Anda di halaman 1dari 28

TUTORIAL

BRONKIEKTASIS
Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu
Syarat Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Radiologi
Di RSUD Dr.R. Soedjati Purwodadi

Oleh :
Muhammad Zulkham Faza

01.210.6231

Syifa Dian Firmanita

01.210.6283

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN RADIOLOGI


RSUD DR. R. SOEDJATI PURWODADI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2015
LEMBAR PENGESAHAN

TUTORIAL
BRONKIEKTASIS
Diajukan guna melengkapi tugas kepaniteraan klinis bagian ilmu radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung
Nama

: Muhammad Zulkham Faza 01.210.6231


Syifa Dian Firmanita

01.210.6283

Judul

: Bronkiektasis

Bagian

: Ilmu Radiologi

Fakultas

: Kedokteran UNISSULA

Pembimbing

: dr. Rona Yulia, Sp. Rad

Telah diajukan dan disahkan


Semarang, April 2015
Pembimbing,

dr. Rona Yulia, Sp. Rad

ii

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................

LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................

ii

DAFTAR ISI.....................................................................................................

iii

BAB

I PENDAHULUAN.........................................................................

BAB

II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................

2.1. Anatomi Pulmo..............................................................................


2.2. Definisi Bronkiektasis...................................................................
2.3. Etiologi .........................................................................................
2.4. Patofisiologi...................................................................................
2.5. Manifestasi Klinis .........................................................................
2.6.Diagnosa.........................................................................................
2.7.Diagnosa Banding...........................................................................
2.8.Penatalaksanaan..............................................................................
2.9.Komplikasi .....................................................................................
2.10.Prognosis.......................................................................................
2.11.Pencegahan..................................................................................

3
5
5
6
7
8
12
13
13
13
14

III LAPORAN KASUS......................................................................

15

3.1. Identitas ..................................................................................


3.2. Anamnesis ..............................................................................
3.3. Pemeriksaan Penunjang .........................................................

15
15
19

BAB

IV PEMBAHASAN............................................................................

21

BAB

V KESIMPULAN..............................................................................

24

BAB

DAFTAR PUSTAKA

iii

BAB I
PENDAHULUAN
Bronkiektasis merupakan penyebab kematian yang amat penting pada
negara-negara berkembang. Di negara-negara maju seperti AS, bronkiektasis
mengalami

penurunan

sering

dengan

kemajuan

pengobatan.

Prevalensi

bronkiektasis lebih tinggi pada penduduk dengan golongan sosial ekonomi yang
rendah.
Angka kejadian yang sebenarnya dari bronkiektasis tidak diketahui pasti. Di
negara-negara Barat, insidensi bronkiektasis diperkirakan sebanyak 1,3% diantara
populasi. Insidensi bronkiektasis cenderung menurun dengan adanya kemajuan
pengobatan antibiotika. Akan tetapi perlu diingat bahwa insidensi ini juga
dipengaruhi oleh kebiasaan merokok, polusi udara dan kelainan kongenital.
Di Indonesia belum ada laporan tentang angka-angka yang pasti mengenai
penyakit ini. Kenyataannya penyakit ini cukup sering ditemukan diklinik-klinik
dan diderita oleh laki-laki maupun wanita. Penyakit ini dapat diderita mulai sejak
anak bahkan dapat berupa kelainan kongenital.
Data terakhir yang diperoleh dari RSUD Dr. Soetomo tahun 1990
menempatkan bronkiektasis pada urutan ke-7 terbanyak. Dengan kata lain
didapatkan 221 penderita dari 11.018 (1,01%) pasien rawat inap.
Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi
bronkus yang bersifat patologis dan berlangsung kronik. Dilatasi tersebut
menyebabkan berkurangnya aliran udara dari dan ke paru-paru. Dengan alasan ini,
bronkiektasis digolongkan dalam penyakit paru obstruksi kronik, yang
bermanifestasi sebagai peradangan saluran nafas dan mudah kolaps, lalu
menyebabkan obstruksi aliran udara dan menimbulkan sesak, gangguan
pembersihan mukus yang biasanya disertai dengan batuk dan kadang-kadang
hemoptisis.
Bronkiektasis paling banyak bermanifestasi sebagai : proses fokal yang
melibatkan satu lobus segmen atau sub-segmen paru, atau proses yang bersifat
difus dan melibatkan kedua paru. Proses pertama adalah yang umum terjadi,
sedangkan proses kedua biasanya berkaitan dengan penyakit sistemik atau
penyakit sinopulmoner dan asma.

Bronkiektasis merupakan akibat dari patologis yang berlagsung luas dan


lama, termasuk kelainan struktur bronkus (Definisi kartilago pada William
Cambell Syndrome), penyakit akibat penimbunan mukus (Fibrosiskistik, kelainan
fungsi silia), akibat infeksi (Pneumonia yang berat pada anak, defisiensi
imunoglobulin) dan penyakit inflamasi (kolitis ulceratif). Pada kebanyakan kasus,
infeksi merupakan penyebab tersering dari inflamasi, kerusakan dan remodelling
jalan nafas.
Dalam keadaan normal, dinding bronkus terbuat dari beberapa lapisan
yang ketebalan dan komposisinya bervariasi pada setiap bagian dari saluran
pernafasan. Lapisan dalam (mukosa) dan daerah di bawahnya (submukosa)
mengandung sel-sel yang melindungi saluran pernafasan paru-paru dari zat-zat
yang berbahaya. Struktur saluran pernafasan dibentuk oleh serat elastis, otot dan
lapisan kartilago (tulang rawan), yang memungkinkan bervariasinya diameter
saluran pernafasan sesuai kebutuhan. Pembuluh darah dan jaringan limfoid
berfungsi sebagai pemberi zat makan dan sistem pertahanan untuk dinding
bronkus.
Diagnosis penyakit didasarkan pada riwayat klinis dari gejala respirasi
yang bersifat kronik, seperti batuk tiap hari, produksi sputum yang kental dan
penemuan radiografi seperti penebalan dinding bronkus dan dilatasi lumen yang
terlihat pada CT Scan.1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Anatomi Pulmo
Gambar di bawah ini menunjukkan anatomi dari sistem respirasi.

Gambar 2.1. Anatomi Bronkus.


Dari gambar dapat kita lihat bahwa cabang utama bronkus kanan dan kiri akan
bercabang menjadi bronkus lobaris dan bronkus segmentalis. Percabangan ini
berlangsung terus menerus menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil sampai
akhirnya menjadi bronkiolus terminalis, yaitu bronkiolus yang tidak mengandung
alveoli. Brokiolus terminalis mempunyai diameter kurang lebih 1 mm. Bronkiolus tidak
diperkuat oleh kartilago tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat
berubah. Seluruh saluran udara sampai pada tingkat ini disebut saluran penghantar udara
karena fungsinya menghantarkan udara ke tempat pertukaran gas terjadi.
Setelah bronkiolus terdapat asinus yang merupakan unit fungsional
dari paru-paru. Asinus terdiri atas bronkiolus respiratorius, duktus
alveolaris dan sakkus alveolaris terminalis. Asinus atau kadang disebut
lobus primer memiliki diameter 0,5 sampai 1 cm. Terdapat sekitar 23
percabangan mulai dari trakea sampai sakkus alveolaris terminalis.
Alveolus dipisahkan dari alveolus di dekatnya oleh septum. Lubang pada
dinding ini dinamakan pori-pori Khon yang memungkinkan komunikasi

antara sakkus. Alveolus hanya selapis sel saja, namun jika seluruh alveolus
yang berjumlah sekitar 300 juta itu dibentangkan akan seluas lapangan
tennis.
Alveolus pada hakikatnya merupakan gelembung yang dikelilingi oleh
kapiler-kapiler darah. Batas antara cairan dengan gas akan membentuk
suatu tegangan permukaan yang cenderung mencegah ekspansi pada saat
inspirasi dan cenderung kolaps saat ekspirasi. Di sinilah letak peranan
surfaktan sebagai lipoprotein yang mengurangi tegangan permukaan dan
mengurangi resistensi saat inspirasi sekaligus mencegah kolaps saat
ekspirasi.
Pembentukan surfaktan oleh sel pembatas alveolus dipengaruhi oleh
kematangan sel-sel alveolus, enzim biosintetik utamanya alfa anti tripsin,
kecepatan regenerasi, ventilasi yang adekuat serta perfusi ke dinding
alveolus. Definisi surfaktan, enzim biosintesis serta mekanisme inflamasi
yang berujung pada pelepasan produk yang mempengaruhi elastisitas paru
menjadi dasar patogenesis emphysema, dan penyakit lainnya.9
Bronkus merupakan percabangan dari trachea. Terdiri dari bronkus
dextra dan bronchus sinistra. Bronkus Dextra mempunyai bentuk yang
lebih besar, lebih pendek dan letaknya lebih vertikal daripada bronkus
sinistra. Hal ini disebabkan oleh desakan dari arcus aortae pada ujung
caudal trachea ke arah kanan, sehingga benda-benda asing mudah masuk
ke dalam bronkus dextra. Panjangnya 2,5 cm dan masuk ke dalam hilus
pulmonis setinggi vertebra thoracalis VI. Vena zygos melengkung
disebelah cranialnya. Ateria pulmonalis pada mulanya berada di sebelah
inferior, kemudian beradadi sebelah ventralnya. Membentuk tiga cabang
(bronkus sekunder), masing-masing menuju ke lobuss uperior, lobus
medius, dan lobus inferior.
Bronkus sinistra, mempunyai diameter yang lebih kecil, tetapi
bentuknya lebih panjang daripada bronkus dextra. Berada di sebelah
caudal arcus aortae, menyilang di sebelah ventral oesophagus, ductus
thoracicus, dan aorta thoracalis. Pada mulanya berada di sebelah superior

arteri pulmonalis, lalu di sebelah dorsalnya dan akhirnya berada di sebelah


inferiornya sebelum bronkus bercabang menuju ke lobus superior dan
lobus inferior, disebut letak bronkus hyparterialis. Pada tepi lateral batas
trachea dan bronkus terhadapat lymponodus tracheobronchialis superior
dan pada bifurcatio trachea (di sebelah caudal) terdapat lymphonodus
tracheobronchialis inferior. Bronkus memperoleh vascularisasi dari a.
Thyroidea inferior. Innervasinya berasal dari n. Vagus, n. Recurrens, dan
truncus sympathicus.
2.2. Definisi Bronkiektasis
Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai adanya dilatasi (ektasi)
dan distorsi bronkus lokal yang bersifat patologik dan berjalan kronik,
persisten atau ireversibel. Kelainan bronkus tersebut disebabkan oleh
perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen
elastis, otot polos bronkus, tulang rawan dan pembuluh-pembuluh darah.
Bronkus yang terkena umumnya bronkus ukuran sedang, sedangkan
bronkus besar umumnya jarang. Berdasarkan lokasinya, bronkiektasis
dibagi menjadi:
a. Setempat (localized ) yaitu di lobus bawah, lobus tengah kanan atau
lingula,

biasanya

sebagai

komplikasi dari

pneumonia

berat,

dapat juga karena penyumbatan oleh benda asing, tumor atau penekanan
dari luar (kompresi oleh tuberkulosis kelenjar limfa). Bronkiektasis di
lobus atas biasanya disebabkan oleh tuberkulosis atau aspergilosis
bronkopulmonar.
b. Menyeluruh (generalized ), biasanya karena infeksi saluran pernapasan
yang berulang disertai kelainan imunitas ataupun kelainan mucocilliary
clearance. Penyebab lainnya adalah vaskulitis, defisiensi -1-antitripsin,
AIDS, sindrom merfan, SLE, sindrom syorgen dan sarkoidosis.
2.3. Etiologi
Penyebab bronkiektasis sampai saat ini belum diketahui dengan jelas.
Namun diduga bronkiektasis dapat timbul secara kongenital maupun
didapat.

a. Kelainan Kongenital berupa faktor genetik atau pertumbuhan dan


perkembangan memegang peranan penting. Bronkiektasis karena
kongenital biasanya mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu
atau kedua bronkus. Selain itu, bronkiektasis kongenital biasanya
menyertai penyakit-penyakit kongenital seperti fibrosis kistik, Kertagener
Syndrome, William Campbell Syndrome, Mounier-Kuhn Syndrome dan
lain-lain.
b. Kelainan Didapat
-

Infeksi. Bronkiektasis sering terjadi sesudah seorang anak menderita


pneumonia yang sering kambuh dan berlangsung lama. Pneumonia
merupakan komplikasi pertusis maupun influenza yang diderita
semasa anak, tuberkulosis paru, dan sebagainya. Aspergillosis
bronkopulmonalis alergi dapat menyebabkan bronkiektasis karena
invasi jamur pada saluran napas yang kemudian merusak saluran
napas.

Obstruksi Bronkus. Obstruksi bronkus dapat disebebakan oleh


berbagai macam sebab seperti korpus alienum, karsionoma bronkus
atau tekanan dari luar lainnya terhadap bronkus. Menurut penelitian
para ahli diketahui bahwa infeksi ataupun obstruksi bronkus tidak
selalu nyata (automatis) menimbulkan bronkiektasis.

2.4. Patofisiologi
Belum diketahui secara sempurna, tetapi

nampaknya

yang

menjadi

penyebab utama adalah peradangan yang disertai destruksi otot, jaringan


elastik dan tulang rawan dinding bronkus, oleh mukus yang terinfeksi yang
kontak lama dan erat dengan dinding bronkus. Mukus mengandung produkproduk neutrofil yang bisa merusak jaringan paru (protease serin, elastase,
kolagenase), oksida nitrit, sitokin inflamasi (IL8) dan substansi yang
menghambat gerakan silia dan mucociliary clearance. Terjadi mukokel yang
terinfeksi setelah dilatasi mekanik bronkus yang telah lunak oleh pengaruh
proteolitik.

Produk

inflamasi

yang

pertama

akan

diikuti oleh

kolonisasi bakteri yang akan menyebabkan kerusakan bronkus lebih lanjut

dan predisposisi untuk kolonisasi lagi dan ini merupakan lingkaran yang
tidak terputus. Pada akhirnya terjadi fibrosis dinding bronkus dan jaringan
paru sekitarnya menyebabkan penarikan dinding bronkus yang sudah lemah
sehingga terjadi distorsi.

Gambar 2.1. Perbandingan bronkus normal dengan bronkus pada bronkiektasis


2.5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klasik dari bronkiektasis adalah batuk dan produksi sputum
harian yang mukopurulen sering berlangsung bulanan sampai tahunan.
Sputum yang bercampur darah atau hemoptisis dapat menjadi akibat dari
kerusakan jalan napas dengan infeksi akut.
Dahulu, jumlah total sputum harian digunakan untuk membagi
karakteristik berat-ringannya bronkiektasis. Sputum yang kurang dari 10 ml
digolongkan sebagai bronkiektasis ringan, sputum dengan jumlah 10-150 ml
per hari digolongkan sebagai bronkiektasis moderat dan sputum lebih dari
150 ml per hari digolongkan sebagai bronkiektasis berat. Namun sekarang
diklasifikasikan berdasarkan temuan radiologis. Pada pasien fibrosis kistik,
volume sputum pada umumnya

lebih banyak dibandingkan dengan

penyebab bronkiektasis lainnya. Hemoptisis terjadi pada 56-92% pasien


dengan bronkiektasis.
Homoptisis mungkin terjadi masif dan berbahaya bila terjadi
perdarahan pada arteri bronkial. hemoptisis biasanya terjadi pada
bronkiektasis kering, walaupun angka kejadian dari bronkiektasis tipe ini
jarang ditemukan. Dyspnea terjadi pada kurang lebih 72% pasien
bronkiektasis tapi bukan merupakan temuan yang universal. Biasanya
terjadi pada pasien dengan bronkiektasis luas yang terlihat pada gambaran
radiologisnya. Wheezing sering dilaporkan dan mungkin akibat obstruksi

jalan napas yang diikuti oleh destruksi dari cabang bronkus. Seperti
dyspnea, ini juga mungkin merupakan kondisi yang mengiringi, seperti
asma. Nyeri dada pleuritik kadang-kadang ditemukan, terjadi pada 46%
pasien pada sekali observasi. Paling sering merupakan akibat sekunder pada
batuk kronik, tetapi juga terjadi pada eksaserbasi akut. Penurunan berat
badan sering terjadi pada pasien dengan bronkiektasis yang berat. Hal ini
terjadi sekunder akibat peningkatan kebutuhan kalori berkaitan dengan
peningkatan kerja pada batuk dan pembersihan sekret pada jalan napas.
Namun, pada umumnya semua penyakit kronik disertai dengan penurunan
berat badan. Demam biasanya terjadi akibat infeksi yang berulang.
2.6. Diagnosis
a. Pemeriksaan Fisik
Ditemukannya suara napas tambahan pada pemeriksaan fisik dada termasuk
crackles (70%), wheezing (34%) dan ronki (44%) adalah petunjuk untuk
diagnosis. Dahulu, clubbing finger adalah gambaran yang sering ditemukan
tapi saat ini prevalensi gambaran tersebut hanya 3%. Penyakit utama yang
mengaburkan bronkiektasis adalah penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).

b. Pemeriksaan Penunjang
- Spirometri
Pada spirometri sering menunjukkan keterbatasan aliran udara dengan
rasio penurunan volume ekspirasi paksa dalam satu detik (FEV1) untuk
memaksa volume kapasitas paksa (FVC). FVC normal atau sedikit
berkurang dan FEV1 menurun. Penurunan FVC menunjukkan bahwa

saluran udara tertutup oleh lendir, di mana saluran napas kolaps saat
ekspirasi paksa atau adanya pneumonitis pada paru.
-

Pemeriksaan Patologi Anatomi


Gambaran Makroskopis. Pada gambaran makroskopis paru

bronkiektasis tampak dilatasi permanen dari jalan napas subsegmental


yang mengalami inflamasi, berliku-liku dan sebagian atau sepenuhnya
dipenuhi mukus. Klasifikasi menurut Reid (atas dasar hubungan patologi
dan bronkografi) :
a. Bronkiektasis tabung. Variasi ini merupakan bronkiektasis yang
paling ringan. Bentuk ini sering ditemukan pada bronkiektasis yang
menyertai bronkitis kronik
b. Bronkiektasis sakuler. Merupakan bentuk bronkiektasis yang klasik,
ditandai dengan adanya dilatasi dan penyempitan bronkus yang
bersifat ireguler. Bentuk ini kadang-kadang berbentuk kista.
c. Bronkiektasis varicose. Bentuknya merupakan bentuk antara diantara
bentuk tabung dan kantong. Istilah ini digunakan karena perubahan
bentuk bronkus yang menyerupai varises pembuluh vena
Gambaran Mikroskopis. Pada gambaran mikroskopik seluruh lapang
pandang tampak inflamasi kronik pada dinding bronkus dengan sel
inflamasi dan mucus di dalam lumen. Terdapat destruksi pada lapisan
elastin pada dinding bronkus dengan fibrosis. Netrofil merupakan
populasi sel terbanyak dalam lumen bronkus, sedangkan sel yang
terbanyak pada dinding bronkus adalah mononuklear.
-

Pemeriksaan Radiologi

1. Foto Thorak
Dengan pemeriksaan foto thorak, maka pada bronkiektasis dapat
ditemukan gambaran seperti dibawah ini :

a.

Ring Shadow

10

Gambar kanan. Tampak Ring Shadow


yang pada bagian bawah paru yang
menandakan adanya dilatasi bonkus
Gambar kiri. Tampak dilatasi bronkus
yang ditunjukkan oleh anak panah

Terdapat bayangan seperti cincin


dengan berbagai ukuran (dapat
mencapai diameter 1 cm) dengan
jumlah satu atau lebih bayangan
cincin sehingga membentuk gambaran honey comb appearance atau
bounches of grapes. Bayangan cincin tersebut menunjukkan kelainan
yang terjadi pada bronkus.

b.

Tramline

Shadow
Gambaran ini dapat
terlihat pada bagian
perifer paru-paru.
Bayangan ini terlihat
terdiri dari dua garis
paralel yang putih dan
tebal yang dipisahkan
oleh daerah berwarna
hitam. Gambaran seperti
ini sebenarnya normal
ditemukan pada daerah parahilus.
Tramline shadow yang sebenarnya
terlihat lebih tebal dan bukan pada
daerah parahilus.

c.

Tubular Shadow

11

Ini merupakan bayangan


yang putih dan tebal.
Lebarnya dapat mencapai
8 mm. Gambaran ini
sebenarnya menunjukkan
bronkus yang penuh
dengan sekret. Gambaran
ini jarang ditemukan,
namun gambaran ini khas untuk bronkiektasis.
d.
Glove Finger Shadow

Gambaran ini menunjukkan bayangan sekelompok tubulus yang terlihat


seperti jari-jari pada sarung tangan.
2. Bronkografi
Bronkografi merupakan pemeriksaan foto dengan pengisian media
kontras ke dalam sistem saluran bronkus pada berbagai posisi (AP,
Lateral, Oblik). Pemeriksaan ini selain dapat menentukan adanya
bronkiektasis, juga dapat menentukan bentuk-bentuk bronkiektasis yang
dibedakan dalam bentuk silindris (tubulus, fusiformis), sakuler (kistik)
dan varikosis. Pemeriksaan bronkografi juga dilakukan pada penderita
bronkiektasi yang akan dilakukan pembedahan pengangkatan untuk

12

menentukan luasnya paru yang mengalami bronkiektasis yang akan


diangkat. Pemeriksaan bronkografi saat ini mulai jarang dilakukan oleh
karena prosedurnya yang kurang menyenangkan terutama bagi pasien
dengan gangguan ventilasi, alergi dan reaksi tubuh terhadap kontras
media.
3.
CT-Scan Thorak
CT-Scan dengan resolusi tinggi menjadi pemeriksaan penunjang terbaik
untuk mendiagnosis bronkiektasis, mengklasifikasi temuan dari foto
thorak dan melihat letak kelainan jalan nafas yang tidak dapat terlihat
pada foto polos thorak. CT-Scan resolusi tinggi mempunyai sensitivitas
sebesar 97% dan spesifitas sebesar 93%. CT-Scan resolusi tinggi akan
memperlihatkan dilatasi bronkus dan penebalan dinding bronkus.
Modalitas ini juga mampu mengetahui lobus mana yang terkena,
terutama penting untuk menentukan apakah diperlukan pembedahan.
2.7.

Diagnosis Banding
Beberapa penyakit yang perlu dipertimbangkan jika berhadapan dengan
bronkiektasis yaitu Bronkitis kronik, tuberkulosis paru, abses paru, penyakit
paru penyebab hemoptisis, misalnya karsinoma paru, adenoma paru.

2.8.

Penatalaksanaan
1. Pengobatan konservatif
a. Pengelolaan umum meliputi,
Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien.
Memperbaiki drainase secret bronkus .
Mengontrol infeksi saluran napas, misalnya dengan pemberian anti
biotic
b. Pengelolaan khusus
Kemoterapi pada bronkiektasis
Drainase secret dengan bronkoskopi
c. Pengobatan simptomatik
Pengobatan obstruksi bronkus , misalnya dengan obat bronkodilator.
Pengobatan hipoksia dengan pemberian oksigen.
Pengobatan hemoptisis misalnya dengan obat- obat hemostatik.
Pengobatan demam dengan pemberian antipiretik dan antibiotik.
2. Pengobatan Pembedahan

13

Tujuan pembedahan adalah untuk mengangkat (reseksi) segmen atau lobus


yang terkena. Indikasinya pada pasien bronkiektasis terbatas dan
resektabel, yang tidak berespon terhadap tindakan-tindakan konservatif
yang adekuat , selain itu juga pada pasien bronkiektasis terbatas , tetapi
sering mengalami infeksi berulang atau hemoptisis yang berasal dari
daerah tersebut. Pasien dengan hemoptisis massif seperti ini mutlak perlu
tindakan operasi.
2.9. Komplikasi
a. Kegagalan pernapasan
b. Abses otak sebagai akibat dari penyebaran infeksi secara hematogen.
c. Kor pulmonal kronik (KPK)
2.10. Prognosis
a. Kelangsungan Hidup. Prognosis pasien bronkiektasis tergantung pada
berat-ringannya serta luasnya penyakit waktu pasien berobat pertama kali.
Pemilihan pengobatan secara tepat (konservatif atau pembedahan) dapat
memperbaiki prognosis penyakit. Pada kasus-kasus yang berat dan tidak
diobati, prognosisnya jelek, survivalnya tidak akan lebih dari 5-15 tahun.
Kematian pasien tersebut biasanya karena pneumonia, empiema, payah
jantung kanan, hemoptisis danlain-lain. Pada kasus-kasus tanpa komplikasi
bronkitis kronik berat dan difus biasanya disabilitasnya ringan.
b. Kelangsungan Organ. Kelainan pada bronkiektasis biasanya mengenai
bronkus dengan ukuran sedang. Adanya peradangan dapat menyebabkan
destruksi lapisan muskular dan elastik dari bronkus serta dapat pula
menyebabkan kerusakan daerah peri bronchial. Kerusakan ini biasanya akan
menyebabkan timbulnya daerah fibrosis terutama pada daerah peribronkial.
2.11. Pencegahan
Timbulnya bronkiektasis sebenarnya dapat dicegah kecuali pada bentuk
kongenital. Beberapa usaha untuk mencegah bronkiektasis antara lain :
a. Pengobatan dengan antibiotika dan terapi suportif lainnya secara tepat
tehadap semua bentuk pneumonia.
b. Tindakan vaksinasi pertusis, influenza dan pneumonia pada anak.

14

BAB III
LAPORAN KASUS
3.1. Identitas
Nama

: Tn. M

Usia

: 60 tahun

Jenis kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Limberejo 6/2 Dempel, Karangrayung, Grobogan

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Petani

Status

: Menikah

Suku bangsa

: Jawa (WNI)

Ruangan

: Flamboyan 2

Masuk RS

: 25/3/2015

3.2. Anamnesis

Keluhan utama : Batuk berdahak


Riwayat Penyakit Sekarang

15

Onset : 2 minggu SMRS


Kualitas: Batuk berdahak berlangsung terus menerus setiap hari.
Dahak susah keluar dan apabila dapat keluar dahaknya sedikit dan

berwarna kuning kental.


Kuantitas: Keluhan batuk mengganggu aktivitas sehingga pasien

tidak dapat bekerja dan hanya istirahat.


Faktor memperberat : setelah beraktivitas
Faktor memperingan : bila minum obat batuk yang dibeli di warung
Gejala penyerta : sesak dan nyeri dada saat batuk, badan terasa

lemas.
Kronologi : 2 minggu SMRS pasien mengeluh batuk yang
berlangsung terus menerus setiap hari. Awalnya batuk tidak
berdahak, namun beberapa hari kemudian batuk berubah menjadi
batuk berdahak dan dahak berwarna kekuningan. Pasien juga
mengeluh bahwa frekuensi batuk menjadi lebih sering disertai sesak
dan nyeri dada saat batuk. Pasien sempat membeli obat batuk di
warung dan memeriksakan keluhannya ke dokter umum, namun
tidak ada perbaikan. Karena keluhan batuk dan nyeri dada semakin
memberat akhirnya oleh keluarga dibawa ke IGD RSUD R. Soedjati

Purwodadi
Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat sakit serupa
Riwayat batuk lama

: disangkal
: diakui (5 tahun terakhir sering

batuk berulang
Riwayat Hipertensi
: disangkal
Riwayat Diabetes Mellitus
: disangkal
Riwayat penyakit keluarga :
Riwayat sakit serupa
: disangkal
Riwayat batuk lama/TBC
: disangkal
Riwayat Hipertensi
: disangkal
Riwayat Diabetes Mellitus
: disangkal
Riwayat psikososial ekonomi
Pasien adalah seorang petani dengan seorang istri sebagai ibu rumah
tangga. Biaya pengobatan di tanggung BPJS JKN PBI.
Kesan ekonomi : cukup.
Riwayat Pribadi

16

Pasien merupakan seorang perokok yang mengkonsumsi rokok 1 2


bungkus perhari selama 10 tahun.
3.3. Pemeriksaan Fisik
a. Umum
b. Kulit
c. Mata
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.

: tampak sakit sedang


: gatal (-), luka (-), sikatrik (-), ptechie (-)
: Konjungtiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-), pandangan kabur

( -)
Telinga : discharge (-)
Hidung
: mimisan (-), sekret (-),
Mulut
: bibir kering dan berdarah(-), sariawan(-), gusi berdarah(-)
Tenggorokan
: nyeri telan (-)
Dada
: sesak (+),batuk (+), nyeri dada (+)
S. Pencernaan : Makan (+), minum (+), mual (-),muntah (-), BAB (+), BAK (+)
S. Neuro dan Muskuloskletal : paresis/lemah (-), nyeri sendi (-), pusing (-),
Ekstremitas
: akral dingin (-), oedem (-), ptekie (-)
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Kesan Umum
: Tampak lemas
Kesadaran
: compos mentis
Status Gizi
: BMI= BB(kg)/TB(m) = 55/1,65 = 19,83 (normoweight)
Tanda- tanda vital
Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 88x/menit,
Frekuensi nafas : 24 x/menit
Suhu
: 36,7C
Thorax-Cor
Inspeksi
Iktus cordis tak tampak
Palpasi
Ictus cordis teraba pada ICS V, 2 cm medial dari linea mid clavicula sinistra, thrill
(-), pulsus epigastrium (-), pulsus parasternal (-), sternal lift (-)
Perkusi
Batas atas
: ICS 2 linea sternalis sinistra
Pinggang
: ICS 3 linea parasternal sinistra
Batas kanan bawah
: ICS 5 linea sternalis dextra
Batas kiri bawah
: ICS V, 2 cm medial linea mid clavicula sinistra
Auskultasi
Katup Aorta
: S1 & S2 standart, additional sound (-), AI<A2
Katup Pulmonal : S1 & S2 standart, additional sound (-), PI<P2
Katup Mitral
: S1 & S2 standart, additional sound (-), T1>T2
KatupTrikuspid : S1 & S2 standart, additional sound (-), M1>M2
Thorax Pulmo
Inspeksi
Statis

ANTERIOR

POSTERIOR

Hyperpigmentasi (-),

Hyperpigmentasi (-),

17

Dinamis

tumor (-), inflamasi

tumor (-), inflamasi

(-),spider nevi(-),

(-),spider nevi(-),

Hemithorax D=S, ICS

Hemithorax D=S, ICS

Normal, Diameter AP <

Normal, Diameter AP <

LL,
Pergerakan hemitorax

LL,
Pergerakan hemitorax

D=S, abdominothorakal

D=S, abdominothorakal

breathing (-), Retraksi otot

breathing (-), Retraksi otot

(-), retraksi ICS (-)


RR= 18X/menit

(-), retraksi ICS (-)


RR=18x/menit

Nyeri(-), tumor (-), Arcus

Nyeri(-), tumor (-), Arcus

costae < 90 , Pelebaran

costae < 900, Pelebaran

ICS (-), Stem fremitus

ICS (-), Stem fremitus

D=S

D=S

Sonor

Sonor

Rhonki (-), Wheezing (-),

Rhonki (+), Wheezing (-),

Vesikuler (+)

Vesikuler (+)

Palpasi

Perkusi
Auskultasi

Abdomen
Inspeksi
Simetris, sikatrik (-), striae (-), skuama(-), pelebaran vena (-), hyperpigmen-tasi (-),
spider nevi (-)
Auskultasi
Peristaltik (+) Normal (12 x/ menit)
Perkusi
Dominan timpani
Hepar
: pekak (+), liver span dextra 9 cm, liver span sinistra 5 cm
Lien
: area trobe (+)timpani
Tes Ascites
: pekak sisi (-), pekak alih (-), undulasi (-)
Palpasi
Superficial
: massa (-), nyeri tekan (-)
Dalam
: Perabaan hepar, lien, dan ren normal,tidak teraba nodul
Nyeri ketok ginjal : (-/-)
Ekstremitas
Ekstremity

Superior

Inferior

Kekuatan

5/5

5/5

Oedem

-/-

-/-

18

Pitting oedem

-/-

-/-

Sianosis

-/-

-/-

Akral dingin

-/-

-/-

Capillary refill

< 2

< 2

Clubbing finger

-/-

-/-

3.3. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan tanggal 25 Maret 2015
Hematologi
Hb

: 11,9 gr/dl

Leukosit

: 5.800 / mm3

LED I/II

: 42/72 mm3

Trombosit

: 234.000 / mm3

Eritrosit

: 4.110.000/mm3

Hitung Jenis Leukosit


Segmen

: 89 %

Limfosit

: 12%

Monosit

: 5%

Kimia Klinik
GDS

: 121 mg/dl

X Foto Thorax PA

19

Interpretasi :
-

Soft tissue : dalam batas normal

Tak tampak diskontinuitas tulang

COR = CTR > 50%,


Ellongasi Aorta

Pulmo = Tak tampak bercak kesuraman


Corakan bronkovaskuler kasar, tampak honey combed
appareance di basal paru sinistra

Sudut costophrenicus dextra dan sinistra dalam batas normal

Diafragma dextra dan sinistra dalam batas normal

Kesan : Cardiomegali
Bronkiektasis

BAB IV
PEMBAHASAN
Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai adanya dilatasi (ektasi)
dan distorsi bronkus lokal yang bersifat patologik dan berjalan kronik, persisten
atau ireversibel. Kelainan bronkus disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam
dinding bronkus berupa destruksi elemen elastis, otot polos bronkus, tulang rawan
dan pembuluh-pembuluh darah. Bronkus yang terkena umumnya bronkus ukuran
sedang, sedangkan bronkus besar umumnya jarang.
Belum diketahui secara sempurna, tetapi

nampaknya

yang

menjadi

penyebab utama adalah peradangan yang disertai destruksi otot, jaringan elastik
dan tulang rawan dinding bronkus, oleh mukus yang terinfeksi yang kontak lama
dan erat dengan dinding bronkus. Mukus mengandung produk-produk neutrofil
yang bisa merusak jaringan paru (protease serin, elastase, kolagenase), oksida
nitrit, sitokin inflamasi (IL8) dan substansi yang menghambat gerakan silia dan
mucociliary clearance. Terjadi mukokel yang terinfeksi setelah dilatasi mekanik
bronkus yang telah lunak oleh pengaruh proteolitik. Produk inflamasi yang
pertama akan diikuti oleh kolonisasi bakteri yang akan menyebabkan kerusakan
bronkus lebih lanjut dan predisposisi untuk kolonisasi lagi dan ini merupakan
lingkaran yang tidak terputus. Pada akhirnya terjadi fibrosis dinding bronkus dan
jaringan paru sekitarnya menyebabkan penarikan dinding bronkus yang sudah
lemah sehingga terjadi distorsi.
Pada kasus ini seorang laki-laki 2 minggu SMRS pasien mengeluh batuk
yang berlangsung terus menerus setiap hari. Awalnya batuk tidak berdahak,
namun beberapa hari kemudian batuk berubah menjadi batuk berdahak dan dahak
berwarna kekuningan. Pasien juga mengeluh bahwa frekuensi batuk menjadi lebih
sering disertai sesak dan nyeri dada saat batuk. Pasien sempat membeli obat batuk
di warung dan memeriksakan keluhannya ke dokter umum, namun tidak ada
perbaikan. Karena keluhan batuk dan nyeri dada semakin memberat akhirnya oleh
keluarga dibawa ke IGD RSUD R. Soedjati Purwodadi.

20

21

Berdasarkan riwayat dan keluhan pasien maka dilakukan pemeriksaan foto


rontgen thorak untuk mengetahui penyebab pasti nyeri dada saat batuk. Pada
pemeriksaan foto thorak didapatkan gambaran soft tissue : dalam batas normal,
tak tampak diskontinuitas tulang, CTR >50%, ellongasi aorta, pulmo tak tampak
bercak kesuraman, corakan bronkovaskuler kasar, tampak honey combed
appareance di basal paru sinistra, sudut costophrenicus dextra dan sinistra dalam
batas normal, diafragma dextra dan sinistra dalam batas normal. Kesan
Cardiomegali dan Bronkiektasis.
Berdasarkan anamnesis dan hasil pemeriksaan foto rontgen thorak
didapatkan kesesuaian antara timbulnya nyeri dada saat batuk dan batuk berdahak,
hal tersebut dikarenakan terdapatnya bronkiektasis. Hal ini sesuai dengan teori
bahwa bronkiektasis setempat (localized ) dapat mengenai di lobus bawah, lobus
tengah kanan atau lingula, biasanya sebagai komplikasi dari pneumonia berat,
dapat juga karena penyumbatan oleh benda asing, tumor atau penekanan dari luar
(kompresi oleh tuberkulosis kelenjar limfa). Bronkiektasis di lobus atas biasanya
disebabkan oleh tuberkulosis atau aspergilosis bronkopulmonar. Obstruksi
bronkus dapat disebebakan oleh berbagai macam sebab seperti korpus alienum,
karsionoma bronkus atau tekanan dari luar lainnya terhadap bronkus. Menurut
penelitian para ahli diketahui bahwa infeksi ataupun obstruksi bronkus tidak selalu
nyata (automatis) menimbulkan bronkiektasis. Bronkiektasis terjadi peradangan
yang disertai destruksi otot, jaringan elastik dan tulang rawan dinding bronkus,
oleh mukus yang terinfeksi yang kontak lama dan erat dengan dinding bronkus.
Mukus mengandung produk-produk neutrofil yang bisa merusak jaringan paru
(protease serin, elastase, kolagenase), oksida nitrit, sitokin inflamasi (IL8) dan
substansi yang menghambat gerakan silia dan mucociliary clearance. Terjadi
mukokel yang terinfeksi setelah dilatasi mekanik bronkus yang telah lunak oleh
pengaruh proteolitik. Produk inflamasi yang pertama akan diikuti oleh
kolonisasi bakteri yang akan menyebabkan kerusakan bronkus lebih lanjut dan
predisposisi untuk kolonisasi lagi dan ini merupakan lingkaran yang tidak
terputus. Pada akhirnya terjadi fibrosis dinding bronkus dan jaringan paru

22

sekitarnya menyebabkan penarikan dinding bronkus yang sudah lemah sehingga


terjadi distorsi.

BAB V
KESIMPULAN
Bronkiektasis biasanya terjadi akibat dari patologis yang berlagsung luas
dan lama, termasuk kelainan struktur bronkus (Definisi kartilago pada William
Cambell Syndrome), penyakit akibat penimbunan mukus (Fibrosiskistik, kelainan
fungsi silia), akibat infeksi (Pneumonia yang berat pada anak, defisiensi
imunoglobulin) dan penyakit inflamasi (kolitis ulceratif). Pada kebanyakan kasus,
infeksi merupakan penyebab tersering dari inflamasi, kerusakan dan remodelling
jalan nafas. Diagnosis penyakit didasarkan pada riwayat klinis dari gejala respirasi
yang bersifat kronik, seperti batuk tiap hari, produksi sputum yang kental dan
penemuan radiografi seperti penebalan dinding bronkus dan dilatasi lumen yang
terlihat pada CT Scan. Hal ini sesuai dengan keluhan pasien adanya riwayat batu
lama dan berulang, dan adanya riwayat merokok.
Diagnosis bronkiektasis dapat dilakukan dengan beberapa tindakan
radiologis yaitu foto thoraks. Dengan pemeriksaan foto thorak, maka pada
bronkiektasis dapat ditemukan gambaran ring shadow, tramline shadow, tubular
shadow, finger glove shadow. Pada bronkografi merupakan pemeriksaan foto
dengan pengisian media kontras ke dalam sistem saluran bronkus pada berbagai
posisi.Pemeriksaan ini selain dapat menentukan adanya bronkiektasis, juga dapat
menentukan bentuk-bentuk bronkiektasis. Pemeriksaan bronkografi saat ini
mulai jarang dilakukan. Dan CT-Scan thorak dengan resolusi tinggi menjadi
pemeriksaan

penunjang

terbaik

untuk

mendiagnosis

bronkiektasis,

mengklasifikasi temuan dari foto thorak dan melihat letak kelainan jalan nafas
yang tidak dapat terlihat pada foto polos thorak.
Pada Kasus ini pemeriksaan yang dilakukan adalah foto rontgen thorak untuk
mengetahui penyebab pasti batuk lama dan berulang. Pada pemeriksaan foto
rontgen thorak didapatkan gambaran gambaran soft tissue : dalam batas normal,
tak tampak diskontinuitas tulang, CTR >50%, ellongasi aorta, pulmo tak tampak
bercak kesuraman, corakan bronkovaskuler kasar, tampak honey combed
appareance di basal paru sinistra, sudut costophrenicus dextra dan sinistra dalam

23

24

batas normal, diafragma dextra dan sinistra dalam batas normal. Kesan
Cardiomegali dan Bronkiektasis.
Pada kasus ini pemeriksaan yang dilakukan adalah berupa pemeriksaan foto
rontgen thorak. Diagnosis penyakit didasarkan pada riwayat klinis dari gejala
respirasi yang bersifat kronik, seperti batuk tiap hari, produksi sputum yang kental
dan penemuan radiografi seperti honey combed appereance pada foto rontgen
thorak.

25

DAFTAR PUSTAKA
1. Rahmatullah, P. Bronkiektasis. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi
Ketiga. Balai Penerbit FKUI. Jakarta . 2001.
2. Benditt, JO. Lung and Airway Disorder: Bronchiectasis. www.merck.com
3. Alsagaff H, Mukty A. Bronkiektasis, Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru,
Airlangga University Press. Surabaya. 2006.
4. Emmons EE. Bronchiectasis. Available at : www.emedicine.com
5. Hassan I. Bronchiectasis. Available at : www.emedicine.com
6. JW. Trachea dan Bronchus. Diktat Anatomi Systema Respiratorius. Bagian
Anatomi FKUH. Makassar. 2004.
7. A Lan F. B Arker , M.D., BRONCHIECTASIS, N Engl J Med, Vol. 346, No.
18 May 2, 2002.
8. Wilson LM. Patofisiologi (Proses-Proses Penyakit) Edisi enam. Editor
Hartanto Huriawati, dkk. EGC. Jakarta 2006. hal 737-740

Anda mungkin juga menyukai