilepsi harus dibedakan dengan sindrom
epilepsi.
Kejang epilepsi adalah timbulnya kejang akibat berbagai penyebab yang ditandaidengan
serangan tunggal atau tersendiri. Sedangkan sindrom epilepsiadalah sekumpulan gejala dan
tanda klinis epilepsi yang ditandai dengankejang epilepsy berulang, meliputi berbagai
etiologi, umur, onset, jenis serangan, faktor pencetus, kronisitas.
Kejang adalah kejadian epilepsi dan merupakan ciri epilepsi yang harus ada, tetapi tidak
semua kejang merupakan manifestasi epilepsi. Seorang anak terdiagnosa menderita epilepsi
jika terbukti tidak ditemukannya penyebab kejang lain yang bisa dihilangkan atau
disembuhkan, misalnya adanya demam tinggi, adanya pendesakan otak oleh tumor, adanya
pendesakan otak oleh desakan tulang cranium akibat trauma, adanya inflamasi atau infeksi di
dalam otak, atau adanya kelainan biokimia atau elektrolit dalam darah. Tetapi jika kelainan
tersebut tidak ditangani dengan baik maka dapat menyebabkan timbulnya epilepsi di
kemudian hari.
1.2 Epidemiologi
Kejang merupakan kelainan neurologi yang paling sering terjadi pada anak, di mana
ditemukan 4 10 % anak-anak mengalami setidaknya satu kali kejang pada 16 tahun pertama
kehidupan.Studi yang ada menunjukkan bahwa 150.000 anak mengalami kejang tiap tahun, di
mana terdapat 30.000 anak yang berkembang menjadi penderita epilepsi.
Faktor resiko terjadinya epilepsi sangat beragam, di antaranya adalah infeksi SSP, trauma
kepala, tumor, penyakit degeneratif, dan penyakit metabolik.Meskipun terdapat bermacammacam faktor resiko tetapi sekitar 60 % kasus epilepsi tidak dapat ditemukan penyebab yang
pasti.Berdasarkan jenis kelamin, ditemukan bahwa insidensi epilepsi pada anak laki laki
lebih tinggi daripada anak perempuan.
Epilepsi paling sering terjadi pada anak dan orang lebih tua (di atas 65 tahun).Pada 65 %
pasien, epilepsi dimulai pada masa kanak-kanak.Puncak insidensi epilepsi terdapat pada
kelompok usia 0-1 tahun, kemudian menurun pada masa kanak-kanak, dan relatif stabil
sampai usia 65 tahun. Menurut data yang ada, insidensi per tahun epilepsi per 100000
populasi adalah 86 pada tahun pertama, 62 pada usia 1 5 tahun, 50 pada 5 9 tahun, dan 39
pada 10 14 tahun.
1.3 Etiologi
Etiologi dari epilepsi adalah multifaktorial, tetapi sekitar 60 % dari kasus epilepsi tidak
dapat ditemukan penyebab yang pasti atau yang lebihsering kita sebut sebagai kelainan
idiopatik.2 Terdapat dua kategori kejang epilepsi yaitu kejang fokal dan kejang umum.
Secara garis besar, etiologi epilepsi dibagi menjadi dua, yaitu :
1. Kejang Fokal :
a. Trauma kepala
b. Stroke
c. Infeksi
d. Malformasi vaskuler
e. Tumor (Neoplasma)
f. Displasia
g. Mesial Temporal Sclerosis
2. kejang umum :
a. Penyakit metabolik
b. Reaksi obat
c. Idiopatik
d. Faktor genetik
e. Kejang fotosensitif
1.4 Klasifikasi
Klasifikasi International League Against Epilepsy (ILAE) 1981 untuk kejang epilepsi :
A. Kejang parsial
1. Kejang parsial sederhana
Kejang parsial sederhana dengan gejala motorik
Kejang parsial sederhana dengan gejala somatosensorik atau sensorik khusus
Kejang parsial sederhana dengan gejala psikis
2. Kejang parsial kompleks
Kejang parsial kompleks dengan onset parsial sederhana diikuti gangguan
kesadaran
Kejang parsial kompleks dengan gangguan kesadaran saat onset
3. Kejang parsial yang menjadi kejang generalisata sekunder
Kejang parsial sederhana menjadi kejang umum
Kejang parsial kompleks menjadi kejang umum
6
Kejang parsial sederhana menjadi kejang parsial kompleks dan kemudian menjadi
kejang umum
B. Kejang umum
1. Kejang absans
2. Absans atipikal
3. Kejang mioklonik
4. Kejang klonik
5. Kejang tonik-klonik
6. Kejang atonik
Klasifikasi International League Against Epilepsy (ILAE) 1989 untuk sindroma epilepsi :
A. Berkaitan dengan letak focus
1. Idiopatik
Epilepsi anak benigna dengan gelombang paku di sentrotemporal (Rolandik
benigna)
Epilepsi anak dengan paroksimal oksipital
2. simtomatik
Lobus temporalis
Lobus frontalis
Lobus parietalis
Lobus oksipitalis
Kronik progresif parsialis kontinu
3. Kriptogenik
B. Epilepsi umum
1. Idiopatik
Kejang neonates familial Benigna
Kejang neonates benigna
Epilepsi mioklonik benigna pada bayi
Epilepsi absans pada anak (pyknolepsy)
Epilepsi absans pada remaja
Epilepsi mioklonik pada remaja
Epilepsi dengan serangan tonik-klonik saat terjaga
2. Kriptogenik atau simtomatik
Sindroma West (spasme bayi)
Sindroma Lennox-Gastaut
Epilepsi dengan kejang mioklonik-astatik
Epilepsi dengan mioklonik absans
3. Simtomatik
Etiologi non spesifik
7
B. Kejang umum
Lesi yang terdapat pada kejang umum berasal dari sebagian besar dari otak atau
kedua hemisfer serebrum. Kejang terjadi pada seluruh bagian tubuh dan kesadaran
penderita umumnya menurun.
1. Kejang Absans
Hilangnya kesadaran sessat (beberapa detik) dan mendadak disertai amnesia.
Serangan tersebut tanpa disertai peringatan seperti aura atau halusinasi, sehingga
sering tidak terdeteksi.
2. Kejang Atonik
Hilangnya tonus mendadak dan biasanya total pada otot anggota badan, leher, dan
badan. Durasi kejang bias sangat singkat atau lebih lama.
3. Kejang Mioklonik
Ditandai dengan kontraksi otot bilateral simetris yang cepat dan singkat. Kejang
yang terjadi dapat tunggal atau berulang.
4. Kejang Tonik-Klonik
Sering disebut dengan kejang grand mal. Kesadaran hilang dengan cepat dan total
disertai kontraksi menetap dan masif di seluruh otot. Mata mengalami deviasi ke
atas. Fase tonik berlangsung 10 - 20 detik dan diikuti oleh fase klonik yang
berlangsung sekitar 30 detik. Selama fase tonik, tampak jelas fenomena otonom
yang terjadi seperti dilatasi pupil, pengeluaran air liur, dan peningkatan denyut
jantung.
5. Kejang Klonik
Gejala yang terjadi hampir sama dengan kejang mioklonik, tetapi kejang yang
terjadi berlangsung lebih lama, biasanya sampai 2 menit.
6. Kejang Tonik
Ditandai dengan kaku dan tegang pada otot. Penderita sering mengalami jatuh
akibat hilangnya keseimbangan.
1.6 Patofisiologi
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan dari sebuah fokus
kejangatau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik. Aktivitas
kejangsebagian bergantung pada lokasi muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di otak
tengah,talamus, dan korteks serebrum kemungkinan besar bersifat apileptogenik, sedangkan
lesi diserebrum dan batang otak umumnya tidak memicu kejang.
Di tingkat membran sel, sel fokus kejang memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi,
termasuk yang berikut :
1. Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan.
2. Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun
danapabila terpicu akan melepaskan muatan menurun secara berlebihan.
3. Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu
dalamrepolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi
asam gama-aminobutirat (GABA).
4. Ketidakseimbangan
ion yang
mengubah
keseimbangan
asam-basa
depolarisasineuron.
Gangguan
keseimbangan
ini
menyebabkan
umum,
tidak
dijumpai
kelainan
yang
nyata
pada
autopsi.
Bukti
histopatologik menunjang hipotesis bahwa lesi lebih bersifat neurokimiawi bukan struktural.
Belum adafaktor patologik yang secara konsisten ditemukan. Kelainan fokal pada
metabolism kaliumdan asetilkolin dijumpai di antara kejang. Fokus kejang tampaknya
sangat peka terhadapasetikolin, suatu neurotransmitter fasilitatorik, fokus-fokus tersebut
lambat mengikat danmenyingkirkan asetilkolin.
10
1.7 Penatalaksanaan
Beberapa penatalaksanaan dalam epilepsi yaitu :
A. Tatalaksana fase akut (saat kejang)
Tujuan pengelolaan pada fase akut adalah mempertahankan oksigenasi otak yang
adekuat, mengakhiri kejang sesegera mungkin, mencegah kejang berulang, dan mencari
faktor penyebab. Serangan kejang umumnya berlangsung singkat dan berhenti sendiri.
Pengelolaan pertama untuk serangan kejang dapat diberikan diazepam per rektal dengan
dosis 5 mg bila berat badan anak < 10 kg atau 10 mg bila berat badan anak > 10 kg. Jika
kejang masih belum berhenti, dapat diulang setelah selang waktu 5 menit dengan dosis
dan obat yang sama. Jika setelah dua kali pemberian diazepam per rektal masih belum
berhenti, maka penderita dianjurkan untuk dibawa ke rumah sakit.
B. Pengobatan epilepsi
Tujuan utama pengobatan epilepsi adalah membuat penderita epilepsi terbebas dari
serangan epilepsinya. Serangan kejang yang berlangsung mengakibatkan kerusakan
sampai kematian sejumlah sel-sel otak. Apabila kejang terjadi terus menerus maka
kerusakan sel-sel otak akan semakin meluas dan mengakibatkan menurunnya
kemampuan intelegensi penderita. Karena itu, upaya terbaik untuk mengatasi kejang
harus dilakukan terapi sedini dan seagresif mungkin. Pengobatan epilepsy dikatakan
berhasil dan penderita dinyatakan sembuh apabila serangan epilepsi dapat dicegah atau
dikontrol dengan obatobatan sampai pasien tersebut 2 tahun bebas kejang. Secara umum
ada tiga terapi epilepsi, yaitu :29,30
1. Terapi medikamentosa
Merupakan terapi lini pertama yang dipilih dalam menangani penderita
epilepsi yang baru terdiagnosa. Jenis obat anti epilepsi (OAE) baku yang biasa
diberikan di Indonesia adalah obat golongan fenitoin, karbamazepin, fenobarbital,
dan asam valproat. Obat-obat tersebut harus diminum secara teratur agar dapat
mencegah serangan epilepsi secara efektif. Walaupunserangan epilepsi sudah
teratasi, penggunaan OAE harus tetap diteruskan kecuali ditemukan tanda-tanda
11
12
dahulu. Pada sebagian besar pasien epilepsy tidak dapat ditemukan lesinya. Untuk
hal ini diberi pengobatan yang ditujukan terhadap gejala epilepsi.
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
2.1
Pengkajian
Mengumpulkan informasi tentang riwayat kejang pasien. Pasien ditanyakan tentang
faktor atau kejadian yang dapat menimbulkan kejang. Asupan alkohol dicatat. Efek epilepsy
pada gaya hidup dikaji: Apakah ada keterbatasan yang ditimbulkan oleh gangguan kejang?
Apakah pasien mempunyai program rekreasi? Kontak sosial? Apakah pengalaman kerja?
Mekanisme koping apa yang digunakan?
A. Identitas
Identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,alamat,
tanggalmasuk rumah sakit, nomor register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis.
B. Keluhan utama
13
bicara
Apakah ada perubahan dalam gerakan.
Sesudah serangan apakah pasien masih ingat apa yang terjadi sebelum,
denut jantung.
Evaluasi kemungkinan terjadi cedera selama kejang.
3. Riwayat sebelum serangan
Apakah ada gangguan tingkah laku, emosi.
Apakah disertai aktivitas otonomik yaitu berkeringat, jantung berdebar.
Apakah ada aura yang mendahului serangan, baik sensori, auditorik,
olfaktrik maupunvisual.
4. Riwayat Penyakit Sejak kapan serangan terjadi.
Pada usia berapa serangan pertama.
Frekuensi serangan.
Apakah ada keadaan yang mempresipitasi serangan, seperti demam, kurang
2.2
tidur,keadaan emosional.
Apakah penderita pernah menderita sakit berat, khususnya yang disertai
Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnose keperawatan dari epilepsy (anak) sebagai berikut:
15
1. Resiko cedera berhubungan dengan aktivitas kejang yang tidak terkontrol (gangguan
keseimbangan).
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sumbatan lidah di
endotrakea, peningkatan sekresi saliva.
3. Isolasi sosial berhubungan dengan rendah diri terhadap keadaan penyakit dan stigma
buruk penyakit epilepsi dalam masyarakat.
4. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan dispnea dan apnea.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan kardiac output, takikardia.
6. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan gangguan pada nervus organ sensori
persepsi.
7. Ansietas berhubungan dengankurang pengetahuan mengenai penyakit.
8. Resiko penurunan perfusi serebral berhubungan dengan penurunan suplai oksigen ke
otak.
Kriteria
Intervensi
rasional
16
hasil
tidak
terjadi
dapat
Keperawatan
Observasi:
Barang- barang
Identivikasi
di sekitar pasien
cedera
factor
dapat
meminimalkan/menghindarinya
fisik
lingkungan
membahayakan
pada
yang
saat terjadi
klien
klien
memungkin
kejang
Mengidentifikasi
dalam
terjadinya
perkembangan
kondisi
cedera
Pantau status
atau
neurologis
hasil yang
setiap 8 jam
diharapkan
menghindari jatuh.
aman
tidak
ada
kan resiko
penyimpangan
memar
tidak
jatuh
17
Mandiri
terjadinya cedera
benda- benda
seperti akibat
yang dapat
aktivitas kejang
mengakibatka
yang tidak
cedera pada
terjadi kejang
Pasang
mencegah cidera
atau jatuh
Area yang
tempat tidur
pasien
Letakkan
dapat mencegah
pasien di
pada pasien
Memberi
terjadinya cedera
rendah dan
penjagaan untuk
datar
Tinggal
keamanan pasien
bersama
kemungkinan
pasien dalam
terjadi kejang
untuk
waktu
beberapa
terkontrol
Penjagaan untuk
keamanan, untuk
tempat yang
pasien saat
penghalang
Mengurangi
Jauhkan
n terjadinya
kembali
Lidah berpotensi
lama setelah
tergigit saat
kejang
Menyiapkan
kejang karena
kain lunak
menjulur keluar
Untuk
untuk
mengidentifikasi
mencegah
manifestasi awal
terjadinya
sebelum
tergigitnya
terjadinya kejang
lidah saat
pada pasien
18
terjadi kejang
Tanyakan
pasien bila
ada perasaan
yang tidak
biasa yang
dialami
beberapa saat
sebelum
kejang
Kolaborasi:
Berikan obat
anti
konvulsan
Mengurangi
aktivitas kejang
sesuai advice
yang
dokter
berkepanjangan,
yang dapat
Edukasi:
mengurangi
suplai oksigen
Anjurkan
ke otak
pasien untuk
memberi tahu
Sebagai
jika merasa
informasi pada
ada sesuatu
perawat untuk
yang tidak
segera
nyaman, atau
melakukan
mengalami
tindakan
sesuatu yang
sebelum
tidak biasa
terjadinya
19
sebagai
kejang
permulaan
terjadinya
berkelanjutan
Melibatkan
kejang
Berikan
keluarga untuk
informasi
resiko cedera
mengurangi
pada keluarga
tentang
tindakan yang
harus
dilakukan
selama pasien
kejang.
Kriteria Hasil
menjadi efektif
nafas normal
Intervensi
Keperawatan
Mandiri
Rasional
menurunkan resiko
Anjurkan klien
aspirasi atau
menit)
tidak terjadi
untuk
masuknya sesuatu
mengosongkan
aspirasi
tidak ada
(16-20 kali/
dispnea
/ zat tertentu /
gigi palsu atau
alat yang lain
jika fase aura
terjadi dan untuk
meningkatkan aliran
(drainase) sekret,
20
menghindari
rahang
mengatup jika
kejang terjadi
nafas
untuk memfasilitasi
tanpa ditandai
usaha bernafas /
gejala awal.
Letakkan pasien
ekspansi dada
dalam posisi
Mengeluarkan mukus
miring,
yang berlebih,
permukaan datar
menurunkan resiko
aspirasi atau asfiksia.
Tanggalkan
pakaian pada
daerah leher /
dada dan
abdomen
Melakukan
suction sesuai
indikasi
Kolaborasi
Membantu memenuhi
kebutuhan oksigen
Berikan oksigen
sesuai program
dapat menurunkan
terapi
hipoksia serebral
sebagai akibat dari
sirkulasi yang
menurun atau oksigen
sekunder terhadap
spasme vaskuler
selama serangan
21
kejang.
3. Isolasi sosial b.d rendah diri terhadap keadaan penyakit dan stigma buruk penyakit
epilepsi dalam masyarakat
Tujuan
mengurangi
Kriteria Hasil
adanya interaksi
Intervensi
pasien dengan
lingkungan
Identifikasi dengan
sekitar
menunjukkan
adanya partisipasi
perawat tentang
factor yang
menyebabkan
sosial pasien
isolasi sosial
pasien
Mandiri
Memberikan
dukungan
Memberi
informasi pada
yang berpengaruh
pasien dalam
lingkungan
Rasional
Keperawatan
Observasi:
Dukungan
psikologis dan
psikologis dan
motivasi dapat
motivasi pada
membuat pasien
pasien
Kolaborasi:
Kolaborasi dengan
tim psikiater
Rujuk pasien/ orang
Konseling dapat
membantu
mengatasi
terdekat pada
perasaan terhadap
kelompok
kesadaran diri
kesempatan untuk
penyokong, seperti
yayasan epilepsi dan
sebagainya.
mendapatkan
informasi,
dukungan ide-ide
22
untuk mengatasi
masalah dari orang
lain yang telah
mempunyai
pengalaman yang
sama.
Edukasi:
Anjurkan
keluarga
untuk
memberi
motivasi
orang terdekat
kepada
pasien, sangat
pasien
Memberi informasi pada
mempunyai
pengaruh besar
dalam keadaan
Keluarga sebagai
psikologis pasien
Menghilangkan
stigma buruk
terhadap penderita
epilepsi (bahwa
penyakit epilepsi
dapat menular).
23