Anda di halaman 1dari 18

Tugas Refrat Forensik

WAJIB SIMPAN RAHASIA BAGI PROFESI DOKTER

Oleh :
BRA Isabela Ratu Windriya
Vidi Aditya P. W. P
Risandy Ditia Windhani
Amelia Yunita
Jeanne Fransisca

G99141102
G99141103
G99141104
G99141105
G99141106

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2015

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Rahasia kedokteran berkaitan erat dengan hak asasi manusia, seperti tertulis
dalam United Nation Declaration of Human Right pada tahun 1984 yang intinya
menyatakan Setiap manusia berhak dihargai, diakui, dihormati sebagai manusia dan
diperlakukan secara manusiawi, sesuia dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk

Tuhan. Oleh karena itu pasien dalam menyampaikan keluhan jasmani dan rohani kepada
dokter yang merawat, tidak boleh merasa khawatir bahwa segala sesuatu yang
berhubungan dengan keadaannya akan disampaikan kepada orang lain oleh dokter yang
merawat ataupun oleh petugas kesehatan yang bekerjasama dengan dokter tersebut.
Pengungkapan rahasia medis saat ini menjadi isu yang cukup kontroversial
dikalangan masyarakat, bahkan di lingkup medis sendiri. Seringkali kewajiban untuk
merahasiakan catatan medis seseorang bertabrakan dengan kepentingan umum. Dokter
sangat perlu memperhatikan batasan-batasan dalam merahasiakan dan mengungkapkan
rahasia medis kepada umum, dimana hal yang dimaksud diatur dalam peraturan
perundang-undangan di Indonesia. Dalam karya tulis ini kami akan membahas sisi
hukum yang berkaitan dengan kewajiban menyimpan rahasia medis, sanksi yang berlaku
dan kaitannya dengan pembukaan rahasia kedokteran dalam beberapa hal yang berkaitan
dengan tanggungjawab dokter itu sendiri.
Di samping itu profesi kedokteran merupakan suatu profesi kepercayaan dan
dianggap sebagai profesi yang mulia, oleh karena pekerjaan yang dilakukan oleh seorang
dokter membutuhkan suatu ketelitian yang tinggi dan dapat berakibat fatal. Profesi
kedokteran baru dapat berlangsung bila ada kerelaan pasien untuk mengungkapkan
keadaan dirinya termasuk hal hal yang amat pribadi. Akibatnya dapat dikatakan bahwa
konstriksi hubungan dokter pasien adalah berdasarkan azas kepercayaan, artinya dokter
percaya bahwa pasien akan mengungkapkan diri seutuhnya sedangkan pasien juga
percaya bahwa dokter akan menjaga rahasia yang diketahuinya.

B. Tujuan penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui dan memahami mengenai
wajib simpan rahasia kedokteran, yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Mengetahui sejarah adanya wajib simpan rahasia kedokteran


Mengetahui dan memahami definisi rahasia kedokteran
Mengetahui dan memahami jenis-jenis rahasia kedokteran
Mengetahui landasan hukum mengenai rahasia kedokteran
Mengetahui hal-hal yang perlu dirahasiakan
Mengetahui dan memahami situasi dimana rahasia kedokteran boleh dibuka
Mengetahui dan memahami sanksi apabila membuka rahasia kedokteran

C. Manfaat penulisan
Manfaat yang didapat dari penulisan referat ini adalah:
a. Sebagai bekal dalam menjalankan profesi sebagai dokter
b. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran khususnya
di Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sejarah Rahasia Kedokteran
Norma-norma kesusilaan yang menjadi pegangan para dokter ialah sumpah yang
diciptakan oleh Bapak Ilmu Kedokteran Hippocrates (469-377 S.M). Sumpah Hippocrates
yang umurnya telah berabad-abad itu, maknanya tersimpul dalam segala sesuatu yang
kulihat dan kudengar dalam melakukan praktekku, akan kusimpan sebagai rahasia. Di
dalam Sumpah Hippocrates salah satu pasal tentang rahasia jabatan Dokter bunyinya sebagai
berikut: Saya tidak akan menyebarkan segala sesuatu yang mungkin saya dengar atau yang
mungkin saya lihat dalam kehidupan pasien-pasien saya, baik waktu menjalankan tugas

jabatan saya maupun di luar waktu menjalankan tugas jabatan itu. Semua itu akan saya
pelihara sebagai rahasia.
Norma-norma kesusilaan yang bersumber pada Sumpah Hippocrates tersebut
dianggap tidak cukup karena banyak yang tergantung pada sifat dan kelakuan seseorang yang
berbeda-beda dan tidak selalu baik. Oleh karena itu, di berbagai negeri ditegakkan normanorma hukum. Norma-norma hukum itu pada umumnya disusun untuk memperkokoh
kedudukan rahasia jabatan sehingga dapat menjamin kepentingan masyarakat.
Norma-norma susila dan hukum tadi dicantumkan dalam berbagai peraturan dan
undang-undang yang merupakan pedoman seorang dokter dalam melaksanakan tugas dan
profesinya, di antaranya sumpah atau janji dokter dan Kode Etik Kedokteran Indonesia.
Alasan mengapa harus menyimpan rahasia kedokteran, yaitu agar syarat hubungan
baik antara dokter dan pasien terpenuhi, yaitu:
1.

Pasien harus merasa aman dan bebas

2.

Pasien dapat menceritakan segala keluhan jasmani dan rohani secara terbuka
dengan keyakinan bahwa hal tersebut berguna untuk kesembuhannya

3.

Pasien tidak khawatir keadaannya diceritakan ke pihak lain

B. Definisi Rahasia Kedokteran


PP No. 10 tahun 1966 Pasal 1 menjelaskan bahwa rahasia kedokteran adalah segala
sesuatu yang diketahui oleh orang-orang yang tersebut dalam pasal 3 (tenaga kesehatan,
mahasiswa) pada waktu atau selama melakukan pekerjaannya dalam lapangan kedokteran.
Adapun segala sesuatu yang diketahui dalam konteks ini, yaitu segala fakta yang didapat
dalam pemeriksaan pasien, interpretasinya untuk menegakkan diagnosis dan melakukan
pengobatan, meliputi:
1.
2.
3.
4.

Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan dengan alat-alat kedokteran
Fakta yang dikumpulkan oleh tenaga medis lainnya
Rahasia kedokteran/rahasia medis adalah suatu norma yang secara tradisional

dianggap sebagai norma dasar yang melindungi hubungan dokter dengan pasien. Adapun
trilogi rahasia medis, yaitu:
1. Persetujuan medis (informed consent)

2. Rekam medis
3. Rahasia medis
Rahasia medis adalah semua informasi objektif yang diberikan oleh pasien baik lisan
maupun tertulis yang didokumentasikan dalam suatu rekam medis yang kemudian digunakan
dokter untuk menetapkan diagnosis dan terapi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa isi dari rahasia
medis ini adalah milik pasien, sedangkan berkas dari rekam medis adalah milik rumah sakit.
Sehingga pasien mempunyai hak akses untuk dapat mengetahui isi dari rekam medis. Berkas
dari rekam medis disimpan rapi oleh rumah sakit. Rekam medis tidak boleh dibawa keluar
dari rumah sakit oleh dokter bahkan oleh pasiennya sendiri.
Rahasia medis ini hanya diketahui oleh dokter dan pasien. Rahasia ini harus dipegang
teguh oleh dokter, kecuali pasien sudah memberikan persetujuan medis kepada dokter untuk
memberitahukan rahasia medisnya kepada orang lain. Jadi, dokter tidak berhak untuk
menyimpan atau mengungkap isi dari rekam medis.
Peraturan mengenai menyimpan ataupun mengungkap rekam medis diatur dalam
Permenkes No.749a:
Pasal 11
Rekam medis merupakan berkas yang wajib dijaga kerahasiaannya.
Pasal 12
Pemaparan isi rekam medis hanya boleh dilakukan oleh dokter yang merawat dengan ijin
tertulis pasien.
Pasal 13
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui tentang seorang penderita,
bahkan juga setelah penderita itu meninggal dunia.
Pasien mempunyai 2 hak terhadap rahasia medis, yaitu hak akses dan hak privacy.
Hak akses adalah hak pasien atas wewenangnya untuk melihat atau mengkopi data-data
rekam medisnya sendiri. Pasien yang melihat isi dari rekam medis harus didampingi oleh
dokter sehingga tidak terjadi kesalahpahaman dalam membaca isi rekam medis. Hak privacy
adalah hak pasien untuk tidak boleh diganggu dan dicampuri urusan pribadinya oleh orang
lain tanpa persetujuannya.

Dokter harus menghargai hak pasien tersebut. Walaupun di beberapa keadaan tertentu
dapat terlanggar. Dokter berhak tidak memberitahukan seluruh isi dari rekam medis kepada
pasien dengan alasan akan membuat pasien semakain tertekan keadaan mentalnya seperti
pada pasien penyakit jiwa. Tetapi jika ia sudah sembuh/memaksa untuk melihatnya dapat kita
memperlihatkan rekam medis dengan resiko yang ditanggung sendiri. Begitu juga dengan
hak privacy, bukan merupakan pelanggaran apabila kepentingan publik menuntut
diberikannya publikasi tersebut.

C. Pihak yang Harus Menyimpan Rahasia Kedokteran


PP No. 10 tahun 1966 Pasal 2 menjelaskan bahwa pihak yang wajib menyimpan
rahasia kedokteran adalah setiap orang yang pekerjaanya berhubungan dengan pasien baik
tenaga kesehatan ataupun bukan tenaga kesehatan, baik yang telah mengucapkan sumpah
jabatan ataupun yang belum, termasuk mahasiswa.
UU No 6 tahun 1963 Pasal 2 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan tenaga
kesehatan adalah dokter, dokter gigi, apoteker, dan sarjana-sarjana lainnya dibidang
kesehatan.
PP no. 32 tahun 1996 Pasal 2 menjelaskan bahwa tenaga kesehatan terdiri dari
tenaga medis, keperawatan, kefarmasian, kesehatan masyarakat, keteknisian medis,
keterapian fisik, dan gizi. Berikut penjabarannya:
1.
2.
3.
4.

Tenaga medis: dokter dan dokter gigi


Tenaga keperawatan: perawat dan bidan
Tenaga kefarmasian: apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker
Tenaga kesehatan masyarakat: epidemiolog kesehatan, entomolog

kesehatan,

mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator kesehatan dan sanitarian


5. Tenaga keteknisian medis: radiografer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi elektromedis,
analis kesehatan, refraksionis optisien, otorik prostetik, teknisi transfusi, dan perekam
medis
6. Tenaga keterapian fisik: fisioterapis, okupasiterapis, dan terapis wicara
7. Tenaga gizi: nutrizionis dan dietisien
D. MACAM-MACAM RAHASIA KEDOKTERAN
1. Rahasia Pekerjaan

Segala sesuatu yang diketahui dan harus dirahasiakan berdasarkan lafal sumpah yang
diucapkan pada waktu menerima gelar seorang dokter.
2. Rahasia Jabatan
Segala sesuatu yang diketahui dan harus dirahasiakan berdasarkan lafal sumpah yang
diucapkan pada waktu diangkat sebagai pejabat structural/pegawai negeri.
E. PERATURAN PERUNDANGAN YANG MENGATUR WAJIB SIMPAN RAHASIA
KEDOKTERAN
Di dalam menjalankan praktik, dokter wajib menyimpan rahasia kedokterannya.
Kewajiban wajib simpan rahasia kedokteran diatur di dalam Kode Etik Kedokteran dalam
pasal 12 menetapkan :
Setiap dokter wajib merahasiakan sesuatu yang diketahuinya tentang seorang penderita
bahkan juga setelah penderita itu meninggal dunia
a. Penjelasan dan Pedoman Pelaksanaan
Kewajiban memegang teguh rahasia jabatan merupakan isyarat yang senantiasa
dipenuhi, untuk menciptakan suasana percaya mempercayai yang mutlak diperlukan
dalam hubungan dokter-pasien. Sejak dahulu, terdapat beberapa jabatan tertentu yang
mewajibkan para pejabatnya untuk merahasiakan segala sesuatu yang bersangkutan
dengan pekerjaan mereka. Kewajiban tresebut berdasarkan baik pada kepentingan umum
maupun kepentingan perorangan. Termasuk ke dalam golongan pejabat tertentu ialah
pejabat tinggi Negara, pejabat militer, pendeta, pengacara, dan beberapa pejabat dalam
dunia kedokteran seperti dokter, dokter gigi, ahli farmasi, bidan dan perawat.
Pada umumnya, kewajiban seorang pejabat untuk merahasiakan hal-hal yang
diketahuinya adalah karena tanggung jawabnya mengharuskannya demikian. Untuk itu,
setiap pelantikan dalam jabatan senantiasa dilakukan pengambilan sumpah antara lain
berintikan kesanggupan untuk menyimpan rahasia jabatan, karena kebocoran rahasia
jabatan dapat mengakibatkan gangguan stabilitas ataupun kerugian dipihak lain, yang
dapat dituntut dalam pengadilan militer dan sebagainya tergantung dari peraturan
perundang-undangan yang mengaturnya.

b. Tinjauan Lebih Lanjut Tentang Rahasia Jabatan Dokter


Sudah sejak jaman kuno, norma-norma kesusilaan yang menjadi pegangan para
dokter ialah sumpah yang diciptakan oleh Bapak Ilmu Kedokteran Hippocrates (469377 S.M). Sumpah Hippocrates maknanya tersimpul dalam segala sesuatu yang kulihat
dan kudengar dalam melakukan praktekku, akan kusimpan sebagai rahasia. Adapun
salah satu pasal tentang rahasia jabatan dokter, bunyinya sebagai berikut : Saya tidak
akan menyebarkan segala sesuatu yang mungkin saya dengar atau mungkin saya lihat
dalam kehidupan pasien-pasien saya, baik waktu menjalankan tugas jabatan saya maupun
di luar waktu menjalankan tugas jabatan itu. Semua itu akan saya pelihara sebagai
rahasia.
Setiap anggota masyarakat menghendaki agar mempunyai derajat kesehatan yang
baik. Derajat kesehatan yang baik dapat tercapai jika setiap anggota masyarakat dengan
perasaan bebas dapat mengunjungi dokter, mengemukakan dengan hati terbuka segala
keluhan tentang penderitaannya, baik jasmani maupun rohani agar mendapat pengobatan
yang sesuai. Rangkaian tersebut di atas hanya mungkin terjadi, bila setiap pasien
menaruh kepercayaan sepenuhnya kepada dokter yang memeriksanya, tanpa perasaan
takut atau khawati, bahwa dokter tersebut akan memberitahukan hal-hal mengenai
penyakitnya kepada orang lain.
Rahasia jabatan dokter ialah suatu hal yang secara intrinsic bertalian dengan segala
pekerjaan yang bersangkutan dengan ilmu kedokteran seluruhnya. Maka dari itu harus di
insyafi pula bahwa semua orang yang dalam pekerjaannya bergaul atau sedikit-dikitnya
mengetahui keadaan pasien, tetapi tidak atau belum mengucapkan janji/sumpah secara
resmi, sudah selayaknya berkewajiban juga untuk menjunjung tinggi rahasia jabatan itu.
Mereka itu antara lain mahasiswa kedokteran, perawat dan karyawan bidang kesehatan
lainnya. Kewajiban wajib simpan rahasia kedokteran juga diatur dalam pasal 48 ayat 1
UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yang berbunyi:
Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib
menyimpan rahasia kedokteran.
Dan pasal 51 huruf c Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 menyatakan adanya
kewajiban merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga
setelah pasien itu meninggal dunia.

Mengenai rahasia kedokteran dikenal adanya trilogi rahasia kedokteran yang


meliputi persetujuan tindakan kedokteran, rekam medis dan rahasia kedokteran karena
keterkaitan satu sama lain. Jika menyangkut pengungkapan rahasia kedokteran maka
harus ada izin pasien (consent) dan bahan rahasia kedokteran terdapat dalam berkas
rekam medis.
Mengenai pengertian rahasia kedokteran itu sendiri, diatur dalam pasal 1 dan pasal
2 peraturan pemerintah No. 10 Tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran
yang berbunyi :
Pasal 1: Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang
diketahui oleh orang tersebut dalam pasal 3 (tenaga kesehatan, mahasiswa kedokteran,
murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan, pengobatan dan atau perawatan, dan
orang lain yang ditetapkan oleh menteri kesehatan) pada waktu atau selama melakukan
pekerjaannya.
Pasal 2: Pengetahuan tersebut pasal 1 harus dirahasiakan oleh orang-orang yang
tersebut dalam pasal 3, kecuali apabila suatu peraturan lain yang sederajat atau lebih
tinggi dari pada peraturan pemerintah ini menentukan lain.
Kewajiban para pejabat medis untuk merahasiakan hal-hal yang diketahui karena
jabatannya atau pekerjaannya berpijak pada norma-norma susila, dan pada hakikatnya hal
tersebut merupakan kewajiban moral. Sumpah dokter berdasarkan Peraturan Pemerintah
No. 26 Tahun 1960 Tentang Lafal Sumpah Dokter selanjutnya disebut PP No. 26 Tahun
1960 sebagai berikut :
Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya
dan karena keilmuan saya sebagai dokter
Rahasia kedokteran berkaitan erat dengan hak asasi manusia, seperti tertulis dalam
United Nation Declaration of Human Right pada tahun 1984 yang intinya menyatakan:
Setiap manusia berhak dihargai, diakui, dihormati sebagai manusia dan
diperlakukan secara manusiawi, sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk
Tuhan.
F. Hal-hal yang Perlu Dirahasiakan dalam Rahasia Kedokteran

Dalam menjalankan keprofesiannya seorang dokter wajib merahasiakan segala sesuatu


yang diketahuinya mengenai pasiennya, Hal-hal mengenai rahasia kedokteran tersebut telah
dituangkan dalam sumpah dokter, Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Peraturan Pemerintah
yang dikutip sebagai berikut:
Berdasarkan Sumpah dokter berdasarkan PP 1983 Saya akan merahasiakan segala
sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai dokter.
Berdasarkan Kode Etik Kedokteran Indonesia pasal 13 Setiap dokter wajib
merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang penderita, bahkan juga
setelah penderita itu meninggal.
Berdasarkan Peraturan pemerintah no. 10 tahun 1966 tentang wajib simpan rahasia
kedokteran:
Pasal 1
Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang diketahui oleh
orang-orang tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan pekerjaannya dalam
lapangan kedokteran.
Pasal 2
Pengetahuan tersebut pasal 1 harus dirahasiakan oleh orang-orang yang tersebut dalam
pasal 3, kecuali apabila suatu peraturan lain yang sederajat atau lebih tinggi daripada
Peraturan Pemerintah ini menentukan lain.
Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1966 pasal 1 dalam Bab penjelasan terdapat kalimat
berbunyi: Segala sesuatu yang diketahuinya, mempunyai arti : segala fakta yang didapat
dalam pemeriksaan penderita, interpretasinya untk menegakkan diagnosa dan melakukan
pengobatan, mulai dari anamnese, pemeriksaan fisik, pemeriksaan dengan alat-alat
kedokteran dan sebagainya, juga termasuk fakta-fakta yang dikumpulkan oleh pembantupembantunya.

Seorang ahli obat dan mereka yang berkerja di Apotek harus pula

merahasiakan obat dan khasiatnya yang diberikan kepada pasiennya. Merahasiakan resep
dokter adalah suatu yang penting dari etik pejabat yang bekerja dalam apotek.
G. Pengungkapan Rahasia Kedokteran

Dokter wajib menjaga kerahasiaan pasiennya baik yang dikemukakan oleh pasiennya
maupun isi dari rekam medis. Walaupun telah diatur oleh undang-undang atas wajib simpan
rahasia kedokteran tetapi ada pengecualian dimana rahasia kedokteran dapat diungkapkan.
Pengungkapan rahasia kedokteran dapat dilakukan pada keadaan:
1. Atas ijin/otorisasi pasien
Pengungkapan rahasia kedokteran dapat diberikan atas dasar ijin dari pasien. Pasien
diberikan penjelasan tentang alasan pengungkapan rahasia. Dalam hal ini pasien harus
dalam keadaan yang kompeten. Demi keamanan, oleh rumah sakit biasanya dimintakan
Surat Izin Tertulis dari pasien/keluarganya secara khusus.
2. Keperluan asuransi
Untuk dapat mengungkapan rahasia kedokteran terhadap pihak asuransi, terlebih
dahulu sudah terdapat kesepakatan antara asuransi dengan pasien pada saat mengikuti
asuransi. Pihak asuransi harus menunjukkan kepada dokter lembar persetujuan pasien
atas pengungkapan rahasia medisnya. Dalam hal ini, dokter tidak perlu menjelaskan
tentang keadaan pasien secara menyeluruh, data terbatas dan hanya yang relevan.
3. Dokter perusahaan
Adanya kontrak antara dokter dengan perusahaan melalui sebuah perjanjian. Dengan
itu maka hubungan dokter dengan perusahaan menjadi nomor satu sedangkan hubungan
dokter dengan pasien menjadi nomor dua. Hal ini sudah menjadi kewajinan dokter untuk
melaporkan hal-hal yang wajib lapor kepada perusahaan walaupun data yang diberikan
hanya terbatas dan yang relevan berkaitan dengan public health & duty to warn.

4. Dokter penguji kesehatan


Adanya kontrak antara dokter dengan peminta uji kesehatan (biasanya tidak selalu
pasien sendiri). Jawaban dari hasil pemeriksaan adalah untuk peminta kesehatan. Terlebih
dahulu pasien diberitahukan tentang hal ini.
5. Kepada penguasa hukum

Adanya permintaan resmi terhadap pengungkapan rahasia kedokteran. Pengungkapan


rahasia sebaiknya diberikan dalam bentuk surat keterangan riwayat penyakit yang ditulis
dengna lengkap, jelas dan jujur serta menggunakan bahasa awam. Rekam medis tidak
boleh diberikan karena rekam medis hanya boleh keluar dari Rumah Sakit atas perintah
peradilan. Seperti yang tercantum dalam:
Pasal 51 KUHP
i. siapapun tak terpidana jika melakukan peristiwa untuk menjalankan sesuatu perintah
jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang untuk itu.
ii. Perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang tidak membebaskan
dari keadaan terpidana, kecuali dengan itikad baik pegawai yang di bawahnya itu
menyangka bahwa penguasa itu berwenang untuk memberi perintah itu dan perintah
menjalankan terletak dalam lingkungan kewajiban pegawai yang diperintah itu.
6. Menjalankan undang-undang
Pengungkapan diperlukan atas dasar kepentingan peradilan dan kepentingan
masyarakat. Seperti contoh: melaporkan kelahiran, kematian, UU wabah, UU karantina,
Peraturan pelaporan KLB, UU kesehatan kerja. Seperti yang tercantum dalam Pasal 50
KUHP: Siapapun tak terpidana, jika peristiwa itu dilakukan untuk menjalankan
ketentuan perundang-undangan.
7. Di peradilan
Dipakai sebagai alat bukti yang sah. Menurut hukum, setiap warga negara dapat
dipanggil untuk didengar sebagai saksi. Selain itu, seorang yang mempunyai keahlian
dapat juga dipanggil sebagai saksi ahli. Maka dapat terjadi bahwa seorang yang
mempunyai keahlian seperti contoh seorang dokter dipanggil sebagai saksi, sebagai ahli
sekaligus sebagai saksi (expert witness). Sebagai saksi atau saksi ahli, ia diharuskan
memberi keterangan tentang seseorang yang sebelum itu telah menjadi pasien yang
ditanganinya. Termuat dalam KUHP pasal 224:
Barang siapa yang secara sah dipanggil sebagai saksi, saksi ahli, atau sebagai
penterjemah tidak memenuhi kewajiban yang harus dipenuhi dihukum:
1. Dalam perkara Pidana dengan hukuman penjara paling lama 9 bulan;

2. Di dalam perkara lainnya dengan hukuman penjara paling lama 6 bulan.


Sebuah dilema untuk seorang dokter jika menghadapi hal seperti ini. Di satu sisi jika
dokter tidak memnuhi panggilan disa dipersalahkan. Tetapi jika memenuhi panggilan
juga dapat dipersalahkan kaena membocorkan rahasia yang dipercayakan kepadanya.
Dalam keadaan ini seolah-olah melanggar rahasia jabatannya. Maka sikap yang harus
diambil dokter:
a. Dokter tersebut dipanggil sebagai saksi ahli dan hanya diminta pendapatnya di bidang
keahliannya. Dokter dalam posisi ini tidak ada kaitannya dengan pihak-pihak yang
berperkara. Ia bebas untuk menyatakan pendapatnya mengenai perihal medis yang
ditanyakan kepadanya. Dalam situasi ini tidak ada persoalan rahasia medis sepanjang
ia tidak mengungkapkan hal-hal pribadi pasien.
b. Dokter digugat di Pengadilan oleh pasiennya atas dasar dugaan kelalaian (dokter
sebagai tergugat). Dengan adanya gugatan dari pasiennya, dianggap pasien itu sudah
membebaskan dokternya dari kewajiban untuk menyimpan rahasianya. Ia oleh
mengungkapkan rahasia medis pasien demi pembelaan diri.
c. Jika pihak pasien yang berperkara dengan pihak lain. Oleh pasien, dokter dimintakan
untuk memberikan keterangannya di bidang medis. Dalam situasi ini dokter boleh
mengungkap rahasia medis pasien tersebut atas permintaan pasien. Dalam hal ini
pasien dianggap sudah melepaskan haknya dan membebaskan dokter dari kewajiban
menyimpan rahasianya
Namun, dokter juga boleh menolak mengungkap rahasia medis jika dokter tersebut
beranggapan hal itu demi kebaikan pasien (Hak Tolak-Ungkap). Hak ini diatur dalam
KUHP Perdata pasal 1909. Namun, jika hakim berpendapat bahwa dokter itu harus
mengungkapkan, maka dokter harus mengungkapkannya.
Dokter mempunyai hak mengundurkan diri. Dalam hal perlindungan hukumnya
didapatkan berdasarkan:
1. Pasal 277 RID
a. Barang siapa yang karena martabatnya, pekerjaannya, atau jabatannya yang sah
diwajibkan menyimpan rahasia boleh minta pengunduran diri dari memberi

kesaksian akan tetapi hanya dan terutama mengenai hal yang diketahuinya dan
dipercayakan kepadanya karena martabatnya, pekerjaannya, atau jabatannya itu.
Tetapi hak undur itu tidak timbul begitu saja karena adalah hak hakim untuk
menentukan apakah alasan pengunduran diri itu dapat diterima atau tidak.
b. Pertimbangan apakah permintaan untuk mengundurkan diri itu beralasan atau
tidak diserahkan kepada pengadilan Negara atau jika yang dipanggil untuk
memberikan kesaksian itu orang asing maka pertimbangan itu diserahkan kepada
ketua pengadilan Negara.
2. Pasal 170 KUHP
8. Daya paksa
Pengungkapan rahasia kedokteran terjadi pada keadaan Overmatch (lawan berat) dan
Noodtoestand (darurat) seperti contoh: child abuse dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Seperti yang tercantum dalam Pasal 48 KUHP Siapapun tak terpidana, jika melakukan
peristiwa karena terdorong oleh keadaan terpaksa.
9. Konsultasi profesional
10. Pendidikan dan pelatihan
Seperti yang tercantum dalam Permenkes No.749a/1089 pasal 14c: Rekam medis
dapat dipakai sebagai bahan untuk keperluan penelitian dan pendidikan.

H. Sanksi bagi Dokter yang telah Membuka Rahasia Kedokteran


PASAL 322 KUHP
(1) Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan
atau pencahariannya, baik yang sekarang, maupun yang dahulu, diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak Rp 600.(2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat
dituntut atas pengaduan orang itu.

PASAL 112 KUHP


Barangsiapa dengan sengaja mengumumkan surat-surat, berita-berita atau keterangan
keterangan yang diketahui bahwa harus dirahasiakan untuk kepentingan negara, atau
dengan sengaja memberitahukan atau memberikannya kepada negara asing, kepada
seorang raja atau suku bangsa, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun
PASAL 4 PP No 10 TAHUN 1966
Terhadap pelanggaran ketentuan mengenai wajib simpan rahasia kedokteran yang
tidak atau tidak dapat dipidana menurut pasal 322 atau pasal 112 KUHP, menteri kesehatan
dapat melakukan tindakan administratip berdasarkan pasal UU tentang tenaga kesehatan
Seorang dokter yang dengan sengaja membuka rahasia yang diketahuinya tentang
seorang pasien dapat dikatakan telah melanggar sumpah dan juga melakukan pelanggaran
hukum. Dalam hal ini berarti dokter telah melakukan pelanggaran etikolegal. Selain telah
melakukan pelanggaran etika, juga melakukan pelanggaran hukum. Adapun sanksi yang
dijatuhkan pada dokter tersebut bisa berupa sanksi disipliner, sanksi pidana, sanksi perdata,
sanksi administratif dan juga sanksi dari masyarakat.
Dokter yang terbukti membuka rahasia kedokteran atas penyakit pasien dapat dikenakan
sanksi yaitu berupa sanksi disipliner. Tujuan hukuman disiplin yang dijatuhkan terhadap
tenaga kesehatan yang didalamnya mencakup dokter yang telah melakukan kesalahan adalah
untuk memperbaiki dan mendidik tenaga kesehatan yang bersangkutan. Oleh karena itu, jika
hukuman disiplin dalam bidang pelayanan kesehatan diterapkan bagi tenaga kesehatan, maka
akan dengan sendirinya rasa tanggung jawab yang mendalam akan mendorong mereka untuk
melakukan kewajiban profesi dan mematuhi ketentuan-ketentuan hukum yang ditentukan.
Di Indonesia terdapat dua badan yang mengemban tugas yaitu untuk mengawasi etika
kedokteran, yaitu MKEK dan Panitia Pertimbangan dan Pembinaan Etik Kedokteran (yang
selanjutnya disebut P3EK). Jika seorang dokter diduga telah melakukan pelanggaran etika
murni tanpa pelanggaran hukum maka dia akan dipanggil oleh MKEK Ikatan Dokter
Indonesia (yang selanjutnya disebut IDI) dan disidang untuk dimintai pertanggungjawaban
etik maupun disiplin profesinya. Tujuannya dari persidangan MKEK adalah untuk
mempertahankan akuntabilitas dan profesionalisme serta keluhuran profesi kedokteran. Saat
ini memang tugas untuk menyidangkan kasus dugaan pelanggaran disiplin atau etik di

kalangan kedokteran dilaksanakan oleh MKEK sebelum nantinya akan digantikan oleh
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (yang selanjutnya MKDKI), sesuai
dengan yang diatur oleh UU Pradok.
Terkait dengan sanksi pidana, pada pembahasan sebelumnya sudah diulas bahwa hal itu
diatur dalam Pasal 322 KUHP. Pembocoran rahasia yang wajib disimpan karena jabatan atau
pekerjaan ini merupakan delik aduan, dimana jika kejahatan dilakukan terhadap seseorang
tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat dituntut atas pengaduan orang itu.
Kewajiban menyimpan rahasia pasien diatur di dalam UU Pradok yang diberlakukan
sejak tanggal 6 Oktober 2005. Dengan adanya ketentuan di dalam UU Pradok sebagai lex
specialis, maka Pasal 322 KUHP ini tidak berlaku lagi bagi dokter dan dokter gigi, tetapi
tetap diberlakukan bagi tenaga kesehatan di luar dokter dan dokter gigi. Namun di dalam
praktik, masih dimungkinkan dicantumkannya Pasal 322 KUHP ini sebagai tuntutan subsider
oleh penuntut umum.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dokter wajib menjaga semua kerahasiaan yang ada padanya, dan rahasia tersebut hanya
dapat dipaparkan pada kondisi kondisi tertentu, seperti :
1.
2.
3.
4.

Atas ijin / otoritas pasien


Keperluan asuransi
Dokter perusahaan
Dokter penguji kesehatan

5. Kepada penguasa hokum


6. Menjalankan undang undang
7. Di peradilan
8. Daya paksa
9. Konsultasi profesional
10. Pendidikan dan pelatihan.
Yang mana berarti, di luar kondisi kondisi tersebut di atas, dokter dilarang untuk
memaparkan kerahasiaan daripada pasien

DAFTAR PUSTAKA
Amir, Amri, 1997, Bunga Rampai Hukum Kesehatan, Jakarta: Widya Medika.
Isfandyarie, Anny, 2005, Malpraktik dan Risiko Medik dalam Kajian Hukum Pidana, Jakarta:
Prestasi Pustaka Publisher.
Isfandyarie, Anny dan Fachrizal Afandi, 2006, Tanggung Jawab Hukum dan Sanksi bagi Dokter
Buku ke II, Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Indonesia. Kode etik kedokteran dan pedoman
pelaksanaan kode etik kedokteran Indonesia. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia; 2002.

Majelis Kode Etik Kedokteran Indonesia (2004). Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Pedoman
Pelaksanaan Kode Etik Kedokteran Indonesia, IDI.
Permenkes RI No. 749a/MENKES/PER/XII/1989 tentang Rekam Medis

PP No. 10 Tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran


PP No. 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1960 Tentang Lafal Sumpah
Dokter atas Kode Etik Kedokteran Indonesia dalam penjelasan dan pedoman pelaksanaan.
Republik Indonesia. Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran
dalam Undang-Undang Praktik Kedokteran.
Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1966 Tentang Wajib Simpan Rahasia
Kedokteran.
UU No 6 Tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan

Anda mungkin juga menyukai