Anda di halaman 1dari 12

Matriks Perbandingan Antara UU No. 1 Tahun 1962, UU No.

2 Tahun 1962, International Health Regulations (IHR 2005) dan RUU Karantina Kesehatan
beserta Penjelasannya

No
.

UU No. 1 Tahun
1962

UU No. 2 Tahun
1962

IHR (2005)

1.

Pasal 1
a. Penyakit
karantina ialah:
(1) Pes (Plague);
(2) Kolera
(Cholera);
(3) Demam kuning
(Yellow fever);
(4) Cacar
(smallpox);
(5) Tifus bercak
wabahi - Typhus
exanthematicus
infectiosa (Louse
borne typhus);
(6) Demam balikbalik (Louse borne
Relapsing fever);
b. Masa tunas
penyakit karantina
ialah untuk:
(1) Pes: enam hari;
(2) Kolera: lima
hari;
(3) Demam kuning:
enam hari;
(4) Cacar: empat
belas hari;
(5) Tifus bercak
wabahi: empat

Pasal 1
a. Penyakit
karantina ialah:
(1) Pes (Plague);
(2) Kolera
(Cholera);
(3) Demam kuning
(Yellow fever);
(4) Cacar
(smallpox);
(5) Tifus bercak
wabahi - Typhus
exanthematicus
infectiosa (Louse
borne typhus);
(6) Demam balikbalik (Louse borne
Relapsing fever);
b. Masa tunas
penyakit karantina
ialah untuk:
(1) Pes: enam hari;
(2) Kolera: lima
hari;
(3) Demam kuning:
enam hari;
(4) Cacar: empat
belas hari;
(5) Tifus bercak
wabahi: empat

Lampiran 2
Setiap kejadian yang
berpotensi PHEIC,
termasuk yang tidak
dikenal sumber atau
penyebabnya serta
kejadian-kejadian atau
penyakit lain yang tidak
termasuk dalam daftar
dalam box diatas dan
dibawah, harus
menggunakan algoritma
ini;
1. Suatu kejadian yang
melibatkan penyakitpenyakit berikut ini, harus
selalu menggunakan
algoritma ini, karena
penyakit tersebut telah
menunjukkan
kemampuan
menyebabkan dampak
kesehatan masyarakat
yang serius dan
menyebar dengan cepat
kemancaNegara b):
- Kolera;
- Pes Paru;
- Demam Kuning;
- Demam berdarah virus

RUU

Penjelasan
Pasal 1

Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:

1.

Karantina kesehatan adalah semua kegiatan


mencegah terjadinya penularan penyakit dan
pengendalian faktor risiko kesehatan masyarakat
yang
berpotensi
menimbulkan
kedaruratan
kesehatan masyarakat.
BAB IV
PENYELENGGARAAN KARANTINA KESEHATAN
Pasal 12

Penyelenggaraan karantina kesehatan meliputi:


a. Karantina kesehatan pintu masuk;
b. Karantina kesehatan wilayah.
Sepakat jaya raya 18 Nov 2010
Pasal 13
(1) Penyelenggaraan Karantina Kesehatan pintu masuk
dilakukan melalui kegiatan surveilans epidemiologi
penyakit dan faktor risiko kesehatan masyarakat
terhadap orang, barang, peti kemas, alat angkut dan
lingkungan, serta respon terhadap kedaruratan
kesehatan masyarakat dalam bentuk tindakan
karantina dan tindakan penyehatan lainnya pada saat

Ruang lingkup UU No. 1 dan 2 tahun 196


hanya pada beberapa penyakit karantin
tertentu, sedangkan menurut IHR (2005
bahwa ancaman global sekarang in
adalah semua kejadian yang dapa
berpotensi
menjadi
kedarurata
kesehatan masyarakat sehingga UU No.
dan 2 Tahun 1962 sudah tidak releva
lagi. Oleh karena itu RUU Karke
mencoba
mengakomodir
sesua
perkembangan zaman, khususnya IHR
(2005) pada Pasal 1, 12, 13 dan 14.
Dalam IHR (2005) disebutkan mengena
faktor risiko yang dapat menimbulka
Kedaruratan
Kesehatan
Masyaraka
Public Health Emegency of Internationa
Concern. Faktor risko yang disebutka
adalah alat angkut, orang dan baran
(NUBIKA). Terkait dengan hal tersebu
perlu sekiranya untuk mengakomod
keberadaan
faktor
risiko
tersebu
sehingga semua tindakan yang dilakuka
dalam pengendalian faktor risiko dapa
dipayungi oleh peraturan perundanga
yang ada.

belas hari;
(6) Demam balikbalik: delapan hari.

belas hari;
(6) Demam balikbalik: delapan hari.

(Ebola, Lassa, Marburg)


- Demam West-Nile;
-Penyakit lain yang
meliputi Nasional atau
regional, seperti Demam
Dengue, Demam RiftValley, dan penyakit
meningokokus;
2.Suatu kasus dari
penyakit-penyakit berikut
ini adalah luar biasa atau
tidak diduga dan dapat
berdampak serius
terhadap kesehatan
masyarakat, sehingga
harus dilaporkan, b):
-Cacar;
- Influenza manusia
disebabkan oleh subtipe
baru;
- SARS;

keberangkatan dan kedatangan.


(2) Tindakan penyehatan lain sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1)
meliputi: vaksinasi, profilaksis,
disinfeksi, dekontaminasi, disinseksi, dan deratisasi.
Sepakat jaya raya 18 Nov 2010
Karantina kesehatan pintu masuk adalah semua kegiatan
di pintu masuk yang terdiri dari surveilans epidemiologi
penyakit dan faktor risiko kedaruratan kesehatan
masyarakat terhadap orang, barang, peti kemas, alat
angkut dan lingkungan , serta respon terhadap
kedaruratan kesehatan masyarakat dalam bentuk tindakan
karantina dan tindakan penyehatan lain meliputi,
disinfeksi, dekontaminasi, disinseksi dan deratisasi
Pasal 14
(1) Penyelenggaraan karantina kesehatan wilayah
dilakukan melalui kegiatan kekarantinaan terhadap
orang, barang dan alat angkut dalam penanggulangan
kedaruratan kesehatan masyarakat di wilayah dalam
bentuk kekarantinaan rumah, kekarantinaan wilayah,
kekarantinaan rumah sakit, dan pembatasan sosial
berskala
besar
dalam
rangka
pencegahan
penyebaran penyakit yang berpotensi menjadi
kedaruratan kesehatan masyarakat.
(2) Penyelenggaraan karantina kesehatan wilayah
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan
setelah adanya penetapan kedaruratan kesehatan
masyarakat.
Karantina kesehatan wilayah adalah tindakan
kekarantinaan terhadap orang, barang dan alat angkut
dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan
masyarakat di wilayah dalam bentuk karantina rumah,
karantina wilayah, karantina rumah sakit, dan pembatasan
sosial berskala besar dalam rangka pencegahan
penyebaran penyakit yang berpotensi menjadi
kedaruratan kesehatan masyarakat.

2.

BAB V.
DOKUMEN
KESEHATAN.
Pasal 15.
Untuk kapal yang
dikenakan
pemeriksaan
kesehatan diisi
suatu keterangan
kesehatan maritim
yang harus
diberikan kepada
dokter pelabuhan
oleh nakhoda
mengenai keadaan
kesehatan di kapal.
Pasal 16.
Tiap penumpang
dan awak kapal
dari suatu kapal
yang ada di dalam
perjalanan
internasional
diharuskan memiliki
keterangan
vaksinasi cacar
yang berlaku;
Menteri Kesehatan
menetapkan bentuk
dan isi keterangan
vaksinasi tersebut.
Pasal 17.
Tiap kapal harus
memiliki surat
keterangan hapustikus/atau surat
keterangan bebas
hapus-tikus; bentuk
dan isi surat
keterangan
tersebut ditetapkan

BAB V
DOKUMEN
KESEHATAN
Pasal 14
(1) Dokumen yang
dapat diminta dari
suatu pesawat
udara adalah
sebagai berikut:
a. Health Part of
the Air Craft
General
Declaration;
b. surat keterangan
hapus serangga
yang terakhir;
c. surat keterangan
hapus hama, jika
ada diadakan
hapus hama;
d. buku kesehatan
pesawat udara
(hanya pada
pesawat udara
yang mengadakan
perjalanan dalam
negeri).
(2) Dokumendokumen tersebut
pada ayat (1) harus
memenuhi syaratsyarat yang
ditetapkan
oleh Menteri
Kesehatan.
(3) Jika perlu dokter
pelabuhan
melakukan
pemeriksaan daftar
penumpang, awak
pesawat dan

BAGIAN V I- DOKUMEN
KESEHATAN

BAB IX
DOKUMEN KARANTINA KESEHATAN ALAT ANGKUT

Pasal 35 Ketentuan
Umum

Pasal 74

Tidak
ada
dokumen
kesehatan, selain yang
ditentukan dalam IHR ini
atau dalam rekomendasi
yang dikeluarkan oleh
WHO, yang diperlukan
dalam
lalu-lintas
internasional,
namun
Pasal ini tidak berlaku
bagi pengunjung yang
mencari tempat tinggal
sementara atau tetap, dan
juga
tidak
berlaku
terhadap dokumen yang
disyaratkan dalam kaitan
status kesehatan barangbarang atau kargo dalam
perdagangan
internasional
menurut
perjanjian
internasional
yang berlaku. Otorita
yang berwenang dapat
meminta
pengunjung
untuk mengisi formulir
informasi kontak dan
kwesioner
tentang
kesehatan
pengunjung,
untuk menentukan bahwa
mereka
memenuhi
persyaratan sesuai Pasal23.
Pasal 36 Sertifikat
vaksinasi atau profilaksis

(1) Dokumen karantina kesehatan diperlukan sebagai


alat pengawasan dan pencegahan masuk
dan/atau keluarnya faktor risiko yang menjadi
sumber
penularan
penyakit
yang
dapat
menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat
(2) Dokumen
karantina
kesehatan
memuat
penjelasan suatu keadaan yang diketahui secara
pasti sebagai hasil pemeriksaan atau hasil
pelaksanaan kegiatan tindakan kekarantinaan
(3) Dokumen karantina kesehatan sebagaimana yang
dimaksud pada ayat (1) dan (2) harus dimiliki oleh
setiap alat angkut, orang dan barang yang masuk
dan / atau keluar dari dalam atau luar wilayah
negara Republik Indonesia
Pasal 75
(1) Setiap kapal beserta barang, dan peti kemas yang
melakukan perjalanan internasional dan domestik
wajib memiliki dokumen Karantina Kesehatan
yang dipersyaratkan, meliputi :
a. Pernyataan kesehatan maritim (Maritime
Declaration Health /MDH)
b. Sertifikat Izin Bebas Karantina (Certificate
of Pratique)
c. Sertifikat bebas tindakan sanitasi kapal (
Ship
Sanitation
Control
Exemption
Certificate) / atau sertifikat tindakan sanitasi
kapal (Ship Sanitation Control Certificate)
d. Surat Izin Berlayar karantina kesehatan
(Port Health Quarantine Clearance)
e. Buku Kesehatan Kapal
(2) Setiap pesawat beserta barang dan peti kemas
yang melakukan perjalanan internasional dan
domestik wajib memiliki dokumen Karantina
Kesehatan yang dipersyaratkan, meliputi :

UU No. 1/ 1962
-Suatu keterangan maritim
-Keterangan vaksinasi cacar
-Surat keterangan hapus tikus/atau surat
keterangan bebas hapus-tikus
-Isi disesuaikan dengan lampiran
"International Sanitary Regulations 1951"
-Kapal yang berbendera Indonesia dan
kapal yang melakukan pelayaran pantai d
dalam wilayah Indonesia, harus
mempunyai
suatu buku kesehatan, yang bentuk dan
isinya ditetapkan oleh Menteri Kesehatan
UU No.2/1962
-Health Part of the Air Craft General
Declaration;
-Surat keterangan hapus serangga yang
terakhir;
-Surat keterangan hapus hama, jika ada
diadakan hapus hama;
-Buku kesehatan pesawat udara (hanya
pada pesawat udara yang mengadakan
perjalanan dalam negeri).
IHR (2005)
Hanya:
-Sertifikat vaksinasi atau profilaksis
lainnya
-Pernyataan kesehatan maritim (MDH)
-HP-AGD
-Sertifikat sanitasi kapal

RUU Karkes
Kapal:
-Pernyataan kesehatan maritim (Maritime
Declaration Health /MDH)
-Sertifikat
Izin
Bebas
Karantin
(Certificate of Pratique)
-Sertifikat bebas tindakan sanitasi kapal

oleh Menteri
Kesehatan.
Pasal 18.
Dokumen-dokumen
tersebut dalam
pasal 15, 16 dan 17
tentang bentuk dan
isinya disesuaikan
dengan bentukbentuk yang
dilampirkan pada
"International
Sanitary
Regulations 1951".
Pasal 19.
Kapal yang
berbendera
Indonesia dan
kapal yang
melakukan
pelayaran pantai di
dalam wilayah
Indonesia, harus
mempunyai
suatu buku
kesehatan, yang
bentuk dan isinya
ditetapkan oleh
Menteri Kesehatan.

muatan pesawat
udara.

lainnya
1.
Vaksinasi
dan
profilaksis lainnya bagi
para pengunjung yang
diberikan sesuai dengan
IHR ini atau rekomendasi
dan
sertifikat
terkait
dengannya, harus sesuai
dengan
ketentuan
didalam Annex- 6 dan bila
sesuai, dengan Annex-7
yang
berhubungan
dengan penyakit khusus.
2. Seorang pengunjung
yang memiliki sertifikat
vaksinasi atau profilaksis
lainnya yang dikeluarkan
sesuai Annex-6 dan, bila
perlu, sesuai dengan
Annex- 7, tidak boleh
ditolak masuk, sebagai
konsekwensi
penyakit
dalam sertifikat tersebut,
meskipun datang dari
daerah terpapar, kecuali
kalau
otorita
yang
berwenang
telah
membuktikan
indikasi
dan/atau bukti bahwa
vaksinasi atau profilaksis
lainnyatidak efektif.
Pasal 37 Pernyataan
Kesehatan Maritim
1.
Nakhoda
kapal
sebelum mendarat pada

a.

Pernyataan Kesehatan Penerbangan (Part


of Aircraft General Declaration)
b. Sertifikat Hapus Serangga (Knock Down
Disinsection Certificatte)
c. Buku Kesehatan Pesawat
(3) Setiap alat angkut darat termasuk barang yang
melewati pos lintas batas darat dalam rangka
melakukan perjalanan internasional wajib memiliki
dokumen karantina kesehatan berupa buku
kesehatan kendaraan darat
Pasal 76
Setiap kapal/pesawat dalam melakukan internasional dan
domestik wajib memiliki sertifikat P3K dalam rangka
menjamin kesehatan awak alat angkut selama pejalanan
(1)

(2)

Pasal 77
Setiap pelaku perjalanan yang melakukan
perjalanan dari dan atau ke negara endemis wajib
memiliki
sertifikat
vaksinasi
internasional
(International Certificatte of Vaccination/ICV) yang
masih berlaku
Pelaku perjalanan yang kontak kasus suspek dan
atau berasal dari negara endemis harus diberikan
kartu kewaspadaan kesehatan

Pasal 78
Nakhoda beserta anak buah kapal yang melakukan
perlayaran didalam wilayah Indonesia wajib memiliki buku
kesehatan pelaut
Pasal 79
Setiap obat, makanan serta minuman, kosmetika, alat
kesehatan, bahan adiktif dan barang lainnya yang memiliki
risiko kesehatan masyarakat, yang masuk dan keluar
wilayah Indonesia harus memiliki Sertifikat Kesehatan
(Health Certificate)
Pasal 80
Penumpang sakit yang berdasarkan hasil pemeriksaan
tidak
memiliki
penyakit
yang
memiliki
potensi

Ship Sanitation Control Exemption


Certificate) / atau sertifikat tindaka
sanitasi kapal (Ship Sanitation Contro
Certificate)
-Surat Izin Berlayar karantina kesehata
(Port Health Quarantine Clearance)
-Buku Kesehatan Kapal
-P3K

Pesawat:
-Pernyataan Kesehatan Penerbanga
(Part of Aircraft General Declaration)
-Sertifikat Hapus Serangga (Knock Down
Disinsection Certificatte)
-Buku Kesehatan Pesawat
-P3K

Pelaku Perjalanan:
-ICV
-Kartu kewaspadaan kesehatan (kontak
dari endemis)
-Nakhoda dan ABK wajib buku kesehata
pelaut
OMKABA:
-(Sertifikat Kesehatan) Health Certificate
Penumpang sakit: surat laik terbang

Jenazah/kerangka/abu:
surat
angku
jenazah surat ijin keluar jenaza
(bandara/pelabuhan tujuan)

RUU Karkes menyadur semua dokumen


kesehatan yang berasal dari UU No. 1
dan 2/ 1962 dan IHR (2005) serta adanya
penambahan.

pelabuhan pertama dalam


wilayah suatu Negara
harus memastikan status
kesehatan diatas kapal,
dan, kecuali bila Negara
Peserta
tidak
memerlukannya nakhoda
harus
sewaktu
kedatangan atau sebelum
kapal datang bila kapal
begitu penuh dan Negara
Peserta
memerlukan
terlebih
dahulu,
memberikan
secara
lengkap MDH kepada
otorita yang berwenang
yang
harus
ditandatangani
oleh
dokter kapal, bila ada.

menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat dan


memenuhi persyaratan kesehatan penerbangan dapat
diberikan surat laik terbang
Pasal 81
Alat angkut yang membawa jenazah/kerangka/abu harus
dilengkapi
dengan
surat
angkut
jenazah
dari
pelabuhan/bandara
asal
untuk
kemudian
dapat
dikeluarkan
surat
ijin
keluar
jenazah
pada
pelabuhan/bandara tujuan
Pasal 82
Ketentuan mengenai jenis, bentuk, isi dan persyaratan
serta tatacara pengajuan dan penerbitan dokumen
karantina kesehatan, ditetapkan dengan peraturan
menteri.

2. Nakoda atau dokter


kapal, bila salah satu ada,
harus memberikan setiap
informasi yang diperlukan
oleh
otorita
yang
berwenang
sesuai
dengan kondisi kesehatan
dikapal selama perjalanan
internasional.
3. MDH harus mengikuti
model
yang
terdapat
dalam Annex- 8.
4. Suatu Negara Peserta
dapat memutuskan:
(a)
membebaskan
penyerahan
MDH
terhadap semua kapal
yang datang; atau

(b)
Mensyaratkan
penyerahan MDH dalam
suatu
rekomendasi
terhadap
kapal
yang
datang
dari
daerah
terpapar
atau
mensyaratkan dari kapal
yang mungkin membawa
penyakit
atau
kontaminasi.
Negara
Peserta
harus
menginformasikan
persyaratan ini kepada
operator
kapal
atau
keagenannya.
Pasal 38 Bagian
Kesehatan dari
Pernyataan Umum
Pesawat Udara (HPAGD)
1.
Pilot
yang
mengendalikan pesawat
udara atau perusahaan
keagenannya,
didalam
penerbangan
atau
sewaktu
mendarat
di
bandara
pertama
diwilayah suatu Negara
Peserta, harus, dengan
kemampuan terbaiknya,
kecuali
bila
Negara
Peserta tersebut tidak
memerlukannya,
menyerahkan Bagian HPAGD secara
lengkap
kepada
otorita
yang
berwenang di Bandara
tersebut, sesuai dengan

model
yang
dalam Annex-9.

terdapat

2.
Pilot
yang
mengendalikan pesawat
udara atau perusahaan
keagenannya
harus
memberikan
setiap
informasi yang diperlukan
oleh Negara
Peserta
mengenai
kondisi
kesehatan
dipesawat
selama
perjalanan
internasional dan setiap
tindakan
penyehatan
yang
dilakukan
pada
pesawat.
3. Suatu Negara Peserta
dapat memutuskan:
(a)
membebaskan
penyerahan
HP-AGD
terhadap semua pesawat
yang datang, atau
(b)
mensyaratkan
penyerahan bagian HPAGD
dibawah
suatu
rekomendasi
bagi
pesawat yang datang dari
daerah terpapar atau
mensyaratkan
dari
pesawat yang mungkin
membawa penyakit atau
kontaminasi.
Negara
Peserta
harus
menginformasikan
persyaratan ini kepada
operator pesawat atau
keagenannya.

Pasal 39 Sertifikat
Sanitasi Kapal
1.
Sertifikat
Bebas
Pengawasan
Sanitasi
Kapal
(SBPSK)
dan
Setifikat
Pengawasan
Sanitasi Kapal (SPSK)
berlaku paling lama enam
bulan. Jangka waktu ini
bisa diperpanjang selama
satu
bulan
bila
pemeriksaan
atau
tindakan
pengendalian
yang diperlukan tidak
dapat dilakukan pada
pelabuhan tersebut.
2. Bila suatu SBPSK atau
SPSK yang masih berlaku
tidak berhasil atau tidak
terbukti ditemukan risiko
kesehatan
masyarakat
diatas
kapal,
Negara
Peserta dapat melakukan
tindakan sesuai paragraf1 Pasal-27.
3. Sertifikat sebagaimana
tertera di dalam Pasal ini
harus sesuai dengan
model dalam Annex- 3.
4. Bila memungkinkan,
tindakan
pengendalian
harus dilakukan sewaktu
kapal
dan
palkanya
kosong. Dalam hal kapal

sarat muatan, tindakan ini


bisa
dilaksanakan
sebelum pemuatan.
5.
Bila
tindakan
pengendalian diperlukan
dan telah dilaksanakan
dengan
memuaskan,
otorita yang berwenang
harus
mengeluarkan
SPSK, berisi bukti yang
ditemukan dan tindakan
yang diambil
6.
Otorita
yang
berwenang
dapat
mengeluarkan SBPSK di
setiap pelabuhan sesuai
Pasal 20, bila
telah
terbukti
bahwa
kapal
tersebut bebas dari infeksi
dan
kontaminasi,
termasuk
vektor
dan
reservoir.
Sertifikat
tersebut secara normal
harus dikeluarkan hanya
bila pemeriksaan kapal
dilakukan pada saat kapal
dalam keadaan kosong
atau
pada
saat
ia
bermuatan pemberat atau
bahan lainnya, sehingga
pemeriksaan
tersebut
dapat dilakukan secara
menyeluruh.
7. Bila kondisi dimana
tindakan
pengendalian
yang dilakukan demikian
rupa sehingga menurut

pendapat otorita yang


berwenang di pelabuhan
tempat
pelaksanaan
operasi, tidak diperoleh
hasil yang memuaskan
tidak, maka otorita yang
berwenang
harus
membuat catatan tentang
hal tersebut pada SPSK
nya.
3.

BAB VIII
PERATURAN
PIDANA.
Pasal 42
(1) Barangsiapa
dengan sengaja
melakukan
perbuatanperbuatan yang
mengakibatkan
tidak dapat
dilaksanakannya
ketentuanketentuan dalam
pasal 15, 16, 17,
19, 20, 21, 22, 25,
26 ayat (3) dan
ayat (4), pasal 27,
pasal 28 ayat (1),
ayat (2) dan ayat
(4), pasal 30 ayat
(2), pasal 31, 33,
34, 35, 36,
37, 38, 39, dan
pasal 40 atau
peraturan
pelaksanaan
berdasarkan
ketentuanketentuan tersebut,

BAB VIII
PERATURAN PIDANA.
Pasal 33.
(1) Barangsiapa dengan
sengaja melakukan
perbuatan-perbuatan
yang mengakibatkan
tidak dapat
dilaksanakannya
ketentuan-ketentuan
dalam pasal 20 ayat (1)
dan ayat (4), pasal 21
ayat (1) dan ayat (2)
sub
a, pasal 27 ayat (1) dan
(2) dan Pasal 30, atau
peraturan pelaksanaan
berdasarkan ketentuanketentuan
tersebut, dipidana
dengan pidana
kurungan selamalamanya satu tahun
dan/atau pidana denda
sebanyakbanyaknya
tujuh puluh lima ribu
rupiah.
(2) Perbuatan pidana
tersebut dalam ayat (1)
adalah pelanggaran.

BAB XIV
KETENTUAN PIDANA

Tidak ada menyatakan


tentang sanksi

Pasal 103
Pelanggaran ketentuan Pasal ........................ dipidana
dengan pidana penjara selama-lamanya 5 tahun atau
denda setinggi - tingginya Rp .....................
Pasal 104
Tindakan pidana yang dimaksud dalam Pasal ...............
adalah pelanggaran.
Pasal 105
Dalam Peraturan pelaksanaan Undang-undang ini dapat
dicantumkan ancaman pidana dengan pidana penjara
selama-lamanya 1 (satu) tahun, atau denda setinggi
-tingginya Rp ................................

10

Ketentuan mengenai sanksi hukum


terhadap pihak yang melakukan
pelanggaran UU dapat digolongkan
tindakan pidana. Sanksi hukum yang
dikenakan terhadap pelanggar adalah
tindakan yang dapat menimbulkan efek
jera.

dipidana dengan
pidana kurungan
selama-lamanya
satu tahun dan/atau
pidana denda
sebanyakbanyaknya tujuh
puluh lima ribu
rupiah.
(2) Perbuatan
pidana tersebut
dalam ayat (1)
adalah
pelanggaran.
4.

5.

Tindakan khusus
terhadap penyakit
karantina
disebutkan dalam
Bab VII Pasal 30,
31, 32, 33, 34, 35,
36, 37, 38, 39, 40
dan 41

Tidak membahas
karantina
kesehatan wilayah

Tindakan khusus
terhadap penyakit
karantina
disebutkan dalam
Bab VII Pasal 23,
24, 25, 26, 27, 28,
29, 30, 31, 32,

Tindakan khusus
terhadap penyakit
karantina sesuai dengan
rekomendasi WHO

BAB VII
PENYELENGGARAAN KARANTINA KESEHATAN PINTU
MASUK PADA KEDARURATAN KESEHATAN
MASYARAKAT terbagi atas keberangkatan dan
kedatangan alat angkut, orang dan barang

Penyelenggaraan karantina kesehatan


dimaksudkan untuk mencegah dan
menangkal penyebaran penyakit menular
dan faktor risikonya. Sesuai dengan IHR
(2005), bahwa tindakan yang dilakukan
dalam penanggulangan kedaruratan
kesehatan masyarakat seiring dengan
rekomendasi yang ditetapkan oleh WHO.
Namun selama menunggu rekomendasi
tersebut maka dapat dilakukan tindakan
sementara yang dimaksudkan untuk
menimimalisir penyebaran penyakit dan
faktor risikonya.

BAB VII
PENYELENGGARAAN KARANTINA KESEHATAN
WILAYAH

Episenter sering berada di wilayah dan


jarang terjadi di pintu masuk negara. Hal
ini dikarenakan pada pintu masuk negara
mobilisasi pelaku perjalanan lebih cepat
dibandingkan dengan masa inkubasi
penyakit. Oleh karena itu penguatan
deteksi dini dan respon cepat dalam
penyelenggaraan karantina kesehatan
bukan hanya di pintu masuk negara saja,
namun juga di wilayah. Perlu sekiranya

Tidak membahas
karantina
kesehatan wilayah

Menyebutkan mengenai
surveilans dan respon
Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat di wilayah
dan pintu masuk negara

11

untuk menetapkan peraturan


perundangan yang dapat memayungi
penyelenggaraan ini.

12

Anda mungkin juga menyukai