Anda di halaman 1dari 2

HEMAT LISTRIK

Kata-kata hemat listrik sering kita dengar di berbagai tempat dan kesempatan.
Bahkan, mungkin, orang tua kita sudah memperkenalkan kita dengan kata-kata
ini sejak kecil dengan kalimat pamungkasnya seperti, Tolong matikan lampu
halaman Nak, hari sudah terang. Sayang listriknya! atau, Matikan TV-nya kalau
nggak ditonton. Hemat listrik!.
Pada saat itu, yang terpikir dalam benak kita saat orang tua meminta untuk
mematikan lampu/TV saat tidak dipakai adalah agar membayar listriknya tidak
mahal karena semakin lama barang elektronik menyala berarti semakin banyak
listrik dari PLN yang kita pakai yang berarti pula semakin besar biaya listrik yang
harus dibayar. Kalau kita enggak mampu bayar, bersiap-siaplah untuk tidak bisa
menyalakan alat-alat elektronik di rumah alias aliran listrik diputus PLN (kecuali
yang dapat dinyalakan dengan baterai).
Namun sesungguhnya, hemat listrik yang disebutkan di atas dampaknya tidak
hanya berhubungan dengan berapa uang yang harus kita keluarkan untuk
membayar tagihan listrik setiap bulannya. Kalau hanya sekedar itu maka, orangorang kaya alias berduit tidak perlu hemat listrik karena mereka memiliki banyak
uang untuk membayar berapa pun biaya listrik yang harus mereka bayar ke PLN.
Dengan hemat listrik, sesungguhnya kita sedang menghemat sumber-sumber
enerji yang ada di alam ini. Jika sumber-sumber enerji habis, maka tidak ada
listrik yang dapat dihasilkan.
Tentu kita akan bertanya, Apa hubungan antara listrik dan sumber enerji yang
ada di alam?. Untuk menjawab pertanyaan ini, mari kita lihat bagaimana listrik
yang dipakai di rumah-rumah dihasilkan. Ada 2 cara yang cukup dikenal untuk
menghasilkan/memproduksi listrik. Cara yang pertama dan paling umum
digunakan adalah dengan menggerakkan/memutar sebuah alat yang disebut
generator. Cara yang kedua adalah dengan memanfaatkan sebuah zat yang
dapat menghasilkan listrik jika terkena sinar matahari. Zat yang kedua ini sering
disebut solar cell.
Untuk menggerakkan/memutar generator, ada beberapa cara yang biasa
dilakukan. Salah satunya adalah dengan mengalirkan uap air bertekanan tinggi

melewati generator tersebut sehingga ia berputar dan menghasilkan listrik.


Inilah yang disebut dengan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).

Gambar 1: Skema pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). (Sumber:


http://indone5ia.wordpress.com/2012/02/17/prinsip-kerja-pembangkit-listriktenaga-nuklir/, dengan sedikit diedit)
Untuk mendapatkan uap bertekanan tinggi,

diperlukan sumber panas untuk

menaikkan tekanannya sampai ke besar tekanan yang diperlukan agar mampu


menggerakkan si generator. Sumber panas ini dapat berasal dari berbagai
sumber enerji di alam yaitu, bahan bakar fossil (semua yang berasal dari minyak
bumi, gas bumi dan batu bara), zat nuklir, panas bumi, dan sinar matahari.
Namun sekarang-sekarang ini, pemakaian bahan bakar fossil-lah yang masih
mendominasi

sumber

panas

yang

diperlukan

untuk

menghasilkan

uap

bertekanan tinggi di seluruh dunia. Di Indonesia, 42% dari rata-rata jumlah listrik
yang dihasilkan/diproduksi dari tahun 2005 2011 berasal dari batu bara
(sumber:

http://prokum.esdm.go.id/Publikasi/Statistik/Statistik

%20Listrik_2012.pdf).
Nah, sekarang sudah taukan kenapa kita harus mematikan lampu saat tidak
dipakai. Jangan sampai anak cucu kita kehabisan sumber-sumber enerji di alam
karena perilaku boros yang kita lakukan. So.., tunggu apa lagi. Lets do it.

Anda mungkin juga menyukai