PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bagi seorang dokter gigi, tentunya tindakan pencabutan gigi sudah
merupakan hal yang biasa dilakukan. Keberhasilan dalam melakukan tindakan
pencabutan gigi pada umumnya sudah sering dijumpai. Namun, kesulitan dalam
melakukan pencabutan gigi juga tidak bisa dihindari, terutama pencabutan gigi
pada pasien anak-anak. Apabila dalam melakukan pencabutan gigi ditemukan
kesulitan-kesulitan yang sulit dihindari, maka dapat terjadi beberapa komplikasi.
Karenanya kita perlu waspada dan diharapkan mampu mengatasi kemungkinankemungkinan komplikasi yang dapat terjadi. Komplikasi yang terjadi dapat
berupa komplikasi lokal maupun sistemik. Pencabutan gigi merupakan suatu
tindakan pembedahan yang melibatkan jaringan tulang dan jaringan lunak dari
rongga mulut, tindakan tersebut dibatasi oleh bibir dan pipi dan terdapat faktor
yang dapat mempersulit dengan adanya gerakan lidah dan rahang bawah.
Pencabutan gigi pada anak khususnya dapat dilakukan bilamana keadaan
lokal maupun keadaan umum penderita (physical status) dalam keadaan yang
sehat. Kemungkinan terjadi suatu komplikasi yang serius setelah pencabutan,
mungkin saja dapat terjadi walaupun hanya dilakukan pencabutan pada satu gigi.
Pencabutan gigi yang ideal adalah pencabutan sebuah gigi atau akar gigi yang
utuh tanpa menimbulkan rasa sakit dengan trauma sekecil mungkin pada jaringan
penyangganya sehingga bekas pencabutan akan sembuh secara normal dan tidak
menimbulkan problema prostetik pasca bedah. Pencabutan gigi pertama kali
dilakukan hanya dengan menggunakan tang. Namun, jika terjadi kegagalan dalam
melakukan pencabutan yang menyebabkan gigi tidak dapat dikeluarkan dengan
hanya
menggunakan
tang,
maka
perlu
dilakukan
pembedahan
untuk
mengeluarkan gigi tersebut. Maka dari itu penyusun ingin membahas mengenai
pencabutan gigi pada anak meliputi faktor pertimbangan, penatalaksanaan, hingga
komplikasi yang mungkin dapat terjadi agar diharapkan nantinya kita dapat
menghindari hal-hal buruk yang tidak diinginkan.
1.3 Tujuan
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pertimbangan pencabutan
pada gigi anak.
2. Mahasiswa mampu
memahami
dan
menjelaskan
menjelaskan
indikasi
dan
penatalaksanaan
1.4 Mapping
Pencabutan gigi anak
pemeriksaan
Intra Oral
Ekstra Oral
penunjang
Diagnose
Factor pertimbangan
Indikasi dan
kontraindikasi
komplikasi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pertimbangan Pencabutan Gigi Anak
Sebelum melakukan pencabutan pada gigi sulung, perlu dipertimbangkan
beberapa hal, yaitu:
1. Identifikasi sisa jaringan keras gigi akibat karies, maupun trauma.
Kerusakan mahkot yang cukup besar pada skenario dapat mempersulit
adaptasi tang terhadap gigi yang akan dicabut.
2. Identifikasi kelainan periapikal dan struktur gigi yang berdekatan.
- Struktur gigi yang berdekatan perlu dilakukan pengamatan, karena jika
-
dalam lengkung seharusnya tidak dicabut kecuali ada evaluasi klinis dan
radiografi.
Semua faktor ini harus dipertimbangkan dalam menentukan kapan gigi
sulung dicabut.
2.2 Indikasi dan Kontraindikasi Pencabutan Gigi pada Anak
Perawatan
gigi
memiliki
tujuan
utama
mempertahankan
- Alasan orthodontik
Pasien yang akan menjalani perawatan ortodonsi sering
membutuhkan pencabutan gigi untuk memberikan ruang untuk keselarasan
gigi. Gigi yang paling sering diekstraksi adalah premolar satu rahang atas
5
dan bawah, tetapi pre-molar kedua dan gigi insisivus juga kadang-kadang
memerlukan pencabutan dengan alasan yang sama.
- Gigi yang mengalami malposisi
Jika malposisi gigi menyebabkan trauma jaringan lunak dan tidak
dapat ditangani oleh perawatan ortodonsi, gigi tersebut harus diekstraksi.
-
Pra-prostetik ekstraksi
Terkadang gigi mengganggu desain dan penempatan yang tepat
dari peralatan prostetik seperti gigi tiruan penuh, gigi tiruan sebagian
lepasan atau gigi tiruan cekat sehingga perlu dicabut.
Gigi impaksi
Gigi yang impaksi harus dipertimbangkan untuk dilakukan
pencabutan. Jika terdapat sebagian gigi yang impaksi maka oklusi
fungsional tidak akan optimal karena ruang yang tidak memadai, maka
harus dilakukan bedah pengangkatan gigi impaksi tersebut. Namun, jika
dalam mengeluarkan gigi yang impaksi terdapat kontraindikasi seperti
pada kasus kompromi medis, impaksi tulang penuh pada pasien. Yang
berusia diatas 35 tahun atau pada pasien usia lanjut, maka gigi impaksi
tersebut dapat dibiarkan.
- Supernumary gigi
Gigi yang mengalami supernumary biasanya merupakan gigi
impaksi yang harus dicabut. Gigi supernumary dapat mengganggu erupsi
gigi dan memiliki potensi untuk menyebabkan resorpsi gigi tersebut.
- Gigi yang terkait dengan lesi patologis
Gigi yang terkait dengan lesi patologis mungkin memerlukan
pencabutan. Dalam beberapa situasi, gigi dapat dipertahankan dan terapi
endodontik dapat dilakukan. Namun, jika mempertahankan gigi dengan
operasi lengkap pengangkatan lesi, gigi tersebut harus dicabut.
- Terapi pra-radiasi
Ekonomis
Semua indikasi untuk ekstraksi yang telah disebutkan di atas dapat
menjadi kuat jika pasien tidak mau atau tidak mampu secara finansial
untuk mendukung keputusan dalam mempertahankan gigi tersebut.
Ketidakmampuan
pasien
untuk
membayar
prosedur
tersebut
Penyakit ganas, seperti gigi yang terletak di daerah yang terkena tumor.
persiapan pasien dimulai dengan melihat rekam mediknya, karena dari rekam
medik kita dapat mengetahui riwayat penyakit pasien, riwayat penyakit
keluarga, kelainan sistemik yang ada, selain itu hasil foto rontgent juga
terlampir pada rekam medik pasien. Namun berdasarkan kasus di skenario, hal
tersebut tidak dilakukan karena pasien melakukan pencabutan di klinik
pribadi. Untuk persiapan alat dan bahan meliputi dental chair, di tempatkan
pada posisi tidur kemudian lampu dinyalakan, serta menyiapkan suction atau
saliva ejector. Persiapan asisten dan operator yang dilakukan meliputi
menyiapkan baju operasi, masker, dan sarung tangan untuk menghindari
kontaminasi bakteri, kemudian sterilisasi dari alat, operator juga harus sudah
memiliki operation plan yang akan dijelaskan pada pasien dan harus
meyakinkan ketika menjelaskan.
Pada tahap ini perlu diperhatikan persiapan alat dan bahan yang akan
digunakan baik dalam proses pemberian anastetikum maupun pada proses
operasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan saat memilih alat dan obat anastesi
yaitu:
1. Gunakan syringe yang dapat diaspirasi.
2. Penggunaan jarum yang disposable. Hal ini bertujuan untuk menghindari
resiko menularkan infeksi dari pasien yang satu ke pasien yang lain.
3. Kebanyakan injeksi menggunakan jarum pendek dengan panjang 2 atau
2,5 cm. Jarum panjang dengan ukuran 3 cm biasanya digunakan untuk
blok gigi inferior, Jarum halus (30 gauge) digunakan untuk infiltrasi dan
jarum tebal (27 gauge) digunakan untuk semua injeksi lain.
4. Hal yang penting bagi dokter gigi ketika akan menganastesi pasien anak
adalah dosis yang disesuaikan dengan berat badan anak. Seperti contoh
Prilokain (Nama dagang Citanes atau Forte) yeng memiliki lama kerja
pada pulpa (60-90 menit) dan pada jaringan lunak 3-8 jam. Dosis Prilokain
yaitu 6,0 mg/kg berat badan anak.
5. Larutan anestesi yang digunakan umumnya adalah Lignokain 2% +
1:80.000 adrenalin. Sedangkan, jika injeksi dengan adrenalin merupakan
kontraindikasi, dapat menggunakan larutan prilokain 3% + felipresin (0.31
iu//ml).
10
Nama
Xylocaine
Dosis Maksimal
3 mg/kg
Nurocaine
7 mg/kg
Adrenalin
4 % Prilocaine
Citanest Plain
6 mg/kg
Plain
3 % Prilocaine
Citanest
9 mg/kg
Lignocaune
tanpa
Vasokonstriktor
2 % Lignocaine
dengan
1:100.000
dengan
0,03
IU/ml
Felypressin
0,5
%
Marcain
mg/kg
Bupivacaine
dengan
1:
200.000
Adrenalin
Dalam prosedur ini pemilihan teknik anastesi merupakan hal yang
penting yang perlu dipertimbangkan. Pada pasien anak-anak yang memiliki
ketakutan terhadap rasa sakit yang timbul akibat insersi jarum suntik, maka
penggunaan teknik anastesi infiltrasi lebih dianjurkan. Berdasarkan penelitian
yang pernah dilakukan, 65%
merasakan sedikit sakit. Sedikitnya rasa sakit yang dirasakan, dapat membantu
11
pasien merasa rileks dan nyaman. Perasaan nyaman tersebutlah yang nantinya
akan membuat prosedur tersebut berjalan dengan sukses.
Sebelum anestesi sebaiknya dilakukan asepsis dan isolasi daerah kerja.
Teknik anastesi infiltrasi dan teknik anestesi blok sebenarnya sama saja,
tujuannya untuk meminimalkan rasa sakit. Namun bedanya, teknik anastesi
infiltrasi itu sirkuler hanya di sekeliling/sekitarnya saja khususnya ujung saraf
terminal.
Dalam melakukan anestesi, sebaiknya jarum suntik diinjeksikan
dengan hati-hati. Setelah jarum suntik masuk, deponirkan beberapa tetes
bahan anestesi terlebih dahulu, lalu istirahatkan beberapa detik. Tetes larutan
bahan anestesi yang dideponirkan terlebih dahulu ini akan memberi efek
analgesik terhadap jaringan, sehingga akan mengurangi rasa sakit pada
penembusan berikutnya. Setelah itu, majukan jarum dengan hati-hati dan
perlahan, kemudian injeksikan bahan anestetikum sesuai dengan dosis secara
perlahan.
Cara Mengecek Anastesi
Untuk mengecek anastesi yang di deponirkan telah berhasil atau tidak
bisa menggunakan elevator lurus dengan aplikasi pararel yaitu dengan cara
memasukkan elevator lurus ke dalam celah periodontal dan menggerakkannya
ke arah mesio bukal dari gigi yang akan dicabut. Kemudian tanyakan kepada
pasien apakah merasakan sakit atau tidak. Jika dengan perlakuan pasien tidak
merasa sakit berarti anastesi yang kita lakukan berhasil. (Gordon W.
Pedersen,Buku Ajar Praktis Bedah Mulut hal 18-19).
Namun ada cara lain yang bias direkomendasikan untuk menegecek
anastesi telah berhasil atau tidak, yaitu dengan menggunakan eskavator
dengan cara yang sama yaitu memasukkan eskavator ke dalam celah
periodontal dan meggerakkannya kearah mesio-bukal.
12
2.3.2
operator
memperkirakan
(perlekatan
dapat
mobilitas
gingiva)
yang
menggunakan
gigi.
Pada
masih
elevator
jaringan
baik
dapat
untuk
periodontal
dipisahkan
dibawahnya.
Dalam Teknik Pencabutan gigi sulung, tang yang digunakan harus
memiliki bilah tang yang cukup kecil untuk melewati membran
periodontal dan bilah ini diaplikasikan pada akar gigi. Jika tang
hanya ditempatkan pada sisi bukal dan lingual dari gigi dan
dipaksakan masuk ke dalam jaringan, maka hal ini dapat
menyebabkan benih gigi tetep pengganti bisa rusak. Gerakan
pencabutan gigi sulung dimulai dengan gerakan ke arah lingual
yang kuat sehingga gigi muncul dari soketnya kemudian dicabut
dengan gerakan ke bukal dan rotasi ke depan. Lebih baik
meninggalkan patahan fragmen akar gigi sulung kecil yang akan
mengalami resorpsi atau eksfoliasi daripada merusak atau
mengubah posisi benih gigi tetap pengganti. Namun, jika fragmen
gigi ini telah terinfeksi atau non vital, maka harus diambil dengan
elevator runcing atau reamer akar yang di sekrup pada saluran akar
fragmen gigi tersebut.
13
14
seorang
dokter
gigi
harus
berhati-hati
dalam
15
Pasien baru boleh makan beberapa jam setelah ekstraksi, agar tidak
mengganggu terbentuknya blood clot. Apabila telah diperbolehkan
makan, makanlah makanan yang lembut. Hindari makanan keras, karena
makanan keras dapat merusak daerah bekas ekstraksi, serta jangan
mengunyah di sisi bekas ekstraksi.
16
Jaga kebersihan rongga mulut. Sikat gigi secara rutin, tidak boleh
berkumur dengan menggunakan hidrogen peroksida karena dapat
menghilangkan blood clot. Berkumurlah dengan obat kumur yang
mengandung analgesik atau dengan larutan povidon iodine yang telah
diencerkan dengan menggunakan air masak untuk menjaga kebersihan
rongga mulut. Caranya yaitu dengan mengambil air masak sebanyak 250
ml kemudian ditetesi 2-4 tetes larutan povidon iodine, lalu gunakan air
tersebut untuk berkumur.
17
18
2. Rasa sakit
Rasa sakit pada awal pencabutan gigi, terutama sesudah pembedahan untuk
gigi erupsi maupun impaksi, dapat sangat mengganggu. Orang dewasa
sebaiknya mulai meminum obat pengontrol rasa sakit sesudah makan tetapi
sebelum timbulnya rasa sakit.
3. Edema
Edema adalah reaksi individual, yaitu trauma yang besarnya sama, tidak selalu
mengakibatkan derajat pembengkakan yang sama. Usahausaha untuk
mengontrol edema mencakup termal (dingin), fisik (penekanan), dan obat
obatan.
4. Reaksi terhadap obat
Komplikasi yang paling sering, paling menakutkan dan paling sakit sesudah
pencabutan gigi adalah dry socket atau alveolitis ( osteitis alveolar).
2. Infeksi
Pencabutan suatu gigi yang melibatkan proses infeksi akut, yaitu perikoronitis
atau abses, dapat mengganggu proses pembedahan. Penyebab yang paling
sering adalah infeksi yang termanifestasi sebagai miositis kronis. Terapi
antibiotik dan berkumur dengan larutan saline diperlukan jika terbukti ada
infeksi yaitu adanya pembengkakan, nyeri, demam, dan lemas.
19