Anda di halaman 1dari 16

IV.

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


Praktikum

kali

ini

dilakukan

untuk

menguji

aktivitas

bahan

antimikroorganisme dari bahan pengawet alami. Bahan pengawet makanan adalah


bahan yang ditambahkan pada makanan untuk mencegah atau menghambat
kerusakan pada produk makanan itu, terutama kerusakan oleh mikroorganisme.
Bahan pengawet digunakan untuk mencegah atau memperlambat terjadinya
kerusakan makanan, baik secara kimiawi maupun mikrobiologis. Penggunaan
pengawet ini biasanya dilakukan produsen makanan yang mudah rusak. Makanan
dapat rusak melalui perubahan-perubahan yang disebabkan oleh adanya enzim,
oksigen, atau cahaya, kehilangan kelembapan dan yang terpenting adalah aktivitas
mikroorganisme. Termasuk bahan pengawet yang digunakan untuk mencegah
perubahan oleh oksigen, cahaya, dan enzim adalah bahan antioksidan dan
antipencokelatan. Jenis bahan pengawet yang digunakan untuk mencegah atau
menghambat kerusakan mikrobiologis dikenal sebagai zat antimikroba. Beberapa
zat antimikroba telah digunakan selama berabad-abad sampai sekarang seperti
gula, garam, asap kayu, dan cuka.
Antimikroba adalah senyawa biologis atau kimia yang dapat mengganggu
pertumbuhan dan aktivitas mikroba, khususnya mikroba perusak dan pembusuk
makanan. Zat antimikroba dapat bersifat bakterisidal (membunuh bakteri),
bakteristatik (menghambat pertumbuhan bakteri), fungisidal (membunuh kapang),
fungistatik (menghambat pertumbuhan kapang), ataupun germisidal (menghambat
germinasi spora bakteri).
Zat antimikroba dapat dibagi menjadi dua, yaitu antimikroba alami dan
antimikroba buatan. Antimikroba alami adalah zat antimikroba yang terdapat
didalam alam, contohnya adalah rempah-rempah. Antimikroba buatan merupakan
zat antimikroba yang dapat dibuat oleh manusia dengan cara proses penambahan
zat kimia. Rempah-rempah yang digunakan sebagai zat antimikroba merupakan
sejenis tanaman atau sayuran beraroma yang dapat berupa rimpang, daun, kulit
pohon, buah, biji, maupun bagian tanaman lainnya yang digunakan untuk
meningkatkan cita rasa makanan. Tujuan penambahan rempah-rempah dalam
masakan adalah untuk meningkatkan cita rasa, sehingga mampu membangkitkan

selera makan, serta menjadi bahan pengawet, yaitu bersifat sebagai antimikroba
dan antioksidan (Firdaus, 2011).
Mekanisme dari penghambatan mikroorganisme oleh zat antimikroba
dipengaruhi oleh :
1. Gangguan pada senyawa penyusun dinding sel
Pada dinding sel terdapat komponen lipofilat yang dapat menyebabkan
perubahan komposisi penyusun dinding sel. Bakteri gram positif mengalami
penghambatan senyawa antimikroba yang lebih efektif jika dibandingkan
dengan bakteri gram negatinf, hal ini dikarenakan bakteri gram positif
memiliki dinding sel yang 90% terdiri dari peptidoglikan, sisanya adalah
asam teikoat, tetapi pada bakteri gram negatif komponen dinding selnya
mengandung 5-20 persen peptidoglikan, selebihnya terdiri dari protein,
lipopolisakarida, dan lipoprotein.
2. Peningkatan permeabilitas membran sel yang dapat menyebabkan
kehilangan komponen penyusun sel
3. Menginaktivasi enzim
Enzim akan membutuhkan energy yang besar untuk mempertahankan
kelangsungan aktivitas mikroba, sehingga energy yang dipakai untuk
pertumbuhan berkurang, sehingga aktivitas mikroba menjadi terhambat atau
jika kondisi ini berlangsung lama akan mengakibatkan pertumbuhan
mikroba terhenti
4. Destruksi atau kerusakan fungsi material genetik.
Komponen bioaktif dapat mengganggu pembentukan asam nukleat (RNA
dan DNA), yang nantinya akan menggangu proses pembelahan sel untuk
pembiakan.
Setiap jenis senyawa antimikroba mempunyai kemampuan penghambatan
yang khas untuk satu jenis mikroba tertentu (Frazier dan Westhoff, 1988).
Beberapa jenis rempah-rempah yang diketahui memiliki aktivitas antimikroba
yang cukup kuat adalah bawang merah, bawang putih, cabe merah, jahe, kunyit
dan lengkuas
Praktikum kali ini melakukan pengujian terhadap berbagai macam zat
antimikroba alami. Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari cara pengujian
efektivitas senyawa antimikroba dari bahan pengawet alami. Sampel yang
digunakan adalah daun temu mangga, jahe, bawang putih, daun biji ketapang,
amoxilin, dan chloramphenicol. Metode yang akan digunakan adalah metode

Kirby-Bauer antibiotik testing. Metode ini menggunakan antibiotik untuk menguji


ketahanan suatu bakteri terhadap antibiotik. Bakteri akan ditumbuhkan pada suatu
media agar yang di dalamnya terdapat antibiotic pada paper-disc. Apabila
anibiotik tersebut bekerja dengan baik, maka bakteri (mikroorganisme) tidak
tumbuh pada sekeliling paper-disc sehingga menimbulkan zona bening. Zona
bening yang terbentuk kemudian diukur. Jika zona bening yang terbentuk tidak
membentuk lingkaran sempurna, maka dilakukan pengukuran pada beberapa titik
kemudian dirata-ratakan.
Mikroba yang digunakan pada praktikum ini adalah E.coli . Bakteri ini
merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang, anaerob fakultatif dan
umumnya ditemukan pada usus besar manusia. Bakteri E.coli dioleskan di
permukaan media NA yang telah membeku di dalam cawan petri dengan swab.
Sampel yang akan digunakan dihaluskan dengan menggunakan mortar, paper disc
lalu direndam di dalam sampel selama 15 menit. Perendaman ini bertujuan agar
kultur meresap dan mengering di paper disc. Paper disc diambil menggunakan
pinset dari masing-masing larutan sampel, lalu tempatkan pada masing-masing
cawan petri dengan sedikit ditekan agar menempel. Media lalu diinkubasi pada
suhu 37oC selama 2 hari. Zona bening yang terbentuk dihitung diameter dan
diklasifikasikan berdasarkan literatur.
Zona bening terbentuk akibat adanya aktivitas antimikrorganisme yang
menghambat pertumbuhan bakteri. Zona bening tersebut merupakan zona yang
tidak ditumbuhi oleh mikroorganisme. Pengukuran zona bening dilakukan dengan
cara mengukur panjang zona bening dengan penggaris, jika zona bening tidak
membentuk lingkaran sempurna maka pengukuran dilakukan di beberapa titik lalu
dirata-ratakan. Hasil pengukuran lalu dibandingkan dengan tabel yang merupakan
hubungan antara zat aktif pada antimikroba dengan zona bening yang terbentuk.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Zona Bening Antimikroba Bahan Alami dan


Buatan

Kel.

Sampel

Diameter
zona
bening
(mm)

Efektivitas

Gambar

Amoxilin

28,25 mm

Jahe

18,50 mm

Amoxilin

27,63 mm

Temu Mangga

11,12 mm

Amoxilin

11,50 mm

Bawang Putih

12,50 mm

Chloramphenicol

17,70 mm

Biji Ketapang

12,10 mm

Sensitif

1.

Sensitif

2.

Intermediet

3.

4.

Sensitif

5.

Chloramphenicol

30,50 mm

Temu Mangga

19,50 mm

Chloramphenicol

20,00 mm

Bawang Putih

29,70 mm

Amoxilin

19,00 mm

Jahe

13,50 mm

Amoxilin

16,50 mm

Temu Mangga

16,00 mm

Sensitif

Sensitif

6.

Sensitif

7.

8.

Sensitif

Amoxilin

23,75 mm

Sensitif

Bawang Putih

24,25 mm

Chloramfenocol

37,00 mm

Biji Ketapang

15,50 mm

Chloramphenicol

39,00 mm

Sensitif

Temu Mangga

15,50 mm

Sensitif

9.

Sensitif

10.

11.

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014)


Tabel 2. Tabel Interpretasi Ukuran Zona Penghambat
Diameter of zone inhibition (mm)
Antibiotik
Disc Consentration
Resistant Intermediate Sensitive
Ampicilin
10 g
11 or less 12-13
14 or more
Ampicilin or penicillin 10 g
20 or less 21-18
29 or more
Bacitracin
10 g
8 or less 9-12
13 or more
Cephalothin
30 g
14 or less 15-17
18 or more
Chloramphenicol
30 g
12 or less 13-17
18 or more
Erythromycin
15 g
13 or less 14-17
18 or more
Gentamicin
10 g
12 or less 13-14
15 or more
Novobiocin
30 g
17 or less 18-21
22 or more

Vancomycin
30 g
Streptomycin
10 g
Sulfanilamide
300 g
Petracycline
30 g
Sumber : Cappucino et.al, 1987

9 or less
11 or less
12 or less
14 or less

10-11
12-14
13-16
15-18

12 or more
15 or more
17 or more
19 or more

Berdasarkan tabel diatas terdapat 3 jenis antimikroba, yaitu :

Antimikroba resisten : Zat yang tidak bisa dikatakan sebagai antimikroba.

Antimikroba sensitif : Antimikroba yang bisa membunuh mikroba.

Antimikroba intermediet : Zat yang bisa digunakan sebagai antimikroba tetapi


tidak membunuh mikroba secara langsung.
Keberadaan

pengawet

pangan

alami

sangat

diharapkan

dapat

mempertahankan mutu pangan. Pengawet pangan bertujuan untuk menghambat


pembusukan dan menjamin mutu awal pangan agar sifat fisik dan kimia pangan
dapat dipertahankan selama penyimpanan. Pengawet pangan alami lebih disukai
karena dianggap lebih aman terhadap kesehatan manusia dibandingkan pengawet
sintetis (Houghton dan Raman, 1998).
4.1

Amoxilin
Amoxicillin adalah nama dagang dari obat antibiotik golongan penisilin sub

golongan amoksisilin, yaitu amoksisilin trihidrat. Obat golongan ini bekerja


sebagai broad-spectrum (bisa digunakan untuk membunuh bakteri gram positif
dan bakteri gram negatif) seperti Salmonella, Shigella, dan lain-lain. Antibiotik
didefinisikan sebagai obat yang membunuh atau memperlambat pertumbuhan
bakteri.

Gambar 1. Amoxicillin

(Anonim, 2012)
Berdasarkan hasil praktikum yang dibandingkan dengan tabel 2, kelompok
1A, 2A, 9A, 7A, dan 8A amoxilin bersifat sensitif karena luas zona beningnya
lebih dari 14 mm. Sedangkan kelompok 3A luas zona beningnya antara 12 13
dan termasuk intermediet. Seharusnya amoxicillin sensitif terhadap E. coli. Hal ini
mungkin disebabkan oleh ketidakakuratan praktikan dalam bekerja atau
konsentrasi amoxicillin yang digunakan terlalu rendah.
Amoxilin merupakan salah satu jenis zat antimikroba yang memiliki daya
penghambat tinggi sehingga sering dimanfaatkan sebagai zat antibiotik. Meskipun
bakteri E.coli merupakan salah satu bakteri yang kuat untuk bertahan hidup
terhadap perlakuan sanitasi, penambahan amoxilin berhasil untuk menghentikan
aktivitas bahkan pertumbuhan dari bakteri E.coli. Amoxilin termasuk kedalam zat
antimikroba yang sensitif dimana zat tersebut dapat menghambat bahkan
membunuh pertumbuhan bakteri (bakterisidal)(Anonim, 2008).
4.2

Chloramphenicol
Kloramfenikol merupakan obat pilihan untuk penyakit tifus, paratifus dan

salmonellosis lainnya. Untuk infeksi berat yang disebabkan oleh H. influenzae


(terutama infeksi meningual), rickettsia, lymphogranuloma-psittacosis dan
beberapa bakteri gram-negatif yang menyebabkan bakteremia meningitis, dan
infeksi berat yang lainnya. Kloramfenikol menghambat metabolisme dikumarol,
fenitoin, fenobarbital, tolbutamid, klorpropamid dan siklofosfamid.
Kloramfenikol adalah antibiotik yang mempunyai aktifitas bakteriostatik,
dan pada dosis tinggi bersifat bakterisid. Aktivitas antibakterinya dengan
menghambat sintesa protein dengan jalan mengikat ribosom subunit 50S, yang
merupakan langkah penting dalam pembentukan ikatan peptida. Kloramfenikol
efektif terhadap bakteri aerob gram-positif, termasuk Streptococcus pneumoniae,
dan beberapa bakteri aerob gram-negatif, termasuk Haemophilus influenzae,
Neisseria meningitidis, Salmonella, Proteus mirabilis, Pseudomonas mallei, Ps.
cepacia, Vibrio cholerae, Francisella tularensis, Yersinia pestis, Brucella dan
Shigella.

Berdasarkan hasil pengamatan kelompok 4A, 5A, 6A, 10A, dan 11 A luas
zona bening dari chloramphenicol angkanya lebih dari 18. Sehingga
chloramphenicol sangat sensitif terhadap bakteri E. coli sesuai dengan literatur.
4.3

Jahe
Jahe

merupakan

rempah-rempah

yang

mengandung

minyak

atsiri

zingiberena (zingirona), zingiberol, bisabolena, kurkumen, gingerol, filandrena,


dan resin pahit. Sari jahe dapat menghambat bakteri penyebab infeksi makanan
yaitu Escherichia coli, Salmonella thompson dan Vibrio cholerae (Lienni, 1991).
Diketahui pula bahwa perlakuan sterilisasi dengan otoklaf tidak merusak aktivitas
antimikroba dalam sari jahe dan penghambatan akan semakin meningkat dengan
semakin meningkatnya konsentrasi sari jahe yang ditambahkan.
Umbi jahe mngandung senyawa oleoresin atau gingerol yang berfungsi
sebagai antioksidan. Rimpang jahe mengandung lemak, protein, pati, damar, asam
organik, oleoresin (gingerin), dan minyak terbang (zingeron, zingerol, zingeberol,
zingiberin, borneol, sineol, dan feladron). Senyawa antimikroba yang terkandung
dalam jahe adalah zingiberol, zingerol, zingeron, shogaol, trans-kariofilena,
eugenol, miristin, N-terpinena, 1,8-sineol, terpineol, Z-sitral, geranial, 3-karena,
1-limonena, dan N-pinena.
Berdasarkan hasil praktikum, area bening pada jahe sebesar 18,5 (kelompok
1A) dan 13,5 mm (kelompok 7A). Angka ini >11, maka dapat dikatakan bahwa
jahe sensitif terhadap bakteri E.coli. Berdasarkan uji fitokimia jahe memiliki
kandungan minyak atsiri, fenol yang larut dalam pelarut etanol, berdasarkan
uraian ini dapat diharapkan bahwa ekstrak dari tanaman jahe (Zingiber officinale
Rosc) dapat menghambat pertumbuhan dari bakteri Eschercia coli dan
Staphylococcus aureus.
4.4

Temu Mangga
Temu mangga adalah tanaman dalam kelompok tanaman herbal empn-

empon yang bercirikan dengan umbi yang berwarna kuning dan berbintik seperti
jahe serta memiliki ciri khas yang sangat aromatik dari bau dan rasa seperti bau
mangga. Tanaman temu mangga termasuk dalam jenis tanaman temu-temuan

seperti temulawak, temu putih, temu giring, dan lain-lain. Temu mangga
mengandung minyak asiri, kurkumin, amilum, tanin, gula, damar, saponin,
flavonoid dan ribosome in activating protein (RIP) yang dapat menghambat
perkembangbiakan sel kanker.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan sampel temu mangga
menunjukkan area bening seluas 11,25 mm (kelompok 2A), 19,5 mm (kelompok
5A), 16 mm (kelompok 8A), dan 15,5 mm (kelompok 11A) sehingga bersifat
sensitif terhadap bakteri E. coli. Temumangga berdasarkan amipicilin termasuk
antimikroba resiten karena memiliki rata-rata luas zona bening kurang dari 11.
4.5

Biji Ketapang
Daun ketapang digunakan untuk mengobati rematik pada sendi. Biji

ketapang mengandung minyak mirip minyak almond, bila dimakan berkhasiat


meredakan radang rongga perut. Tanin dari pepagan dan daunnya digunakan
sebagai astringen pada disentri dan sariawan serta sebagai diuretik, kardiotonik
dan dipakai sebagai obat luar pada erupsi kulit. Manfaat lain dari tanaman
ketapang adalah sebagai obat muntaber dan pelancar asi.
Tanaman ketapang (Terminalia catappa L.) mengandung minyak lemak,
tanin, saponin. Zat-zat yang terkandung pada pohon ketapang di antaranya
violaxanthin, lutein, dan zeaxanthin, serta dapat ditemukan juga senyawa
flavonoid seperti kuersetin dan asam fenolat. Daun ketapang juga mengandung
tannin, alkaloid, flavonoid, saponin, fenolik dan minyak atsiri. Zat kimia dalam
ekstrak daun ketapang yang diduga bersifat antibakteri adalah tannin dan
flavonoid.
Berdasarkan pengamatan yang sudah dilakukan, luas zona bening pada biji
ketapang yaitu 12,25 mm (kelompok 4A) dan 14,5 mm (kelompok 10A). Hal ini
menunjukkan bahwa biji ketapang sesuai dengan chloramphenicol bersifat
intermediet sebagai antimikroba.
4.6

Bawang Putih
Bawang putih merupakan salah satu jenis rempah-rempah yang biasa

dijadikan bumbu masakan. Bawang mentah penuh dengan senyawa-senyawa

sulfur, termasuk zat kimia yang disebut alliin yang membuat bawang putih mentah
terasa getir atau angur. Bawang putih mempunyai manfaat untuk menurunkan
kolesterol, mengobati penyakit kulit, melancarkan sirkulasi darah, mengatur gula
darah, sebagai atibakteri, menurunkan tekanan darah, menurunkan resiko kanker
paru, kesehatan jantung, dan lain-lain.
Bawang putih mengandung zat antibakteri dan antijamur. Bawang putih juga
dapat mempertahankan sistem kekebalan tubuh, yang dalam kasus HIV sangat
dibutuhkan. Bawang putih terbukti efektif melawan sejumlah infeksi oportunistik
(IO) termasuk herpes virus, sitomegalovirus, kriptosporidiosis (kripto), dan
organisme mikobakteri atau kandida. Bawang putih mengandung sulfur, asam
amino, zat mineral termasuk germanium, selenium, dan zink, serta vitamin A, B,
dan C. Allicin dipercaya sebagai zat kandungan bawang putih yang paling banyak
memberikan manfaat, selain menghasilkan bau yang menyengat itu.
Berdasarkan hasil pengamatan, luas zona bening bawang putih yaitu 12,25
mm (kelompok 3A), 29 mm (kelompok 6A), dan 24,25 mm (kelompok 9A).
Sehingga terbukti bahwa bawang putih sensitif sebagai antimikroba.
Keefektifan penghambatan merupakan salah satu kriteria pemilihan suatu
senyawa antimikroba untuk diaplikasikan sebagai bahan pengawet bahan
pangan. Semakin kuat penghambatannya semakin efektif digunakan. Kerusakan
yag ditimbulkan komponen antimikroba dapat bersifat mikrosidal (kerusakan
tetap) atau mikrostatik (kerusakan sementara yang dapat kembali). Suatu
komponen akan bersifat mikrosidal atau mikrostatik tergantung pada konsentrasi
dan kultur yang digunakan.
Setiap rempah-rempah memiliki daya antimikroba yang berbeda-beda.
Ekstrak bawang merah mempunyai efek bakterisidal terhadap Staphylococcus
aureus dan Shigella dysentriae. Bubuk jahe mempunyai efek bakterisidal terhadap
Micrococcus varians, Leuconostoc sp., dan Bacillus subtilis, serta bersifat
bakteristatik terhadap Pseudomonas sp. dan Enterobacter aerogenes. Ekstrak
bawang putih mentah juga mempunyai aktivitas antimikroba terhadap
Escherichia coli, Staphylococcus sp, Proteus vulgaris, Bacillus subtilis, Serratia
marcescens, dan Shigella dysentriae. Rempah-rempah yang juga bersifat

antimikroba antara lain lengkuas, cengkeh, temulawak, keluwek, ketumbar, dan


cabai merah.
Rempah-rempah dapat membunuh mikroba patogen karena adanya minyak
atsiri. Minyak atsiri berperan sebagai antimikroba dengan cara menggangu proses
terbentuknya dinding sel sehingga tidak terbentuk dengan sempurna. Minyak
atsiri yang aktif sebagai antimikroba pada umumnya mengandung gugus fungsi
hidroksil (-OH) dan karbonil. Turunan fenol berinteraksi dengan sel bakteri
melalui proses adsorpsi. Pada kadar rendah terbentuk kompleks protein fenol
dengan ikatan lemah dan segera mengalami

penguraian dan presipitasi serta

denaturasi protein pada sel bakteri (Ajizah, 2004)

.
V.

PENUTUP

V.1 Kesimpulan
1. Penghambatan

mikroorganisme

oleh

senyawa

antimikroba

dapat

disebabkan oleh gangguan pada senyawa penyusun dinding sel,


peningkatan permeabilitas membran sel yang dapat menyebabkan

kehilangan komponen penyusun sel, menginaktivasi enzim, destruksi atau


kerusakan fungsi material genetic.
2. Hampir semua sampel yang digunakan adalah antimikroba jenis sensitif.
3. Zat antimikroba berfungsi untuk menghambat pertumbuhan mikroba.
4. Efektifitas bahan pengawet dibagi menjadi 3 kategori yaitu resistant, intermediet,
dan sensitif.
V.2

Saran

DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2012.
Pendahuluan.
Avalaible
online
at
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle (Diakses pada tanggal 17
September 2014).
Ardani,
Triana.
2010.
Minyak
Atsiri.
Avalaible
online
at
http://mfi.farmasi.ugm.ac.id/files/news/7._Triana.pdf
(diakses
pada
tanggal 17 September 2014)
Buckle, K.A., R.A Edwards., G.H Fleet., dan M. Wootton. 1987. Ilmu Pangan.
Penerjemah Hari Purnomo dan Adiono. Penerbit Universitas Indonesia.
Jakarta.
Cappucino, J.G, N. Sherman. 1987. Microbiology : A Laboratory Manual. The
Benjamin Cummings Publ. Comp, Inc. USA
Darwis, A.A. dan E. Sukara. 1989. Teknologi mikrobial. Pusat Antar Universitas
Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor.

Desroiser, Norman W.1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerbit Universitas


Indonesia. Jakarta.
Fardiaz, Srikandi. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. PT Gramedia: Jakarta
Frazier, W.C. dan Westhoff, D.C. (1988). Food Microbiology. New York:
McGraw-Hill Book Company.
Mutholib, Abdullah, 2009. Antibakteri Ekstrak Etanol Rimpang Jahe (Zingiber
officinale rosc.) terhadap Bakteri S. aureus dan E. coli.http : //olipfaradayzone.blogspot.com/2009/11antibakteri-ekstrak-atanol-rimpangjahe.html (Diakses pada 17 September 2014).

JAWABAN PERTANYAAN

1. Seberapa besar efektifitas ekstrak kunyit sebagai antimikroba alami bila


dibandingkan dengan Penicillin?
Jawab :
Efektifitas ekstrak kunyit sebagai zat antimikroba lebih tinggi dibandingkan
penicilin. Karena pada kedua penicilin tidak ada zona bening
2. Diskusikan kesulitan-kesulitan

yang

dialami

saat menguji efektivitas

antimikroba menggunakan metode Kirby-Bauer!


Jawab :
Kesulitan-kesulitan yang dialami saat menguji efektivitas antimikroba
menggunakan metode Kirby-Bauer yaitu pada saat memasukkan paper disc ke

dalam cawan petri yang berisi kultur mikroba karena paper disc tersebut sangat
kecil. Selain itu, juga pada saat mengamati luas area zona terang karena zona
terangnya terlihat kurang jelas. Tetapi setelah diperhatikan lagi dengan
seksama, zona terang tersebut akhirnya terlihat.

Anda mungkin juga menyukai