Anda di halaman 1dari 3

Evangelin Hutamaningtyas M0212034 (B)

PERSETERUAN DUA KUBU PIMPINAN DAERAH, AHOK VS DPRD


Perseteruan DPRD dan Ahok merupakan perang dingin yang berlangsung
akibat banyaknya beda pendapat antara dua kubu pimpinan daerah ini. Ini
dimulai setelah kekalahan Koalisi Merah Putih (KMP) didalam duel pilkada.
KMP sangat berusaha mendominasi tiap kedudukan di dewan-dewan
perwakilan rakyat. Hal ini terbukti adanya sikap pengosongan Koalisi
Indonesia Hebat di dalam DPR. Secara tidak langsung, jika KMP dapat
mendapatkan suara yang besar di dewan perwakilan, maka KMP dapat
mendapat jatah kekuasaan dalam pemerintahan negara ini. Oleh karena itu,
diajukanlah sebuah kebijakan bahwa wakil kepala daerah dipilih oleh DPRD
dalam Rancangan Undang-Undang Pilkada, didukung oleh partai Gerindra.
Ahok yang merasa berbeda pendapat dengan partai pengusungnya ini,
segera menyatakan pengunduran diri dari Gerindra. Hal ini sangat
kontroversial dimana Gerindra adalah kendaraan yang telah menghantarkan

Ahok menuju DKI 2. Apalagi keputusan ini adalah keputusan secara sepihak
dari Ahok yang saat itu dirinya adalah anggota partai finalis pemilu. Tentu hal
ini membuat adanya banyak orang tidak suka dengannya karena keputusannya
yang terkesan terburu-buru. Namun di sisi lain, pada tanggal 8 September
2014 Ahok memiliki alasan bahwa jika dia dipilih DPRD maka semuanya
hanya untuk membalas budi baik dari DPRD, bahkan mungkin sampai
menganggarkan dana untuk DPRD. Bukannya memikirkan rakyat malah
memikirkan DPRD saja. Ahok menilai pemilihan melalui DPRD hanya akan
membuat kepala daerah merasa memiliki tanggung jawab kepada DPRD saja
bukan kapada rakyat. Hal ini tidak berimbas kepada kesejahteraan rakyat
melainkan kesejahtaraan DPRD. Sebaliknya, jika rakyat sendiri yang memilih
pemimpin mereka maka pemimpin daerah akan merasa memiliki tanggung

Evangelin Hutamaningtyas M0212034 (B)

jawab kepada masyarakat untuk dapat mengemban dan melaksanakan amanah


serta kepercayaan yang telah diberikan masyarakat kepada dirinya.
Ahok tidak menunggu lama lagi untuk pengunduran dirinya, apalagi
bernegosiasi. Hal ini membuat dukungan terhadap Ahok berkurang, yang
sebelumnya didukung oleh Gerindra dan PDIP, namun sekarang hanya PDIP
sendiri ada disisi Ahok. Jumlah kursi yang jauh berbeda ini akan mempersulit
Ahok dalam masa jabatannya untuk merealisasikan progam-programnya.
Setelah Jokowi menjadi persiden, banyak pihak yang menginginkan
kemunduran Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) karena dinilai sering
mengucapkan komentar komentar pedas. Penolakan RUU pilkada pada rapat
pembahasan Undang Undang Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia pada
tanggal 24 September 2014 membuat Ahok semakin dekat pada kursi DKI 1.
Hal ini juga sudah sesuai dengan Perpu Pilkada Nomor 1 Tahun 2014 bahwa
untuk mengisi kekosongan gubernur, maka wakil gubernur yang diangkat.
Kisruh politik ini terjadi antara kelompok yang pro KIH dan kontra KMP.
Keberatan KMP menjadikan Ahok sebagai gubernur salah satunya adalah
etika da sikap arogan Ahok sebagai pemimpin Jakarta. Cara kepemimpinan
seperti itu dianggap memicu polemik terlalu panjang, seperti kebijakannya
yang akan mencabut Kartu Jakarta Pintar (KJP) yang membuat kesempatan
anak-anak Jakarta untuk bersekolah menjadi berkurang. Namun menurut KIH
penolakan Ahok ini sangat tidak mendasar. KIH menginginkan Ahok segera
diangkat menjadi gubernur agar dapat melanjutkan pekerjaannya untuk
mensejahterakan masyarakat DKI Jakarta yang hingga kini belum sempat
dikerjakan seperti pembentukan alat kelengkapan dewan (AKD) dan lainnya.
Kelompok KIH berada pada posisi yang sama dengan pemerintah pusat
dalam hal ini yakni kementerian dalam negeri RI yang memerintahkan DPRD

Evangelin Hutamaningtyas M0212034 (B)

DKI Jakarta untuk segera menetapkan dan melantik Plt. Gubernur Jakarta,
Ahok, menjadi gubernur Jakarta definitif hingga tahun 2017. Sedangkan
kelompok KMP berada pada posisi yang sama dengan Front Pembela Islam
(FPI) yang secara terang-terangan menolak Ahok menjadi gubernur.
Perbedaan diantara dua kelompok ini membuat kelompok KMP tidak hadir
dalam sidang paripurna istimewa DPRD jakarta. Selain itu muncul wacana
yang menyatakan bahwa kelompok KMP akan membuat sidang paripurna
istimewa tandingan. Selain itu terdapat oknum dari anggota kelompok KMP
yang dianggap menyebarkan kampanye hitam berupa isu SARA serta mencari
celah undang-undang yang bisa menghentikan langkah Ahok untuk bisa atau
berhasil menjadi Gubernur definitif di DKI Jakarta.
Polemik ini akhirnya mencapai akhir, saat Mentri Dalam Negri menyurati

DPRD DKI untuk segera melaksanakan rapat paripurna khusus pada jumat
14 November 2014 dan yang sebelumnya Ahok adalah sebagai Pelaksana
tugas Gubernur DKI Jakarta itu akan diumumkan menjadi Gubernur DKI
oleh DPRD DKI Jakarta. DPRD selanjutnya akan menyurati Kemetrian
Dalam Negri dan Sekertaris Kabinet agar Presiden menetapkan Ahok Menjadi
Gubernur melalui Keputusan Presiden yang sedianya akan dilakukan hari pada
tanggal 17 November 2014. Selanjutnya, Ahok menyatakan terkait dengan
waktu dan tempat pelaksanaan pelantikan dirinya menjadi Gubernur DKI
Jakarta sepenuhnya merupakan kewenangan Bapak Presiden Joko Widodo.
Namun, walaupun sudah dilantik menjadi Gubernur, kisruh politik antara

DPRD dan Ahok, masih terjadi dan menyebabkan banyak hal belum
terlaksana. Kisruh tersebut telah menghambat pengesahan APBD Perubahan
dan pelaksanaannya. Oleh karena itu, seharusnya DPRD dan Ahok segera
mencari solusi politik, demi kebaikan dan kemajuan rakyat DKI Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai