BRONKIEKTASIS
Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu
Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Radiologi
Di RSUD Dr.R. Soedjati Purwodadi
Oleh :
Muhammad Zulkham Faza
01.210.6231
01.210.6283
TUTORIAL
BRONKIEKTASIS
Diajukan guna melengkapi tugas kepaniteraan klinis bagian ilmu radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung
Nama
01.210.6283
Judul
: Bronkiektasis
Bagian
: Ilmu Radiologi
Fakultas
: Kedokteran UNISSULA
Pembimbing
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................
LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................
ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................
iii
BAB
I PENDAHULUAN.........................................................................
BAB
II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................
3
5
5
6
7
8
12
13
13
13
14
15
15
15
19
BAB
IV PEMBAHASAN............................................................................
21
BAB
V KESIMPULAN..............................................................................
24
BAB
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Bronkiektasis merupakan penyebab kematian yang amat penting pada
negara-negara berkembang. Di negara-negara maju seperti AS, bronkiektasis
mengalami
penurunan
sering
dengan
kemajuan
pengobatan.
Prevalensi
bronkiektasis lebih tinggi pada penduduk dengan golongan sosial ekonomi yang
rendah.
Angka kejadian yang sebenarnya dari bronkiektasis tidak diketahui pasti. Di
negara-negara Barat, insidensi bronkiektasis diperkirakan sebanyak 1,3% diantara
populasi. Insidensi bronkiektasis cenderung menurun dengan adanya kemajuan
pengobatan antibiotika. Akan tetapi perlu diingat bahwa insidensi ini juga
dipengaruhi oleh kebiasaan merokok, polusi udara dan kelainan kongenital.
Di Indonesia belum ada laporan tentang angka-angka yang pasti mengenai
penyakit ini. Kenyataannya penyakit ini cukup sering ditemukan diklinik-klinik
dan diderita oleh laki-laki maupun wanita. Penyakit ini dapat diderita mulai sejak
anak bahkan dapat berupa kelainan kongenital.
Data terakhir yang diperoleh dari RSUD Dr. Soetomo tahun 1990
menempatkan bronkiektasis pada urutan ke-7 terbanyak. Dengan kata lain
didapatkan 221 penderita dari 11.018 (1,01%) pasien rawat inap.
Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi
bronkus yang bersifat patologis dan berlangsung kronik. Dilatasi tersebut
menyebabkan berkurangnya aliran udara dari dan ke paru-paru. Dengan alasan ini,
bronkiektasis digolongkan dalam penyakit paru obstruksi kronik, yang
bermanifestasi sebagai peradangan saluran nafas dan mudah kolaps, lalu
menyebabkan obstruksi aliran udara dan menimbulkan sesak, gangguan
pembersihan mukus yang biasanya disertai dengan batuk dan kadang-kadang
hemoptisis.
Bronkiektasis paling banyak bermanifestasi sebagai : proses fokal yang
melibatkan satu lobus segmen atau sub-segmen paru, atau proses yang bersifat
difus dan melibatkan kedua paru. Proses pertama adalah yang umum terjadi,
sedangkan proses kedua biasanya berkaitan dengan penyakit sistemik atau
penyakit sinopulmoner dan asma.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Anatomi Pulmo
Gambar di bawah ini menunjukkan anatomi dari sistem respirasi.
antara sakkus. Alveolus hanya selapis sel saja, namun jika seluruh alveolus
yang berjumlah sekitar 300 juta itu dibentangkan akan seluas lapangan
tennis.
Alveolus pada hakikatnya merupakan gelembung yang dikelilingi oleh
kapiler-kapiler darah. Batas antara cairan dengan gas akan membentuk
suatu tegangan permukaan yang cenderung mencegah ekspansi pada saat
inspirasi dan cenderung kolaps saat ekspirasi. Di sinilah letak peranan
surfaktan sebagai lipoprotein yang mengurangi tegangan permukaan dan
mengurangi resistensi saat inspirasi sekaligus mencegah kolaps saat
ekspirasi.
Pembentukan surfaktan oleh sel pembatas alveolus dipengaruhi oleh
kematangan sel-sel alveolus, enzim biosintetik utamanya alfa anti tripsin,
kecepatan regenerasi, ventilasi yang adekuat serta perfusi ke dinding
alveolus. Definisi surfaktan, enzim biosintesis serta mekanisme inflamasi
yang berujung pada pelepasan produk yang mempengaruhi elastisitas paru
menjadi dasar patogenesis emphysema, dan penyakit lainnya.9
Bronkus merupakan percabangan dari trachea. Terdiri dari bronkus
dextra dan bronchus sinistra. Bronkus Dextra mempunyai bentuk yang
lebih besar, lebih pendek dan letaknya lebih vertikal daripada bronkus
sinistra. Hal ini disebabkan oleh desakan dari arcus aortae pada ujung
caudal trachea ke arah kanan, sehingga benda-benda asing mudah masuk
ke dalam bronkus dextra. Panjangnya 2,5 cm dan masuk ke dalam hilus
pulmonis setinggi vertebra thoracalis VI. Vena zygos melengkung
disebelah cranialnya. Ateria pulmonalis pada mulanya berada di sebelah
inferior, kemudian beradadi sebelah ventralnya. Membentuk tiga cabang
(bronkus sekunder), masing-masing menuju ke lobuss uperior, lobus
medius, dan lobus inferior.
Bronkus sinistra, mempunyai diameter yang lebih kecil, tetapi
bentuknya lebih panjang daripada bronkus dextra. Berada di sebelah
caudal arcus aortae, menyilang di sebelah ventral oesophagus, ductus
thoracicus, dan aorta thoracalis. Pada mulanya berada di sebelah superior
biasanya
sebagai
komplikasi dari
pneumonia
berat,
dapat juga karena penyumbatan oleh benda asing, tumor atau penekanan
dari luar (kompresi oleh tuberkulosis kelenjar limfa). Bronkiektasis di
lobus atas biasanya disebabkan oleh tuberkulosis atau aspergilosis
bronkopulmonar.
b. Menyeluruh (generalized ), biasanya karena infeksi saluran pernapasan
yang berulang disertai kelainan imunitas ataupun kelainan mucocilliary
clearance. Penyebab lainnya adalah vaskulitis, defisiensi -1-antitripsin,
AIDS, sindrom merfan, SLE, sindrom syorgen dan sarkoidosis.
2.3. Etiologi
Penyebab bronkiektasis sampai saat ini belum diketahui dengan jelas.
Namun diduga bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun
didapat.
2.4. Patofisiologi
Belum diketahui secara sempurna, tetapi
nampaknya
yang
menjadi
Produk
inflamasi
yang
pertama
akan
diikuti oleh
dan predisposisi untuk kolonisasi lagi dan ini merupakan lingkaran yang
tidak terputus. Pada akhirnya terjadi fibrosis dinding bronkus dan jaringan
paru sekitarnya menyebabkan penarikan dinding bronkus yang sudah lemah
sehingga terjadi distorsi.
jalan napas yang diikuti oleh destruksi dari cabang bronkus. Seperti
dyspnea, ini juga mungkin merupakan kondisi yang mengiringi, seperti
asma. Nyeri dada pleuritik kadang-kadang ditemukan, terjadi pada 46%
pasien pada sekali observasi. Paling sering merupakan akibat sekunder pada
batuk kronik, tetapi juga terjadi pada eksaserbasi akut. Penurunan berat
badan sering terjadi pada pasien dengan bronkiektasis yang berat. Hal ini
terjadi sekunder akibat peningkatan kebutuhan kalori berkaitan dengan
peningkatan kerja pada batuk dan pembersihan sekret pada jalan napas.
Namun, pada umumnya semua penyakit kronik disertai dengan penurunan
berat badan. Demam biasanya terjadi akibat infeksi yang berulang.
2.6. Diagnosis
a. Pemeriksaan Fisik
Ditemukannya suara napas tambahan pada pemeriksaan fisik dada termasuk
crackles (70%), wheezing (34%) dan ronki (44%) adalah petunjuk untuk
diagnosis. Dahulu, clubbing finger adalah gambaran yang sering ditemukan
tapi saat ini prevalensi gambaran tersebut hanya 3%. Penyakit utama yang
mengaburkan bronkiektasis adalah penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).
b. Pemeriksaan Penunjang
- Spirometri
Pada spirometri sering menunjukkan keterbatasan aliran udara dengan
rasio penurunan volume ekspirasi paksa dalam satu detik (FEV1) untuk
memaksa volume kapasitas paksa (FVC). FVC normal atau sedikit
berkurang dan FEV1 menurun. Penurunan FVC menunjukkan bahwa
saluran udara tertutup oleh lendir, di mana saluran napas kolaps saat
ekspirasi paksa atau adanya pneumonitis pada paru.
-
Pemeriksaan Radiologi
1. Foto Thorak
Dengan pemeriksaan foto thorak, maka pada bronkiektasis dapat
ditemukan gambaran seperti dibawah ini :
a.
Ring Shadow
10
b.
Tramline
Shadow
Gambaran ini dapat
terlihat pada bagian
perifer paru-paru.
Bayangan ini terlihat
terdiri dari dua garis
paralel yang putih dan
tebal yang dipisahkan
oleh daerah berwarna
hitam. Gambaran seperti
ini sebenarnya normal
ditemukan pada daerah parahilus.
Tramline shadow yang sebenarnya
terlihat lebih tebal dan bukan pada
daerah parahilus.
c.
Tubular Shadow
11
12
Diagnosis Banding
Beberapa penyakit yang perlu dipertimbangkan jika berhadapan dengan
bronkiektasis yaitu Bronkitis kronik, tuberkulosis paru, abses paru, penyakit
paru penyebab hemoptisis, misalnya karsinoma paru, adenoma paru.
2.8.
Penatalaksanaan
1. Pengobatan konservatif
a. Pengelolaan umum meliputi,
Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien.
Memperbaiki drainase secret bronkus .
Mengontrol infeksi saluran napas, misalnya dengan pemberian anti
biotic
b. Pengelolaan khusus
Kemoterapi pada bronkiektasis
Drainase secret dengan bronkoskopi
c. Pengobatan simptomatik
Pengobatan obstruksi bronkus , misalnya dengan obat bronkodilator.
Pengobatan hipoksia dengan pemberian oksigen.
Pengobatan hemoptisis misalnya dengan obat- obat hemostatik.
Pengobatan demam dengan pemberian antipiretik dan antibiotik.
2. Pengobatan Pembedahan
13
14
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1. Identitas
Nama
: Tn. M
Usia
: 60 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Alamat
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Petani
Status
: Menikah
Suku bangsa
: Jawa (WNI)
Ruangan
: Flamboyan 2
Masuk RS
: 25/3/2015
3.2. Anamnesis
15
lemas.
Kronologi : 2 minggu SMRS pasien mengeluh batuk yang
berlangsung terus menerus setiap hari. Awalnya batuk tidak
berdahak, namun beberapa hari kemudian batuk berubah menjadi
batuk berdahak dan dahak berwarna kekuningan. Pasien juga
mengeluh bahwa frekuensi batuk menjadi lebih sering disertai sesak
dan nyeri dada saat batuk. Pasien sempat membeli obat batuk di
warung dan memeriksakan keluhannya ke dokter umum, namun
tidak ada perbaikan. Karena keluhan batuk dan nyeri dada semakin
memberat akhirnya oleh keluarga dibawa ke IGD RSUD R. Soedjati
Purwodadi
Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat sakit serupa
Riwayat batuk lama
: disangkal
: diakui (5 tahun terakhir sering
batuk berulang
Riwayat Hipertensi
: disangkal
Riwayat Diabetes Mellitus
: disangkal
Riwayat penyakit keluarga :
Riwayat sakit serupa
: disangkal
Riwayat batuk lama/TBC
: disangkal
Riwayat Hipertensi
: disangkal
Riwayat Diabetes Mellitus
: disangkal
Riwayat psikososial ekonomi
Pasien adalah seorang petani dengan seorang istri sebagai ibu rumah
tangga. Biaya pengobatan di tanggung BPJS JKN PBI.
Kesan ekonomi : cukup.
Riwayat Pribadi
16
( -)
Telinga : discharge (-)
Hidung
: mimisan (-), sekret (-),
Mulut
: bibir kering dan berdarah(-), sariawan(-), gusi berdarah(-)
Tenggorokan
: nyeri telan (-)
Dada
: sesak (+),batuk (+), nyeri dada (+)
S. Pencernaan : Makan (+), minum (+), mual (-),muntah (-), BAB (+), BAK (+)
S. Neuro dan Muskuloskletal : paresis/lemah (-), nyeri sendi (-), pusing (-),
Ekstremitas
: akral dingin (-), oedem (-), ptekie (-)
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Kesan Umum
: Tampak lemas
Kesadaran
: compos mentis
Status Gizi
: BMI= BB(kg)/TB(m) = 55/1,65 = 19,83 (normoweight)
Tanda- tanda vital
Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 88x/menit,
Frekuensi nafas : 24 x/menit
Suhu
: 36,7C
Thorax-Cor
Inspeksi
Iktus cordis tak tampak
Palpasi
Ictus cordis teraba pada ICS V, 2 cm medial dari linea mid clavicula sinistra, thrill
(-), pulsus epigastrium (-), pulsus parasternal (-), sternal lift (-)
Perkusi
Batas atas
: ICS 2 linea sternalis sinistra
Pinggang
: ICS 3 linea parasternal sinistra
Batas kanan bawah
: ICS 5 linea sternalis dextra
Batas kiri bawah
: ICS V, 2 cm medial linea mid clavicula sinistra
Auskultasi
Katup Aorta
: S1 & S2 standart, additional sound (-), AI<A2
Katup Pulmonal : S1 & S2 standart, additional sound (-), PI<P2
Katup Mitral
: S1 & S2 standart, additional sound (-), T1>T2
KatupTrikuspid : S1 & S2 standart, additional sound (-), M1>M2
Thorax Pulmo
Inspeksi
Statis
ANTERIOR
POSTERIOR
Hyperpigmentasi (-),
Hyperpigmentasi (-),
17
Dinamis
(-),spider nevi(-),
(-),spider nevi(-),
LL,
Pergerakan hemitorax
LL,
Pergerakan hemitorax
D=S, abdominothorakal
D=S, abdominothorakal
D=S
D=S
Sonor
Sonor
Vesikuler (+)
Vesikuler (+)
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Simetris, sikatrik (-), striae (-), skuama(-), pelebaran vena (-), hyperpigmen-tasi (-),
spider nevi (-)
Auskultasi
Peristaltik (+) Normal (12 x/ menit)
Perkusi
Dominan timpani
Hepar
: pekak (+), liver span dextra 9 cm, liver span sinistra 5 cm
Lien
: area trobe (+)timpani
Tes Ascites
: pekak sisi (-), pekak alih (-), undulasi (-)
Palpasi
Superficial
: massa (-), nyeri tekan (-)
Dalam
: Perabaan hepar, lien, dan ren normal,tidak teraba nodul
Nyeri ketok ginjal : (-/-)
Ekstremitas
Ekstremity
Superior
Inferior
Kekuatan
5/5
5/5
Oedem
-/-
-/-
18
Pitting oedem
-/-
-/-
Sianosis
-/-
-/-
Akral dingin
-/-
-/-
Capillary refill
< 2
< 2
Clubbing finger
-/-
-/-
: 11,9 gr/dl
Leukosit
: 5.800 / mm3
LED I/II
: 42/72 mm3
Trombosit
: 234.000 / mm3
Eritrosit
: 4.110.000/mm3
: 89 %
Limfosit
: 12%
Monosit
: 5%
Kimia Klinik
GDS
: 121 mg/dl
X Foto Thorax PA
19
Interpretasi :
-
Kesan : Cardiomegali
Bronkiektasis
BAB IV
PEMBAHASAN
Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai adanya dilatasi (ektasi)
dan distorsi bronkus lokal yang bersifat patologik dan berjalan kronik, persisten
atau ireversibel. Kelainan bronkus disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam
dinding bronkus berupa destruksi elemen elastis, otot polos bronkus, tulang rawan
dan pembuluh-pembuluh darah. Bronkus yang terkena umumnya bronkus ukuran
sedang, sedangkan bronkus besar umumnya jarang.
Belum diketahui secara sempurna, tetapi
nampaknya
yang
menjadi
penyebab utama adalah peradangan yang disertai destruksi otot, jaringan elastik
dan tulang rawan dinding bronkus, oleh mukus yang terinfeksi yang kontak lama
dan erat dengan dinding bronkus. Mukus mengandung produk-produk neutrofil
yang bisa merusak jaringan paru (protease serin, elastase, kolagenase), oksida
nitrit, sitokin inflamasi (IL8) dan substansi yang menghambat gerakan silia dan
mucociliary clearance. Terjadi mukokel yang terinfeksi setelah dilatasi mekanik
bronkus yang telah lunak oleh pengaruh proteolitik. Produk inflamasi yang
pertama akan diikuti oleh kolonisasi bakteri yang akan menyebabkan kerusakan
bronkus lebih lanjut dan predisposisi untuk kolonisasi lagi dan ini merupakan
lingkaran yang tidak terputus. Pada akhirnya terjadi fibrosis dinding bronkus dan
jaringan paru sekitarnya menyebabkan penarikan dinding bronkus yang sudah
lemah sehingga terjadi distorsi.
Pada kasus ini seorang laki-laki 2 minggu SMRS pasien mengeluh batuk
yang berlangsung terus menerus setiap hari. Awalnya batuk tidak berdahak,
namun beberapa hari kemudian batuk berubah menjadi batuk berdahak dan dahak
berwarna kekuningan. Pasien juga mengeluh bahwa frekuensi batuk menjadi lebih
sering disertai sesak dan nyeri dada saat batuk. Pasien sempat membeli obat batuk
di warung dan memeriksakan keluhannya ke dokter umum, namun tidak ada
perbaikan. Karena keluhan batuk dan nyeri dada semakin memberat akhirnya oleh
keluarga dibawa ke IGD RSUD R. Soedjati Purwodadi.
20
21
22
BAB V
KESIMPULAN
Bronkiektasis biasanya terjadi akibat dari patologis yang berlagsung luas
dan lama, termasuk kelainan struktur bronkus (Definisi kartilago pada William
Cambell Syndrome), penyakit akibat penimbunan mukus (Fibrosiskistik, kelainan
fungsi silia), akibat infeksi (Pneumonia yang berat pada anak, defisiensi
imunoglobulin) dan penyakit inflamasi (kolitis ulceratif). Pada kebanyakan kasus,
infeksi merupakan penyebab tersering dari inflamasi, kerusakan dan remodelling
jalan nafas. Diagnosis penyakit didasarkan pada riwayat klinis dari gejala respirasi
yang bersifat kronik, seperti batuk tiap hari, produksi sputum yang kental dan
penemuan radiografi seperti penebalan dinding bronkus dan dilatasi lumen yang
terlihat pada CT Scan. Hal ini sesuai dengan keluhan pasien adanya riwayat batu
lama dan berulang, dan adanya riwayat merokok.
Diagnosis bronkiektasis dapat dilakukan dengan beberapa tindakan
radiologis yaitu foto thoraks. Dengan pemeriksaan foto thorak, maka pada
bronkiektasis dapat ditemukan gambaran ring shadow, tramline shadow, tubular
shadow, finger glove shadow. Pada bronkografi merupakan pemeriksaan foto
dengan pengisian media kontras ke dalam sistem saluran bronkus pada berbagai
posisi.Pemeriksaan ini selain dapat menentukan adanya bronkiektasis, juga dapat
menentukan bentuk-bentuk bronkiektasis. Pemeriksaan bronkografi saat ini
mulai jarang dilakukan. Dan CT-Scan thorak dengan resolusi tinggi menjadi
pemeriksaan
penunjang
terbaik
untuk
mendiagnosis
bronkiektasis,
mengklasifikasi temuan dari foto thorak dan melihat letak kelainan jalan nafas
yang tidak dapat terlihat pada foto polos thorak.
Pada Kasus ini pemeriksaan yang dilakukan adalah foto rontgen thorak untuk
mengetahui penyebab pasti batuk lama dan berulang. Pada pemeriksaan foto
rontgen thorak didapatkan gambaran gambaran soft tissue : dalam batas normal,
tak tampak diskontinuitas tulang, CTR >50%, ellongasi aorta, pulmo tak tampak
bercak kesuraman, corakan bronkovaskuler kasar, tampak honey combed
appareance di basal paru sinistra, sudut costophrenicus dextra dan sinistra dalam
23
24
batas normal, diafragma dextra dan sinistra dalam batas normal. Kesan
Cardiomegali dan Bronkiektasis.
Pada kasus ini pemeriksaan yang dilakukan adalah berupa pemeriksaan foto
rontgen thorak. Diagnosis penyakit didasarkan pada riwayat klinis dari gejala
respirasi yang bersifat kronik, seperti batuk tiap hari, produksi sputum yang kental
dan penemuan radiografi seperti honey combed appereance pada foto rontgen
thorak.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Rahmatullah, P. Bronkiektasis. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi
Ketiga. Balai Penerbit FKUI. Jakarta . 2001.
2. Benditt, JO. Lung and Airway Disorder: Bronchiectasis. www.merck.com
3. Alsagaff H, Mukty A. Bronkiektasis, Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru,
Airlangga University Press. Surabaya. 2006.
4. Emmons EE. Bronchiectasis. Available at : www.emedicine.com
5. Hassan I. Bronchiectasis. Available at : www.emedicine.com
6. JW. Trachea dan Bronchus. Diktat Anatomi Systema Respiratorius. Bagian
Anatomi FKUH. Makassar. 2004.
7. A Lan F. B Arker , M.D., BRONCHIECTASIS, N Engl J Med, Vol. 346, No.
18 May 2, 2002.
8. Wilson LM. Patofisiologi (Proses-Proses Penyakit) Edisi enam. Editor
Hartanto Huriawati, dkk. EGC. Jakarta 2006. hal 737-740