Anda di halaman 1dari 2

Editorial

Tuberkulosis Multi Drug Resistance


(TB-MDR)

Erlina Burhan
Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/
Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta
Ketua Bidang Penyakit Menular PB IDI

Pendahuluan
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan
sepertiga penduduk dunia terinfeksi Mycobacterium tuberculosis, dan pada tahun 2009 diperkirakan terdapat 9,27 juta
kasus baru Tuberkulosis di seluruh dunia. Di seluruh dunia,
TB merupakan penyakit infeksi terbesar nomor dua
penyumbang angka mortalitas dewasa yang menyebabkan
sekitar 1,7 juta kematian (WHO 2008). Negara dengan
prevalensi TB terbesar adalah India, Cina, Afrika Selatan,
Nigeria dan Indonesia. Di Indonesia, diperkirakan terdapat
528 000 kasus baru TB per tahun. TB juga menduduki
peringkat 3 dari 10 penyebab kematian yang menyebabkan
146 000 kematian setiap tahun (10% mortalitas total). Program TB yang berkinerja baik memastikan rejimen yang
adekuat, suplai obat yang berkualitas dan tidak terputus serta
pengawasan menelan obat yang berorientasi kepada pasien
akan meningkatkan case-holding. Suatu standard mutu
penanganan yang baik sesuai Internasional Standard for
Tuberculosis Care (ISTC) sangat penting untuk menyembuhkan penderita TB, mencegah penularan penyakit kepada
anggota keluarga dan kontak serta menjaga kesehatan
masyarakat pada umumnya. Penanganan yang substandard
(di bawah standard) akan berakibat kegagalan pengobatan,
Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 12, Desember 2010

transmisi kuman TB yang berkelanjutan kepada anggota


keluarga dan anggota masyarakat lain serta menimbulkan
resistensi obat atau dikenal dengan kasus Multi Drug Resistance Tuberculosis (TB-MDR).1-3
Namun, penanganan TB di Indonesia masih menghadapi
berbagai masalah, terutama di kalangan dokter praktik swasta
(DPS). Sebagian besar DPS, bahkan sebagian RS pemerintah
belum tersentuh oleh program penanganan TB Nasional yang
menggunakan strategi DOTS (Directly Observed Treatment
Shortcourse).
Kasus TB-MDR merupakan bentuk spesifik dari TB
resisten obat yang terjadi jika kuman resisten terhadap
setidaknya isoniazid dan rifampisin, dua jenis obat anti
tuberkulosis yang utama. Resistensi obat terjadi akibat
penggunaan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang tidak tepat
dosis pada pasien yang masih sensitif terhadap rejimen OAT.
Ketidaksesuaian ini bisa ditimbulkan oleh berbagai sebab
seperti karena pemberian rejimen yang tidak tepat oleh tenaga
kesehatan atau karena kegagalan dalam memastikan pasien
menyelesaikan seluruh tahapan pengobatan. Dengan
demikian, kejadian resistensi obat banyak meningkat di
wilayah dengan kendali program TB yang kurang baik.
Kejadian TB-MDR pada dasarnya adalah suatu fenomena
535

Tuberkulosis Multi Drug Resistance (TB-MDR)


buatan manusia (man-made phenomenon), sebagai akibat
pengobatan TB yang tidak adekuat. Penyebabnya mungkin
dari penyedia pelayanan kesehatan (buku panduan yang
tidak sesuai, tidak mengikuti panduan yang tersedia, tidak
memiliki paduan, pelatihan yang buruk, tidak terdapatnya
pemantauan program pengobatan, pendanaan program
penanggulangan TB yang lemah), dari penyediaan atau
kualitas obat yang tidak adekuat (kualitas obat yang buruk,
persediaan obat yang terputus, kondisi tempat penyimpanan
yang tidak terjamin, kombinasi obat yang salah atau dosis
yang kurang), atau dari pasien (kepatuhan pasien yang
kurang, kurangnya informasi, kekurangan dana/tidak tersedia
pengobatan cuma-cuma, masalah transportasi, masalah efek
samping, masalah sosial, malabsorpsi, ketergantungan
terhadap substansi tertentu).
Demikian pula dengan meningkatnya arus globalisasi,
migrasi antar bangsa, dan pariwisata maka semua negara
berpotensi mengalami TB-MDR outbreaks.1,2 Kasus TBMDR telah ditemukan di Eropa Timur, Afrika, Amerika Latin
dan Asia berdasarkan WHO/IUATLD Global Project on
Drug Resistance Surveillance (prevalensi >4% di antara
kasus TB baru).4 Di Indonesia, data awal survei resistensi
obat OAT lini pertama yang dilakukan di Jawa Tengah
menunjukkan angka TB-MDR yang rendah pada kasus baru
(1-2%), tetapi angka ini meningkat pada pasien yang pernah
diobati sebelumnya (15%). Limited and unrepresentative
hospital data (2006) menunjukkan kenyataan bahwa
sepertiga kasus TB-MDR resisten terhadap ofloksasin dan
ditemukan satu kasus TB-XDR (Extremely Drug Resistance)
diantara 24 kasus TB-MDR.5 Masalah resistensi obat pada
pengobatan TB khususnya MDR dan XDR menjadi masalah
kesehatan masyarakat yang penting di sejumlah negara dan
merupakan hambatan terhadap efektivitas program penanggulangan. Kegagalan penanggulangan TB-MDR/XDR dapat
menimbulkan fenomena baru yaitu Total Drug Resistance
yang tentunya tidak kita harapkan. Insidens resistensi obat
meningkat sejak diperkenalkannya pengobatan TB yang
pertama kali pada tahun 1943. TB-MDR muncul seiringan
dengan mulai digunakannya rifampisin secara luas sejak
tahun 1970-an. Laporan global ke-3 tentang survailans
resistensi OAT menunjukkan beberapa daerah di dunia
menghadapi endemi dan epidemi TB-MDR, dan di beberapa
wilayah terdapat angka resistensi yang sangat tinggi.3
Pasien TB-MDR di Indonesia belum mendapat akses
pengobatan yang memadai karena tidak semua obat yang
dibutuhkan oleh TB-MDR tersedia di Indonesia. Penanganan
TB-MDR di Indonesia masih sangat terbatas jangkauannya.
Sampai saat ini di Indonesia baru ada 2 RS yang bisa
menangani TB-MDR, yaitu: RSUP Persahabatan di Jakarta
dan RSUD Dr. Soetomo di Surabaya, sedangkan kasus TBMDR diperkirakan tidak hanya ada di 2 wilayah tersebut.
Menurut Program Nasional6, terdapat 8 kriteria pasien yang
menjadi suspek TB-MDR yaitu:

536

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Kasus kronik atau pasien gagal pengobatan kategori 2


Pasien dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif
setelah bulan ke 3 dengan kategori 2
Pasien yang pernah diobati TB termasuk OAT lini kedua
seperti kuinolon dan kanamisin
Pasien gagal pengobatan kategori 1
Pasien dengan hasil pemeriksaan dahak tetap positif
setelah sisipan dengan kategori 1
Kasus TB kambuh
Pasien yang kembali setelah lalai/default pada pengobatan kategori 1 dan atau kategori 2
Suspek TB dengan keluhan, yang tinggal dekat dengan
pasien TB-MDR konfirmasi, termasuk petugas kesehatan
yang bertugas di bangsal TB-MDR

Diagnosis TB-MDR dengan pemeriksaan kultur serta


uji kepekaan memerlukan waktu antara 1 hingga 3 bulan
tergantung dari media yang dipakai. PengobatanTB-MDR
memerlukan waktu yang lama yaitu 18-24 bulan (termasuk
pemberian obat suntik selama minimal 6 bulan) dengan
pengawasan pengobatan langsung setiap harinya. Rejimen
obat yang digunakan harus mengandung obat lini kedua yang
potensinya lebih rendah dibandingkan obat lini pertama.
Demikian juga toksisitasnya lebih tinggi dibandingkan obatobat lini pertama sehingga menimbulkan berbagai efek
samping pada pasien yang menjalani pengobatan. Laporan
sementara dari RSUP Persahabatan menunjukkan bahwa telah
teridentifikasi sejumlah 6 kasus TB XDR dari 118 kasus TBMDR.5 Tentu saja pengobatan untuk Kasus TB XDR ini akan
lebih sulit dibanding TB-MDR. Mengingat sulitnya pengobatan TB-MDR/XDR maka menjadi kewajiban semua dokter
yang menangani pasien TB untuk harus menjamin kesembuhan pasien dengan mengobati pasien dengan benar
hingga selesai sehingga TB-MDR/XDR dapat dicegah.
Daftar Pustaka
1.

2.

3.
4.

5.

6.

World Health Organization. Guidelines for the programmatic


management of drug-resistant tuberculosis. Emergency Updated
2008. Geneva, WHO; 2008.
WHO [homepage on the internet]. 2010 Drug- and multidrugresistant tuberculosis (MDR-TB) - Frequently asked questions.
[cited 2010 Des 17]. Available from: URL: http://www.who.int/
tb/challenges/mdr/faqs/en/index.html.
World Health Organization. International standard for tuberculosis care. TBCTA. Geneva; 2007.
World Health Organization. Multidrug and extensively drug-resistant TB (M/XDR-TB): 2010 global report on surveillance and
response. Geneve: WHO Press; 2010.
Nawas A. Pengalaman RS Persahabatan dalam penanganan pasien
TB-MDR. Disampaikan pada MONEV PMDT Depkes RI, 8-10
Desember 2010.
Depkes RI. Petunjuk teknis penatalaksanaaan pasien TB-MDR.
2009;2:4.
IA

Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 12, Desember 2010

Anda mungkin juga menyukai