Anda di halaman 1dari 61

Vol. 2, No.

1, Juni 2012

RESEARCH ARTICLES
1. IDENTIFIKASI SENYAWA DAN UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETIL
ASETAT KULIT KAYU MASSOI (Cryptocarpa massoy)
Bustanussalam, Haryanto Susilo,Endang Nurhidayati
2. HISTOPATOLOGI HATI MENCIT PASCA PEMBERIAN SUSPENSI
KEPEL
(Stelechocarpus burahol) SECARA INTRA-GASTRIK
SELAMA 14 HARI
Eva Harlina, Siti Sadiah, Huda S Darusman, Gita Alvernita
3. POTENSI ANTIBAKTERI EKSTRAK HEKSANA BANDOTAN
(Ageratum conyzoides L.) TERHADAP Escherichia coli DAN
Staphylococcus aureus DAN
I D E N T I F I K A S I S E N YAWA
ORGANIK
DENGAN METODE KROMATOGRAFI GAS
SPEKTROMETRI MASSA (GC-MS)
Tri Aminingsih, Husain Nashrianto, Aji Syaiful Rohman
4. KIJING TAIWAN (Anodontawoodiana) SEBAGAI SUMBER
KALSIUM TINGGI DALAM UPAYA MENCEGAH OSTEOPOROSIS
Sata Yoshida Srie Rahayu
5. UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BUAH PARE (Momordica
charantia L.) SEBAGAI ANTIBAKTERI Salmonella typhi
OomKomala, BinaLohitaSari, Nina Sakinah
6. ELUSIDASI STRUKTUR SENYAWA BETA GLUKAN DARI SERAT
JAMUR SHIITAKE (Lentinus edodes Berk.) YANG LARUT DALAM
AIR MENGGUNAKAN METODE SPEKTROMETRI
Bambang Mursitodan Rayung Sari

Vol. 2

No. 1

67-113

Fitofarmaka, Vol. 2, No.1, Juni 2012

ISSN : 2087-9164

Jurnal Ilmiah Farmasi

Susunan Redaksi
Pelindung

: Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNPAK

Pimpinan Redaksi

: Ketua Program Studi Farmasi FMIPA UNPAK

Redaksi Pelaksana

: Dra. Bina Lohita Sari, MPd. Apt.


: Mira Miranti, STP, M.Si.
: Dr. S.Y. SrieRahayu, M.Si.

Dewan Redaksi

: Dr. Tri Panji


: drh. Min Rachminiwati, PhD.
: Dr. drh.Hera Maheshwari, M.Sc.
: Siti Sadiah, MSi. Apt.

Alamat Redaksi

: Program Studi Farmasi FMIPA, Universitas Pakuan


: Jln. Pakuan PO Box 452 Bogor
: Telp : (0251) 8349324
: Fax : (0251) 8375547
: Email : farmasi_unpak@yahoo.com

Fitofarmaka, Vol. 2, No.1, Juni 2012

ISSN : 2087-9164

UCAPAN TERIMA KASIH


Fitofarmaka Mengucapkan terima kasih kepada
Mitra Bestariyang telah memberikan kontribusi atas terbitnya
Jurnal Fitofarmaka Vol. 2 No 1 Juni 2012
Berikut ini adalah nama Mitra Bestari Vol. 2 No 1 Juni 2012:
Prof. Dr. Ibnu Gholib Ganjar, DEA, Apt. (Universitas Gadjah Mada)
Prof. Maksum Radji, M.Biomed (Universitas Indonesia)
Dr. A.A. Harmita, Apt. (Universitas Indonesia)
Dr. Ajeng Diantini, M.Si., Apt. (Universitas Padjadjaran)
Dr. Nisa Rachmania Mubarik, M.Si (Istitut Pertanian Bogor)

ii

Fitofarmaka, Vol. 2, No.1, Juni 2012

ISSN : 2087-9164

PENGANTAR REDAKSI
Fitofarmaka adalah jurnal ilmiah yang diterbitkan untuk mengakomodasi
tulisan hasil penelitian bagi sivitasakademika farmasi Universitas Pakuan
khususnya dan instansilain di luar Universitas Pakuan pada umumnya. Jurnal ini
memuat artikel primer yang bersumber langsung dari hasil penelitian Ilmu
Farmasi.
Fitofarmaka diterbitkan dua kali dalam setahunya itu pada bulan Juni dan
Desember oleh Program Studi Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam,Universitas Pakuan.
Semoga Jurnal ini bermanfaat bagi perkembangan hasanah ilmu
pengetahuan.

Bogor,

Juni 2012

Redaksi

iii

Fitofarmaka, Vol. 2, No.1, Juni 2012

ISSN : 2087-9164

Jurnal Ilmiah Farmasi

DAFTAR ISI
SusunanRedaksi .....................................
Ucapan Terima Kasih.....................................
Pengantar Redaksi .........
Daftar Isi ............
1

5.

6.

i
ii
iii
iv

IDENTIFIKASI SENYAWA DAN UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETIL


ASETAT KULIT KAYU MASSOI (Cryptocarpa massoy)
Bustanussalam, Haryanto Susilo,Endang Nurhidayati

67 - 76

HISTOPATOLOGI HATI MENCIT PASCA PEMBERIAN SUSPENSI


KEPEL (Stelechocarpus burahol) SECARA INTRA-GASTRIK
SELAMA 14 HARI .
Eva Harlina, Siti Sadiah,Huda S Darusman, Gita Alvernita

77 - 82

POTENSI ANTIBAKTERI EKSTRAK HEKSANA BANDOTAN


(Ageratum
conyzoidesL.)TERHADAPEscherichia
coli
DAN
Staphylococcus aureusDAN IDENTIFIKASI SENYAWA ORGANIK
DENGAN METODE KROMATOGRAFI GAS SPEKTROMETRI
MASSA (GC-MS) ........................................................................................
Tri Aminingsih, Husain Nashrianto, AjiSyaifulRohman

83 - 90

KIJING TAIWAN (Anodontawoodiana) SEBAGAI SUMBER


KALSIUM TINGGI DALAM UPAYA MENCEGAH OSTEOPOROSIS
Sata Yoshida Srie Rahayu

91 -98

UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BUAH PARE (Momordica


charantia L) SEBAGAI ANTIBAKTERI Salmonella typhi.......................
OomKomala, BinaLohitaSari, Nina Sakinah

99-104

ELUSIDASI STRUKTUR SENYAWA BETA GLUKAN DARI SERAT


JAMUR SHIITAKE (Lentinus edodes Berk.) YANG LARUT DALAM
AIR MENGGUNAKAN METODE SPEKTROMETRI .
Bambang Mursitodan Rayung Sari

105-113

iv

Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 67-76

IDENTIFIKASI SENYAWA DAN UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETIL ASETAT


KULIT KAYU MASSOI (Cryptocarpa massoy)
Bustanussalam1), Haryanto Susilo2 , Endang Nurhidayati2
Laboratorium Kimia Bahan Alam, Pusat Penelitian Bioteknologi
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) - Cibinong
2
Program Studi Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Pakuan
1

ABSTRAK
Massoi (Cryptocarpa massoy) merupakan jenis tumbuhan yang selama ini sudah
digunakan oleh masyarakat lokal Papua sebagai obat tradisional. Bagian yang dimanfaatkan
dari tumbuhan ini adalah kulit kayu yang diekstraksi untuk menghasilkan minyak.
Pemanfaatan kulit kayu Massoi oleh masyarakat lokal selama ini masih dirasakan kurang
optimal, oleh karena belum banyaknya penelitian terkait kandungan senyawa kimia dan
khasiat pengunaan kulit kayu Massoi secara farmakologis. Penelitian ini dilakukan untuk
mengidentifikasi senyawa bioaktif ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi serta menguji
aktivitasnya sebagai antibakteri, antioksidan dan mengetahui tingkat toksisitasnya.Kulit
kayu Massoi diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut metanol dan
dipartisi dengan pelarut air - etil asetat (1:1). Ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi diuji
fitokimia, aktivitas antibakteri, toksisitas dan antioksidan. Selanjutnya untuk
mengidentifikasi adanya senyawa tertentu dilakukan pemisahan, pemurnian dan identifikasi
secara kromatografi. Pengujian fitokimia ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi diketahui
mengandung senyawa tertentu golongan minyak atsiri, flavonoid, tanin, steroid, triterpenoid
dan kumarin. Hasil uji aktivitas diketahui bahwa ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi
memiliki aktivitas positif sebagai senyawa sitotoksik dengan LC50 sebesar 12,12 ppm (sangat
toksik) dan sebagai antioksidan dengan IC50 sebesar 44,02 ppm (aktif). Hasil pemisahan
senyawanya yang dilakukan dengan kromatografi kolom didapat 7 fraksi yang
dikelompokkan berdasarkan profil kromatogram KLT hasil kromatografi kolom yang
meliputi bentuk noda, warna, dan waktu retensinya. Hasil analisis KCKT didapatkan fraksi
dengan area terbesar terdapat pada fraksi 4 sebesar 95042975 pada waktu retensi 10,050
menit. Fraksi 4 dianalisis dengan menggunakan GC-MS untuk mengetahui komponen
senyawa yang terdapat di dalamnya, hasil analisisnya didapatkan 13 senyawa terbesar yang
mempunyai persen kemiripan antara 95-99 % dari data Library program GC-MS.
Kata kunci: Cryptocarpa Massoy, toksisitas, antibakteri, antioksidan dan analisis kromatografi.

PENDAHULUAN
Kecenderungan kembali ke alam
atau lebih dikenal dengan istilah back to
nature, memberikan arahan baru di
Indonesia untuk mengembangkan potensi
keanekaragaman hayati yang dimilikinya.
Tidak kurang dari 1260 jenis tumbuhan
yang terdapat di hutan hujan tropika
merupakan kekayaan Sumber Daya Alam
yang dapat digunakan sebagai bahan obat,
baik untuk obat tradisional maupun sebagai
bahan baku obat modern (Zuhud, et al.
1994 dalam Zuhud dan Yuniarsih 1995).
Menurut
Jafarsidik
(1987)
dalam

Komaryati, et al. (1995), di Indonesia


terdapat kurang lebih 85 jenis pohon hutan
yang berguna sebagai bahan baku obat.
Salah satu tumbuhan hutan di Indonesia
yang berkhasiat obat adalah tumbuhan
Massoi yang berasal dari famili Lauraceae.
Massoi (Cryptocarpa massoy)
merupakan jenis tumbuhan yang selama ini
sudah digunakan oleh masyarakat lokal
Papua sebagai obat tradisional. Bagian

67

Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 67-76

yang dimanfaatkan dari tumbuhan ini


adalah kulit kayu yang diekstraksi untuk
menghasilkan minyak. Beberapa penelitian
Etnobotani
pada
masyarak
at lokal Papua memberikan informasi
bahwa minyak kulit massoi digunakan
sebagai bahan jamu, obat cacing dan obat
untuk kejang perut (Komaryati, et al.
1995). Batang pohon Cryptocarpa massoy
mengandung
minyak
yang
mudah
menguap sebanding dengan kayu manis. Di
pulau Jawa, tumbuhan ini digunakan
sebagai bahan rempah utama bagi berbagai
obat tradisional dengan serangkaian
manfaat, selain itu Massoi juga digunakan
sebagai bahan campuran pewarna untuk
pembuatan batik Jawa.
Pemanfaatan kulit kayu Massoi
oleh masyarakat lokal selama ini masih
dirasakan kurang optimal, oleh karena
belum banyaknya penelitian terkait
kandungan senyawa kimia dan khasiat
pengunaan kulit kayu Massoi secara
farmakologis, sehingga penggunaanya
sampai saat ini hanya berdasarkan pada
data-data empiris dan belum dapat
digunakan secara meluas oleh masyarakat
pada umumnya. Untuk itu penelitian lebih
lanjut mengenai tumbuhan ini diharapkan
dapat memberikan tambahan informasi
yang
dapat
dipergunakan
untuk
memaksimalkan penggunaannya dalam
bidang kesehatan sebagai obat tradisional.
Didasarkan pada permasalahan tersebut,
maka penelitian ini dilakukan untuk
mengidentifikasi senyawa bioaktif ekstrak
etil asetat kulit kayu Massoi serta menguji
aktivitasnya
sebagai
antibakteri,
antioksidan dan mengetahui tingkat
toksisitasnya.
BAHAN DAN METODE
Bahan yang digunakan adalah
serbuk simplisia kulit kayu massoi
(Cryptocarpa massoy), metanol, etil asetat,
aquades, kloroform, DPPH, serium sulfat,
kloramfenikol,
bakteri
(Escherichia
coliATCC 25922 dan Staphylococcus
aureusATCC 25923), pereaksi (Meyer,
68

Dragendorf, Buchardad, Lieberman, dan


FeCl3), telur Artemia salina L, dan garam
laut. Alat-alat yang digunakan antara lain:
mesin penyerbuk simplisia (Fort Waine,
Indiana), rotavapor, neraca analitik, corong
pisah, seperangkat alat Kromatografi Lapis
Tipis (KLT), lampu UV 254 nm dan 365
nm, cawan petri, sonicator, hot plate,
kolom kromatografi, autoklaf, Laminar Air
Flow, pipet mikro, shaker, oven, TLC plate
Alumunium
silika
gel
GF254,
Kromatografi
Cair
Kinerja
Tinggi
(Shimadzu
Series),
Spektrofotometer
(Beckman DU-650), Gas ChromatograhyMass Spectro (Agilent 5975) serta alat-alat
gelas dan alat-alat umum lainnya yang
lazim digunakan di dalam laboratorium
kimia.
Penelitian dilakukan dalam dua tahap.
Tahap
pertama
dilakukan
analisis
pendahuluan terhadap sampel untuk
mengetahui identitas dan gambaran umum
sampel uji, yaitu berupa: determinasi
tumbuhan (sampel), preparasi sampel
(pembuatan serbuk simplisia dan ekstrak)
dan uji fitokimia. Tahap kedua dilakukan
analisis kimia lanjutan, yaitu uji aktivitas
antibakteri dengan metode difusi cakram,
uji aktivitas antioksidan dengan metode
Penangkapan Radikal Bebas, serta uji
toksisitas dengan metode Brine Shrimp
Lethality
Test
(BSLT).
Kemudian
dilakukan pemisahan, pemurnian dan
identifikasi senyawa dengan menggunakan
analisis KLT, kromatografi kolom, KCKT
dan GC-MS.
Preparasi Sampel
Simplisia yang digunakan dalam
penelitian ini merupakan koleksi Pusat
Penelitian Bioteknologi LIPI Cibinong,
yang diperoleh dari Lembah Baliem,
Wamena, Irian Jaya.Pembuatan ekstrak
dilakukan dengan cara maserasi dengan
menggunakan pelarut metanol.Maserat
metanol
yang
didapat
kemudian
dievaporasi
dengan
menggunakan
rotavapor, hingga didapat ekstrak kental.
Ekstrak kental dipartisi menggunakan
pelarut etil asetat : air (1:1) sebanyak 600

Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 66-76

ml yang dilakukan sebanyak tiga kali. Fase


etil asetat yang sudah terpisah dari fase air
diambil,
kemudian
dievaporasi
mengggunakan rotavapor sampai didapat
ekstrak hampir kental, kemudian dianginanginkan hingga pekat/kental.
Uji Fitokimia
Uji fitokimia dilakukan terhadap
senyawa alkaloid, flavonoid, tanin,
polifenol, uji steroid/terpenoid, saponin,
kuinon, kumarin dan minyak atsiri.
Uji Antibakteri
Ekstrak etil asetat sebelum difraksinasi
dengan kromatografi kolom, dilakukan uji
aktivitas antibakteri dengan metode difusi
cakram. Bakteri uji yang digunakan adalah
Escherichia
coliATCC
25922
dan
Staphilococcus
aureus
ATCC
25923.Sebagai kontrol positif digunakan
kloramfenikol dan etil asetat sebagai
kontrol negatif.
Larutan uji dibuat dalam tiga
konsentrasi yang berbeda yaitu 500, 1000,
1500 ppm. Kontrol positifdibuat dalam
konsentrasi 500 ppm. Kertas cakram yang
telah disterilkan dicelupkan ke dalam
larutan kontrol positif dan ke dalam
masing-masing larutan uji yang terdiri dari
tiga konsentrasi (500, 100, 1500 ppm),
diletakkan di atas media inokulum.
Dilakukan pengamatan selama tiga hari
dengan menghitung luas Diameter Daerah
Hambat (mm).
Uji Antioksidan
Uji aktivitas antioksidan dengan
metode Panangkapan Radikal Bebas
dengan pereaksi DPPH, dilakukan dengan
menggunakan Vitamin C sebagai kontrol
positif. Larutan blanko dibuat dari larutan
DPPH 1 mMol dipipet 1 ml kedalam
tabung reaksi yang telah ditera 5 ml, lalu
ditambahkan metanol hingga 5 ml dan
dihomogenkan.Laruatan uji dibuat dalam
konsentrasi sampel masing-masing 5, 10,
25, 50, 100 ppm.
Kontrol positif dibuat dalam konsentrasi
masing-masing 3, 6, 9, 12 dan 15

ppm.Larutan blanko, larutan uji dan larutan


kontrol positif segera diinkubasi selama 30
menit pada suhu 37oC, kemudian serapan
dibaca pada panjang gelombang 515 nm.
Uji Toksisitas
Larutan
ekstrak
dibuat
dalam
konsentrasi masing-masing 1000, 100, dan
10 ppm. Sebagai pembanding disiapkan
larutan blanko yang sama namun tidak
disertai penambahan ekstrak.Uji toksisitas
BSLT dilakukan dengan cara memasukkan
10 ekor larva udang Artemia salina Leach.
untuk tiap-tiap perlakuan ke dalam botol
vial yang telah berisi air laut salinitas 12%
dan larutan blanko. Setelah 24 jam,
dilakukan pengamatan dengan menghitung
jumlah larva udang yang mati. Dari data
yang diperoleh, dihitung nilai LC50 dengan
menggunakan analisis probit dengan selang
kepercayaan 95%.
Analisis Kromatografi Lapis Tipis
(KLT)
Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
dilakukan bertujuan untuk mengetahui pola
kromatogram yang dihasilkan dari
pemisahan senyawa yang terdapat pada
sampel. Eluen yang digunakan merupakan
kombinasi dari beberapa pelarut (heksan,
etil asetat, kloroform, aseton, metanol dan
air) dengan perbandingan tertentu, dan
telah
dijenuhkan
terlebih
dahulu.
Kemudian lempeng diamati di bawah sinar
UV 254 nm dan 366 nm, di semprot
menggunakan penampak bercak serium
sulfat, dan dikeringkan diatas pemanas.
Hasil yang didapat tersebut diamati, dan
eluen yang menghasilkan pemisahan
terbaik selanjutnya digunakan sebagai
eluen pada kromatografi kolom dan HPLC.
Fraksinasi dengan Kromatografi Kolom
Fraksinasi
dilakukan
dengan
menggunakan cairan eluasi pada KLT
yang sesuai sebagai fasa gerak dan silika
gel sebagai fasa diam. Sebanyak 4 g
ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi
dimasukkan ke dalam kolom kaca yang
telah berisi silika gel. Ditambahkan cairan
eluasi secara gradient menggunakan n69

Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 67-76

heksan : etilasetat (10:1 ~ 1:1) dilanjutkan


kloroform : metanol (5:1 ~ 1:1) dan
dibiarkan mengalir melalui kolom. Adanya
senyawa dalam fraksi-fraksi tersebut
dideteksi dengan KLT, fraksi yang
mempunyai pola yang sama selanjutnya
digabungkan menjadi satu sehingga
diperoleh fraksi yang mempunyai sifat
hampir sama. Setelah itu dilakukan analisis
KLT kembali dengan eluen yang sesuai,
kemudian noda pada KLT divisualisasi
dengan lampu UV 254 nm dan 366 nm,
dan disemprot dengan penampak bercak
serium sulfat. Fraksi-fraksi yang dihasilkan
ini kemudian akan diuji aktivitas kembali
(hasil yang positif) dan digunakan untuk
analisis KCKT dan GC-MS.
Analisis Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi (KCKT)
Alat KCKT yang digunakan adalah
Shimadzu Liquid Chromatograph LC-6AD.
Fase gerak yang digunakan adalah
campuran palarut heksan-etil asetat (2:1)
dan fase diam menggunakan Shperisorb
S5W (untuk senyawa non polar). Kondisi
alat diatur dengan flow rate 1 ml/menit,
tekanan 121-141 kg/cm2 dan pada panjang
gelombang 230 nm. Fraksi-fraksi yang
didapat dari hasil pemisahan kromatografi
kolom dilarutkan dengan metanol sampai
larut, kemudian disaring dengan kertas
saring Millipore 0,45 m, masing-masing
fraksi diinjeksikan 20 l menggunakan
syringe.
Analisis Kromatografi GasSpektrometri Massa (GC-MS)
Sampel fraksi 4 ekstrak etil asetat
kulit kayu Massoi di analisis dengan
instrumen GC-MS Agilent 5975 untuk
mengetahui senyawa organik yang terdapat
di dalamnya. Sebelumya fraksi 4 yang
telah difraksinasi pada kromatografi
kolom, dimurnikan dengan menggunakan
KLT Preparatif. KLT preparatif yang
dilakukan menggunakan fase gerak
heksan-etil asetat (2:1) dan fase diam silika
yang dilapisi pada lempeng kaca. Hasil
KLT dikerok dan dilarutkan dengan
70

kloroform. KLT preparatif dilakukan


sebanyak dua kali pengulangan hingga
didapatkan pola bercak tunggal, untuk
kemudian siap dianalisis dengan GC-MS.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Preparasi Sampel
Serbuk kulit kayu Massoi diekstraksi
dengan cara maserasi menggunakan pelarut
metanol, maserasi bertujuan untuk
menghindari terjadinya kerusakan terhadap
komponen organik penyusunnya. Maserat
yang diperoleh dari proses maserasi,
dipartisi dengan ekstraksi cair-cair
menggunakan pelarut etil asetat - air (1:1).
Ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi dari
hasil pemisahan yang didapat kemudian
digunakan sebagai sampel dalam penelitian
ini.
Tabel 1. Hasil Rendemen Partisi
Keterangan
Sampel
kulit
kayu
Massoi

Bobot
awal
(gr)
200

Rendemen

didasarkan

pada

Fase

Berat (gr)

Rendem
en (%)

Etilas
etat

6,2931

3,1465

Air

8,2206

4,1103

perbandingan bobot awal serbuk simplisia dengan


bobot akhir ekstrak etil astat.

Uji Fitokimia
Hasil uji fitokimia ekstrak etil asetat
kulit kayu Massoi menunjukkan hasil
positif pada senyawa golongan minyak
atsiri, flavonoid, tanin, steroid, terpenoid,
dan kumarin.

Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 66-76

Tabel 2. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak etil


asetat kulit kayu massoi
Uji Fitokimia
Minyak Atsiri
Flavonoid

Tanin

Steroid/
Terpenoid
Kumarin
Alkaloid

Hasil
Keterangan
+++ (+) berbau aromatik
(-) tidak berbau aromatik
++ (+) terbentuk warna kuning/
merah/jingga
(-) tidak terbentuk warna kuning
merah/jingga
+
(+) terbentuk warna biru tua/
hijau kehitaman
(-) tidak terbentuk warna biru
tua/hijau kehitaman
+
(+) terbentuk warna merah
(-) tidak terbentuk warna merah
+
(+) berfluoresensi hijau/biru
(-) tidak berfluoresensi hijau/biru
(+) terbentuk endapat merah bata
/putih
(-) tidak terbentuk endapat merah
bata/putih

Saponin

Kuinon

(+) terbentuk busa


(-) tidak terbentuk busa
(+) terbentuk warne merah
(-) tidak tyerbentuk warna merah

Uji Antibakteri
Hasil pengukuran Diameter Daerah
Hambat ekstrak etil asetat kulit kayu
Massoi dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Pengamatan Diameter
Daerah Hambat (DDH)

Konsentrasi

Populasi
larva
udang
(ekor)

Letal
(kematian)
Ulangan
1

Ratarata

Blanko

10

10 ppm

10

2.67

100 ppm

10

10

10

10

10

1000 ppm

10

10

10

10

10

Pengujian antibakteri ekstrak etil


asetat kulit kayu Massoi menunjukkan
hasil negatif, dimana dari ketiga
konsentrasi larutan yang dibuat 500 ppm,
1000 ppm, dan 1500 ppm menghasilkan
DDH 0 mm, yang berarti larutan ekstrak
kulit kayu Massoi tidak menunjukkan
aktivitas sebagai antibakteri. Kontrol
positif menggunakan larutan kloramfenikol
500 ppm yang menghasilkan DDH 1600

mm, dan kontrol negatif


menggunakan
larutan
etil
menunjukkan DDH 0 cm.

dengan
asetat

Uji Toksisitas Larva Udang (Brine


Shrimp Lethality Test)
Hasil uji toksisitas ekstrak etil
asetat terhadap larva udang dapat diketahui
dengan menghitung jumlah larva udang
yang mati.
Tabel 4. Hasil Uji Toksisitas ekstrak etil
asetat kulit kayu Massoi terhadap
larva udang
Keterangan

Konsentrasi
Larutan
(ppm)

Diameter Daerah
Hambat (mm)
E. coli
0
0
0
1600

S. aureus
0
0
0
1400

Kontrol Positif

500
1000
1500
500

Kontrol
Negatif

500

1000

1500

Larutan Uji

Tabel di atas merupakan rekapitulasi nilai


persen kematian larva udang dari masingmasing konsentrasi tiap sampel pada uji
toksisitas, dari hasil ini kemudian dapat
dihitung nilai LC50 menggunakan analisis
probit. LC50 merupakan konsentrasi yang
mematikan 50% dari populasi hewan uji.
Dari percobaan ini, nilai LC50 ekstrak etil
asetat kulit kayu Massoi adalah 12,12 ppm.
Nilai LC50 12,12 ppm menunjukkan tingkat
toksisitas yang sangat toksik, senyawa
dikatakan sangat toksik apabila nilai LC50
lebih kecil atau sama dengan 30 ppm.
Menurut Meyer (1982), hasil toksisitas
yang tinggi ditunjukkkan dengan nilai
konsentrasi yang menyebabkan kematian
50% larva udang, semakin kecil nilai yang
dimiliki ekstrak tanaman maka akan
semakin toksik. Meyer (1982) juga
memaparkan, senyawa kimia berpotensi
bioaktif jika memiliki nilai LC50 kurang
dari 1000 ppm. Oleh karena itu ekstrak etil
asetat kulit kayu Massoi dapat dikatakan
mempunyai potensi bioaktivitas.

71

Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 67-76

Tabel 5. Hasil uji antioksidan ekstrak etil


asetat kulit kayu Massoi

120
100
Persen n Ham batan

Antioksidan
Ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi diuji
aktivitas antioksidan dengan pereaksi
DPPH dan vitamin C sebagai kontrol
positif.

80
60

y = 8.6503x - 1.495
r = 0.9778

40
20
0
0

10

12

14

Konsentrasi Larutan

Ekstrak Etil asetat kulit kayu


Larutan

Konsentrasi
Hambatan IC50
Absorbansi
(ppm)
(%)
(ppm)

Blanko

Larutan Uji

Kontrol
Positif

2,3377

1,9973

14,56

10

1,8137

22,41

25

1,4472

38,09
58,06

50

0,9803

100

0,1706

92,70

1,9215

17,80

0,9770

58,21

0,4506

80,72

12

0,0746

96,80

44, 02

5,95

Massoi dibuat dalam deret konsentrasi


yang
berbeda
dimaksudkan
untuk
menentukan IC50. Dari tabel diatas dapat
diketahui nilai IC50 ekstrak etil asetat kulit
kayu Massoi adalah sebesar 44,02 ppm.
Ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi dapat
dikatakan aktif sebagai antioksidan karena
nilai IC50 < 100 ppm. Menurut Dewi, et al.
(2001), suatu senyawa sebagai antioksidan
dikatakan aktif apabila IC50 < 100 ppm,
lemah jika IC50 < 100-200 ppm dan tidak
aktif bila IC50 > 200 ppm. Nilai
penghambatannya dapat dilihat dengan
menghubungkan persen hambatan dengan
konsentrasi larutan, seperti yang tetera
pada Gambar 7 dan 8.

Persen Hambatan

100
90
80
70
60

Analisis Kromatografi Lapis Tipis (KLT)


Ekstrak etil asetat kulit kayu
Massoi
dianalisis
KLT
dengan
menggunakan beberapa pelarut, tujuannya
untuk memperoleh profil kromatogram
senyawa dengan beberapa perbandingan
komposisi. Hasil kromatogram KLT
ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi dapat
dilihat pada Gambar 9.

**
***

Gambar 9. Kromatogram KLT ekstrak etil


asetat kulit kayu Massoi
Keterangan:
Fase gerak
(a): Heksan-Etil asetat (2:1)
(b): Heksan-kloroform-etil asetat (2:1:1)
(c): Heksan-kloroform-metanol (1:1:2)
Fase diam: Silika Gel GF254
Penampak bercak: serium sulfat
Pengamatan:
* noda tampak dibawah sinar UV254 nm
** noda tampak dibawah sinar UV 365 nm
*** noda tampak dengan penampak bercak

y = 0.8028x + 14.657
r = 0.9943

50
40

Gambar 8. Kurva konsentrasi inhibisi 50


(IC50) Vitamin C

30
20
10
0
0

20

40

60

80

100

120

Konsentrasi Larutan

Gambar 7. Kurva konsentrasi inhibisi 50


(IC50) ekstrak etil asetat kulit
kayu Massoi
72

Gambar di atas merupakan profil


komposisi eluen terbaik dalam analisis
KLT yang dilakukan pada penelitian ini.
Hasil analisis KLT ekstrak kulit kayu
Massoi dapat dilihat pada Tabel 6.

Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 66-76

Tabel 6. Hasil analisis KLT ekstrak etil


asetat kulit kayu Massoi

Tabel 7. Fraksi-fraksi hasil Kromatografi


kolom ekstrak etil asetat kulit
kayu Massoi

Keterangan Hasil
Pelarut
Jumlah Noda

Heksan-Etil
asetat
(2:1)

Heksankloroform-etil
asetat (2:1:1)

HeksanKloroformmetanol (1:1:2)

Warna

Rf

coklat
coklat
coklat muda
coklat muda
coklat
coklat
putih kecoklatan
kuning
kecoklatan
coklat muda
putih kecoklatan
putih kecolatan
coklat muda
coklat muda
coklat
coklat muda

0,3
0,46
0,66
0,7
0,78
0,88
0,14
0,38
0,56
0,62
0.67
0,76
0,69
0,82
0,93

Perbedaan nilai Rf dalam hal ini


dapat dipengaruhi oleh komposisi senyawa
dalam sampel. Dari hasil analisis ini
diperoleh hasil eluen terbaik untuk elusi
KLT ekstrak etilasetat kulit kayu Massoi
adalah campuran pelarut heksan - etil
asetat dengan perbandingan 2:1. Pemilihan
eluen tersebut berdasarkan nilai Rf, bentuk
dan jumlah spot yang dihasilkan serta pola
pemisahan senyawanya.
Kromatografi Kolom
Pemilihan pelarut sebelumnya telah
dilakukan pada saat KLT dengan pelarut
heksan-etil asetat (2:1), sehingga dengan
metode gradien komposisi pelarut yang
digunakan dimulai dari perbandingan 10:1
sampai dengan 1:1 (untuk pelarut yang
sifatnya nonpolar) dan untuk pelarut yang
lebih polar digunakan pelarut kloroformmetanol perbandingan 5:1 sampai dengan
1:1. Fraksi-fraksi hasil tampungan eluen
yang dikumpulkan didapat sebanyak 203
vial dengan volume rata-rata 14 ml. Fraksifraksi ini kemudian dikelompokkan
berdasarkan profil kromatogram KLT.

Fraks
i

Bobot
(mg)

Keterangan

gabungan vial 1-4

47,9

gabungan vial 5-14

84,9

gabungan vial 15-44

403,4

gabungan vial 45-69

49,3

gabungan vial 70-89

7,7

gabungan vial 90-130


gabungan vial 131203

40,2

844,8

Pola kromatogram ketujuh fraksi hasil


kromatografi kolom ekstrak etil asetat kulit
kayu Massoi dapat dilihat pada Gambar 10.
Masing-masing fraksi yang didapat
selanjutnya akan dianalisis menggunakan
kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT).
*

**
***

Gambar 10. Kromatogram Fraksi Kromatografi Kolom ekstrak etil


asetat kulit kayu Massoi
Keterangan:
Fase gerak : heksan-kloroform-metanol
(5:2:1)
Fase diam: Silika Gel GF254
Penampak bercak: serium sulfat
Pengamatan:
* noda tampak dibawah sinar UV254 nm
** noda tampak dibawah sinar UV 365 nm
*** noda tampak dengan penampak bercak

Uji Aktivitas Positif


Aktivitas positif ini dimaksudkan untuk
menguji kembali senyawa yang terdapat
pada fraksi etil asetat kulit kayu Massoi
yang sebelumnya telah difraksinasi dengan
kromatografi kolom. Fraksi-fraksi yang di
dapat diuji aktivitas antioksidan dengan
73

Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 67-76

menggunakan metode penangkapan radikal


bebas dengan pereaksi DPPH yang sama
dengan pengujian awal. Hasil uji aktivitas
antioksidan metode penangkapan radikal
bebas dengan peraksi DPPH pada
konsentrasi sampel 100 ppm dengan cara
spekrofotometri dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Hasil Uji Aktivitas Positif
Antioksidan Fraksi etil asetat
kulit kayu Massoi
Konsentrasi
Fraksi
(ppm)
Blanko

Senyawa

Absorbansi % Inhibisi

2,3377

100

1,7776

24,25

100

1,7659

24,46

100

2,1063

9,90

100

1,8369

21,42

100

1,6643

28,81

100

1,4094

39,82

100

0,7375

68,45

Jika hasil uji ini dibandingkan dengan


uji antioksidan di awal, hasil uji aktivitas
antioksidan
pertama
lebih
besar
hambatannya dibandingkan dengan hasil
uji aktivitas positif kedua. Ini berarti
senyawa
yang
berpotensi
sebagai
antioksidan dalam ekstrak etil asetat kulit
kayu Massoi akan lebih aktif jika dalam
bentuk sebelum dipisahkan (fraksinasi).
Analisis KCKT
Dengan membandingkan waktu retensi
dan area sampel pada hasil analisis KCKT
terdapat tiga senyawa yang kemungkinan
berada pada beberapa fraksi, senyawasenyawa tersebut dapat dilihat pada Tabel.
9 di bawah ini.

74

Tabel 9. Kemungkinan senyawa yang


terdapat dalam fraksi hasil
analisis KCKT

Fraksi
F1
F2
F6
F7
F2
F3
F4
F5
F6
F7

Waktu
Retensi
(menit)
3.733
3.925
3.467
3.708
6.025
6.233
10.05
10.1
10.083
10.125

Luas Area
38468387
9393627
2359848
11982655
3852263
49981059
95042975
52415311
8882340
11338392

Analisis GC-MS
Analisis GC-MS fraksi 4 (F4)
ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi
merupakan
tahap
lanjutan
untuk
mengidentifikasi senyawa yang terdapat di
dalam sampel.
Senyawa-senyawa yang terdapat di
dalam Tabel 10. adalah senyawa-senyawa
yang mempunyai persen kemiripan
berkisar antara 95-99 %. Hasil uji aktivitas
positif terhadap ekstrak dan fraksi etil
asetat kulit kayu Massoi adalah
aktivitasnya sebagai antioksidan. Menurut
Hary Winarsi (2007), senyawa antioksidan
non-enzimatis dapat berupa tokoferol,
karotenoid, flavonoid, quinon, bilirubin,
asam askorbat, asam urat, dan protein
lainnya. Berdasarkan hasil uji fitokiamia
yang
telah
dilakukan
sebelumnya
kemungkinan senyawa yang tedapat dalam
sampel
adalah
senyawa
golongan
flavonoid. Namun demikian dari ketiga
belas senyawa diatas, tidak terdapat adanya
senyawa golongan flavonoid hal ini diduga
karena keberadaan senyawa tersebut dalam
sampel ada dalam konsentrasi kecil
sehingga perlu dilakukan pemurnian
senyawa (isolasi) lanjutan dan analisis
pada fraksi yang lainnya selain fraksi 4
(F4).

Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 66-76

Tabel 10. Tiga belas senyawa terbesar


hasil analisis GC-MS
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Library/ ID (senyawa)
(1-methylene-prophenyl)
benzene
1,3-cyclohexadien, 1phenyl
3-phenyl-1,4cyclohexadien
1,1-biphenyl
3-hydroxy-4methoxybenzaldehyde
(isovanillin)
1,3-cyclohexadien, 1phenyl
6-pentyltetrahydro-2Hpyran-2-one
dodecanoic acid
benzoic acid
n-hexadecanoid acid
9,12-octadecanoid acid
1,2-benzenedicarboxylic
acid, butyl phenylmethyl
ester
icosane

RT

% Kemiripan

4,73

95

6,18

96

6,60

96

6,81

95

6,97

96

7,26

95

7,76

96

8,18
9,86
11,11
12,20

99
97
99
99

31,54

97

15,24

96

KESIMPULAN DAN SARAN


Ekstrak etilasetat kulit kayu Massoi
(Cryptocarpa
Massoy)
mengandung
minyak atsiri, flavonoid, tanin, steroid,
triterpenoid
dan
kumarin.
Nilai
LC50diperoleh sebesar 12,12 ppm yang
menunjukkan tingkat toksisitas yang sangat
tinggi dannilai IC50 sebesar 44,02 ppm
yaituaktif sebagai antioksida
Hasil analisis KCKT ketujuh fraksi
hasil kromatografi kolom, didapatkan
fraksi dengan waktu retensi dan area
terbesar pada fraksi 4, yaitu pada Rt=
10.050 menit dan area 95042975. Aktivitas
antioksidan senyawa yang terdapat pada
ekstrak etil asetat lebih besar dibandingkan
dengan fraksi hasil pemisahan dengan
kromatografi kolom, dimana % hambatan
ekstrak etil asetat kulit kayu Massoi
dengan konsentrasi 100 ppm lebih aktif
dibandingkan hasil fraksinasi. Analisis GCMS senyawa pada fraksi 4, terdapat 13
senyawa terbesar yang mempunyai persen
kemiripan antara 95-99 % dari 72 senyawa
yang teridentifikasi.

Saran
1. Perlu dilakukan pengeringan ekstrak
kental etil asetat kulit kayu Massoi
dengan freezedryer agar diperoleh
ekstrak kering.
2. Perlu dilakukan isolasi senyawa aktif
dengan menggunakan pelarut yang
sesuai dengan tingkat kepolaran yang
lebih.
3. Perlu dilakukan penelusuran senyawa
aktif dan uji aktivitas secara kuantitatif
untuk mengidentifikasi senyawa kimia
yang terdapat pada ekstrak etil asetat
kulit kayu Massoi yang mempunyai
aktivitas positif sebagai antioksidan dan
senyawa sitotoksik.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terimakasih kami sampaikan
kepada:
1. Laboratorium
Biofarmaka
IV,
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) - Cibinong.
2. Program Studi Farmasi, Universitas
Pakuan, Bogor.
DAFTAR PUSTAKA
Alam, G. 2002. Brine Shrimp Lethality
(BSLT) Sebagai Bioassay dalam
Isolasi senyawa Bioaktif dari
Bahan Alam. Majalah Farmasi dan
Farmakologi. hal-6.
Departemen
Kesehatan
RI.
1979.
Farmakope Indonesia, Edisi III.
Direktorat Pengawasan Obat dan
Makanan. Jakarta.
Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan.
1985. Cara Pembuatan Simplisia..
Jakarta.
Direktorat
Pengawasan Obat dan
Makanan.
1995.
Farmakope
Indonesia, Edisi IV.. Jakarta.
Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan.
2000. Parameter standar Umum
Ekstrak Tumbuhan Obat.. Jakarta.

75

Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 67-76

Gariswara, G.S. 1995. Farmakologi dan


Terapi,
Edisi
IV.
Fakultas
Kedokteran, UI Press. Jakarta.
Gritter, R.J. Bobbit JM. Schwarting AE.
1991. Pengantar Kromatografi,
Edisi
kedua
(Penerjemah:
Padmawinata K. Soediro I). ITB.
Bandung, hal. 23-32.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia:
Penentuan
Cara
Modern
Menganalisis
Tumbuhan
(Padmawinata K, penerjemah).
ITB. Bandung. hal.84-94.
Jawets,

E., J.L. Melnick dan E.A.


Adelberg. 1986. Mikrobiologi
Kedokteran
Edisi
20
(penerjemah:Nugroho E, Maulany
RF). Penerbit Buku Kedokteran.
Jakarta. hal. 143-177.

Lemmens. 1995. Plant Resources of


South-East Asia No.5(2). Timber
Trees: Minor Commercial Timbers.
Blackhuys Publisher. Leiden. 152161.
Mulyati,
A.H.
2007.
Dasar-dasar
Kromatografi. Jurusan Kimia,
FMIPA,
Universitas
Pakuan.
Bogor. hal.3-42.

76

Nugroho, R.G., Triantoro dan C.M.E.


Susanti. 2007. Kandungan Bahan
Aktif
Kayu
Kulilawang
(Cinnamomum culilawane Bl.) dan
Masoi (Cryptocaria massoia).
Balai
Penelitian
dan
Pengembangan Kehutanan Papua
Maluku. Manokwari.
Pujianti, S. Ningsih dan Triwidodo. 2002.
Uji Toksisitas terhadap Larva
Artemia Salina dari Fraksi nHeksana, Kloroform, Etil asetat
dan Air Eksstrak Etanol Rimpang
Temu Mangga (Curcuma magga
Val). Fakultas Farmasi, Universitas
Surabaya. hal.109.
Rali, T., S.W. Wossa dan D.N. Leach.
2007. Comparative Chamical
Analysis of the Essential Oil
Constituens in Bark, Heartwood
and Fruits of Cryptocarya massoy
(Oken) Kostrem. (Lauraceae) from
Papua New Guinea. Molecules
12(1); 149-154.
Soerbito, S. 1991. Analisis Senyawa Obat.
Pusat Antar Universitas Ilmu
Hayati. ITB. Bandung. hal 131152.

Fitofarmaka, Vol. 2No.1 ,Juni2012 : 77-82

HISTOPATOLOGI HATI MENCIT PASCA PEMBERIAN SUSPENSI KEPEL


(Stelechocarpus burahol) SECARA INTRAGASTRIK SELAMA 14 HARI
The Histopathology of Mice Liver Treated by Kepel (Stelechocarpus burahol)
Suspension Intragastrically for 14 days
Eva Harlina1), Siti Sadiah2), Huda S Darusman2) dan Gita Alvernita3)
Bagian Patologi, Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi, FKH IPB,
2)
Bagian Farmakologi dan Toksikologi, Departemen Anatomi,
Farmakologi dan Fisiologi, FKH IPB,
3)
Program Sarjana, FKH IPB

1)

ABSTRACT
This aim of this study was to examine the effect of Kepel (Stelechocarpusburahol) to the
mice hepatocytes. Thirty male mice of 4 week aged were divided into three groups; control group
was treated by aquadest, Dose1x group was treated by 2.6 mg/g BW/day kepel powder (0.5 ml
kepel suspension/day), and Dose 5x group was treated by 13 mg/g BW/day kepel powder (1.0 ml
kepel suspension/day). The treatment was intragastrically for 14 days. The mice were euthanized
and necropsy followed by the liver collection for histopathology assay. The histopathological
examination of liver showed hydropic degeneration, cell death and extramedullary
hematopoietic observed on mice hepatocytes. The ANOVA analysis showed that kepel caused
increase significantly (p<0.05) of hydropic degeneration and decrease significantly (p<0.05) of
cell death of mice hepatocytes.

Keywords: Kepel, hydropic degeneration, cell death, extramedullary hematopoietic.


PENDAHULUAN
Indonesia memiliki lebih dari
30.000 jenis spesies tumbuhan, dan 960
spesies diantaranya telah tercatat sebagai
tumbuhan berkhasiat serta 283 jenis
diantaranya merupakan tumbuhan yang
penting bagi industri obat tradisional
(Kusuma dan Zaky 2005). Salah satu
tanaman asli Indonesia yang biasa
digunakan sebagai obat tradisional adalah
tanaman khas asal Yogyakarta yang sering
disebut dengan kepel (Stelechocarpus
burahol).
Kepel merupakan tanaman berkayu
yang berbuah mulai usia 6-8 tahun, buah
berbentuk bulat berwarna kecokelatan
dengan diameter 5-6.3 cm, berdaun lonjong
berwarna hijau kehitaman dan mengkilat
(Umiyah 2005). Buah kepel memiliki biji
yang cukup besar dibandingkan ukuran
buah keseluruhan, dan daging buah
memiliki kandungan air sebesar 10%
(Darusman 2010). Kepel dikategorikan
sebagai salah satu tanaman langka

Indonesia yang telah digunakan secara


tradisional sebagai deodoran oral bagi
masyarakat Keraton, Yogyakarta. Daun
kepel mengandung zat sitotoksik bagi sel
kanker (Wiart 2007), dan mengandung
senyawa flavonoid yang bersifat sebagai
antioksidan (Sunarni et al. 2007). Bunga
kepel
diketahui
memiliki
efek
antiimplantasi sehingga dapat digunakan
sebagai kontrasepsi (Warningsih 1995),
sedangkan kulit batangnya diketahui
sebagai antiagregasi platelet (Sunardi et al.
2007). Banyaknya potensi obat yang
dimiliki kepel berbanding terbalik dengan
keberadaannya. Kurangnya nilai ekonomis
dan hanya berbuah setahun sekali
menyebabkan masyarakat kurang berminat
membudidayakannya. Adanya publikasi
ilmiah mengenai potensi kepel diharapkan
menarik
minat
masyarakat
untuk
membudidayakan dan mengkonsumsinya.
Berdasarkan data empiris yang
diperoleh dari masyarakat Keraton,
mengkonsumsi 2 buah kepel setiap hari
77

Fitofarmaka, Vol. 2No.1 ,Juni2012 : 77-82

dapat memberikan efek wangi pada produk


ekskresi manusia seperti keringat, urin dan
feses. Hasil penelitian sebelumnya dengan
pemberian intragastrik pada hewan tikus
dan mesncit terbukti secara signifikan
mampu menurunkan kadar amonia, fenol
dan trimetilamin pada feses hewan. Untuk
keamanan penggunaan kepel dalam jangka
waktu panjang perlu dilakukan pengamatan
salah satunya pada organ hati. Penelitian
ini bertujuan untuk mempelajari gambaran
histopatologi organ hati mencit terhadap
pemberian suspensi daging buah kepel
karena hati merupakan organ interna
pertama yang terkena efek toksik dari suatu
substansi yang masuk ke dalam tubuh.
BAHAN DAN METODE
Sebanyak 30 ekor mencit dibagi
menjadi tiga kelompok yaitu kelompok
kontrol dan kelompok perlakuan Dosis 1x
dan Dosis 5x. Kelompok kontrol hanya
dicekok akuades 0.5 ml/hari, sedangkan
kelompok perlakuan Dosis 1x dan Dosis 5x
masing-masing dicekok serbuk daging
buah kepel yang dilarutkan dalam akuades
(selanjutnya disebut suspensi kepel)
sebanyak 2.6 mg/kg BB/hari dan 13 mg/kg
BB/hari selama 14 hari. Penentuan dosis
pada mencit berdasarkan hasil konversi
dosis empiris pada manusia (2 buah kepel
sehari) terhadap mencit, dengan faktor
konversi 0.0026 (bacharah, ). Pada akhir
perlakuan mencit dieuthanasi kemudian
diambil hatinya untuk dibuat sediaan
histopatologi dan diwarnai dengan
Haematoxillin-Eosin.
Evaluasi
histopatologi
hati
dilakukan dengan menghitung jumlah
hepatosit yang mengalami degenerasi
hidropis dan kematian sel pada 20 lapang

78

pandang foto. Foto histopatologi hati


menggunakan lensa kamera Webcam dan
lensa objektif mikroskop 40x, sedangkan
penghitungan hepatosit menggunakan
software ImageJ. Selain itu dilakukan pula
penghitungan jumlah fokus extramedullary
hematopoiesis (EMH) pada seluruh lapang
pandang hati. Hasil penghitungan hepatosit
dianalisis menggunakan analisis sidik
ragam acak lengkap (ANOVA) dengan uji
lanjutan Duncan ( = 0.05).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Pemberian Suspensi Kepel
(Stelechocarpus
burahol)
Terhadap
Gambaran Histopatologi Hati
Pada pengamatan seluruh sediaan
histopatologi hati mencit perlakuan
umumnya ditemukan kelainan hepatosit
berupa degenerasi hidropis (Gambar 1a)
dan kematian sel (Gambar 1b). Selain itu
ditemukan pula fokus-fokus sel radang
myeloblast dan eristroblast di sinusoid, di
daerah segitiga Kiernan maupun di tepitepi vena sentralis yang disebut
extramedullary hematopoiesis (Gambar 1a)
(Marchiori et al. 2007). Degenerasi
hidropis ditandai dengan pembengkakan
dan adanya ruang-ruang kosong di
sitoplasma sehingga sitoplasma tampak
seolah robek-robek, sedangkan inti tampak
normal.
Kematian sel dicirikan oleh
sitoplasma hepatosit yang berwarna lebih
merah sedangkan inti mengecil dan
memadat sehingga berwana lebih gelap.
Hasil analisis statistik persentase hepatosit
mencit yang mengalami degenerasi
hidropis dan kematian sel disajikan pada
Tabel 1.

Fitofarmaka, Vol. 2No.1 ,Juni2012 : 77-82

Tabel 1.

Persentase perubahan hepatosit mencit pasca pemberian suspensi kepel


(Stelechocarpus burahol)
Persentase (%) Hepatosit
Kelompok
Hepatosit Normal
Degenerasi Hidropis
Hepatosit mati
38.79 15.00a
36.89 12.67a
30.17 11.73b

Kontrol
Dosis 1x
Dosis 5x

36.05 12.50a
41.45 13.07b
57.70 12.57c

25.16 13.57a
21.66 7.757b
12.13 6.47c

Keterangan: Huruf berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada taraf 0.05

20m

(a)
Gambar 1.

20m

(b)

Seluruh hepatosit mengalami degenerasi hidropis disertai adanya fokus


extramedullary hematopoiesis (panah)pada hati kelompok Dosis 5x (a);
Kematian hepatosit yang dicirikan oleh sitoplasma berwarna lebih merah dan
inti yang mengecil (panah) (b). Pewarnaan HE, bar:20 m.

Hasil analisis statistik persentase


hepatosit yang mengalami degenerasi
hidropis pada kelompok perlakuan (Dosis
5x dan 1x) lebih tinggi dan berbeda nyata
(p< 0,05) dibandingkan dengan kelompok
kontrol, dan kelompok Dosis 5x lebih
tinggi dan berbeda nyata (p< 0,05)
dibandingkan dengan kelompok Dosis 1x.
Peningkatan persentase degenerasi hidropis
sejalan dengan meningkatnya dosis
pemberian suspensi kepel, sehingga
degenerasi hidropis hepatosit disebabkan
oleh pemberian suspensi kepel.
Degenerasi hidropis merupakan
kerusakan sel yang disebabkan oleh
iskemia yang menyebabkan kerusakan
membran sel. Iskemia juga menyebabkan
penurunan fosforilasi oksidatif yang
berakibat menurunkan ATP sehingga
menurunkan kerja pompa Na. Adanya

kerusakan membran sel menyebabkan ion


K+ keluar dari sel sedangkan air, ion Na+
dan ion Ca2+ masuk ke dalam sel secara
berlebihan
sehingga
mengakibatkan
pembengkakan sel. Penurunan ATP juga
mengakibatkan peningkatan glikolisis
sehingga pH sel akan mengalami
penurunan. Penurunan pH mengakibatkan
benang khromatin pada inti sel menjadi
menebal dan pada akhirnya menjadi rusak.
Hal ini dapat menyebabkan hilangnya
benang khromatin dan protein sel sehingga
apabila berlanjut akan berujung pada
nekrosis sel (Hanna 2011). Degenerasi
hidropis merupakan repson awal sel
terhadap bahan-bahan yang bersifat toksik
yang masuk ke hati melalui aliran darah.
Oleh karena itu degenerasi hidropis
biasanya dimulai dari hepatosit yang
berada di tepi lobuler yang kemudian
79

Fitofarmaka, Vol. 2No.1 ,Juni2012 : 77-82

menyebar ke sentra lobuler (Talukder


2001). Selain itu, degenerasi hidropis juga
dapat terjadi pada hewan yang mengalami
hipoksia. Pemberian oksigen yang cukup
serta penghentian paparan bahan toksik
dapat memulihkan sel yang mengalami
degenerasi hidropis.
Kepel termasuk kedalam famili
Annonaceae yang memiliki satu metabolit
yang khas yaitu acetogennin atau sering
disebut Annonaceous acetogennin (ACGs)
(Alali et al. 1999). Menurut Liang et al.
(2009) derivat ACGs yang paling
berbahaya adalah bullatacin. Kandungan
ACGs dalam daging buah kepel diduga
penyebab degenerasi hidropis hepatosit.
Hasil analisis statistik persentase
hepatosit yang mengalami kematian sel
berbanding terbalik dengan degenerasi
hidropis. Persentase kematian sel pada
kelompok perlakuan (Dosis 5x dan 1x)
lebih rendah dan berbeda nyata (p< 0,05)
dibandingkan kelompok kontrol, dan
kelompok Dosis5x lebih rendah dan
berbeda nyata (p<0,05) dibandingkan
kelompok Dosis 1x.
Sel mati terdiri atas sel yang
menagalami apoptosis maupun nekrosis.
Untuk membedakan keduanya diperlukan
pewarnaan jaringan khusus menggunakan
metoda imunohistokimia. Pada penelitian
ini hanya menggunakan pewarnaan rutin
HE (Haematoksilin-Eosin), sehingga sel
dengan inti yang piknotis dan sitoplasma
yang
berwarna
lebih
eosinofilik
dikategorikan ke dalam kelompok sel yang
mati. Apoptosis merupakan suatu bentuk
kematian sel terprogram yang bersifat aktif
yang ditandai dengan adanya kondensasi
kromatin dan fragmentasi kromosom
(DAmico dan McKenna 1994). Pada
kematian sel sel berperan aktif dalam
proses terminasi diri dan tidak diikuti oleh
peradangan. Menurut Dash (2011),
kematian sel dapat terjadi akibat berbagai
macam stimuli seperti ionisasi radiasi
benang kromatin, infeksi virus, ekspresi
gen prokematian sel melalui aktivasi enzim
caspase, dan tekanan pada sel seperti
80

deplesi faktor pertumbuhan, tekanan pada


sitoplasma, dan radikal bebas.
Apoptosis secara normal muncul
selama proses perkembangan dan penuaan
sebagai mekanisme homeostasis untuk
menjaga populasi sel dalam jaringan.
Sekitar 10 miliar sel hati dibuat setiap
harinya untuk menyeimbangkan sel-sel hati
yang mengalami kematian sel, yang
diistilahkan
dengan
regenerasi
sel
(Renehan et al. 2001 dalam Elmore 2007).
Kematian sel juga muncul sebagai
mekanisme pertahanan seperti reaksi
tanggap kebal atau saat sel rusak akibat
penyakit dan agen radikal bebas yang
menyebabkan stress oksidatif (Norbury dan
Hickson 2001 dalam Elmore 2007).
Menurut Kresno (2001), kematian sel
merupakan upaya sel dalam menjaga
homeostasis dengan mengeliminasi sel-sel
yang mengalami kerusakan pada proliferasi
fisiologis.
Selama
kematian
sel
mitokondria juga mengaktifkan enzimenzim prokematian sel seperti caspase
activator dan procaspase yang dapat
memicu kerusakan membran mitokondria
sehingga merangsang sel melakukan
kematian sel (Fleury et al. 2002).
Sel nelrosis adalah sel yang telah
mengalami proses patologis sehingga
menyebabkan mitokondia dan sitoplasma
membengkak serta robeknya dinding sel.
Nekrosis pada sel dapat disebabkan oleh
berbagai hal diantaranya hipoksia sehingga
menyebabkan kematian sel. Sel mati
karena nekrosis melibatkan sekumpulan sel
yang kemudian membentuk berbagai
kategori nekrosis dan mengundang reaksi
radang (Cheville 2006).
Daging buah kepel mengandung
flavonoid tertinggi dibandingkan bagian
buah lainnya yaitu 29,12 ppm, sedangkan
standar flavonoid pada vitamin C sebesar
5.35 ppm (Tisnadjaja et al. 2006).
Flavonoid merupakan senyawa pigmen
paling umum di dunia tanaman dan
merupakan senyawa antioksidan yang
berfungsi sebagai penangkap radikal bebas
(Marcheix et al. 1990 dalam Tisnadjaja et

Fitofarmaka, Vol. 2No.1 ,Juni2012 : 77-82

al. 2006). Persentase sel mati yang lebih


rendah pada kelompok perlakuan (Dosis 5x
dan 1x) dibandingkan kelompok kontrol
diduga disebabkan oleh aktivitas senyawa
antioksidan yang terkandung pada buah
kepel. Secara umum antioksidan akan
bekerja pada membran sel yang rusak
akibat peroksidasi lemak membran oleh
radikal bebas (Cheville, 2006).
Di tepi-tepi vena sentralis, vena
porta dan di sinusoid ditemukan fokusfokus sel-sel mononuklear yang disebut
extramedullary
hematopoiesis(EMH)
(Gambar 1a). EMH terbentuk terutama bila
hewan mengalami anemia, sehingga untuk
mengatasinya sel basofilik maupun
myelosit yang belum matang dilepaskan
dari sumsum tulang ke dalam darah. EMH
biasanya ditemukan di organ hati, limpa
dan limfonodus. Fokus EMH terdiri atas
sel basofilik dan sel-sel mielosit yang
belum matang maupun yang matang
(NIEHS 2010).
Anemia pada mencit percobaan
dapat dikaitkan dengan kandungan tanin
pada kepel. Menurut Darusman (2010),
daging buah kepel mengandung senyawa
tanin, walaupun jenis dan kadarnya belum
diketahui. Menurut Makkar (2003) dan
Herlina (2007) tanin tidak bersifat toksik
namun bersifat antinutrisi.Adanya senyawa
tersebut dapat mengikat protein pakan
sehingga
mencit
mengalami
hipoproteinemia yang pada akhirnya
berujung pada anemia. Fokus-fokus EMH
ditemukan di seluruh kelompok perlakuan,
dan terbanyak pada kelompok Dosis 5x.
Hal ini dikarenakan semakin tinggi dosis
suspensi kepel yang diberikan maka
semakin tinggi kadar tanin yang
dikonsumsi sehingga mencit semakin
menderita anemia.

KESIMPULAN
Pemberian
suspensi
kepel
(Stelechocarpus burahol) menginduksi
terjadinya degenerasi hidropis, kematian

sel dan extramedullary hematopoiesis pada


hati mencit.
SARAN
Perlu
dilakukan
uji
toksisitas
bertingkat hingga uji LD50 dengan variabel
pengujian yang lebih banyak untuk
mengetahui dosis aman hingga dosis lethal
dari suspensi Kepel (Stelechocarpus
burahol).
DAFTAR PUSTAKA
Alali FQ, Liu XX, McLaughlin JL. 1999.
Annonaceous acetogennins: recent
progress. J. Nat. Prod.62:504-540.
Dash P. 2011. Kematian sel. Basic Medical
Sciences, St. Georges University of
London.
[terhubung
berkala].
www.sgul.ac.uk/dept/immunology/
~dash. [2 Oktober 2011].
Cheville, NF.2006. introduction to
Veterinary Pathology. 3th edition.
2006. Wiley-Blackwell.
Darusman
HS.
2010.
Aktivitas
Farmakologis Tanaman Kepel
(Stelechocarpus burahol (Blume)
Hook & Thomson) Sebagai
Deodoran Topikal dan Oral.
[Thesis].
Bogor:
Fakultas
Kedokteran
Hewan
Institut
Pertanian Bogor.
Fleury C, Mignotte B, Vayssiere JL. 2002.
Mitochondrial reactive oxygen
species in signaling cell death.
Biochim
84:
2-3.
[abstrak].
http://www.sciencedirect.com/scien
ce/article/pii/S030090840201369X
. [2 Oktober 2011].
Hanna

P. 2011. Cellular pathology.


[terhubung berkala]. http://people.
upei.ca/hanna/. [2 Oktober 2011]

Harlina, E. 2007. Toksikopatologi dan


Biotransformasi Senyawa Toksik
lamtoro merah (Acacia villosa)
pada Tikus. (Disertasi). Bogor.

81

Fitofarmaka, Vol. 2No.1 ,Juni2012 : 77-82

Institiu Pertanian Bogor, Fakultas


kedokteran Hewan.

support/lverpath/miscellaneous.cfm
[6 Oktober 2011].

Kresno SB. 2001. Ilmu Onkologi Dasar.


Bagian Patologi Klinik FK UI:
Indonesia. hlm 13-15.

Norbury CJ, Hickson ID. 2001. ( dalam


Elmore 2007) Cellular responses to
DNA
damage.
Annu
Rev
Pharmacol Toxicol 41:367401.

Kusuma FR, Zaky MB. 2005. Tumbuhan


Liar Berkhasiat Obat. Jakarta :
Agromedia Pustaka.
Liang YJ, Zhang X, Dai CL, Zhang JY,
Yan YY, Zeng MS, Chen LM, Fu
LW. 2009. Bullatacin ABCB1overexpressing cell kematian sel via
the
mitochondrial
dependent
pathways. J Biomed Biotechnol
[terhubung
berkala].
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/a
rticles/PMC2715821/.
[12
September 2011].
Makkar HPS.2003. Effect and Fate of
Tannins in Ruminant Animals,
Adaptation
to
tannins,
and
strategies to overcome detrimental
effect of feeding tannin-rich feeds.
Small Ruminant Res 49:241-256
Marcheix JJ, Fleuriel A, Billiot J. 1990.
Fruit Phenolics. Boca Raton: CRC
Press.
Marchiori E, Escuisato DL, Irion KL,
Zanetti G, Rodrigues RS, Meirelles
GS,
Hochhegger
B.
2007.
Extramedullary
hematopoiesis:
findings on computed tomography
scans of the chest in 6 patients. Jor.
Bras. Pneum. [terhubung berkala].
http://www.scielo.br/scielo.
[12
September 2011].
[NIEHS].
National
Institute
of
Environmental Health Sciences.
2011. The Digitized Atlas of Mouse
Liver Lesions: Extramedullary
Hematopoiesis.[terhubung berkala].
http://www.niehs.nih.gov/research/
atniehs/ labs/lep/path-support/core-

82

Renehan AG, Booth C, Potten CS. 2001.


What is kematian sel, and why is it
important?. BMJ 322:15368.
Sunardi CSA, Padmawinata K, Kardono
LBS, Gana A. 2007. Isolasi dan
Identifikasi Kulit Batang Burahol
(Stelechocarpus burahol) Terhadap
sel Leukimia [disertasi]. Bandung :
Institut Teknologi Bandung,
Sunarni T, Pramono S, Asmah R. 2007.
Flavonoid antioksidan penangkap
radikal
dari
daun
kepel
(Stelechocarpus burahol). Majalah
Farmasi Indonesia ; 18(3).
Talukder SI. 2001. Lecture notes on
pathology of hepatobiliary system.
[terhubung
berkala].
http://www.talukderbd.com/lectures
/hepatobiliary_system_note.pdf [6
September 2011].
Tisnadjaja D, Saliman E, Silvia,
Simanjuntak P. 2006. Pengkajian
Burahol (Stelechocarpus burahol
(Blume) Hook & Thomson) sebagai
buah yang memiliki kandungan
senyawa antioksidan. Biodiv 7 (2):
199-202.
Warningsih. 1995. Uji fitokimia dan efek
antiimplantasi ekstrak etanol bunga
hibiscus rosa-sinensis, buah Piper
nigrum, dan buah Stelechocarpus
burahol [abstrak]
Wiart C. 2007. Goniothalamus species: A
source of drugs for the treatment of
cancers and bacterial infections.
eCAM 4 (23) 299-311.

Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 83-90

POTENSI ANTIBAKTERI EKSTRAK HEKSANA BANDOTAN


(Ageratum conyzoidesL.) TERHADAP Escherichia coli DAN Staphylococcus
aureusDAN IDENTIFIKASI SENYAWA ORGANIK DENGAN METODE
KROMATOGRAFI GAS SPEKTROMETRI MASSA (GC-MS)
Tri Aminingsih1), Husain Nashrianto2), Aji Syaiful Rohman3)
1,2,3)
Program Studi Kimia FMIPA Universitas Pakuan
ABSTRAK
Bandotan (Ageratum conyzoides Linn) merupakan tanaman gulma yang sering
dimusnahkan, namun sekelompok masyarakat ada yang memanfaatkan tanaman ini sebagai
obat tradisional yang dapat menyembuhkan beberapa macam penyakit diantaranya luka
koreng di kulit, malaria, influenza, radang paru-paru, tumor, obat rematik . Penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi senyawa yang ada dalam ekstrak heksana bandotan serta
menguji aktivitas antibakterinya terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Herba
bandotan diekstraksi dengan heksana menggunakan metode maserasi. Maserasi dilakukan
dalam bejana tertutup selama 24 jam dan sesekali diaduk. Proses maserasi dilakukan
sebanyak tiga kalivolume 500 mL.Ekstrak heksana dipekatkan dengan rotary evaporatordan
dilakukan pengujian fitokimia meliputi golongansenyawa alkaloid, saponin, tanin,
triterpenoid steroid dan flavonoid. Ekstrak heksan herba bandotan diuji aktivitas
antibakterinya terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan metode kertas
cakram dan dianalisis senyawa kimianya dengan Kromatografi Gas-Spektrofotometri Massa
(GC-MS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar rendemen ekstrak sebesar 10,01%,
kadar air
8,41%,dan ekstrak heksana herba bandotan mengandung senyawa
golonganalkaloid, triterpenoid-steroid dan flavonoid. Ekstrak heksana herba bandotan
memiliki aktivitas antibakteri dengan diameter daya hambat (DDH) terhadap S. aureus 29,6
mm dan diameter daya hambat (DDH) terhadap E. coli 12,4m sehingga lebih peka terhadap
S. aureus (gram positif)dibandingkan dengan E.coli (gram negatif).Komponen senyawa yang
terdapat dalam ekstrak heksana herba bandotan yang dianalisis dengan Kromatografi Gas
Spektrometri Massa (GC-MS) antara lain kariofilen, isokariofilen, ageratokromen,
demetoksiageratokromen,
6-vinil-7-metoksi-2,2-dimetilkromen,
kumarin,
asam
dikloroasetat, 1-heptadekanol, 7-etil-6-metil-5-metiltiopirazolo[1,5-a]pirimidin.Senyawasenyawa tersebut diduga merupakan senyawa yang berperan sebagai zat antibakteri.
Kata kunci : Bandotan, heksana, antibakteri,Escherichia coli dan Staphylococcus aureus,GC-MS.

PENDAHULUAN
Masyarakat Indonesia sudah biasa
menggunakan obat-obatan tradisional yang
umumnya berasal dari tumbuhan untuk
mencegah dari serangan penyakit atau
mengobati penyakit. Aplikasi dari obatobatan ini bisa dengan cara meminum
ekstrak air dari tanaman tersebut atau
meletakkan simplisia yang sudah ditumbuk
halus pada daerah di tubuh yang sakit atau
yang terkena infeksi. Penyakit infeksi
merupakan salah satu permasalahan dalam
bidang kesehatan yang dari waktu ke
waktu
terus
berkembang.
Infeksi
merupakan penyakit yang dapat ditularkan

dari satu orang ke orang lain atau dari


hewan ke manusia. Infeksi dapat
disebabkan oleh berbagai mikroorganisme
seperti virus, bakteri, jamur, riketsia, dan
protozoa. Organisme-organisme tersebut
dapat menyerang seluruh tubuh manusia
atau sebagian daripadanya.
lnfeksi juga bisa disebabkan oleh
munculnya strain bakteri yang resisten
terhadap antibiotik. Bagi negara-negara
berkembang, timbulnya strain bakteri yang
resisten terhadap antibiotik pada penyakit
infeksi merupakan masalah penting.
Kekebalan bakteri terhadap antibiotik
menyebabkan angka kematian semakin
83

Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 83-90

meningkat, sedangkan penurunan infeksi


oleh bakteri-bakteri patogen yang dapat
menyebabkan kematian sulit dicapai.
Selain itu, cara pengobatan yang
menggunakan
kombinasi
berbagai
antibiotik juga dapat menimbulkan
masalah
resistensi.Berkembangnya
resistensi bakteri terhadap obatobatan
hanyalah salah satu contoh proses alamiah
yang dilakukan oleh organisme-organisme
untuk mengembangkan toleransi terhadap
keadaan lingkungan yang baru. Resistensi
bakteri terhadap obat pada suatu
mikroorganisme dapat disebabkan oleh
suatu faktor yang memang sudah ada pada
mikroorganisme sebelumnya atau mungkin
juga faktor itu diperoleh kemudian.
Resistensi antibiotik merupakan masalah
besar bagi orang-orang yang bekerja di
klinik dan kini telah dilakukan banyak
usaha untuk mencegah terjadinya resistensi
antibiotik
(Pelczar
dan
Chan,
1988).Pemakaian antibiotika yang tidak
tepat untuk pengobatan infeksi bakteri
memunculkan berbagai masalah setelah
puluhan tahun pemakaiannya yaitu
menimbulkan bakteri yang resisten
terhadap antibiotika Keamanan bahan
makanan sehubungan dengan residu
antibiotika merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang penting di berbagai
negara. Selain itu, kurangnya informasi
ilmiah mengenai komponen-kompenen
kimia yang terdapat dalam tanaman untuk
obat tradisional ini mengakibatkan nilai
ekonomi dari tanaman-tanaman ini sangat
rendah. Penggunaannya yang biasanya
menggunakan dosis sembarang bisa
mengakibatkan efek yang tidak diinginkan.
Salah satu tanaman yang telah digunakan
sebagai obat tradisional adalah Ageratum
conyzoides Linn., yang memiliki nama
daerah bandotan, babandotan (Sunda),
badotan dan wedusan (Jawa).
Di
Indonesia,
tanaman ini digolongkan
sebagai
gulma
sehingga
sering
dimusnahkan,namun beberapa kelompok
masyarakat menggunakan tanaman ini
sebagai
obat
tradisional
untuk
84

menyembuhkan berbagai macam penyakit:


luka koreng di kulit, malaria, influenza,
radang paruparu dan tumor. Di negara lain
di Asia, Afrika dan Amerika Latin ,
tanaman ini juga digunakan sebagai obat
tradisional dengan beragam aplikasi,
seperti obat demam, rematik, sakit kepala,
dan sakit perut, obat pneumonia, obat
diarhea,
diabetes,
HIV/AIDS.
Penyelidikan farmakologi telah dilakukan
oleh beberapa peneliti. Misalnya, ekstrak
eter dan kloroform memiliki efek inhibitor
terhadap
perkembangan
in
vitroStaphylococcus
aureus,
ekstrak
metanol dari seluruh bagian tanaman
menunjukkan aksi inhibitor tehadap
perkembangan Staphylococus aureus,
Bacillus subtilis, Eschericichia coli, and
Pseudomonas aeruginosa. Selain itu,
ekstrak air dari tanaman ini memiliki aksi
analgesik yang efektif pada tikus dan
antispasmotik (Ming, 1999).
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui potensi antibakteri dari ekstrak
heksana herba bandotan terhadap bakteri
Escherichia coli dan Staphylococcus
aureus serta mengetahui komponen
senyawa yang terdapat dalam ekstrak
heksana herba bandotan menggunakan
metode Kromatografi Gas Spektrometri
Massa (GC-MS).
BAHAN DAN METODE
Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini antara lain herbabandotan
(Ageratum conyzoides Linn.),aquadest,
alkohol
70%,
larutan
pengekstrakheksana,media
NA(Nutrient
Agar),
eritromisin,
kloramfenikol,aluminium
foil,
kertas
cakram, suspensi bakteri Staphylococcus
aureus, suspensibakteri Escherichia coli,
dan dan pereaksi-pereaksi uji fitokimia:
HCl 10%, HCl 2%,HCl 2N, pereaksi
Mayer, etanol 95%,serbuk Zn, HCl(p),
FeCl3, dietil eter, pereaksi LiebermanBuchard. Peralatan yang digunakan
Laminar Air Flow (LAF), autoklaf, gelas
piala, gelas ukur, rotavapor, neraca

Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 83-90

analitik, corong, pipa kapiler, tabung


reaksi, pipet tetes, pipet serologi steril,
cawan petri steril, jangka sorong, kapas,
batang pengaduk, spatula, hot plate,
spirtus, ose, dan peralatan GC-MS.
METODE PENELITIAN
Pembuatan Simplisia dan Ekstraksi
Herba bandotan dicuci, ditiriskan,
dikeringkan, dihaluskan, diayak dan
dianalisis kadar airnya. Ekstraksi herba
bandotan dengan maserasi menggunakan
pelarut heksana di dalam bejana tertutup
selama 24 jam dan sesekali diaduk. Ekstrak
heksana dipekatkan dengan rotavapor,
kemudian ditentukan kadar rendemennya.
Ekstrak heksana lalu diuji fitokimia, diuji
potensi antibakterinya, dan dianalisis
senyawa kimianya menggunakan GC-MS.
Pengujian Fitokimia
Pengujian fitokimia ekstrak herba
bandotan dilakukan berdasarkan metode
analisis tanaman obat meliputi uji alkaloid,
flavonoid, saponin, tanin dan triterpenoid
steroid.
Uji Potensi Antibakteri
Bakteri uji yang digunakan adalah
Staphylococcus aureus dan Escherichia
coli. Kertas cakram steril dengan diameter
6 mm ditetesi 15 l ekstrak heksana herba
bandotan, kemudian diletakkan pada media
agar yang telah diberi bakteri uji dan
diinkubasi pada suhu 37C selama 24 jam.
Sebagai pembanding/kontrol digunakan
antibiotika Eritromisin 15 g dan
Kloramfenikol 30 g sebagai kontrol
positif dan pelarut heksana sebagai kontrol
negatif masing-masing sebanyak 15 l.
Analisis Kandungan Senyawa Kimia
Hasil ekstrak heksana herba
bandotan
diidentifikasi
komponen
senyawanya
menggunakan
metode
Kromatografi Gas Spektrometri Massa
dengan alat GC-MS.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Rendemen dan Kadar Air Ekstrak
Herba Bandotan
Dari ekstraksi herba bandotan
menggunakan heksana, diperoleh ekstrak
kental heksana herba bandotan yang
berwarna hijau. Hasil penimbangan ekstrak
kental bandotan yaitu 50,07 gram. Dari
hasil tersebut diperoleh rendemen ekstrak
sebesar 10,00%.
Kadar
air
pada
simplisia
menunjukkan
ketahanan
dalam
penyimpanan, biasanya kadar air yang
dipersyaratkan untuk bahan ekstrak adalah
tidak lebih dari 10%. Hal ini untuk
menghindari tumbuhnya jamur atau
mikroba pada hasil ekstraksi. Jumlah air
yang
terkandung
dipengaruhi
dari
perlakuan yang telah dialami bahan, seperti
kelembaban udara, tempat penyimpanan,
dan lain-lain. Kadar air yang didapatkan
pada penelitian ini adalah sebesar 8,41%
dan diperoleh rendemen hasil ekstrak
sebesar 10,00%.
Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Heksana
Herba Bandotan
Hasil penapisan senyawa fitokimia
menunjukkan bahwa ekstrak heksana herba
bandotan mengandung senyawa alkaloid,
flavonoid,
dan
triterpenoid-steroid.
Senyawa alkaloid mempunyai aktivitas
sebagai antibakteri, senyawa flavonoid
sebagai antioksidan, senyawa tanin dapat
berfungsi untuk melapisi lapisan mukosa
pada organ agar terlindungi dari infeksi
bakteri.
Senyawa
saponin
dapat
meningkatkan permeabilitas dinding usus,
memperbaiki penyerapan nutrien, dan
menghambat aktivitas enzim urease (Erika,
2000).
Hasil Uji Potensi Antibakteri Ekstrak
Heksana Herba Bandotan
Potensi antibakteri ekstrak heksana
herbabandotan terhadap bakteri S. aureus
dan E. coli dapat ditentukan dengan
mengukur Diameter Daya Hambat (DDH)
petumbuhan bakteri di sekitar kertas
85

Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 83-90

cakram yang terlihat jernih. Dari hasil uji


terhadap ekstrak kental herba bandotan
(Tabel 1) didapatkan bahwa terdapat zona
hambat
yang
masih
lebih
kecil
dibandingkan dengan kontrol positif
(Kloramfenikol 30g dan Eritromisin
15g). Hasil pengukuran DDH ekstrak
heksana herba bandotan terhadap bakteri S.
aureus adalah sebesar 29,6 mm, sedangkan
terhadap bakteri E. coli adalah sebesar 12,4
mm.Dari hasil di atas terlihat bahwa
pengukuran DDH terhadap bakteriS.
aureus lebih luas dibandingkan dengan
DDH terhadap bakteri E. coli.Uji daya
hambat terhadap ekstrak metanol herba
bandotan yang telah dilakukan pada

penelitian sebelumnya didapatkan hasil


pengukuran diameter daya hambat
terhadap bakteri S. aureus adalah sebesar
12 mm, sedangkan terhadap bakteri E. coli
adalah sebesar 10 mm (Gunawan, 2008).
Jika dibandingkan dengan hasil diameter
daya hambat yang diperoleh terhadap
ekstrak heksana herba bandotan, potensi
daya hambat ekstrak heksana herba
bandotan masih lebih besar dari ekstrak
metanol herba bandotan. Hal ini
menunjukkan bahwa ekstrak heksana herba
bandotan memiliki efektifitas daya hambat
yang lebih baik.

Tabel 1. Hasil Uji PotensiAntibakteri (DDH) Ekstrak Heksana Herba Bandotan


Ekstrak

Bandotan

Kontrol - (Heksana)

Kontrol +
(Kloramfenikol 30g)

Kontrol +
(Eritromisin 15g)

86

Ulangan

DDH pada
Staphylococcus
aureus (mm)

DDH pada
Escherichia
coli(mm)

1
2
3
rata-rata
1
2
3
rata-rata
1
2
3
rata-rata
1
2
3
rata-rata

30,2
29,6
29,1
29,6
Negatif
Negatif
Negatif
31,4
31,9
31,6
31,6
30
30,9
31
30,6

12,4
12,4
12,5
12,4
Negatif
Negatif
Negatif
21,5
21,5
23,4
22,1
22,6
21,6
22,3
22,2

Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 83-90

(a)

(b)

Gambar 1. Hasil uji aktivitas antibakteri Kloramfenikol terhadap bakteri


Staphylococcus aureus(a) dan Escherichia coli (b)

(a)

(b)

Gambar 2. Hasil uji aktivitas antibakteri Eritromisin terhadap bakteri


Staphylococcus aureus(a) dan Escherichia coli (b)

.
(a)
(b)
Gambar 3. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak heksana bandotan terhadap
bakteri Staphylococcus aureus(a) dan Escherichia coli (b)
Secara in vitro, ekstrak heksana
herba bandotan memiliki daya antibakteri
terhadap bakteri uji S. aureus dan E. coli
yang ditandai dengan terbentuknya zona
hambat berupa zona bening di sekitar
kertas cakram. Potensi antibakteri ekstrak
herbabandotan terhadap bakteri S. aureus
lebih besar dibandingkan terhadap bakteri
E. coli. Pada ekstrak heksana herba

bandotan didapatkan DDH 29,6 mm untuk


bakteri uji S. aureus dan 12,4 mm untuk
bakteri uji E. Coli. Perbedaan tersebut
terjadi karena kedua bakteri uji tersebut
memiliki komposisi dinding sel yang
berbeda. S. aureus yang merupakan bakteri
gram positif mempunyai sruktur dinding
sel yang sederhana (kandungan lipid
rendah) dibandingkan dengan E. coli yang
87

Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 83-90

merupakan bakteri gram negatif yang


memiliki struktur dinding sel yang lebih
rumit (kandungan lipid tinggi yang
kompleks), sehingga dinding bakteri gram
negatif lebih sulit ditembus oleh zat
antibakteri.
Kontrol positif kloramfenikol 30 g
dan eritromisin 15 g memiliki diameter
daya hambat yang hampir sama terhadap
bakteri uji S. aureus dan E. Coli. Fungsi
dari kontrol positif kloramfenikol dan
eritromisin
ini
sebagai
pembandingterhadap potensi antibakteri
ekstrak heksana herba bandotan. Hasil
menunjukkan ekstrak heksana herba
bandotan memiliki diameter daya hambat

yang hampir sama dengan kontrol positif


kloramfenikol dan eritromisin. Dari hasil
ini dapat diketahui bahwa herba bandotan
memiliki daya hambat yang baik terhadap
bakteri S. aureus dan E. Coli.
Hasil Uji Identifikasi Senyawa Ekstrak
Heksana Herba Bandotan dengan
Metode Kromatografi Gas Spektrometri
Massa.
Senyawa yang diduga terkandung
didalamekstrak
heksana
herba
bandotantertera pada Tabel 2 dan
kromatogram senyawaanekstrak heksana
bandotan pada Gambar 4.

Gambar 2. Kromatogram senyawaan ekstrak heksana herba bandotan hasil analisis dengan
GC-MS.

88

Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 83-90

Tabel 4.DugaanSenyawa yang Terkandung dalam Ekstrak Heksana Herba Bandotan


Nama Senyawa
(Prosentase
dugaan)
Kariofilen (99)
Isokariofilen (90)

No

RT
(menit)

Struktur
Senyawa

1
2

22,891
22,650

23,433

Demetoksiageratok
romen (91)

26,709

26,362

6-vinil-7-metoksi2,2-dimetilkromen
(91)
Ageratokromen
(86)

23,627

Kumarin (60)

40,879

7-etil-6-metil-5metiltiopirazolo[1,5
-a]pirimidin (56)

Alkaloid

25,138

Asam dikloroasetat
(81)

Asam karboksilat

28,285

1-heptadekanol
(81)

Golongan Senyawa
Seskuiterpenoid

Fenilpropanoid

C17H35OH

Senyawa-senyawa tersebut di atas


merupakandugaan
senyawa
yang
terkandung dalam ekstrak heksana herba
bandotan. Menurut literatur, bandotan
mengandung senyawa kimia antara lain
kumarin dan ageratokromen, dari hasil uji
identifikasi
senyawa
menggunakan
Kromatografi Gas Spektrometri Massa
terhadap ekstrak heksana herba bandotan,
diperoleh hasil bahwa benar herba
bandotan mengandung kumarin dan
ageratokromen (Tabel 6.). Senyawasenyawa kumarin, ageratokromen,dan
turunan
kromen
dalam
bandotan
merupakan zat yang dapat menghambat
bakteri.
Dengan diketahuinya efektivitas
ekstrak herba bandotan sebagai antibakteri
terhadap bakteri S. aureus dan bakteri E.

Alkohol

Coli, dan hasil identifikasi senyawa


menggunakanKromatografi
Gas
Spektrometri Massa telah memberikan
hasil bahwa herba bandotan mengandung
senyawa kimia yang dapat digunakan
sebagai bahan obat,diharapkan herba
bandotan ini dapat menjadi salah satu
alternatif obat tradisional untuk pengobatan
dan pencegahan penyakit pada manusia
terutama sebagai obat luka, antiinflamasi,
dan antikanker.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan
hasil
penelitian
terhadap ekstrak heksana herba bandotan,
maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Jenis
senyawa
fitokimia
yang
terkandung dalam ekstrak heksana
89

Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 83-90

2.

3.

4.

5.

herba
bandotan
antara
lain
alkaloid,flavonoid,dan
triterpenoidsteroid.
Ekstrak heksana herba bandotan
memiliki aktivitas antibakteri dengan
diameter daya hambat (DDH) terhadap
S. aureus 29,6 mm dan diameter daya
hambat (DDH) terhadap E. coli
12,4mm
Secara keseluruhan zat antibakteri
herba bandotan lebih peka terhadap S.
aureus(gram
positif)dibandingkan
dengan E.coli (gram negatif).
Dari hasil uji potensi antibakteri dapat
diketahui bahwa ekstrak heksana herba
bandotan memiliki potensi antibakteri
terhadap jenis bakteri gram positif dan
gram negatif.
Komponen senyawa yang terdapat
dalam ekstrak heksana herba bandotan
yang dianalisis dengan Kromatografi
Gas Spektrometri Massa (GC-MS)
antara lain kariofilen, isokariofilen,
ageratokromen,
demetoksiageratokromen, 6-vinil-7metoksi-2,2-dimetilkromen, kumarin,
asam dikloroasetat, 1-heptadekanol, 7etil-6-metil-5-metiltiopirazolo[1,5a]pirimidin.
Senyawa-senyawa
tersebut merupakan senyawa yang
berperan sebagai zat antibakteri.

DAFTAR PUSTAKA
Fardiaz, S. 1983. Mikrobiologi Keamanan
Pangan. Bogor: PAU Pangan dan
Gizi, Institut Pertanian Bogor.
Dalimarta, S. 1999. Atlas Tumbuhan
Indonesia. Jilid ke-1. Jakarta:
Trubus Agriwidya.
DepKes RI. 2000. Parameter Standar
Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.
Jakarta: DirJen POM.
Erika, B.l. 2000. Aromex 510, Pemacu
Pertumbuhan
dan
Efeknya
Terhadap Kinerja Ayam Broiler.
Laporan
Penelitian
Fakultas

90

Peternakan Institut Pertanian


Bogor.
Ganiswara, S.G., et.al. 1995. Farmakologi
dan Terapi. Edisi 4. Jakarta:
Bagian Farmakologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Gunawan, W.G. 2008. Identifikasi
Senyawa Aktif Antibakteri pada
Herba
Bandotan
(Ageratum
Conyzoides. Linn).Jurusan Kimia
FMIPA Universitas Udayana,
Bukit Jimbaran.
Gunawan, P.W. Yulinah, E. Sukrasno
Adayana, I.K. (2006). Telaah
Antimikroba Daun Babadotan
(Ageratum Conyzoides. Linn).
African Journal of Pharmaceutica
Indonesia.31, (2).
Harbone, J.B. 1975. The Flavonoid. Edisi
ke-1. London: Chapman and Hall.
Harbone, J.B. 1987. Metode Fitokimia.
Diterjemahkan oleh Padmawinata
K., Soediro I. Bandung: Institut
Teknologi Bandung.
Hutapea J.R. dan Syamsuhidayat S.S.
1991. Inventaris Tanaman Obat
Indonesia.
Jakarta:
Badan
Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan.
Lenny, Sovia .2006. Senyawa Flavonoid,
Fenil Propanoida dan Alkaloida.
USU Repository.
Ming, L.C., 1999. Ageratum conyzoides :
A Tropical Source of Medicinal
and Agricultural Products. In
Janic J. (Ed.). Perspective on New
Crops and New Uses. ASHS
Press. Virginia, USA.
Pelczar, M.J.Jr. dan Chan, E.C.S. 1986.
Dasar-dasar
Mikrobiologi.
Diterjemahkan oleh Hadioetomo
RS, dkk. Jakarta: UI Press.
Suradikusumah,
E.
1989.
Kimia
Tumbuhan. Bogor: Pusat Antar
Universitas Ilmu Hayati, Institut
Pertanian Bogor.

Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 91-98

KIJING TAIWAN(Anodonta woodiana) SEBAGAI SUMBER KALSIUM TINGGI


DALAM UPAYA MENCEGAH OSTEOPOROSIS
Sata Yoshida Srie Rahayu
Program Studi Biologi FMIPA Universitas Pakuan
ABSTRAK
Kalsium merupakan mineral yang sangat dibutuhkan dalam tubuh manusia. Apabila
kekurangan kalsium dapat menyebabkan riketsia pada anak, osteomalasia (tulang lunak)
dan osteoporosis (tulang keropos) pada orang dewasa. Untuk mencegah hal tersebut maka
dibutuhkan asupan kalsium yang cukup. Kurang sadarnya masyarakat akan pentingnya
kalsium bagi tubuh mengakibatkan dua dari lima orang Indonesia terkena osteoporosis.
Masyarakat Indonesia umumnya mengetahui sumber kalsium bagi tubuh manusia adalah
susu serta produk olahannya. Kandungan kalsium pada susu sapi sebesar 143 mg
padahalterdapat sumber kalsium lain yang berpotensi yaitu memiliki kandungan kalsium
lebih besar daripada susu yaitu kerang. Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji komposisi
kimia pada Kijing Taiwan dan merumuskan metode sosialisasi Kijing Taiwan sebagai
sumber kalsium dalam upaya pencegahan osteoporosis. Manfaat penelitian adalah untuk
memperkenalkan Kijing Taiwan sebagai menu makanan keluarga. Penentuan komposisi
kimia proksimat, yang meliputi analisis kadar air, analisis kadar abu, analisis kadar protein,
analisis kadar lemak dan analisis kadar karbohidrat dan kadar mineral Ca, Cu, Fe dan Zn.
Dalam penelitian ini kita dapat mengetahui kandungan kalsium pada Kijing Taiwan, yaitu
366 mg kalsium serta mengetahui berapa gram Kijing Taiwan yang harus dikonsumsi untuk
memenuhi asupan kalsium per hari per orangnya, yaitu sebanyak 273 gr. Diharapkan dari
lingkup yang kecil ini dapat mengurangi kasus osteoporosis di Indonesia.
Kata kunci

: Kijing, Anodonta woodiana, sumber kalsium, osteoporosis

PENDAHULUAN
Kalsium merupakan mineral yang
sangat dibutuhkan dalam tubuh manusia.
Kalsium berperan penting dalam proses
metabolisme tubuh, penghantar isyarat
saraf,
mengatur
denyut
jantung,
pertumbuhan otot dan lain-lain. Kebutuhan
kalsium pada manusia berbeda-beda
tergantung
tingkat
usianya.
Untuk
memenuhi kebutuhan kalsium tersebut
manusia harus mengkonsumsi makanan
yang mengandung kalsium. Kekurangan
kalsium pada tubuh manusia dalam jangka
panjang akan mengakibatkan pengeroposan
dan pengapuran pada tulang, kerusakan
pada gigi, dan lain-lain(Deearyana 2006).
Masyarakat umumnya mengetahui
bahwa sumber kalsium utama berasal dari
susu. Kandungan kalsium pada susu sapi
per 100% Berat Dapat Dimakan (BDD)
sebesar 143 mg. Padahal ada sumber
kalsium lain yang berpotensi yaitu

memiliki kandungan kalsium lebih besar


daripada susu yaitu kerang(Nasoetion et al.
2009).
Indonesia sebagai negara kepulauan
mempunyai perikanan laut yang cukup
besar. Potensi sumber daya ikan di laut
Indonesia diperkirakan mencapai 6,7 juta
ton per tahun. Salah satu potensi perikanan
laut tersebut adalah kerang. Data Dirjen
Perikanan menunjukkan adanya kenaikan
produksi kerangsebesar 11,73% selama
tahun 1990-1993 (Direktorat Jenderal
Perikanan, 1995). Melihat potensi sumber
daya kerangyang melimpah di perairan
Indonesia dan kandungan kalsiumnya yang
tinggi maka kerangsangat bermanfaat
untuk dijadikan sebagai sumber kalsium
lain selain susu.
Saat ini banyak orang yang terkena
osteoporosis. Puslitbang Gizi Depkes
bekerja sama dengan Fonterra Brands
Indonesia mempublikasikan bahwa 2 dari 5
91

Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 91-98

orang
Indonesia
memiliki
risiko
mengalami
osteoporosis.
Hal
ini
disebabkan
kurangnya
kesadaran
masyarakat dalam memenuhi kebutuhan
kalsiumnya secara optimal. Misalnya
dalam mengkonsumsi susu, masyarakat
tidak mengkonsumsinya sesuai dengan
kebutuhan kalsiumnya yaitu sebanyak 3
gelas per hari. Oleh karena itu diperlukan
sosialisasi mengenai pentingnya memenuhi
kebutuhan kalsium dengan memberikan
alternatif menu makanan olahan berbahan
dasar kerang(Departemen Kesehatan RI,
2009).
Tubuh
manusia
memerlukan
mineral kalsium yang cukup bagi tubuh.
Masyarakat
umumnya
memenuhi
kebutuhan kalsiumnya hanya dengan
mengkonsumsi susu. Banyak masyarakat
yang belum memahami bahwa ada bahan
makanan yang mengandung mineral
kalsium paling tinggi yaitu kerang. Dalam
penelitian ini akan dilakukan penentuan
komposisi kimia proksimat kerangsebagai
sumber kalsium.
Dokter dan ahli gizi pada umumnya
menyarankan pasiennya yang menderita
osteoporosis untuk mengkonsumsi lebih
banyak susu sapi karena mengandung
kalsium tinggi. Kedengarannya cukup
masuk diakal, tetapi tidak akan berhasil.
Orang Amerika dan Eropa Utara
mengonsumsi 800 mg - 1200 mg kalsium
sehari, tapi tetap saja mereka lebih
menderita osteoporosis daripada orang
Asia dan Afrika yang mengonsumsi 300
mg - 500 mg kalsium per hari.
Penyebab
utama
osteoporosis
adalah terlalu banyak mengonsumsi acidic
yang berasal dari daging, gula dan bahanbahan yang mengandung kimia. Untuk
menetralisir aciditas tersebut, tubuh
mengambil kalsium (alkalin) dari tulang.
Sehingga masalah osteoporosis bukanlah
bahwa seseorang itu tidak cukup memakan
kalsium. Kebutuhan hidup yang semakin
meningkat menyebabkan pengurangan
alokasi dana terhadap makanan tambahan
seperti susu. Kasus osteoporosis yang telah
92

ramai dipergunjingkan merupakan efek


dari kurangnya asupan kalsium sementara
sumber kalsium yang saat ini dikenal
masyarakat adalah susu. Berdasarkan data
dari Puslitbang Gizi Depkes, dua dari lima
orang Indonesia berpeluang untuk terkena
osteoporosis. Hal ini mengindikasikan
kurangnya asupan kalsium pada masingmasing individu(Departemen Kesehatan RI
2009).
Pemenuhan kebutuhan kalsium
setiap harinya menjadi pilihan sulit bagi
setiap ibu rumah tangga selaku pemegang
kendali dalam keuangan rumah tangga dan
pengatur
menu
makanan
untuk
keluarganya.
Kesulitan
pemenuhan
kebutuhan kalsium dikarenakan harga susu
yang beredar di pasaran terus meningkat
tidak
sebanding
dengan
kenaikan
pengahasilan yang didapatkan. Oleh karena
itu dibutuhkan suatu alternatif sumber
kalsium baru yang dapat mensubtitusi susu
dengan kandungan kalsium yang tinggi
dengan harga yang terjangkau. Sumber
kalsium yang dapat dikembangkan adalah
kerang.
Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk
mengkaji
komposisi
kimia
proksimat, yang meliputi analisis kadar air,
analisis kadar abu, analisis kadar protein,
analisis kadar lemak dan analisis kadar
karbohidrat dan mineral Cu, Fe dan Zn
pada daging kerang air tawar yaitu Kijing
Taiwanserta
merumuskan
metode
sosialisasinya sebagai sumber kalsium
dalam upaya pencegahan ospteoporosis.
Penelitian ini bermanfaat sebagai
peluang untuk memperkenalkan Kijing
Taiwan kepada masyarakat khususnya ibu
rumah tangga dalam pengolahan menu
makanan olahan yang berbahan dasar
kerang.
Kalsium dan Osteoporosis
Asupan kalsium yang memadai
adalah penting untuk mencapai massa
tulang yang optimal (optimal peak bone
mass/PBM) dan mengatur laju kehilangan
kalsium dari tulang dengan bertambahnya

Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 91-98

usia. Secara umum, fungsi kalsium adalah


membangun tulang dan gigi, mengatur
proses-proses tubuh dalam darah dan
jaringan,
dan
membantu
proses
penggumpalan darah. (Nasoetion et al.
2009)
Tabel 1. Angka Kecukupan Gizi Kalsium
Rata-rata yang Dianjurkan (per
orang per hari) 2004.
Anak
Umur
Kalsium (mg)
0-6 bln
200
7-12 bln
400
1-3 thn
500
4-6 thn
500
7-9 thn
600
Pria dan Wanita
Umur
Kalsium (mg)
10-12 thn
1000
13-15 thn
1000
16-18 thn
1000
19-29 thn
800
30-49 thn
800
50-64 thn
800
65 thn +
800
Sumber :Nasoetion et al. 2009.

Dari tabel di atas dapat diketahui


bahwa kebutuhan kalsium setiap orang
berbeda tergantung dari usia. Pada masa
kanak-kanak asupan kalsium yang
dibutuhkan per harinya masih sedikit
sedangkan pada umur 10-18 tahun asupan
kalsium
sangat
dibutuhkan
untuk
pertumbuhan. Ketika memasuki usia
produktif (19-49 tahun) hingga non
produktif, asupan kalsium yang dibutuhkan
sedikit berkurang namun harus
tetap
dipenuhi untuk menunjang aktifitas mereka
dan menjaga kekuatan tulang mereka.
Kekurangan
kalsium
dapat
menyebabkan
riketsia
pada
anak,
osteomalasia atau tulang lunak dan
osteoporosis atau tulang keropos pada
orang dewasa. Osteoporosis adalah
gangguan yang menyebabkan penurunan
secara bertahap jumlah dan kekuatan

jaringan tulang. Penurunan tersebut


disebabkan oleh terjadinya demineralisasi
tulang, yaitu tubuh yang kekurangan
kalsium akan mengambilnya dari tulang
dan gigi. (Departemen Kesehatan RI 2007).
International Osteoporosis Foundation
(IOF) memperkirakan, 150 juta orang di
seluruh dunia terdeteksi menderita
osteoporosis dan berisiko mengalami patah
tulang yang dapat melumpuhkan dan
menurunkan kualitas hidup.
Kebutuhan tubuh akan kalsium bisa
dipenuhi dengan mengkonsumsi makanan
sumber kalsium. Bahan makanan yang
mengandung sumber kalsium paling tinggi
terdapat pada kerang(Koral AUP/STP
Papua2008).
Kijing Taiwan (Anodonta woodiana)
Di Indonesia, Anodonta woodiana
merupakan alien spesies dari Taiwan sejak
tahun 1971 dan sudah lama dikenal
penduduk serta memiliki potensi ekonomi
dan ekologi yang besar. A. woodiana
merupakan salah satu sumber protein
hewani, dengan kandungan nutrisi yang
baik. Bagian tubuh kijing ini juga
digunakan sebagai bahan pakan ternak dan
obat penyakit kuning. Cangkangnya
sebagai bahan industri kancing dan
penghasil mutiara air tawar (Rahayu,
2011).
Pemanfaatan A. woodiana yang
dilakukan selama ini hanya sebagai pakan
ternak, industri kancing, dan biofilter,
sementara kemampuan biologisnya untuk
memproduksi mutiara belum banyak
diketahui. Jika melihat lebih detil anatomi
dan proses biokimia jaringan tubuhnya,
ternyata Anodonta sp. mampu mendeposit
crystaline calcium carbonat (CaCO3)
dalam bentuk kristal aragonit yang dikenal
sebagai nacre, dan komponen pembentuk
lapisan prismatik yaitu kristal hexagonal
calsite conchiolin (C32H48N2O11 ) pada
lapisan cangkang bagian dalam.
Di bawah ini diperlihatkan daftar
komposisi bahan makanan kerang(Tabel
2).Tabel Berdasarkan data di atas dapat
93

Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 91-98

dilihat
kandungan
protein,
lemak,
karbohidrat pada kerangdalam bentuk
kerangsegar dan kerangrebus.
Tabel di bawah ini menyajikan
daftar komposisi bahan makanan yang

terkandung pada susu serta produk


olahannya. Berdasarkan data di atas dapat
dilihat
kandungan
protein,
lemak,
karbohidrat pada komposisi bahan
makanan susu serta produk olahannya.

Tabel 2. Daftar Komposisi Bahan Makanan Kerang


No

Gol

Nama Pangan
Kijing Taiwan
segar
Kijing Taiwan
rebus

BDD

Protein

Lemak

Karbohidrat

100

23,23

7,01

3,55

100

19,48

2,50

3,75

Tabel 3. Daftar Komposisi Bahan Makanan Susu dan Olahannya


No

Gol

2
3

Nama Pangan

BDD

Energi

Protein

Lemak

KH

Es krim

%
100

Kal
207

G
4

g
12.5

g
20.6

Keju

100

326

22.8

20.3

13.1

Kelapa susu

100

204

2.6

20

Mentega

100

725

0.5

81.6

1.4

Susu Ibu (ASI)

100

65

1.1

3.5

7.7

Susu Kambing

100

64

4.3

2.3

6.6

Susu Kental Manis

100

336

8.2

10

55

Susu Kental Tak Manis

100

138

7.9

9.9

Susu Kerbau

100

160

6.3

12

7.1

10

Susu Sapi

100

61

3.2

3.5

4.3

11

Susu Skim(tak berlemak)

100

36

3.5

0.1

5.1

12

100

509

24.6

30

36.2

13

100

418

19

65.5

14

Tepung Susu
Tepung Susu Asam, untuk
bayi
Tepung Susu Skim

100

362

35.6

52

15

Yoghurt

100

52

3.3

2.5

Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan (Dept. Gizi Masy. FEMA IPB 2009)
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan di
laboratorium nutrisi BBPBAT Sukabumi
dari bulan April hingga Agustus 2010.
Bahan dan Alat
Alat-alat yang digunakan pada
tahap persiapan sampel adalah pisau,
talenan, timbangan digital dan kertas label.
Alat untuk analisis proksimat dan AAS
yang dilengkapi dengan AC lampu Ca, Cu,
94

Fe, Zn dan gas O2 dan NO2 yang


digunakan untuk analisis mineral.
Bahan yang digunakan sebagai
sampel adalah Kijing Taiwan A. woodiana
yang berasal dari Kolam Percobaan BDP,
Kampus Darmaga IPB.
Analisis Proksimat
Penentuan komposisi kimia (proksimat)
dan
AAS
(Atomic
Absorption

Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 91-98

Spectrophotometry)
untuk
analisis
mineralCu, Fe, dan Zn, yang meliputi:
a. Analisis kadar air (AOAC 1995)
Perhitungan kadar air dilakukan
dengan menggunakan rumus:
Kadar air = B1-B2 x 100%
B
Keterangan :
B = Berat sampel (g)
B1 = Berat (sampel+cawan) sebelum dikeringkan
B2 = Berat (sampel+cawan) setelah dikeringkan

b. Analisis kadar abu (AOAC 1995)


Perhitungan kadar abu dilakukan
dengan menggunakan rumus:
Kadar abu= Berat abu (g) x 100%
Berat sampel (g)
c. Analisis kadar protein (AOAC 1995)
Perhitungan
kadar
protein
dilakukan dengan menggunakan rumus:
%N= (ml sampelml HCl blanko)x N HCl x 14,007 x100%
Berat sampel (g)

% Protein = % N x 6,25
d. Analisis kadar lemak (AOAC 1995)
Perhitungan kadar lemak dilakukan
dengan menggunakan rumus:
Kadar lemak= Berat lemak (g) x 100%
Berat sampel (g)
e. Perhitungan kadar karbohidrat
(AOAC 1995)
Perhitungan kadar karbohidrat
dilakukan dengan menggunakan rumus:
Kadar karbohidrat = 100% K.lemak K.
protein K. air K.abu
Metode Sosialisasi
Metode penyampaian informasi
mengenai pentingnya kalsium bagi tubuh
serta pengenalan Kijing Taiwan sebagai

sumber
kalsium
adalah
dengan
penyuluhan.
Metode penyuluhan ini meliputi beberapa
tahapan, yaitu:
1. Memberikan
pemaparan
tentang
pentingnya pemenuhan kalsium bagi
tubuh. Dalam tahap ini juga
diinformasikan data analisis mengenai
perbandingan kalsium pada susu serta
produk olahannya dan kerang. Hal ini
dapat dilakukan pada saat acara arisan
RW.
2. Mengajak para ibu rumah tangga
untuk memanfaatkan Kijing Taiwan
yang berguna sebagai asupan kalsium
anggota keluarga dalam bentuk menu
makanan olahan kerang.
3. Memberikan motivasi kepada para ibu
rumah tangga untuk melakukan
inovasi dalam pengolahan Kijing
Taiwan menjadi menu makanan yang
menarik dan disukai oleh anggota
keluarga. Motivasi yang diberikan
berupa kegiatan lomba cipta menu
masakan olahan berbahan dasar
kerang. Setiap resep menu masakan
yang dibuat akan dikumpulkan
menjadi satu buku yang kemudian
dapat dijadikan panduan dalam
memilih variasi menu masakan
berbahan dasar Kijing Taiwan bagi
para ibu rumah tangga di lingkungan
tersebut
HASIL DAN PEMBAHASAN
Komposisi Kimia Bahan Makanan
Kijing Taiwan dan Susu
Berdasarkan
hasil
penelitian
diperlihatkan daftar komposisi bahan
makanan Kijing Taiwan dan susu serta
produk olahannya sebagai perbandingan
kandungan kalsium yang dikandung oleh
kedua jenis sumber kalsium (Tabel 4 dan
tabel 5).

95

Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 91-98

Tabel 4. Daftar Komposisi Kimia Bahan Makanan Kerang


No

Gol

Nama Pangan

BDD (%)

Protein (%)

Lemak (%)

Karbohidrat (%)

Kijing Taiwan segar

100

7,37

0,78

3,3

Air(%)

Abu(%)

81,82
BDD (%)

2
Kalsiumppm

Fe (%)

Zn (%)

Kijing Taiwan segar

Kijing Taiwan segar

100

366

0,10

0,05

Kijing Taiwan rebus

100

359,27

14,25

3,53

Tabel 5. Daftar Komposisi Kalsium dan Vitamin Bahan Makanan Susu dan Olahannya
Kalsium
mg

BDD
%

Vit. A
mg

Vit. B
RE

Vit. C
mg

Es krim

123

100

178

0.04

Keju

777

100

257

0.01

Kelapa susu

97

100

285

0.03

No

Gol

Nama Pangan

2
3
4

Mentega

15

100

1131

Susu Ibu (ASI)

35.3

100

70

0.16

2.7

Susu Kambing

98

100

43

0.06

Susu Kental Manis

275

100

175

0.05

Susu Kental Tak Manis

243

100

137

0.05

Susu Kerbau

216

100

27

0.04

10

Susu Sapi

143

100

45

0.03

11

Susu Skim(tak berlemak)

123

100

0.04

12

Tepung Susu

904

100

538

0.29

13

Tepung Susu Asam, untuk bayi

800

100

343

30

14

Tepung Susu Skim

1300

100

0.35

15

Yoghurt

120

100

25

0.04

Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan (Dept. Gizi Masy. FEMA IPB 2009)
Tabel diatas menyajikan daftar
komposisi
bahan
makanan
yang
terkandung pada kerang. Berdasarkan data
di atas dapat dilihat kandungan kalsium
pada Kijing Taiwan dalam berbagai
pengolahannya. Kandungan kalsium yang
paling tinggi dalam 100% BDD terdapat
pada Kijing Taiwan rebus sebesar 366 mg.
Sedangkan kandungan kalsium yang paling
rendah terdapat pada Kijing Taiwan segar
sebesar 359,27 mg. Namun, data yang
dipakai dalam perhitungan zat gizi kalsium
yaitu Kijing Taiwan segar. Pemilihan
Kijing Taiwan ini karena jenis dari Kijing
Taiwan segar yang belum diolah untuk
dibandingkan dengan susu sapi.
96

Tabel diatas menyajikan daftar komposisi


bahan makanan yang terkandung pada susu
serta produk olahannya. Berdasarkan data
di atas dapat dilihat kandungan kalsium
pada susu dan produk olahannya.
Kandungan kalsium yang paling tinggi
dalam 100% BDD terdapat pada tepung
susu skim sebesar 1300 mg. Sedangkan
kandungan kalsium yang paling rendah
terdapat pada mentega sebesar 15 mg.
Namun, data yang dipakai dalam
perhitungan zat gizi kalsium yaitu susu sapi
sebesar 143 mg. Pemilihan susu sapi ini
karena jenis susu inilah yang sering
dikonsumsi oleh masyarakat.

Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 91-98

Analisis Perbandingan Kandungan Gizi


Kalsium dari Kijing Taiwan dan Susu
Kandungan kalsium dalam 100 g
bahan makanan menurut DKBM (Daftar
Komposisi Bahan Makanan), 100 g susu
sapi mengandung 143 mg kalsium, 100 g
Kijing Taiwan mengandung 366 mg
kalsium.
Secara umum, untuk menghitung
jumlah zat gizi bahan pangan dirumuskan
sebagai berikut :
100

100

100
100

Keterangan :
Kgij = kandungan zat gizi i dari bahan
makanan j dengan berat B gram
Bj
= berat makanan j (g)
Gij
= Kandungan zat gizi i dalam 100 g
BDD bahan makanan j
BDD = persen bahan makanan j yang
dapat dimakan (% BDD)
Berikut adalah salah satu contoh
perhitungan perbandingan antara susu sapi
dan Kijing Taiwan untuk memenuhi
kebutuhan
kalsium
pada
masa
pertumbuhan (10-18 tahun) yaitu sebesar
1000 mg.
1. Berapa gram susu atau Kijing Taiwan
yang harus dikonsumsi manusia dalam
sehari?
Jawaban :
Susu sapi
100

1000
143

100
100

100
100

= 699,3007 gr
Kijing Taiwan

100

100

= 1000mg x 100 x100


366
100
= 273,2240 gr

Berdasarkan hasil perhitungan


didapatkan fakta bahwa untuk memenuhi

kalsium harian tubuh perlu mengkonsumsi


susu sapi sebanyak 700 gr atau
mengkonsumsi Kijing Taiwan sebanyak
273 gr.
URT (Ukuran Rumah Tangga) dari
konsumsi susu adalah satu gelas berukuran
200 gr. Maka untuk memenuhi kebutuhan
kalsium harian tubuh perlu mengkonsumsi
kurang lebih 3,5 gelas susu per hari.
Sementara untuk Kijing Taiwan URT nya
adalah satu sdm berukuran 15 gr. Berarti
untuk memenuhi kebutuhan
kalsium
harian tubuh perlu mengkonsumsi kurang
lebih 18 sdm kerang.
Analisis Perbandingan Biaya
Berikut merupakan perbandingan
pengalokasian dana untuk pemenuhan
kalsium bagi keluarga dengan sumber susu
dan kerang.
Susu merk X dengan netto 200
gram memiliki harga Rp 20.000,00. Setiap
satu gelas susu dianjurkan 4 sendok susu
bubuk ( 35 gram). Diasumsikan keluarga
yang
mengkonsumsi
susu
tersebut
berjumlah 4 orang (ayah, ibu, dan dua
orang anak), maka dalam satu hari akan
dihabiskan susu sebanyak
4 35
3.5 490
. Hal ini berarti dalam
satu hari sebuah keluarga harus
menganggarkan dana sebesar
20000
49.000,00
Kijing Taiwan dijual di pasaran
dengan harga sekitar Rp 14.000,00 per kg.
Diasumsikan keluarga yang mengkonsumsi
Kijing Taiwan tersebut berjumlah 4 orang
(ayah, ibu, dan dua orang anak), maka
dalam satu hari akan dihabiskan Kijing
Taiwan sebanyak 4 x 273 = 1.092 gram =
1.092 g. Hal ini berarti dalam satu hari
sebuah keluarga harus menganggarkan
dana sebesar =1,092 x Rp. 14.000,- = Rp.
15.288,-.
Dari hasil perhitungan analisis biaya di atas
dapat diketahui bahwa untuk memenuhi
kebutuhan kalsium keluarga dalam satu
hari harus dianggarkan dana sebesar Rp
49.000,-untuk susu dan Rp 15.288,- untuk
kerang.
97

Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 91-98

Sosialisasi Kijing Taiwan sebagai


Sumber Kalsium
Dalam menyosialisasikan Kijing
Taiwan sebagai sumber kalsium, ada
kerjasama antara pejabat kelurahan seperti
ibu kepala desa dengan mahasiswa yang
mengetahui informasi mengenai Kijing
Taiwan sebagai sumber kalsium. Hal ini
dikarenakan target penyuluhan ini yaitu
para ibu rumah tangga sehingga
penerimaan informasi tersebut lebih
tersampaikan. Ibu rumah tangga dipilih
sebagai obyek penyuluhan karena mereka
memiliki
peranan
penting
dalam
penyusunan
menu
makanan
untuk
keluarganya. Penyuluhan ini diberikan
pada saat ada kegiatan dimana para ibu
rumah tangga berkumpul, seperti acara
arisan RT atau RW ataupun acara PKK.
Dari kegiatan penyuluhan ini
diharapkan para ibu rumah tangga yang
mengikutinya mampu mengaplikasikan
ilmu yang telah didapat demi terpenuhinya
asupan kalsium setiap anggota keluarga.
Selain itu, diharapkan dari lingkup yang
kecil ini dapat mengurangi kasus
osteoporosis di Indonesia.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Tujuan dari pembuatan penelitian
ini telah tercapai. Dalam penelitian ini kita
dapat mengetahui kandungan kalsium pada
Kijing Taiwan serta mengetahui berapa
gram Kijing Taiwan yang harus
dikonsumsi untuk memenuhi asupan
kalsium per hari per orangnya. Selain itu
juga dapat melakukan sosialisasi Kijing
Taiwan
sebagai
sumber
kalsium
masyarakat yaitu dengan memberikan
penyuluhan langsung kepada para ibu
rumah tangga dengan bekerja sama dengan
pejabat kelurahan.

asupan kalsiumnya, dan perlu adanya


sosialisasi pada masyarakat luas bahwa
Kijing Taiwan dapat memberikan alternatif
dalam memberikan asupan kalsium.
Sosialisasi yang dilakukan dapat berjalan
secara kontinu melalui berbagai tema
dalam penyajian Kijing Taiwan bagi
anggota keluarga seperti menu masakan
untuk keluarga atau menu bekal makanan
yang berbahan dasar kerang.
DAFTAR PUSTAKA
AOAC, 1995. Official Methods of Analysis of
The Association of Analytical Chemist,
Washington D.C.
Dept. Gizi Masy.FEMA IPB. 2009. Daftar
Komposisi Bahan Makanan.
Deearyana. 2006. Kalsium. http://biasbiru.
blogspot.com/2006/08/kalsiumcalcium.html. [3 Maret 2009]
Departemen Kesehatan Repubik Indonesia.
2009. Konsumsi Kalsium untuk Cegah
Osteoporosis.
http://www.DepkesRI.co.id [3 Maret
2009]
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
2007. Terapi Patah Tulang karena
Osteoporosis.
http://www.DepkesRI.
co.id [3 Maret 2009]
Direktorat Jenderal Perikanan.1995. Kerang.
http://Pusat
informasi
pelabuhan
perikanan.html. [2 Maret 2009]
Koral AUP/STP Papua. 2008. Kerang: Kecil
Bentuknya,BesarKandungan Kalsiumn
ya.http://www.loligopapua.wordpress.c
om/2008/01/10/kerang-kecilbentuknya-besar-kandungankalsiumnya/ [30 Maret 2009]
Nasoetion, Amini, Evy Damayanthi.2009. Ilmu
Gizi Dasar. Dept Gizi Masy.FEMA :
IPB
Rahayu, SYS.2011. Biomineralisasi pada

Saran
Dengan adanya penelitian ini
diharapkan masyarakat dapat beralih untuk
mengkonsumsi Kijing Taiwan sebagai

98

Proses Pelapisan Inti Mutiara


Kijing Air Tawar Anodonta
woodiana (Unionidae). Disertasi.
IPB, Bogor.

Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 99-104

UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BUAH PARE (Momordica charantia L)


SEBAGAI ANTIBAKTERI Salmonella typhi
Oom Komala 1), Bina Lohita Sari 2), Nina Sakinah 3)
1)
Program Studi Biologi FMIPA UNPAK - Bogor
2, 3)
Program Studi Farmasi FMIPA UNPAK - Bogor
ABSTRAK
Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui efektivitas antibakteri dari beberapa
konsentrasi ekstrak etanol buah pare terhadap bakteri Salmonella typhi telah dilakukan.
Pengujian antibakteri ekstrak etanol buah pare dilakukan dengan mengukur Diameter
Daerah Hambat (DDH) melalui metode difusi kertas cakram dan Konsentrasi Hambat
Minimum (KHM) melalui metode dilusi agar padat. Pengujian DDH dilakukan terhadap
konsentrasi ekstrak buah pare 12,5%, 25%, 50%, 75%, serta kloramfenikol 30 UI sebagai
kontrol positif dan aquadest sebagai kontrol negatif. Sedangkan pengujian KHM dilakukan
terhadap konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, 70% dan 80%.Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ekstrak etanol buah pare kurang efektif sebagai antibakteri terhadap
Salmonella typhi, karena pada pengujian DDH zona hambat yang terbentuk tidak absolut.
KHM berada pada konsentrasi 60%, dimanatidak ada pertumbuhan bakteri.
Kata kunci: Buah pare (Momordica charantia L),Salmonella typhi, efektivitas antibakteri
Abstract
The study aims to determine the antibacterial effectiveness from several
concentrations of bitter melon fruit against Salmonella typhihad be done. Antibacterial
testing is measured by Diameter of Inhibitory Region (DIR) through paper disc diffusion
method and Minimum Inhibitory Concentration (MIC) through the dilution method to be
solid. DIR Tests carried out on extract concentration bitter melon fruit 12.5%, 25%,
50%,75%, and chloramphenicol 30 UI as a positive control and distilled water as a negative
control. Meanwhile, MIC testing performed on the concentration of 10%, 20%, 30%, 40%,
50%, 60%, 70% and 80%. The results showed that ethanol extract of bitter melon fruit is less
effective as an antibacterial against Salmonella typhi, because in testing DIR inhibitory zone
formed is not absolute. However, MIC can be concluded at a concentration of 60%, because it
was no bacterial growth.
Keywords
: Bitter Melon Fruit (Momordica charantia L), Salmonella typhi, the
effectiveness of antibacterial

PENDAHULUAN
Buah pare (Momordica charantia
L) merupakan salah satu tanaman yang
mengandung
senyawa-senyawa
yang
berkhasiat dalam pengobatan seperti
alkaloid, saponin, flavonoid, triterpenoid,
dan asam momordica (Yohana, dkk., 2005).
Di Indonesia tanaman pare (Momordica
charantia L) selama ini dikenal sebagai
sayur-sayuran yang dikonsumsi sehari-hari.
Sejalan dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi, masyarakat


ingin memanfaatkan tanaman pare sebagai
hasil alam untuk dikembangkan sebagai
tanaman obat yang mempunyai nilai
ekonomi tinggi. Menurut Subahar (2004)
buah pare berkhasiat sebagai obat untuk
demam, disentri, kencing manis, dan
radang tenggorokan. Khasiat buah pare
dalam menanggulangi penyakit tifus belum
banyak penelitian.

99

Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 99-104

Salah satu bakteri penyebab tifus


adalahSalmonella typhi. Infeksi oleh
bakteri ini terjadi dari memakan makanan
yang terkontaminasi dengan feses yang
mengandung bakteri Salmonella typhi dari
organisme pembawa (hosts). Setelah
masuk dalam saluran pencernaan maka
bakteri ini akan menyerang dinding usus
yang menyebabkan kerusakan dan
peradangan. (Jawetz et al, 2001).
Penelitian ini bertujuan
untuk
mempelajari efektivitas ekstrak buah pare
(Momordica
charantia
L)sebagai
antibakteri Salmonella typhi.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Buah pare (Momordica charantia
L.)yang
berumur
sedang
(3
bulan)dikeringkan selanjutnya digiling dan
diayak
menggunakan
mesh
20.
Karakterisasi serbuk buah pare dilakukan
terhadap kadar air (tidak lebih dari 10%,
Ditjen POM, 1985), dan kadar abu (tidak
lebih dari 10,5%, DepKesRI, 1995).
Serbuk simplisia yang didapat selanjutnya
diekstrak menggunakan metode maserasi.
Maserasi dilakukan dengan cara
merendam serbuk buah pare dalam pelarut
etanol 70% sebanyak 7,5 l selama 24 jam,
lalu disaring dengan kain saring dan
direndam kembali dalam etanol 70%
sisanya sebanyak 2,5 l sampai terekstraksi.
Setelah itu diuapkan dengan alat
rotavapour, pelarut alkohol yang masih
tersisa diuapkan pada water bath serta
diangin-anginkan sehingga didapatkan
ekstrak yang kental.Rendemen yang
diperoleh dihitung dengan membandingkan
berat ekstrak yang diperoleh dengan berat
awal simplisia dikalikan 100%.
Ekstrak yang diperoleh selanjutnya
diuji secara kualitatif kandungan senyawa
alkaloid (menggunakan pereaksi Mayer
dan Bouchardat) flavonoid (Depkes RI,
1995), saponin (Depkes RI, 1977), dan
triterpenoid (Uji Lieberman-Buchard).
Pembuatan media agar dilakukan sebagai
berikut sebanyak
38 gram serbuk
mediaMueller Hintondilarutkan dalam1
100

liter aquadest. Setelah homogen dilakukan


.sterilisasi dengan autoklaf pada suhu
1210C selama 15 menit, setelah itu
dituangkan dekat api bunsen kedalam
cawan petri sebanyak 20 mL.
Bakteri
yang
sudah
diencerkan
konsentrasi 106/ml. dituangkan sebanyak 1
mlkedalam media hangat.
Setelah
homogen kemudian kertas cakram yang
mengandung ekstrak buah paredengan
konsentrasi12,5%,25%, 50%, 75%; dan.
kontrol positif (kloramfenikol) konsentrasi
30 UI, di tempelkan di permukaan media
agar dalam cawan petri (metode difusi
kertas cakram) (Alcamo, 1991). Cawan
petri tersebut diinkubasidalam inkubator
selama 24 jam pada suhu 370 C. Daerah
bening disekitar kertas cakram ekstrak
buah pare dan kloramfenikol diukur.
Pengujian dilakukan sebanyak 4 kali
pengulangan.
Penentuan
Konsentrasi
Hambat
Minimum (KHM) dilakukan menggunakan
metode dilusi padat. Larutan uji dibuat
dengan mengencerkan secara serial dengan
konsentrasi 10%,20%,30%,40%, 50%,
60%, 70% dan 80%.
Sebanyak 1 ml
larutan uji dimasukan ke dalam cawan
petri steril yang berisi 9 ml media Mueller
Hinton hangat dengan suhu 40o-50oC,
tuangkan 1 ml suspensi bakteri uji
konsentrasi 106/ml, campur homogen.
Inkubasi pada suhu 37oC selama 24
jam.KHM
ditentukan
pada
cawan
konsentrasi ekstrak terendah yang tidak
ditumbuhi bakteri (Alcamo, 1991).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Analisis Karakteristik Simplisia
Penetapan kadar air dan kadar abu
simplisia buah pare perlu dilakukan
sebelum melakukan ekstraksi dengan
tujuan untuk memberikan batasan minimal
atau rentang besarnya kandungan air dan
kadar abu dalam suatu bahan(Ditjen
POM,2000).Hasil penetapan kadar air
simplisia buah pare diperoleh sebesar
6,88%. Hasil tersebut memenuhi standar
kadar
air
simplisia
buah
yang

Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 99-104

diperbolehkan yaitu 10% (Ditjen POM,


1985). Semakin kecil kandungan air dalam
suatu simplisia, maka akan sangat berguna
untuk memperpanjang daya tahan serbuk
simplisia selama penyimpanan. Sedangkan
hasil penetapan kadar abu simpisia buah
pare diperoleh sebesar 10,9%. Hasil
tersebut belum memenuhi karena sedikit
melebihi ketentuan kadar abu buah pare
dalam DepKes RI (1997) yaitu tidak lebih
dari 10,5%. Penetapan kadar abu simplisia
dilakukan untuk memberikan gambaran
kandungan senyawa anorganik yang
terkandung dalam simplisia, baik yang
berasal dari tanaman secara alami maupun
kontaminan selama proses pembuatan
simplisia.
Hasil Pembuatan Ekstrak
Dari hasil ekstraksi ditentukan
rendemen, penentuan rendemen bertujuan
untuk mengetahui perbandingan dari
simplisia dan ekstrak, dari penentuan
rendemen dapat diketahui jumlah ekstrak
dari simplisia pada berat tertentu (Ditjen
POM, 2000). Rendemen yang diperoleh
sebesar 21,156%, Berdasarkan perhitungan
rendemen ekstrak buah pare menunjukkan
bahwa rendemen buah pare memenuhi
syarat yaitu tidak kurang dari 17,9%
(Ditjen POM, 2006).

ketentuan kadar abu buah pare dalam


DepKes (1997) yaitu 7,2%. Hal ini
mungkin masih terdapat kotoran atau debu
yang tidak tercuci.
Hasil Penetapan Kadar Air Ekstrak
Penetapan kadar air simplisia
dilakukan untuk mengetahui terpenuhinya
ketentuan kadar air ekstrak dengan mutu
yang baik. Kadar air harus ditentukan
karena air yang tersisa dalam ekstrak pada
kadar air tertentu merupakan media
pertumbuhan kapang dan jasad renik.
Pertumbuhan kapang dan mikroorganisme
lain dapat menyebabkan perubahan kimia
pada
senyawa
aktif
dan
dapat
mengakibatkan kemunduran mutu ekstrak.
Pada penelitian ini kadar air ekstrak
buah pare sebesar 6,03%, nilai ini
menujukkan
bahwa
ekstrak
yang
digunakan memenuhi ketentuan ekstrak
kental (10%) (Ditjen POM, 2000) .
Hasil Uji Fitokimia
Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa
buah pare memberikan hasil positif pada
uji alkaloid dan saponin, namun
memberikan hasil negatif pada uji
flavonoid dan triterpenoid (Tabel 1).
Tabel 1.Hasil Pengamatan Senyawa
Fitokimia
Gol. senyawa

Hasil Penetapan Kadar Abu Total


Ekstrak
Unsur mineral dikenaljuga sebagai
zat organik atau kadar abu. Dalam proses
pembakaran, bahan-bahan organik terbakar
tetapi zat anorganiknya tidak, karena itulah
disebut abu. Banyak dari mineral telah
jelas diketahui fungsinya pada makanan
ternak, namun belum banyak penelitian
sejenis dilakukan pada manusia. Penetapan
kadar abu total ekstrak dilakukan untuk
melihat cemaran berupa bahan anorganik
pada ekstrak yang sukar menguap
walaupun dipanaskan pada suhu tinggi.
Pada penelitian ini kadar abu total
ekstrak buah pare sebesar 7,69%, nilai ini
belum memenuhi karena sedikit melebihi

Data Pengamatan

Hasil
Analisis

Alkaloid
Bouchardat

Endapan coklat

Mayer

Endapan putih

Flavonoid

Warna coklat kehitaman

Saponin

Timbul Buih

Anhidrat Asetat

Larutan tidak berwarna

Asam Sulfat

Larutan tidak berwarna

Triterpenoid

101

Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 99-104

Pengujian Antibakteri Ekstrak Etanol


Buah Pare Terhadap Bakeri Salmonella
typhi
Diameter Daerah Hambat
Pengujian antibakteri dilakukan
untuk melihat ekstrak yang mempunyai
efektivitas
paling
efektif
sebagai
antibakteri Salmonella typhi.Pengujian
antibakteri menggunakan difusi kertas
cakram, yang merupakan metode paling
banyak digunakan karena lebih sensitif
terhadap senyawa-senyawa antibakteri baru
yang belum diketahui aktivitasnya. Pada
metode ini penghambatan pertumbuhan
ditujukan oleh luasnya wilayah jernih
(zona hambat) di sekitar kertas cakram
(Brander et al., 1999).
Dari
hasil
pengamatan
dan
pengukuran diameter zona hambat yang
berupa zona bening di sekitar kertas
cakram (Gambar 1)menunjukkan bahwa
ekstrak etanol buah pare pada konsentrasi
berbeda mempunyai tingkatan efektivitas
antibakteri yang berbeda-beda terhadap
bakteri Salmonella typhi.

Keterangan : K+ : Kontrol positif, K-:Kontrol negatif, Ekstrak


buah pare 12,5%,25%,50%, dan 75%.

Gambar 1. Hasil Uji Diameter Daya Hambat Ekstrak


Buah Pare Terhadap Bakteri Salmonella typhi.

Berdasarkan pengujian terhadap


bakteri Salmonella typhi, daerah hambat
ekstrak etanol buah pare pada konsentrasi
12,5%; 25%; 50% dan 75 % memiliki lebar
daerah hambat lebih rendah bila
dibandingkan dengan kontrol positif yaitu
Kloramfenikol 30 UI. Zona hambat yang
dihasilkan oleh ekstrak buah pare berturutturut rata-rata diameter sebesar 6,5 mm,
12,4 mm, 16,3 mm, 17,2 mm lebih kecil
dari diameter kloramfenikol 30,19 mm
(Gambar
1).Hal
ini
menunjukkan
efektivitas buah pare terhadap bakteri
102

Salmonella typhi tidak kuat atau lemah.


Sehingga zona hambat di sekitar kertas
cakram menjadi tidak rata, masih
terlihatpertumbuhan bakteri Salmonella
typhi yang ditandai dengan terbentuknya
koloni-koloni bakteri di dalam zona
hambat (Parsial).
Tabel 2.Diameter Daerah Hambatekstrak
kental buah pare terhadap bakteri
Salmonella typhi
Ulangan

Diameter Daerah Hambat (mm)


K1

K2

K3

K4

K+

14,25

13

14,25

18,35

30

11,75

12,45

17,25

18

30

10,75

17

18,75

30,75

13,5

12

13,75

30

Jumlah

26

49,7

65,5

68,85

12,75

Rata-rata

6,50

12,43

16,38

17,21

30,19

Berdasarkan Tabel 2
di atas
menunjukkan bahwa ekstrak kental buah
pare pada, konsentrasi 75% paling efektif
diantara konsentrasi ekstrak lainnya,
karena memiliki diameter daerah hambat
yang paling besar dengan rata-rata
diameter daerah hambat sebesar 17,21 mm.
Namun bila dibandingkan dengan kontrol
positif yaitu kloramfenikol, maka ekstrak
etanol buah pare memiliki efektivitas
antibakteri
sangat
lemah.
Menurut
Setiabudi (1987) kloramfenikol bersifat
bakteriostatik yang bekerja menghambat
enzim peptidil transferase pada proses
sintesis
protein
kuman.Lemahnya
efektivitas buah pare ini kemungkinan
terjadi karena kandungan fitokimianya
yang hanya mengandung senyawa alkaloid
dan saponin,sehingga kurang kuat dalam
menghambat bakteriSalmonella typhi.Nilai
diameter daerah hambat yang diperoleh, di
analisis menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL). Dengan perlakuan yang
digunakan adalah konsentrasi sedangkan
responnya adalah diameter daerah hambat
(DDH) yang terbentuk. Pengujian ini
dilakukan dengan 4 kali ulangan.

Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 99-104

Berdasarkan analisis ragam terhadap


bakteri Salmonella typhi memperlihatkan
bahwa nilai diameter daerah hambat dari
ke
enam
perlakuan
menunjukkan
perbedaan yang nyata dengan P < 0,01.
Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa nilai
DDH dari ke enam perlakuan menunjukkan
perbedaan yang nyata.
Pengujian
Konsentrasi
Minimum (KHM)

Hambat

Pada Pengujian Konsentrasi Hambat


Minimum (KHM) metode yang digunakan
adalah metode dilusi padat.
Keterangan :KHM : Konsentrasi hambat minimum 10%, 20%,
30%,40%,50%,60%,70%,80%.

bakteriosidal Complete Bactericidal.


sehingga dapat disimpulkan KHM berada
di konsentrasi 60% (Gambar 2).
KESIMPULAN
1. Ekstrak etanol buah pare (Momordica
charantia L) menunjukkan efektivitas pada
konsentrasi 75%, namun lemah dalam
menghambat
pertumbuhan
bakteri
Salmonella typhi, karena masih terbentuk
koloni-koloni bakteri di dalam zona hambat
(Parsial).
2. Pada pengujian konsentrasi hambat
minimum disimpulkan KHM berada di
konsentrasi 60%.
3. Senyawa yang teridentifikasi dari ekstrak
etanol buah pare(Momordica charantia L)
adalah alkaloid dan saponin.

SARAN

Gambar 2.Hasil Uji Konsentrasi Hambat


Minimum Ekstrak Buah Pare
Terhadap Bakteri Salmonella typhi

Hasil yang diperoleh menunjukkan


ekstrak etanol buah pare pada konsentrasi
10% hingga konsentrasi 30% masih
menunjukkan adanya pertumbuhan bakteri
yang sempurna seperti pertumbuhan
bakteri pada kontrol negatif.. Pada
konsentrasi40% hingga konsentrasi 50%
ekstrak etanol buah pare menunjukkan
daya
hambatnya
ditandai
dengan
pertumbuhan bakteri yang lebih jarang
dibandingkan dengan kontrol negatif, hal
ini menunjukkan bahwa konsentrasi
ekstrak etanol buah pare tersebut memiliki
sifat
bakteriostatik
yaitu
dapat
menghambat pertumbuhan bakteri. Pada
konsentrasi 60% hingga konsentrasi 80%
ekstrak etanol buah pare menunjukkan
daya hambat yang cukup besar ditandai
tidak adanya pertumbuhan bakteri pada
konsentrasi tersebut, hal ini menunjukkan
bahwa ekstrak etanol buah parepada
konsentrasi tersebut memiliki sifat

1. Perlunya pengujian lebih lanjut


mengenai pelarut yang cocok untuk
meserasi atau metode lainnya agar
senyawa aktif yang terkandung dalam
buah pare dapat terisolasi secara
maksimal
sehingga
efektivitas
antibakterinya dapat maksimal pula.
2. Perlunya pengujian lebih lanjut mengenai
isolasi senyawa apa saja yang terkandung
dalam buah pare guna mengetahui senyawa
yang lebih efektif sebagai antibakteri selain
alkaloid dan saponin.

DAFTAR PUSTAKA
Alcamo, I.E.1991. Fundamentals of
Microbiology. Third Edition. The
Benyamin Cummings Publishing
Company. State University of
New York.
Brander, G. C., Pough, D. M, Bywater, R. J
& Jenkins, W. L. 1999. Veterinary
Applied Pharmacology and
Therapeutic. 5th Edition. Brailler
Tindal, London.
Departemen
Kesehatan
Republik
Indonesia. 1985. Cara Pembuatan
Simplisia. Direktorat Jendral
103

Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 99-104

Pengawas Obat dan Makanan.


Jakarta.

Pengawas Obat Dan makanan.


Jakarta.

1995. Materi Medika Indonesia.


Departemen Kesehatan Jakarta

. 2000. Parameter Standar Umum


Ekstrak
Tumbuhan
Obat.
Departemen Kesehatan Jakarta

.
1997. Informasi Simplisia
Asing.
Direktorat Jendral

104

_____. 2006. Parameter Standar Umum


Ekstrak Tumbuhan Obat. Direktorat
Jendral Pengawasan Obat dan
Makanan. Jakarta

Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 105-113

ELUSIDASI STRUKTUR SENYAWA BETA GLUKAN DARI SERAT JAMUR


SHIITAKE (Lentinus edodes Berk.)YANG LARUT DALAM AIR MENGGUNAKAN
METODE SPEKTROMETRI
Bambang Mursito, Rayung Sari
Fakultas Farmasi Universitas Pancasila
ABSTRAK
Jamur Shiitake merupakan jamur yang bermanfaat, baik di bidang pangan maupun
pengobatan. Senyawa yang terkandung dalam jamur ini berkhasiat sebagai antitumor dan
meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Senyawa aktif yang dimaksud adalah polimer glukan yang merupakan suatu pengulangan struktur dengan unit-unit D-glukosa yang satu
sama lain bergabung membentuk rantai lurus dengan ikatan beta () . Proses isolasi senyawa
tersebut dari jamur Shiitake diawali dengan proses pembebas-lemakkan sampel
menggunakan pelarut petroleum eter dan isopropanol. Kemudian diekstraksi dengan air
96C, kemudian ekstrak tersebut ditambahkan papain yang bertujuan menghidrolisis ikatan
antara protein dan polisakarida. Setelah itu dilanjutkan dengan presipitasi menggunakan
etanol 60%, presipitat yang diperoleh dilarutkan dalam air dan diendapkan kembali dengan
penambahkan ammonium sulfat 30%. Endapannya dilarutkan dalam air 80C, kemudian
dikeringkan secara pengeringan beku. Isolat yang dihasilkan berwarna putih keabuan.
Analisis dengan KLT satu dimensi dengan menggunakan eluen asetonitril-aseton-air (6:1:3)
menunjukkan satu bercak. Spektrum transmisi Inframerah menunjukkan terdapat gugus
OH, CH, dan CO. Sedangkan hasil 1H-NMR dan 13C-NMR diprediksi terdapat senyawa
glukan.
Kata Kunci: Jamur Shiitake (Lentinus edodes Berk.), Spektrometri, -glukan..
ABSTRACT
Shiitake mushroom is abeneficialfungus, both in the field of food and medicine.
Compounds contained in these mushrooms as a potent antitumor and stimulate the immune
system. The active compound is -glucan which is a repetition of the structure with the units
of D-glucose joined to one another to form a straight chain with a bond beta (). Shiitake
mushrooms lemakkan exempted by using isopropanol solvent and petroleum ether. Then
extracted with water 96C, to extract water is added papain to hydrolyze the bonds between
proteins and polysaccharides. After that followed by precipitation using 60% ethanol, the
precipitate obtained is dissolved in water and reprecipited by 30% ammonium sulfate. The
precipitate was dissolved at 80CThe sediment was dissolved in water at 80C, then dried by
freeze drying. Isolates that produced white-gray. Analysis with one-dimensional TLC using
two different kinds of eluent showed a single spot. Infrared transmission spectra show there
is a group O-H, C-H, and C-O. While the results of1H-NMR and 13C-NMR compounds are
predicted glucan.
Key Words: Shiitake Mushroom (Lentinus edodes Berk.), Spectrometry, -glucan.

PENDAHULUAN
Jamur
telah
dikenal
dalam
kehidupan sehari-hari meskipun tidak
sebaik
tumbuhan
lainnya.Hal
itu
disebabkan jamur hanya tumbuh pada
waktu tertentu, pada kondisi tertentu yang
mendukung, dan lama hidupnya terbatas.

Sebagai contoh, jamur banyak muncul


pada musim hujan, di kayu-kayu lapuk,
maupun tumpukan jerami. Jamur akan
segera mati setelah musim kemarau tiba.
Jamur merupakan tumbuhan yang
tidak mempunyai klorofil sehingga bersifat
heterotrof, dengan tipe seleukariotik.
105

Fitofarm
maka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012
2
: 103-1113

Tuubuhnya terrdiri dari beenang-benang


yang disebut hifa, yang dapaat membentuuk
anyamaan bercabanng-cabang yang disebbut
miselium
m.
Sttruktur tubuuh jamur terrgantung paada
jenisnyaa. Jamur uniseluleer, misalnnya
khamir, serta jam
mur yang multiseluller
membenntuk tubuuh buah besar yang
ukurannnya dapat mencapai satu meteer,
contohnnya jamur kayu (1).
Seejak beberrapa dekadde terakhirrm
jamur edibel sepperti Agariccus bisporrus
(jamur kancing), Auriculariia polytricha
(jamur kuping),
k
Leentinus edoddes (Shiitake),
dan Pleeurotus ostreeatus (jamuur tiram) tellah
menarikk perhatian bagi peneliitian terhaddap
manfaatt jamur baggi peningkattan kesehataan.
Hal itu berdasarkaan kandungaan yang tellah
teridenttifikasi dalam
m berbagai jamur, antaara
lain meengandung berbagai macam
m
asaam
amino esensial, lemak, mineral,
m
d
dan
vitaminn, juga terddapat senyyawa penting
yang beerperan baggi kesehatann tubuh. Daari
beberappa contoh jamur terrsebut diataas,
jamur shiitake merrupakan salaah satu jam
mur
yang potensial
p
unntuk bisa dimanfaatkkan
sebagai bahan antittumor dan antikanker.
a
Shhiitake merrupakan salaah satu jam
mur
konsum
msi
yangg
palinng
muddah
dibudiddayakan, jaamur ini disebut juuga
dengan jamur kayu
k
cokkelat, kareena
tumbuhnya di kayu dann tudungnnya
berwarnna kecoklataan.
K
Kandungan
g jamur shiitake antaara
gizi
lain: prootein total, lemak totall, karbohidrrat,
serat kasar
k
dan abu. Daalam proteein
ditemukkan berbagaai asam am
mino melipuuti
leusin, isoleusin, valine, triiptofan, lisiin,
f
m
metionin,
d
dan
arginin, threonin, fenilalanin,
histidin. Mineral yang
y
telah teridentifika
t
asi
pada jamurshitak
j
ke melipuuti kalsium
m,
kalium dan seleniium sedanggkan vitam
min
yang teelah teridenttifikasi melliputi vitam
min
A, C, E, dan B khuususnya B2 serta vitam
min
D. Sel tuudung miseelia menganndung 50 jennis
enzim, semacam pepsin
p
dan tripsin untuuk
m pencernaaan.
melancaarkan sistem
mempunyyai
Jaamur
s
shiitake
kandunggan senyaw
wa polisakaarida penting
106

yang
g disebut dengan
d
-gllukan atau yang
lebih
h dikenal dengan lentinan yang
berkh
hasiat sebagai antitum
mor. Polisak
karida
ini merupakann serat laarut dalam air,
tersu
usun dalaam ikatann -1,3-g
glukopyran
nosida denggan rantai ccabang -1,6
6 dan
senyawa ini baanyak ditem
mukan di bagian
b
batan
ng di dekat tudung (8).
Berdasarkkan penelitiian Fujii et
e al.
(1978),
m
miselia
jaamur
shiitake
meng
dan
gandung
lentinan
KS-2.
K
Sedaangkan meenurut Surriawiria (2
2001)
kand
dungan kim
mia jamur shiitake selain
s
lentin
nan, juga eritadenin,
e
K
KS-2, Ac2P
P dan
LAP
PI.

Gam
mbar 1. Struuktur polimeer-glukan yang
diiso
olasi dari jaamur shiitakke.
Isolasi senyawa
s
-glukan telah
dilak
kukan pada penelitian ssebelumnyaa oleh
Syaffitri (2008)). Isolasi dilakukan pada
samp
pel jamurr tanduk (Termitom
myces
eurrh
hizus Berkk.) mengguunakan metode
m
Westterlund (1993). Sejuumlah 331,8 g
rajan
ngan jamurr (Termitom
myces eurrrhizus
Berk
k.) yang di ekstraksi secara berrtahap
diperroleh 8,31553g isolat berwarna putih
keco
oklatan. Berrdasarkan eelusidasi deengan
berbaagai metoode spekktrometri dapat
dipreediksi sennyawa yaang dihassilkan
meru
upakan senyyawa beta glukan (9).
Penelitiann
ini
aakan
diissolasi
kand
dungan sennyawa -gluukan dari serat
jamu
ur Shiitakee (Lentinuss edodes Berk)
B
yang
g larut dalam
m air dengaan menggun
nakan
meto
ode Westerrlund (1993). Isolat yang
diperroleh kemuudian dianallisis KLT untuk
u
melih
hat profill kromatoogramnya dan
menggun
diideentifikasi
dengan
nakan
berbaagai metodee Spektrom
metri yaitu IR
R dan
NMR
R (6).

Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 105-113

BAHAN, ALAT DAN METODE


A. BAHAN
1. Bagian tudung dan pangkal dekat
tudung berupa rajangan dari jamur
shiitake (Lentinusedodes)
2. Bahan kimia dan pereaksi:
Isopropanol teknis, petroleum eter
teknis, papain, etanol 60% teknis,
ammonium sulfat 30% teknis, aquadest,
natrium hidroksida teknis, asam klorida
teknis, asetonitril p.a,
n-butanol p.a,
asamsulfat p.a, asetonp.a, kalium
bromida, serium sulfat p.a, -naftol,
pereaksi Fehling A dan B.

c.

B. ALAT
Spektrofotometer inframerah Fourier
transform
(FT-IR)
(Shimadzu8400s),
spectrometer 1H-NMR (JLOL 60 MHz),
alat penetapan jarak lebur (BUCHI B-540),
timbang analitik (SER GR-200), sentrifuge
(Jouan-MR-1820),
oven
(Memmert),
eksikator,
lemari
pendingin,
alat
penyemprot pereaksi warna KLT, bejana
kromatografi, lempeng silika gel GF254,
thermometer, alat-alat gelas dan kertas
saring.

f.

METODE PENELITIAN
1. Determinasi tanaman
Determinasi tanaman asal dengan
bahan jamur shiitake ( Lentinusedodes)
dilakukan di Herbarium Bogoriense
Bidang Botani Pusat Penelitian BiologiLIPI Bogor.
2. Pengumpulan dan Penyiapan Bahan
Bahan jamur bagian tudung dan
pangkal tudung yang telah dikeringkan
dengan sinar matahari dan oven 40oC
dipotong kecil-kecil sebagai rajangan.
3. Pembuatan ekstrak
a. Simplisia jamur ditimbang sebanyak
lebih kurang 400 g, dimaserasi dengan
petroleum eter selama semalam,
kemudian didinginkan lalu disaring.
b. Ampas
dikeringkan,
kemudian
ditambahkan
isopropanol
dan

d.

e.

g.

dimaserasi lagi selama semalam, lalu


disaring.
Ampas
yang
telah
dikeringkan
kemudian ditambahkan air (96C,
selama 2 jam), didinginkan lalu
disaring.
Filtrat yang didapat ditambahkan papain
(40C, selama 3 jam), kemudian
ditambahkan etanol 60% (40C, selama
1 malam) lalu disentrifuge dengan
kecepatan 4800 rpm.
Presipitat dilarutkan dalam aquadest
(80C)
kemudian
ditambahkan
ammonium sulfat 30% (4C, selama 72
jam), lalu disentrifuge dengan kecepatan
4800 rpm.
Presipitat dilarutkan dalam air (80C,
selama 2 jam) dan didinginkan lalu
disentrifuge dengan kecepatan 2000
rpm.
Presipitat yang diperoleh direkristalisasi
dengan etanol, kemudian di lakukan
pengeringan beku (freeze drying).

4. Identifikasi awal karbohidrat


Ekstrak
jamur
shiitake
yang
diperoleh dilakukan identifikasi awal
karbohidrat menggunakan:
a. Pereaksi Molisch
Sejumlah lebih kurang 5 ml ekstrak
dimasukkan kedalam tabung reaksi
kemudian
ditambahkan
pereaksi
Molisch dan asam sulfat pekat secara
hati-hati melalui dinding tabung.
Terbentuknya cincin ungu pada batas
cairan
menunjukkan
keberadaan
karbohidrat.
b. Pereaksi Fehling A dan B
Sejumlah lebih kurang 5 ml ekstrak
dimasukkan kedalam tabung reaksi
kemudian ditambahkan pereaksi Fehling
A dan B sama banyak, lalu dipanaskan.
Pembentukan endapan merah bata
menunjukkan keberadaan karbohidrat
dengan gugus pereduksi.
5. Analisis dengan Kromatografi Lapis
Tipis
Analisis pendahuluan dilakukan
terhadap isolat dengan menotolkan 10 L
107

Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 103-113

sampel pada lempeng silika gel GF254


kemudian dieluasi dengan asetonitrilaseton-air atau larutan lain yang sesuai.
Setelah bercak tereluasi sempurna,
dilanjutkan dengan pendeteksian bercak
pada panjang gelombang 254 nm dan 366
nm.
6. Uji Kemurnian
a. KLT menggunakan 2 macam eluen
yang berbeda
Analisis KLT dilakukan terhadap
isolat menggunakan eluen yang cocok
dengan cara menotolkan 10 L sampel
pada lempeng silika gel GF254.
Kemudian dieluasi dengan 2 macam
eluen yang mempunyai polaritas
berbeda:
(1). Asetonitril-n-butanol-air (3:1:6)
(2). Asetonitril-air (9:1)
b. Jaraklebur
Isolat dimasukkan kedalam pipa
kapiler, dimampatkan sampai diperoleh
kolom zat setinggi 3 mm, kemudian
diukur suhunya pada saat zat mulai
melebur sampai semua zat melebur.
7. ElusidasiStruktur
a. Spektrofotometri Inframerah Fourier
Transform (FT-IR)
Lebih kurang 1 mg isolat digerus
dengan 100 mg kalium bromida yang
kering sampai homogen.
b. Spektrometri 1H-NMR dan 13C-NMR
.
Identifikasi dilakukan untuk
mengetahui informasi mengenai struktur
atom-atom hidrogen dan karbon dengan
spektrometri NMR hidrogrn dan karbon.
Preparasi sampel dengan menggunakan
lebih kurang 5 mg isolat yang dilarutkan
dalam
deuterium
oksida
dan
dimasukkan ke dalam tabung NMR.
Spektra yang dihasilkan dianalisis lebih
lanjut.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Determinasi Tanaman
Hasil determinasi tanaman yang
dilakukan di Herbarium Bogoriense
Bidang Botani Pusat Penelitian BiologiLIPI Bogor, menunjukan bahwa bahan
108

yang digunakan dalam penelitian ini adalah


jamur
shiitake
(Lentinus
edodes
Berk.),.suku Pleurotaceae..
B.Identifikasi Awal Karbohidrat
Identifikasi karbohidrat terhadap
isolate dilakukan dengan dua cara yaitu uji
molisch sebagai identifikasi karbohidrat
secara umum, dan uji Fehling untuk
mendeteksi adanya gula pereduksi. Hasil
dari uji molisch yang positif menunjukkan
isolate merupakan senyawa golongan
karbohidrat dengan adanya cincin ungu di
antara dua fase cairan. Sedangkan hasil uji
Fehling adalah negatif (larutan berwarna
hijau), hal ini menunjukkan isolat tidak
mengandung senyawa gula pereduksi. Dari
kedua identifikasi karbohidrat (uji Molisch
dan uji Fehling) dapat disimpulkan bahwa
isolate merupakan senyawa sakarida yang
telah kehilangan gugus aldehid atau keton
membentuk suatu cincin (piranosida atau
furanosida). Hasil identifikasi dapat dilihat
pada tabel 1.
Tabel 1.IdentifikasiawalKarbohidrat
Percobaan

HasilPercobaa
n

Syarat

1. Uji MolischIsolat
ditambah (-naftol
dalam alkoho l+ Cincinungu Cincinungu
asam sulfat) melalui
dinding tabung.
2. Uji Fehling Isolatt
Endapan merah
ditambah
larutan
batauntuk
Larutan
Fehling A dan B
karbo-hidrat
berwarna hijau
sama
banyak,lalu
dengan gugus
dipanaskan.
pereduksi

C.Analisis Dengan Kromatograf Lapis


Tipis (KLT)
Analisis pendahuluan terhadap isolat
dilakukan secara KLT dengan tujuan untuk
mengetahui
pola
bercak
senyawa
berdasarkan
kepolarannya.
Sebelum
ditotolkan pada lempeng KLT, isolat
dihidrolisis dalam suasana asam sulfat 2N
dengan
tujuan
memecah
ikatan
polisakarida menjadi komponen-komponen

Fitofarmaka, Vol.
V 2 No.1 , Juni 2012 : 105-113

monoosakarida yang
m
memiliki
g
gugus
peredduksi.
Dari bebeerapa eluenn yang diicoba,
ternyyata pola bercak yaang paling baik
dihassilkan dari eluasi
e
camppuran asetonnitrilasetoon-air (6:1::3). Hasil analisis deengan
KLT
T menunjukaan satu berccak dengann nilai
Rf = 0,65. Hasil kromatogrram dapat dilihat
d
padaa gambar1.

Gam
mbar 2. Kroomatogram lapis
l
tipis issolat
yangg dihasilkan JamurLentiinus
edoddes
Keteerangan :
FaseGerak
: Aseetonitril-aseetonair (66:1:3)
Fase diam
: Siliika gel GF2554
Penaampang berccak : Serrium sulfat
dalam
m asam sulffat
A. Dilihat
D
pada sinar biasabbercak berw
warna
coklaat muda
B.Skketsa gambaar bercak (unntukmempeerjelas kromatograam)
D.Ujji Kemurniian
1.KL
LT satu dim
mensi mengggunakan dua
d
macaam eluen
T tersebut diatas
d
Hasil annalisis KLT
hanyya diperoleeh satu bercak,
b
deengan

deemikian dappat diasum


msikan bahw
wa analit
haanya terdirri dari satuu senyawa. Untuk
memberikan
m
keyakinaan lebih lanjut,
diilakukan ujii kemurniann dengan KLT
K
satu
diimensi menggunakan ddua macam eluen.
a.. Eluen aseetonitril-n-b
butanol-airr (3:1:6)
Hasil
analisis
dengan
KLT
menunjukkkan satu bbercak deng
gan nilai
Rf = 0,48. Hasil kkromatogram
m dapat
dilihat padda gambar2.

Gambar
G
3. Kromatogra
K
am lapis tipiis
Denganeluen
D
n asetonitril--nbu
utanol-air (33:1:6)
Keterangan
K
:
FaaseGerak:assetonitril-n--butanol-airr
(3
3:1:6)
Faase diam: Silika gell GF254Pen
nampang
beercak: Seriuum sulfat daalam asam sulfat
s
Keterangan
K
:
A.
A Dilihat paada sinar biaasa bercak berwarna
b
co
oklat
B.Sketsa gam
mbar bercakk (untuk mem
mperjeelas kromatoogram)

109

Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 103-113

b. Eluen asetonitril-air (9:1)


Hasil
analisis
dengan
KLT
menunjukkan satu bercak dengan nilai Rf =
0,76
Hasil kromatogram dapat dilihat pada
gambar 3.

2. Jarak lebur
Penetapan jarak lebur dilakukan
untuk mengetahui kemurnian dari isolat.
Namun isolat yang diperoleh tidak dapat
ditentukan jarak leburnya, mengingat hasil
penetapan hingga suhu 400C, isolat tidak
melebur. Sebagai perbandingan digunakan
glukosa yang mempunyai titik lebur 150
C dan untuk laktosa (disakarida) dengan
titik lebur 202 C, maka dapat
diduga isolat memiliki rantai karbon yang
panjang dari suatu karbohidrat.
E. Elusidasi Struktur Kimia Isolat
dengan
Spektrofotometer
Inframerah Fourier Transform.
Senyawa murni yang didapat
diidentifikasi
gugus
fungsinya
menggunakan metode Spektrofotometri
inframerah, hasil spektra inframerah dapat
dilihat pada gambar 4 dan hasil analisisnya
dapat dilihat pada tabel 2.

Gambar 4. Kromatogram
dengan
eluenAsetonitril:Air (9:1)

lapis

tipis

Keterangan :
Fase Gerak : Asetonitril:Air (9:1)
Fase diam
: Silika Gel GF254
Penampang bercak: Serium Sulfat dalam
Asam Sulfat 10%
Keterangan:
A. Dilihat pada sinar biasa bercak
berwarna
coklat muda
B.Sketsa gambar bercak (untuk
memperjelas
kromatogram)
Berdasarkan kedua hasil analisis uji
kemurnian menggunakan dua eluen yang
berbeda, tetap diperoleh satu bercak
dengan nilai Rf yang berbeda, yang
disebabkan perbedaan polaritas dari
komponen eluen yang digunakan. Maka
dapat disimpulkan bahwa isolate sudah
murni.
110

Gambar 5. Spektra Inframerah senyawa


murni

Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 105-113

Tabel 2. Hasil analisis spektra inframerah


isolat
Bilangan Range Bilangan
Gelombang
Gelombang
GugusFungsi*
(cm-1)
(cm-1)*
3125,43
1401,19
976,88;
1114.78

32003600
13401470

OH (melebar)
CH

9001300

CO

Keterangan:
* Dari Skoog DA, Leary JJ. Principles of
Instrumental Analysis, 4th Edition
Berdasarkan hasil analisis spektra
inframerah, serapan lebar pada bilangan
gelombang3125,43 cm-1 mengindikasikan
adanya gugus OH atau alkohol,diperkuat
dengan adanya vibrasi rentangan C-Halkana pada 1401,19 dan -C-O-C- eter pada
976,88 dan 1114,78 cm-1 .

Gambar 5. Spektra H-NMR isolat

F. Elusidasi Struktur Kimia Isolat


dengan Spektrometer NMR 1Dimensi
Spektra 1H-NMR
Spektra 1H-NMR isolat (500 mHz,
D2O, TMS) daerah medan rendah (low
field) menunjukkan beberapa proton pada
H 3,39-5,13 ppm. Hasil penyidikan spectra
1
H-NMR ini memberikan informasi bahwa
isolate adalah suatu guladar ikarbohidrat
yang ditunjukkan adanya proton anomerik
(-CH*-OO-) padaH 4,48 ppm (d) dan5,13
ppm (d). Sedangkan sinyal proton yang
member informasi adanya gugus metin
yang mengikat atom oksigen (-CH*-OH)
padaH 3,39-4,16 ppm.
Spektra 1H-NMR dan tabel untuk
pergeseran senyawa isolat dapat dilihat
pada gambar 5, 6 dan tabel 3.
1.

Tabel 3. Analisis spektra 1HNMRResonansi Magnetik Inti


Proton dari senyawa isolat
No. H (ppm)
Jenis Proton
1. 4,48; 5,13
-CH*OO2. 3,26-4,33
CH*-OH; CH2*-OH

Gambar 6. Spektra 1H-NMR isolat


perbesaran 1,0-5,6 ppm
2. Analisis senyawa dengan Spektrometri 13C-NMR
Penyidikan spektra senyawa isolat
dengan 13C-NMR (500 mHz, D2O, TMS)
daerah medan tinggi (high field)
menunjukkan 12 karbon pada C 60,45
101,63 ppm. Pergeseran kimia karbon pada
C 101,63 ppm dan 93,16 ppm
menunjukkan sinyal karbon glikosidik.
13
Analisis spektra
C-NMR karbon dan
DEPT menunjukkan isolat adalah suatu
gula dari karbohidrat yang terikat dengan
ikatan glikosidik menjadi suatu polimer.
Spektra 13C-NMR, DEPT dapat dilihat
pada gambar 7 dan 8 serta tabel 4.

111

Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 103-113

Tabel 4.Analisis spektra 13C-NMR


isolat dan 13C-NMR-D-Glukosa
Karbon
No. (ppm)
Isolat
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

101,67
93,16
72,87
72,10
78,20
76,21
70,98
70,38
75,60
77,92
60,45

12

61,03

DEPT

Karbon Karbon
(ppm)
(ppm)
-D-DGlukosa* Glukosa*

-CH-OO

96,8

C1

-CH-O

75,2

C2

-CH-O

76,7

C3

-CH-O

70,6

C4

-CH-O

76,7

C5

-CH2-O

61,8

C6

Keterangan:
*Dorman DE, Roberts JD. Nuclear magnetic
resonance spectroscopy: 13C spectra of some
common nucleotides.

Gambar 8. Spektra DEPT isolat

Gambar 7. Spektra 13C-NMRisolat

112

Hasil analisis spektra IR, spektra 1HNMR, 13C-NMR dan DEPT menunjukkan
bahwa isolat adalah senyawa gula dari
karbohidrat,
di
mana
monomermonomernya terikat melalui ikatan
glikosidik.

Fitofarmaka, Vol. 2 No.1 , Juni 2012 : 105-113

G. Prediksi struktur senyawa Beta-1,31,4-glukan


Berdasarkan analisis spektra IR,
spektra 1H-NMR, 13C-NMR dan DEPT
maka dapat diprediksi struktur senyawa 1,4-glukan yang dapat dilihat pada Gambar
9.

Dorman DE, Roberts JD. Nuclear


magnetic resonance spectroscopy: 13C spectra
of
some
common
nucleotides.
ProcNatlAcadSci U S A. 1970 Jan;65(1):19
26.
Fujii T, Maeda H, Suzuki F, Ishida N,
1978. Isolation and characterization of a new
antitumor polisaccharide, KS-2 extracted from
culture mycelia of Lentinusedodes.The Journal
of antibiotics, 31 (11).November. Japan
Antibiotics Research Association, Tokyo.
Fulcher, R. G., Miller, S. S., Structure
of Oat Bran and Distribution of Dietary Fiber
Components. In: Oat Bran. Peter J. Wood (ed),
AACC, St Paul, MN ; 1993. Hal.83-112.

Gambar 9. Prediksi Struktur Senyawa 1,4-glukan


KESIMPULAN
Sampel jamur shiitake dibebaslemakkan dengan menggunakan pelarut
petroleum eter dan isopropanol. Kemudian
diekstraksi Isolat jamur shiitake diekstraksi
dengan air 96C, ditambahkan papain
untuk menghidrolisis ikatan antara protein
dan polisakarida, kemudian diendapkan
menggunakan etanol 60%. Endapan yang
diperoleh dilarutkan dalam air dan
ditambahkan ammonium sulfat 30%.
Endapannya dilarutkan dalam air 80C,
kemudian dikeringkan secara pengeringan
beku. yang dihasilkan berwarna putih
keabuan. Analisis dengan KLT satu
dimensi dengan menggunakan eluen
asetonitril-aseton-air (6:1:3) menunjukkan
satu
bercak.
Spektrum
transmisi
Inframerah menunjukkan terdapat gugus
OH, CH, dan CO. Sedangkan hasil 1H13
NMR,
C-NMRdiprediksi terdapat
senyawa polisakarida dengan ikatan -1,4glukan.
DAFTAR PUSTAKA
Ciri-ciri umum jamur. Diambil dari
http://ftp.ui.edu/bebas/v12/sponsor/sponsor.pen
damping/praweda/Biologi/0024%20Bio%201
5ahtm ; Diakses pada tanggal 11 Februari
2009.

Jamur
Shiitake
Diambil
dari
http://wikipedia.org/wiki/shiitake;
Diakses
pada tanggal 11 februari, 2009.
Sastrohamidjoyo, H., Spektroskopi;
Resonansi magnetic inti (Nuclear magnetic
resonance, NMR). Yoyakarta: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Gajah Mada; 1998. hal. 1-21.
Skoog, D.A; J.J. Leary, Principles of
Instrumental Analysis, 4th edition, Sauders
College, Philadelphia, PA, 1998.
Suriawiria U, 2001. Budi daya Jamur
Shiitake. Jakarta: PebebarSwadaya, hal. 1,2,4.
Syafitri, L., Elusidasi struktur senyawa
beta glukan dari serat Jamur Tanduk
(Termitomyces eurrhizus Berk) yang larut
dalam
air
menggunakan
metode
spektrometri[skripsi]. Jakarta : 2008. Hal.41.
Widyastuti, N., Koesnandar., Shiitake
dan Jamur Tiram. PT Agro Media Pustaka,
Jakarta. 2006. Hal 2-15
Mizuno, T., The Extraction and
Development
of
Antitumor-active
Polysaccharides From Mushroom in Japan
International Journal of Medicinal Mushroom
: 1999. Hal 81-102
Westerlund, E., Anderson, R., and
Aman,
P.,
Isolation
and
chemical
characterization of water-soluble mixed-linked
-glukan and arabinoxylans in oat milling
fractions, Carbohydr. Pol., 20. 1993. Page 115
123.

113

Fitofarmaka, Vol. 2, No.1, Juni 2012 ISSN : 2087-9164

PEDOMAN BAGI PENULIS JURNAL FITOFARMAKA


Ruang Lingkup
Naskah dapat merupakan hasil penelitian erat kaitannya dengan bidang kefarmasian dan kesehatan.
Naskah berupa penelitian harus belum dan tidak pernah dipublikasikan dalam media cetak lain.
Bahasa dan Bentuk Naskah
Naskah ditulis dengan bahasa ilmiah dalam bahasa Indonesia atau Inggris dengan abstrak
berbahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Naskah diketik satu spasi (1 lines) memakai tipe dan
ukuran 12 huruf baku (times new roman). Semua halaman diberi nomor secara berurutan.
Judul dan Naskah Penulis
Judul harus singkat (sebaiknya tidak lebih dari 15 kata), jelas dan secara konsisten
menggambarkan isi naskah serta mengandung kata kunci yang mencerminkan isi naskah. Namanama penulis disertai dengan nama dan alamat instansi bekerja. Penempatan sub-sub judul disusun
berurutan, sebagai berikut: Abstrak, Kata kunci, Pendahuluan, Bahan dan Metode, Hasil dan
Pembahasan, Kesimpulan dan Saran (jika ada), Ucapan Terima Kasih (jika ada), Daftar Pustaka,
dan Lampiran (jika ada).
Abstrak dan Kata Kunci
Abstrak memuat latar belakang secara ringkas, tujuan, metode, hasil serta kesimpulan suatu
penelitian. Abstrak ditulis dalam satu paragraf berbahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Di dalam
abstrak tidak diperkenankan mencantumkan istilah-istilah yang tidak diketahui secara luas,
akronim, nama/merek dagang atau tanda lain tanpa suatu keterangan. Abstrak berbahasa Inggris
merupakan terjemahan dari abstrak berbahasa Indonesia dan disertai terjemahan judul naskah. Di
bawah abstrak dicantumkan Kata Kunci.
Pendahuluan
Isi pendahuluan mencakup latar belakang, temuan terdahulu yang akan dikembangkan atau
disanggah, hipotesis, pendekatan umum, dan tujuan penelitian.
Bahan dan Metode
Berisi penjelasan ringkas tetapi rinci tentang waktu dan tempat penelitian, bahan-bahan dan
metode yang digunakan, rancangan percobaan, dan analisis data.
Hasil dan Pembahasan
Hasil merupakan data atau fakta yang diperoleh dari penelitian. Data atau fakta penting
yang tidak dapat dinarasikan dengan jelas dapat ditampilkan dalam bentuk tabel atau gambar atau
ilustrasi lain. Bila hasil disajikan dalam bentuk tabel atau gambar, maka tidak perlu diuraikan
secara panjang lebar. Pembahasan merupakan ulasan tentang hasil, menjelaskan makna hasil
penelitian, kesesuaian dengan asil atau penelitian terdahulu, peran hasil terhadap pemecahan
masalah yang disebutkan dalam pendahuluan, serta kemungkinan pengembangannya.
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan ditulis dengan ringkas hasil-hasil dan saran penelitian yang kongkrit.
Ucapan Terima Kasih
Berisi ucapan penghargaan secara singkat kepada pihak-pihak yang telah berjasa.
Daftar Pustaka
Penulisan pustaka di dalam teks menggunakan nama-nama penulis, bukan nomor, dan
harus tercantum di dalam Daftar Pustaka. Daftar Pustaka disusun menurut abjad dan tahun
penerbitan terlebih dahulu. Kepustakaan ditulis sebagai berikut: nama penulis, tahun penerbitan,
judul artikel, nama terbitan yang dapat disingkat dengan benar, volume dan nomor serta nomor
halaman. Kepustakaan dari naskah yang tidak dipublikasikan dan informasi yang diperoleh melalui

Fitofarmaka, Vol. 2, No.1, Juni 2012 ISSN : 2087-9164

komunikasi pribadi tidak dicantumkan dalam Daftar Pustaka melainkan ditulis langsung pada teks,
misalnya (S. Baarsyah, tidak dipublikasikan) dan F. Kasaryno, komunikasi pribadi).
Simbol Matematis
Simbol atau persamaan matematis harus dikemukakan secara hati-hati dan jelas. Jika
simbol matematis yang dimaksud tidak terdapat pada mesin tik, maka dapat ditulis dengan pensil
atau pena. Jika perlu, berilah keterangan dengan tulisan tangan untuk simbol yang bersangkutan.
Angka desimal ditandai dengan koma (apabila dalam baasa Indonesia) atau titik (apabila dalam
bahasa inggris). Besaran ditulis dengan baku internasional dan harus mengikuti Kaidah Ejaan
Bahasa Indoensia yang disempurnakan (EYD), misalnya g, l, kg, t, dan bukan ditulis gram, liter
kilogram, ton.
Tabel
Tabel diberi nomor urut sesuai dengan keterangan dalam teks. Setiap tabel diberi judul
yang singkat dan jelas, sehingga setiap tabel dipandang berdiri sendiri. Antar kolom atau anak
kolom perlu terpisah secara jelas. Jumlah digit sedapat mungkin sederhana. Singkatan kata perlu
diberi catatan kaki atau keterangan. Keterangan tabel diletakkan dibawah tabel ditandai dengan
angka kecil superior (superscrip). Huruf a, b, c digunakan untuk tanda-tanda statistik, sedangkan
angka 1,2,3 digunakan untuk keterangan atau catatan kaki tabel.
Ilustrasi
Ilustrasi mencakup gambar, grafik, dan foto atau lukisan. Judul ilustrasi diletakan di bawah
ilustrasi. Gambar dan grafik dibuat dengan garis cukup tebal dan kontras. Judul dan keterangan
grafik dan gambar ditulis pada bagian terpisah. Simbol dan singkatan kata dijelaskan pada
keterangan grafik dan gambar dan grafik.simbol-simbol yang dimuat tidak terlalu banyak. Setiap
gambar dan grafik harus diterangkan di dalam teks dan diberi nomor urut. Untuk keperluan
reproduksi, ilustrasi harus kontras, tajam dengan ukuran cukup besar. Foto, hitam putih atau
berwarna, hendaknya dipilih yang mempunyai warna kontras, tajam, jelas, diatas kertas mengkilat.
Pengolahan Naskah
Redaksi melakukan koreksi dan perbaikan tanpa mengubah nama naskah. Redaksi
pelaksana akan mengembalikan naskah untuk diperbaiki sesuai dengan saran redaksi, atau naskah
yang tidak dapat diterbitkan, kepada penulis. Naskah rangkap dua dan CD/disket hendaknya
dikirim ke alamat redaksi disertai dengan surat pengantar.

Alamat Redaksi

: Program Studi Farmasi FMIPA, Universitas Pakuan


Jln Pakuan PO Box 452 Bogor
Telp : (0251) 8349324
Fax : (0251) 8375547
Email : farmasi_unpak@yahoo.com

Fitofarmaka, Vol. 2, No.1, Juni 2012

ISSN : 2087-9164

FORMULIR BERLANGGANAN
MAJALAH FITOFARMAKA
Yang bertandatangan di bawah ini :
Nama
Alamat
Rumah

:
:
...

Alamat
Kantor

: ...
...

Ingin menjadi pelanggan Jurnal Fitofarmakaselama ...................... tahun.


Bersama ini kami kirimkan biaya langganan sebanyak Rp. .....................................

Harap Majalah tersebut dikirim ke alamat kantor/rumah *)

(..............................................)
Tandatangan dan nama jelas

*) Catatan : Coret yang tidak perlu


Jumlah langganan tiap nomor sebesar Rp. 25.000,Jumlah biaya langganan satu tahun Rp. 50.000,- ditambah 20% biaya pengiriman
Setelah formulir diisi harap dikirimkan kembali kepada Majalah Fitofarmaka

Anda mungkin juga menyukai