Ringkasan
Populasi cendana saat ini mengalami degradasi yang sangat serius sehingga dapat
menimbulkan kemerosotan sumberdaya genetiknya. Secara umum status konservasi cendana
termasuk kategori rawan (Vulnerable:VUA1d.). Sedangkan menurut CITES, cendana
dimasukkan ke dalam jenis Appendix II. Sejak tahun 2002 Balai Besar Penelitian Bioteknologi
dan Pemuliaan Tanaman Hutan Yogyakarta telah melakukan kegiatan pembangunan kebun
konservasi eks-situ di Watusipat, Gunung Kidul dengan tujuan untuk menyelamatkan
sumberdaya genetik cendana dari kepunahan. Koleksi materi genetik yang terkumpul
sebanyak 20 populasi, terdiri dari 18 populasi berasal dari sebaran alam di NTT dan 2
populasi dari Pulau Jawa. Sebaran dari NTT meliputi Pulau Alor, Timor, Sumba, Rote, Flores
dan Pulau Pantar, sementara koleksi materi genetik dari Pulau Jawa diwakili oleh ras lahan
Karangmojo (Gunung Kidul) dan Imogiri (Bantul). Secara umum, tanaman cendana tahun
tanam 2002 mempunyai persen hidup berkisar antara 30 % (populasi Pollen, Mollo Selatan,
Timor Tengah Selatan) sampai dengan 95 % (populasi Waisika, Alor Timur Laut, Alor).
Sedangkan untuk cendana tahun tanam 2005, persen hidupnya berkisar antara 27 % (populasi
Bama, Pulau Flores) sampai dengan 95,3 % (populasi Soebala, Pulau Rote). Secara generatif,
tanaman cendana di Plot Konservasi Watusipat telah mulai berbuah pada kisaran umur 4
tahun. Masa berbuah dan berbunga cendana terjadi dua kali dalam setahun dengan puncak
pembuahan terjadi pada bulan September. Diperlukan waktu 3 bulan sejak pembentukan
bunga sampai dengan buah masak. Inventarisasi terhadap keberadaan hama/penyakit tanaman
menunjukkan organisme pengganggu yang umum dijumpai pada tanaman cendana baik di
persemaian maupun di lapangan, antara lain adalah kutu daun, ulat daun dan embun jelaga.
Melihat kemampuan regenerasinya, plot konservasi eks-situ Watusipat memiliki potensi
sebagai sumber benih untuk pengembangan cendana di daerah lain yang sesuai, baik secara
generatif maupun vegetatif, disamping juga dapat dimanfaatkan sebagai laboratorium alam
untuk penelitian tentang cendana dari berbagai aspek dan sebagai plot percontohan tentang
keberhasilan penanaman cendana.
1
Informasi Teknis
Vol. 15 No. 1, Juli 2014, 1-12
I. PENDAHULUAN
Cendana (Santalum album L.) merupakan tanaman asli Indonesia yang mempunyai
sebaran alami di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Dalam dunia perdagangan, cendana
dikenal dengan nama Sandalwood, merupakan salah satu kayu yang sangat potensial karena
mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi, baik di pasaran dalam maupun luar negeri.
Kayu cendana banyak dimanfaatkan antara lain untuk produksi minyak, barang kerajinan
(patung, kipas, tasbih), keperluan keagamaan (dupa) maupun sebagai bahan obat tradisional.
Populasi cendana saat ini mengalami penurunan yang sangat drastis sehingga dapat
menimbulkan kemerosotan sumberdaya genetiknya. Eksploitasi yang dilakukan sejak abad
ke-3 tanpa diikuti upaya rehabilitasi telah menjadikan cendana dalam status menuju kepunahan,
sehingga sejak tahun 2000 cendana tidak lagi memberi kontribusi bagi Pemda NTT. Kondisi
tersebut akan mengancam kelestarian serta pengembangannya di masa mendatang. Secara
umum status konservasi cendana termasuk kategori rawan (Vulnerable:VUA1d.). Sedangkan
menurut CITES cendana dimasukkan ke dalam jenis Appendix II (WWF Indonesia, 2008).
Berdasarkan kondisi tersebut, maka sejak tahun 2002 Balai Besar Penelitian Bioteknologi
dan Pemuliaan Tanaman Hutan Yogyakarta telah ikut berkontribusi dalam melestarikan cendana
melalui kegiatan pembangunan kebun konservasi eks-situ di Watusipat, Gunung Kidul. Tujuan
dari kegiatan ini adalah untuk menyelamatkan sumberdaya genetik cendana dari kepunahan.
Sampai dengan tahun 2005 telah dibangun kebun konservasi eks-situ seluas 3,5 ha dengan
materi genetik dikumpulkan dari berbagai sebaran alam yang ada di NTT maupun ras lahan di
Jawa.
Penyelamatan Sumberdaya Genetik Jenis Cendana (Santalum Album L.) Melalui Pembangunan Plot Konservasi Eks-Situ di Gunung Kidul
Ari Fiani
Tabel 1. Daftar provenans materi genetik cendana di Plot Konservasi eks-situ Watusipat,
Gunung Kidul
No. Asal Sumber Benih
Sebaran Nusa Tenggara Timur
1 Omtel (Teluk Mutiara, Alor)
2 Aen Ut (Mollo Selatan, Timor Tengah Selatan, Timor)
3 Hambala (Kopeta, Waingapu, Sumba Timur, Sumba)
4 Katikutana ( Kabupaten Sumba Barat, Sumba)
5 Waisika (Alor Timur Laut, Alor)
6 Pailelang (Alor Barat Daya, Alor)
7 Kuma (Mollo Selatan, Timor Tengah Selatan, Timor)
8 Polen (Mollo Selatan, Timor Tengah Selatan, Timor)
9 Oenlasi (Amanatun Selatan, Timor Tengah Selatan, Timor)
10 Haumeni (Amanatun Selatan, Timor Tengah Selatan, Timor),
11 Snok (Amanatun Utara, Timor Tengah Selatan, Timor)
12 Noemuti (Miomafo Timur, Timor Tengah Utara, Timor)
13 Buat (Mollo Selatan, Timor Tengah Selatan, Timor)
14 Sumba, Belu, Seabela (Rote)
15 Fatunisuan (Timor Timur Utara)
16 Pantar (Flores)
17 Balela (Flores)
18 Bama (Flores)
Sebaran Pulau Jawa
1 Karang Mojo (Gunung Kidul)
2 Imogiri (Bantul)
Informasi Teknis
Vol. 15 No. 1, Juli 2014, 1-12
Penyelamatan Sumberdaya Genetik Jenis Cendana (Santalum Album L.) Melalui Pembangunan Plot Konservasi Eks-Situ di Gunung Kidul
Ari Fiani
Informasi Teknis
Vol. 15 No. 1, Juli 2014, 1-12
c
Gambar 3. Kegiatan pemeliharaan tanaman di lapangan. Pengangkutan air (a);
Pengisian botol infus (b); Botol infus yang terpasang pada tanaman (c)
Hal ini berarti bahwa jenis cendana yang terkumpul dalam Plot Konservasi Eks-situ di
Watusipat mempunyai keragaman genetik yang cukup tinggi. Tingginya keragaman genetik
cendana tersebut memberikan peluang pemanfaatan selanjutnya bagi program pemuliaan
tanaman cendana untuk mendapatkan sifat-sifat unggul yang diharapkan.
B. Evaluasi Pertumbuhan
Evaluasi terhadap kinerja pertumbuhan melalui pengukuran tinggi dan diameter batang
secara periodik menunjukkan adanya variasi kinerja pertumbuhan tanaman cendana yang berasal
dari berbagai sumber benih (populasi). Adanya variasi ini kemungkinan disebabkan karena
daya adaptasi masing-masing populasi yang berbeda untuk tetap tumbuh di Gunung Kidul. Dari
pengamatan, populasi yang pertumbuhannya paling bagus adalah Soebela (P. Rote). Pada umur
7 tahun setelah tanam, tinggi tanaman populasi Soebela ini mencapai 5,33 m dengan diameter
setinggi dada 4,07 cm dan persen hidup sebesar 95,31%. Secara umum, tanaman cendana tahun
tanam 2002 mempunyai persen hidup berkisar antara 30 % (populasi Pollen, Mollo Selatan,
Timor Tengah Selatan) sampai dengan 95 % (populasi Waisika, Alor Timur Laut, Alor).
6
Penyelamatan Sumberdaya Genetik Jenis Cendana (Santalum Album L.) Melalui Pembangunan Plot Konservasi Eks-Situ di Gunung Kidul
Ari Fiani
Sedangkan untuk cendana tahun tanam 2005, persen hidupnya berkisar antara 27 % (populasi
Bama, Pulau Flores) sampai dengan 95,3 % (populasi Soebala, Pulau Rote). Tampilan tanaman
cendana umur 7 tahun pada Plot Konservasi eks-situ di Watusipat, Gunung Kidul dapat dilihat
pada Gambar 4.
C. Evaluasi Regenerasi
Keberhasilan program konservasi suatu jenis juga dilihat dari kemampuan regenerasi
tanaman tersebut untuk kelestarian jenisnya. Tanaman cendana dapat beregenerasi baik secara
generatif maupun vegetatif. Secara generatif, tanaman cendana di Plot Konservasi Eks-situ
Watusipat telah mulai berbuah pada kisaran umur 4 tahun. Masa berbuah dan berbunga cendana
terjadi dua kali dalam setahun dengan puncak pembuahan terjadi pada bulan September.
Diperlukan waktu 3 bulan sejak pembentukan bunga sampai dengan buah masak. Gambar
bunga dan buah cendana yang ditemukan dari tanaman cendana di plot konservasi eks-situ,
Watusipat disajikan pada gambar 5.
Informasi Teknis
Vol. 15 No. 1, Juli 2014, 1-12
Gambar 5. Regenerasi cendana di Plot Konservasi Eks-situ Watusipat Bunga (a); Buah (b)
Kemampuan regenerasi dari tanaman cendana di Plot Konservasi eks-situ Watusipat
juga dapat dilihat dari banyaknya anakan alam yang tumbuh di seputar areal pertanaman.
Terdapat variasi jumlah anakan yang mampu tumbuh pada beberapa kondisi tempat. Secara
umum jumlah anakan yang ditemukan pada areal terbuka tanpa semak belukar maupun pohon
tinggi paling sedikit dibandingkan jumlah anakan yang berada di bawah tegakan cendana
maupun di bawah tegakan jati di dekat areal plot. Dengan demikian, disarankan bahwa
untuk membangun suatu areal pertanaman cendana maka iklim mikro pada area tersebut
harus terbentuk lebih dahulu, antara lain dengan menjadikan semak menjadi inang sementara
di lapangan maupun sebagai pelindung serta penutupan permukaan tanah untuk menjaga
kelembaban tanahnya. Kondisi permudaan alami pada areal Plot Konservasi eks-situ di
Watusipat dapat dilihat pada Gambar 6.
Dari pengamatan terhadap pembungaan dan pembentukan buah, Baskorowati (2011)
melaporkan bahwa cendana merupakan jenis tanaman yang melakukan penyerbukan silang
(outcrossing). Persentase keberhasilan reproduksi cendana di kebun konservasi ekssitu Watusipat adalah sebesar 7,70% pada penyerbukan silang terkendali; 7,325% pada
penyerbukan secara terbuka dan 1,075% pada penyerbukan sendiri. Sementara itu, jenis
serangga penyerbuk yang mengunjungi bunga cendana ada 11 macam, tetapi yang paling
dominan adalah lebah madu (Aphis mullifera). Dengan demikian, dalam rangka meningkatkan
keberhasilan reproduksi dalam pengelolaan kebun konservasi cendana sangat dianjurkan
untuk membangun sarang-sarang lebah madu.
8
Penyelamatan Sumberdaya Genetik Jenis Cendana (Santalum Album L.) Melalui Pembangunan Plot Konservasi Eks-Situ di Gunung Kidul
Ari Fiani
D. Pembiakan Vegetatif
Secara vegetatif, teknik kultur jaringan untuk perbanyakan klon-klon yang ada di plot
konservasi sudah mulai dikembangkan sejak tahun 2003. Herawan dkk. (2003) melaporkan
bahwa penggunaan beberapa kombinasi media tumbuh dengan zat pengatur tumbuh dapat
meningkatkan pertunasan dan perakaran eksplan cendana. Media Woody Plant Medium (WPM)
merupakan media terbaik untuk pertumbuhan dan perkembangan akar eksplan cendana.
Kombinasi Media WPM dengan Zat Pengatur Tumbuh IBA 90 mg/liter mampu menginduksi
perakaran dan pertunasan cendana. Herawan dkk. (2004) juga melaporkan bahwa teknik
pemangkasan yang tepat, baik waktu maupun posisinya dalam tanaman, memberikan respon
sangat baik terhadap keberhasilan induksi cendana. Ukuran eksplan 3-5 cm dan umur yang
lebih tua keberhasilan induksnya lebih baik daripada yang sangat muda. Multiplikasi tunas
cendana dengan sub kultur berulang mampu meningkatkan jumlah tunas majemuk. Setelah
satu bulan, rata-rata persentasi induksi tunas mencapai 78,38%, jumlah tunas per tabung 5,4
buah dan rata-rata panjang tunas 16,2 cm.
Informasi Teknis
Vol. 15 No. 1, Juli 2014, 1-12
Penyelamatan Sumberdaya Genetik Jenis Cendana (Santalum Album L.) Melalui Pembangunan Plot Konservasi Eks-Situ di Gunung Kidul
Ari Fiani
(2004) dan Khoiri (2004), NIK pada cendana tersebut termasuk kelas sehat ringan. Dengan
demikian plot konservasi eks-situ cendana di Watusipat Gunung Kidul memiliki kelas
kerusakan yang relatif kecil.
V. PENUTUP
Cendana merupakan tanaman asli Indonesia yang mempunyai nilai ekonomi cukup
tinggi. Namun demikian populasi di alam semakin menyusut. Untuk mencegah cendana
dari kepunahan dan mempertahankan keragaman genetiknya, maka konservasi sumberdaya
genetik cendana merupakan hal yang sangat diperlukan. Pembangunan Plot Konservasi Ekssitu cendana telah dilakukan di KHDTK Watusipat, Gunung Kidul seluas 3,5 ha. Koleksi
materi genetik sebanyak 20 populasi, 18 populasi berasal dari sebaran alam di Nusa Tenggara
Timur, sedangkan 2 populasi adalah ras lahan Pulau Jawa dengan nilai keragaman genetik
yang cukup tinggi. Evaluasi terhadap Plot Konservasi telah dilakukan, baik terhadap kinerja
pertumbuhan, kemampuan regenerasi maupun terhadap kesehatan tanamannya. Secara umum
kondisi tanaman dalam plot termasuk kategori kelas sehat ringan, dengan kerusakan yang
relatif kecil. Selanjutnya dari plot konservasi tersebut diharapkan akan lebih bermanfaat untuk
kegiatan penelitian tentang cendana, maupun menjadi sumber benih untuk pengembangan
cendana pada daerah pengembangan yang sesuai baik secara generatif maupun vegetatif.
11
Informasi Teknis
Vol. 15 No. 1, Juli 2014, 1-12
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2012. Laporan Tahunan Tahun 2011 Buku 2, Kementerian Kehutanan, Badan
Litbang Kehutanan, Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman
Hutan, Yogyakarta.
Baskorowati, L. 2011. Implikasi Biologi Reproduksi Terhadap Konservasi Genetik Jenis
Santalum album, Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan, 5 : 1 - 11.
Fiani, A., Windyarini, E. dan Yuliah. 2012. Evaluasi Kesehatan Cendana (Santalum album
Linn.) di Kebun Konservasi Ex-situ Watusipat Gunung Kidul, Prosiding Seminar
Nasional Kesehatan Hutan dan Pengusahaan Hutan Untuk Produktivitas Hutan, Bogor,
14 Juni 2012
Haryjanto, L. 2009. Keragaman Genetik Cendana (Santalum album Linn.) di Kebun
Konservasi Ex Situ Watusipat, Gunung Kidul, dengan Penanda Isoenzim. Jurnal
Pemuliaan Tanaman Hutan. 3 : 127-138.
Herawan, T., Naiem, M. dan Sulaksono, G. 2003. Pengaruh penggunaan Media dan Zat
pengatur Tumbuh Pada Perbanyakan Cendana (Santalum album Linn.) Secara Kultur
Jaringan, Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan, 1: 55 - 61.
Herawan, T., Jayusman dan Haryjanto, L. 2004. Perbanyakan Klon Cendana (Santalum
album L) Melalui Kultur Jaringan, Prosiding Ekspose Terpadu Hasil-Hasil Penelitian,
Yogyakarta 11-12 Oktober2004.
Rimbawanto, A., Widyatmoko, AYPBC. dan Sulistyowati, P. 2006. Distribusi Keragaman
genetik populasi Santalum album L. Berdasarkan penanda RAPD. Jurnal Penelitian
Hutan Tanaman, 3 : 175 - 181.
Surata K.I. 2010. Intensifikasi Pengembangan Cendana (Santalum album L.) Dengan Pola
Tumpang Sari Di Nusa Tenggara Timur, Prosiding Seminar Nasional Kontribusi Litbang
Dalam Peningkatan Produktivitas Dan Kelestarian Hutan, Puslitbang Peningkatan
Produktivitas Tanaman Hutan, Bogor, 29 November 2010.
12