Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bagi seorang dokter gigi, tentunya tindakan pencabutan gigi sudah
merupakan hal yang biasa dilakukan. Keberhasilan dalam melakukan tindakan
pencabutan gigi pada umumnya sudah sering dijumpai. Namun, kesulitan dalam
melakukan pencabutan gigi juga tidak bisa dihindari, terutama pencabutan gigi
pada pasien anak-anak. Apabila dalam melakukan pencabutan gigi ditemukan
kesulitan-kesulitan yang sulit dihindari, maka dapat terjadi beberapa komplikasi.
Karenanya kita perlu waspada dan diharapkan mampu mengatasi kemungkinankemungkinan komplikasi yang dapat terjadi. Komplikasi yang terjadi dapat
berupa komplikasi lokal maupun sistemik. Pencabutan gigi merupakan suatu
tindakan pembedahan yang melibatkan jaringan tulang dan jaringan lunak dari
rongga mulut, tindakan tersebut dibatasi oleh bibir dan pipi dan terdapat faktor
yang dapat mempersulit dengan adanya gerakan lidah dan rahang bawah.
Pencabutan gigi pada anak khususnya dapat dilakukan bilamana keadaan
lokal maupun keadaan umum penderita (physical status) dalam keadaan yang
sehat. Kemungkinan terjadi suatu komplikasi yang serius setelah pencabutan,
mungkin saja dapat terjadi walaupun hanya dilakukan pencabutan pada satu gigi.
Pencabutan gigi yang ideal adalah pencabutan sebuah gigi atau akar gigi yang
utuh tanpa menimbulkan rasa sakit dengan trauma sekecil mungkin pada jaringan
penyangganya sehingga bekas pencabutan akan sembuh secara normal dan tidak
menimbulkan problema prostetik pasca bedah. Pencabutan gigi pertama kali
dilakukan hanya dengan menggunakan tang. Namun, jika terjadi kegagalan dalam
melakukan pencabutan yang menyebabkan gigi tidak dapat dikeluarkan dengan
hanya

menggunakan

tang,

maka

perlu

dilakukan

pembedahan

untuk

mengeluarkan gigi tersebut. Maka dari itu penyusun ingin membahas mengenai
pencabutan gigi pada anak meliputi faktor pertimbangan, penatalaksanaan, hingga
komplikasi yang mungkin dapat terjadi agar diharapkan nantinya kita dapat
menghindari hal-hal buruk yang tidak diinginkan.

1.2 Rumusan masalah


1.
2.
3.
4.

Apa sajakah faktor yang dipertimbangkan pada pencabutan gigi anak?


Apa saja indikasi dan kontraindikasi pencabutan gigi pada anak?
Bagaimanakah penatalaksanaan pencabutan pada gigi anak?
Bagaimana kemungkinan-kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi
pasca pencabutan gigi anak?

1.3 Tujuan
1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pertimbangan pencabutan
pada gigi anak.
2. Mahasiswa mampu

memahami

dan

kontraindikasi pencabutan gigi anak


3. Mahasiswa mampu memahami dan

menjelaskan
menjelaskan

indikasi

dan

penatalaksanaan

pencabutan pada gigi anak.


4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan komplikasi yang dapat
terjadi pasca pencabutan gigi anak.

1.4 Mapping
Pencabutan gigi anak
pemeriksaan

Intra Oral

Ekstra Oral

penunjang

Diagnose

Factor pertimbangan

Indikasi dan

Pencabutan gigi anak

kontraindikasi

Pencabutan gigi anak

Pencabutan gigi anak

komplikasi

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pertimbangan Pencabutan Gigi Anak
Sebelum melakukan pencabutan pada gigi sulung, perlu dipertimbangkan
beberapa hal, yaitu:
1. Identifikasi sisa jaringan keras gigi akibat karies, maupun trauma.
Kerusakan mahkot yang cukup besar pada skenario dapat mempersulit
adaptasi tang terhadap gigi yang akan dicabut.
2. Identifikasi kelainan periapikal dan struktur gigi yang berdekatan.
- Struktur gigi yang berdekatan perlu dilakukan pengamatan, karena jika
-

didapatkan malposisi dan berjejal dapat mempersulit adaptasi tang.


Kelainan Periapikal seperti hipersementosis, sclerosis tulang, dan
ankilosis dapat mempersulit pencabutan dengan menggunakan tang.
Pada kasus kelainan periapikal ini metode pencabutan mengguakan
tang merupakan kontra indikasi. Metode yang digunakan pada kauskasus ini adalah Open Method Retraction.

3. Bentuk, Jumlah, serta pola akar


Akar yang melengkung dengan ekstremitas yang sangat tajam (dilaserasi)
menjadi faktor penyulit dalam pencabutan dengan menggunakan tang.
4. Tekanan terkontrol
Kondisi tekanan terkontrol dapat tercipta dari posisi operator dan posisi
pasien yang tepat, serta metode teknik pencabutan yang dipilih efektif
sesuai kondisi gigi yang akan dicabut.
5. Usia.
Usia perlu untuk mengetahui gigi tersebut tanggal atau diganti dengan gigi
tetap. Namun usia bukan satu satunya kriteria dalam menentukan apakah
gigi sulung harus dicabut atau tidak, misalnya pada pasien usia 11-12
tahun (kecuali ada indikasi khusus: Orto). Beberapa pasien premolar dua
akan erupsi pada usia 8-9 tahun, sementara pada pasien lain gigi yang
sama belum menunjukkan tanda erupsi. Gigi sulung yang kuat dan utuh di

dalam lengkung seharusnya tidak dicabut kecuali ada evaluasi klinis dan
radiografi.
Semua faktor ini harus dipertimbangkan dalam menentukan kapan gigi
sulung dicabut.
2.2 Indikasi dan Kontraindikasi Pencabutan Gigi pada Anak
Perawatan

gigi

memiliki

tujuan

utama

mempertahankan

keberadaan gigi selama mungkin di rongga mulut, namun terkadang pencabutan


gigi diindikasikan sebagai tindakan terbaik untuk mencegah keadaan yang lebih
buruk. Indikasi dan kontraindikasi sebaiknya perlu diketahui sebelum tindakan
pencabutan gigi.
Indikasi :
Di bawah ini adalah beberapa contoh indikasi dari pencabutan gigi.
- Karies yang parah
Sejauh ini gigi yang karies merupakan alasan yang tepat bagi
dokter gigi dan pasien untuk dilakukan tindakan pencabutan.
- Nekrosis pulpa
Adanya nekrosis pulpa atau pulpa irreversibel yang tidak
diindikasikan untuk perawatan endodontik, perawatan endodontik yang
telah dilakukan ternyata gagal untuk menghilangkan rasa sakit sehingga
diindikasikan untuk pencabutan.
- Penyakit periodontal yang parah
Jika periodontitis dewasa yang parah telah ada selama beberapa
waktu, maka akan nampak kehilangan tulang yang berlebihan dan mobilitas
gigi yang irreversible. Dalam situasi seperti ini, gigi yang mengalami
mobilitas yang tinggi harus dicabut.

- Alasan orthodontik
Pasien yang akan menjalani perawatan ortodonsi sering
membutuhkan pencabutan gigi untuk memberikan ruang untuk keselarasan
gigi. Gigi yang paling sering diekstraksi adalah premolar satu rahang atas
5

dan bawah, tetapi pre-molar kedua dan gigi insisivus juga kadang-kadang
memerlukan pencabutan dengan alasan yang sama.
- Gigi yang mengalami malposisi
Jika malposisi gigi menyebabkan trauma jaringan lunak dan tidak
dapat ditangani oleh perawatan ortodonsi, gigi tersebut harus diekstraksi.
-

Gigi yang retak


Indikasi ini jelas untuk dilakukan pencabutan gigi, bahkan

prosedur restorative endodontik dan kompleks tidak dapat mengurangi


rasa sakit akibat gigi yang retak tersebut.
-

Pra-prostetik ekstraksi
Terkadang gigi mengganggu desain dan penempatan yang tepat
dari peralatan prostetik seperti gigi tiruan penuh, gigi tiruan sebagian
lepasan atau gigi tiruan cekat sehingga perlu dicabut.

Gigi impaksi
Gigi yang impaksi harus dipertimbangkan untuk dilakukan
pencabutan. Jika terdapat sebagian gigi yang impaksi maka oklusi
fungsional tidak akan optimal karena ruang yang tidak memadai, maka
harus dilakukan bedah pengangkatan gigi impaksi tersebut. Namun, jika
dalam mengeluarkan gigi yang impaksi terdapat kontraindikasi seperti
pada kasus kompromi medis, impaksi tulang penuh pada pasien. Yang
berusia diatas 35 tahun atau pada pasien usia lanjut, maka gigi impaksi
tersebut dapat dibiarkan.

- Supernumary gigi
Gigi yang mengalami supernumary biasanya merupakan gigi
impaksi yang harus dicabut. Gigi supernumary dapat mengganggu erupsi
gigi dan memiliki potensi untuk menyebabkan resorpsi gigi tersebut.
- Gigi yang terkait dengan lesi patologis
Gigi yang terkait dengan lesi patologis mungkin memerlukan
pencabutan. Dalam beberapa situasi, gigi dapat dipertahankan dan terapi
endodontik dapat dilakukan. Namun, jika mempertahankan gigi dengan
operasi lengkap pengangkatan lesi, gigi tersebut harus dicabut.
- Terapi pra-radiasi

Pasien yang menerima terapi radiasi untuk berbagai tumor oral


harus memiliki pertimbangan yang serius terhadap gigi untuk dilakukan
pencabutan.
- Gigi yang mengalami fraktur rahang
Dalam sebagian besar kondisi gigi yang terlibat dalam garis fraktur
dapat dipertahankan, tetapi jika gigi terluka maka pencabutan mungkin
diperlukan untuk mencegah infeksi.
- Estetik
Terkadang pasien memerlukan pencabutan gigi untuk alasan
estetik. Contoh kondisi seperti ini adalah yang berwarna karena tetrasiklin
atau fluorosis, atau mungkin malposisi yang berlebihan sangat menonjol.
-

Ekonomis
Semua indikasi untuk ekstraksi yang telah disebutkan di atas dapat
menjadi kuat jika pasien tidak mau atau tidak mampu secara finansial
untuk mendukung keputusan dalam mempertahankan gigi tersebut.
Ketidakmampuan

pasien

untuk

membayar

prosedur

tersebut

memungkinkan untuk dilakukan pencabutan gigi.


Kontraindikasi:
Semua kontraindikasi baik lokal ataupun sistemik, dapat relatif atau
mutlak bergantung pada kondisi umum pasien.
1. Kontraindikasi relatif
a. Lokal
Periapikal patologi, jika pencabutan gigi dilakukan maka infeksi akan
menyebar luas

dan sistemik, jadi antibiotik harus diberikan sebelum

dilakukan pencabutan gigi.


Adanya infeksi oral seperti Vincents Angina, Herpetic gingivostomatitis.
Hal ini harus dirawat terlebih dahulu sebelum dilakukan pencabutan
gigi.
Perikoronitis akut, perikoronitis harus dirawat terlebih dahulu sebelum
dilakukan pencabutan pada gigi yang terlibat, jika tidak maka infeksi
bakteri akan menurun ke bagian bawah kepala dan leher.

Penyakit ganas, seperti gigi yang terletak di daerah yang terkena tumor.

Jika dihilangkan bisa menyebarkan selsel dan dengan demikian


mempercepat proses metastatik.
Pencabutan gigi pada rahang yang sebelumnya telah dilakukan iradiasi
dapat menyebabkan osteoradionekrosis, oleh karena itu harus dilakukan
tindakan pencabutan yang sangat ekstrem atau khusus.
b. Sistemik
Diabetes tidak terkontrol, pasien diabetes lebih rentan terhadap infeksi
dan proses penyembuhan lukanya akan lebih lama. Pencabutan gigi
harus dilakukan setelah melakukan diagnosis pencegahan yang tepat
pada penyakit diabetes pasien dan dibawah antibiotik profilaksis.
Penyakit jantung, seperti hipertensi, gagal jantung, miokard infark, dan
penyait arteri koroner.
Dyscrasias darah, pasien anemia, hemofilik dan dengan gangguan
perdarahan harus ditangani dengan sangat hatihati untuk mencegah
perdarahan pasca operasi yang berlebihan.
Medically compromised, pasien dengan penyakit yang melemahkan
( seperti TB ) dan riwayat medis miskin harus diberikan perawatan yang
tepat dan evaluasi preoperatif kondisi umum pada pasien adalah suatu
keharusan.
Penyakit Addisons dan pasien yang menjalani terapi steroid dalam
jangka waktu yang lama, krisis Hipoadrenal dapat terjadi pada pasien
karena terjadi peningkatan stress selama prosedur perawatan gigi. Untuk
mencegah terjadinya hal tersebut dapat diberikan 100mg Hidrocortisone
sebelum dilakukan perawatan.
Demam yang asalnya tidak dapat dijelaskan, penyebab paling umum
dari demam yang tak dapat dijelaskan sebabnya adalah endokarditis
bakteri subakut dan apabila dilakukan prosedur ekstraksi dalam kondisi
ini dapat menyebabkan bakteremia, perawatan yang tepat harus
dlakukan.

Nephritis, ekstraksi gigi yang terinfeksi kronis sering menimbulkan suatu


nefritis akut maka sebelum pemeriksaan gigi menyeuruh harus
dilakukan.
Kehamilan, prosedur pencabutan gigi harus dihindari pada priode
trimester pertama dan ketiga dan harus sangat berhatihati apabila akan
melakukan prosedur radiografi dan juga dalam pemberian obatobatan.
Selama masa mestruasi, karena ada perdarahan lebih lanjut, pasien
secara mental tidak begitu stabil.
Penyakit kejiwaan, tindakan pencegahan yang tepat dan obatobatan
harus diberikan pada pasien neurotic dan psychotic.
2. Kontraindikasi mutlak
a. Lokal
Gigi yang terlibat dalam malformasi arterio-venous.
Jika pencabutan gigi dilakukan, maka dapat menyebabkan kematian.
b. Sistemik
Leukemia
Gagal ginjal
Sirosis hati
Gagal jantung
2.3 Penatalaksanaan Pencabutan pada Gigi Anak
2.3.1

Sebelum Tindakan Ekstraksi


Pada prosedur ini meliputi persiapan pasien, persiapan alat dan bahan,

asisten, dan operator.

Ketika pemeriksaan dilakukan di rumah sakit,

persiapan pasien dimulai dengan melihat rekam mediknya, karena dari rekam
medik kita dapat mengetahui riwayat penyakit pasien, riwayat penyakit
keluarga, kelainan sistemik yang ada, selain itu hasil foto rontgent juga
terlampir pada rekam medik pasien. Namun berdasarkan kasus di skenario, hal
tersebut tidak dilakukan karena pasien melakukan pencabutan di klinik
pribadi. Untuk persiapan alat dan bahan meliputi dental chair, di tempatkan

pada posisi tidur kemudian lampu dinyalakan, serta menyiapkan suction atau
saliva ejector. Persiapan asisten dan operator yang dilakukan meliputi
menyiapkan baju operasi, masker, dan sarung tangan untuk menghindari
kontaminasi bakteri, kemudian sterilisasi dari alat, operator juga harus sudah
memiliki operation plan yang akan dijelaskan pada pasien dan harus
meyakinkan ketika menjelaskan.
Pada tahap ini perlu diperhatikan persiapan alat dan bahan yang akan
digunakan baik dalam proses pemberian anastetikum maupun pada proses
operasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan saat memilih alat dan obat anastesi
yaitu:
1. Gunakan syringe yang dapat diaspirasi.
2. Penggunaan jarum yang disposable. Hal ini bertujuan untuk menghindari
resiko menularkan infeksi dari pasien yang satu ke pasien yang lain.
3. Kebanyakan injeksi menggunakan jarum pendek dengan panjang 2 atau
2,5 cm. Jarum panjang dengan ukuran 3 cm biasanya digunakan untuk
blok gigi inferior, Jarum halus (30 gauge) digunakan untuk infiltrasi dan
jarum tebal (27 gauge) digunakan untuk semua injeksi lain.
4. Hal yang penting bagi dokter gigi ketika akan menganastesi pasien anak
adalah dosis yang disesuaikan dengan berat badan anak. Seperti contoh
Prilokain (Nama dagang Citanes atau Forte) yeng memiliki lama kerja
pada pulpa (60-90 menit) dan pada jaringan lunak 3-8 jam. Dosis Prilokain
yaitu 6,0 mg/kg berat badan anak.
5. Larutan anestesi yang digunakan umumnya adalah Lignokain 2% +
1:80.000 adrenalin. Sedangkan, jika injeksi dengan adrenalin merupakan
kontraindikasi, dapat menggunakan larutan prilokain 3% + felipresin (0.31
iu//ml).

10

Posisi Operator dan Pasien


Pada pencabutan gigi maksila, posisi pasien relatif tinggi (diatas dataran
siku), duduk pada kursi setengah menyandar. Sedangkan pada mandibula,
posisi pasien relatif lebih rendah (di bawah dataran siku) dengan posisi kursi
tegak.
Anestesi
Dosis Maksimum Obat Anastesi Lokal
Anastetikum
2
%

Nama
Xylocaine

Dosis Maksimal
3 mg/kg

Nurocaine

7 mg/kg

Adrenalin
4 % Prilocaine

Citanest Plain

6 mg/kg

Plain
3 % Prilocaine

Citanest

9 mg/kg

Lignocaune
tanpa
Vasokonstriktor
2 % Lignocaine
dengan
1:100.000

dengan

0,03

IU/ml
Felypressin
0,5
%

Marcain

mg/kg

Bupivacaine
dengan

1:

200.000
Adrenalin
Dalam prosedur ini pemilihan teknik anastesi merupakan hal yang
penting yang perlu dipertimbangkan. Pada pasien anak-anak yang memiliki
ketakutan terhadap rasa sakit yang timbul akibat insersi jarum suntik, maka
penggunaan teknik anastesi infiltrasi lebih dianjurkan. Berdasarkan penelitian
yang pernah dilakukan, 65%

anak-anak tidak merasakan atau hanya

merasakan sedikit sakit. Sedikitnya rasa sakit yang dirasakan, dapat membantu

11

pasien merasa rileks dan nyaman. Perasaan nyaman tersebutlah yang nantinya
akan membuat prosedur tersebut berjalan dengan sukses.
Sebelum anestesi sebaiknya dilakukan asepsis dan isolasi daerah kerja.
Teknik anastesi infiltrasi dan teknik anestesi blok sebenarnya sama saja,
tujuannya untuk meminimalkan rasa sakit. Namun bedanya, teknik anastesi
infiltrasi itu sirkuler hanya di sekeliling/sekitarnya saja khususnya ujung saraf
terminal.
Dalam melakukan anestesi, sebaiknya jarum suntik diinjeksikan
dengan hati-hati. Setelah jarum suntik masuk, deponirkan beberapa tetes
bahan anestesi terlebih dahulu, lalu istirahatkan beberapa detik. Tetes larutan
bahan anestesi yang dideponirkan terlebih dahulu ini akan memberi efek
analgesik terhadap jaringan, sehingga akan mengurangi rasa sakit pada
penembusan berikutnya. Setelah itu, majukan jarum dengan hati-hati dan
perlahan, kemudian injeksikan bahan anestetikum sesuai dengan dosis secara
perlahan.
Cara Mengecek Anastesi
Untuk mengecek anastesi yang di deponirkan telah berhasil atau tidak
bisa menggunakan elevator lurus dengan aplikasi pararel yaitu dengan cara
memasukkan elevator lurus ke dalam celah periodontal dan menggerakkannya
ke arah mesio bukal dari gigi yang akan dicabut. Kemudian tanyakan kepada
pasien apakah merasakan sakit atau tidak. Jika dengan perlakuan pasien tidak
merasa sakit berarti anastesi yang kita lakukan berhasil. (Gordon W.
Pedersen,Buku Ajar Praktis Bedah Mulut hal 18-19).
Namun ada cara lain yang bias direkomendasikan untuk menegecek
anastesi telah berhasil atau tidak, yaitu dengan menggunakan eskavator
dengan cara yang sama yaitu memasukkan eskavator ke dalam celah
periodontal dan meggerakkannya kearah mesio-bukal.

12

2.3.2

Saat Tindakan Ekstraksi


Pada pencabutan gigi yang tidak mengalami lukasasi atau
mobilisasi,

operator

memperkirakan
(perlekatan

dapat

mobilitas

gingiva)

yang

menggunakan

gigi.

Pada

masih

elevator

jaringan

baik

dapat

untuk

periodontal
dipisahkan

menggunakan elevator juga.


Untuk melakukan pencabutan gigi berakar ganda, jika pada
gambaran radiografi terlihat benih gigi tetap berada pada akar gigi
sulung maka sebaiknya pencabutan dilakukan dengan membagi
mahkota menjadi dua bagian dan mencabutnya satu demi satu. Hal
ini dilakukan untuk menghindari terangkatnya benih gigi tetap

dibawahnya.
Dalam Teknik Pencabutan gigi sulung, tang yang digunakan harus
memiliki bilah tang yang cukup kecil untuk melewati membran
periodontal dan bilah ini diaplikasikan pada akar gigi. Jika tang
hanya ditempatkan pada sisi bukal dan lingual dari gigi dan
dipaksakan masuk ke dalam jaringan, maka hal ini dapat
menyebabkan benih gigi tetep pengganti bisa rusak. Gerakan
pencabutan gigi sulung dimulai dengan gerakan ke arah lingual
yang kuat sehingga gigi muncul dari soketnya kemudian dicabut
dengan gerakan ke bukal dan rotasi ke depan. Lebih baik
meninggalkan patahan fragmen akar gigi sulung kecil yang akan
mengalami resorpsi atau eksfoliasi daripada merusak atau
mengubah posisi benih gigi tetap pengganti. Namun, jika fragmen
gigi ini telah terinfeksi atau non vital, maka harus diambil dengan
elevator runcing atau reamer akar yang di sekrup pada saluran akar
fragmen gigi tersebut.

Teknik Pencabutan gigi


Arah gaya dasar untuk ekstraksi gigi sulung:
6 gigi anterior maksila dan mandibula: tekanan ke arah labial
dengan rotasi ke arah mesial dan keluar ke arah labial.
Molar maksila dan mandibula:

13

Penekanan ke arah lingual, kemudian ke arah bukal dengan penekanan


yang lebih kuat ke arah bukal kemudian keluar ke arah bukal.

Sumber: textbook of pedodontic Shoba Tandon, 2008


Gigi Anterior Maksilla:
Bagian melintang dari akar gigi ini membulat. Gaya pertama
diberikan ke arah apikal kemudian tekanan ringan ke arah lingual.
Tekanan yang sedikit ini melebarkan tulang gingival bagian lingual.
Gaya berikutnya adalah gerakan berlawanan arah jarum jam yang
melonggarkan gigi dengan gerakan yang melepaskan. Kemudian,
diteruskan dengan gaya ke arah labial, yang akan melepaskan gigi dari
soketnya. (Shoba Tandon, 2008)
Gigi anterior maksilla memiliki akar tunggal yang cenderung
conical. Hal ini menyebabkan gigi cenderung memiliki resiko fraktur
rendah dan mendukung gerakan rotasi. Tang A no 1 digunakan untuk
ekstraksi gigi anterior maksilla. (Pinkham, 1999)
Gigi Anterior Mandibula:
Bagian melintang dari akar gigi ini adalah oval. Setelah gaya
inisial pada apikal gigi, arah gaya berikutnya adalah ke arah labial
dalam satu gerakan. Setelah gigi terasa longgar dari soketnya, gerakan
berlawanan arah jarum jam mengeluarkan gigi dari soketnya. (Shoba
Tandon, 2008)

14

Gigi anterior mandibula memiliki akar tunggal. Hal ini


menyebabkan

seorang

dokter

gigi

harus

berhati-hati

dalam

menggerakkan tang agar jangan sampai mengganggu gigi yang


berdekatan karena akan mudah sekali menjadi untuk menjadi goyang.
Hal ini juga menyebabkan dokter gigi dapat menggunakan gerakan
rotasi dan sedikit gerakan ke arah labial dan lingual dapat melepaskan
gigi dari soketnya (Pinkham, 1999)
Gigi Molar sulung Maksilla:
Karena akar palatal melengkung, gerakan untuk pencabutan gigi
diarahkan ke palatal dengan tekanan ringan. Tekanan ringan
diaplikasikan dengan tujuan agar tidak sampai mematahkan akar
palatal yang melengkung. Kemudian diteruskan dalam satu gaya ke
arah bukal, gigi menjadi longgar dan gerakan berlawanan arah jarum
jam mengeluarkan gigi dari soketnya. (Shoba Tandon, 2008)
Gigi molar maksilla berbeda dengan gigi permanen. Ketinggian
konturnya lebih dekat ke cementoenamel junction dan akarnya lebih
divergen dan diameternya lebih kecil. Karena struktur akar melemah
saat erupsi gigi permanen, sering terjadi fraktur akar saat pencabutan
gigi maksilla. Hal lain yang harus diperhatikan adalah hubungan antara
molar sulung dengan mahkota premolar yang akan tumbuh. Apabila
akar mengelilingi mahkota premolar, bukan mustahil premolar ikut
tercabut bersama molar sulung. (Pinkham, 1999). Setelah perlekatan
epithelial dipisahkan, elevator 301 lurus digunakan untuk luksasi gigi
dan ekstraksi diselesaikan dengan tang universal maksilla no 150S.
(Pinkham, 1999)
Gigi Molar sulung Mandibula:
Potongan melintang dari akar gigi ini adalah datar dalam arah
mesiodistal dan berbentuk lonjong. Gerakan rotasi merupakan kontra
indikasi. Gaya inisial pertama adalah tekanan ringan ke arah lingual,
semudian diteruskan dalam satu gaya ke bukal sampai gigi melonggar
dari soketnya. Setelah itu, gerakan rotasi berlawanan arah jarum jam

15

mengeluarkan gigi dari soketnya. (Shoba Tandon, 2008). Pada


pencabutan gigi molar mandibula,

dokter gigi harus memberikan

support oleh tangan yang tidak melakukan ekstraksi pada mandibula


pasien supaya tidak terjadi cedera sendi temporo mandibular. Setelah
luxasi dengan elevator lurus no 301, tang no 151S digunakan untuk
mengekstraksi gigi (Pinkham, 1999).

2.3.3 Setelah Tindakan Ekstraksi


Setelah tindakan ekstraksi pasien harus diinstruksikan beberapa hal
berikut agar tidak terjadi komplikasi berkepanjangan maupun supaya proses
penyembuhannya dapat berlangsung dengan cepat. Hal-hal tersebut antara
lain:

Istirahat yang cukup, karena membantu proses penyembuhan luka.

Setelah dilakukan ekstraksi, pasien diinstruksikan untuk menggigit


tampon diatas bekas luka ekstraksi. Tekanannya dipertahankan paling
tidak selama 30 menit. Apabila lewat 30 menit masih ditemukan
pendarahan, maka diinstruksikan untuk menggigit tampon selama 30
menit berikutnya. Adanya sedikit pendarahan yang kadang-kadang masih
keluar selama 24 jam pasca ekstraksi masih dapat dikatakan normal.
Namun apabila terjadi pendarahan hebat, segera hubungi dokter gigi.

Pasien baru boleh makan beberapa jam setelah ekstraksi, agar tidak
mengganggu terbentuknya blood clot. Apabila telah diperbolehkan
makan, makanlah makanan yang lembut. Hindari makanan keras, karena
makanan keras dapat merusak daerah bekas ekstraksi, serta jangan
mengunyah di sisi bekas ekstraksi.

Instruksikan pasien agar tidak memakan makanan atau meminum


minuman panas untuk sementara waktu. Rangsangan panas dapat
meningkatkan vaskularisasi sehingga pembentukan bekuan darah menjadi
lebih lambat.

Banyak minum untuk mencegah dehidrasi.

16

Ketidaknyamanan post ekstraksi biasanya diikuti dengan rasa sakit, maka


pasien diinstruksikan untuk mengkonsumsi analgesik yang telah
diresepkan oleh dokter gigi.

Instruksikan pasien untuk mengkonsumsi vitamin B dan C sebagai terapi


tambahan untuk penyembuhan jaringan.

Jaga kebersihan rongga mulut. Sikat gigi secara rutin, tidak boleh
berkumur dengan menggunakan hidrogen peroksida karena dapat
menghilangkan blood clot. Berkumurlah dengan obat kumur yang
mengandung analgesik atau dengan larutan povidon iodine yang telah
diencerkan dengan menggunakan air masak untuk menjaga kebersihan
rongga mulut. Caranya yaitu dengan mengambil air masak sebanyak 250
ml kemudian ditetesi 2-4 tetes larutan povidon iodine, lalu gunakan air
tersebut untuk berkumur.

Melakukan kompres dengan es atau potongan es kecil yang dimasukkan


ke dalam kantong plastik, kemudian dibungkus dengan sebuah handuk
kecil. Lalu tempelkan pada wajah dekat tempat ekstraksi. Hal tersebut
dapat dilakukan berulang, terutama 24 jam setelah ekstraksi guna
mengurangi rasa nyeri dan mencegah edema.

Instruksikan pasien untuk melakukan kontrol ke dokter gigi 4-5 hari


setelah dilakukannya ekstraksi.

2.1.4 Komplikasi yang dapat Terjadi Pasca Pencabutan Gigi Anak


Komplikasi digolongkan menjadi intraoperatif, segera setelah pencabutan
gigi dan jauh setelah pencabutan gigi.
a. Komplikasi Selama Ekstraksi Gigi
1. Kegagalan Pemberian Anestesi
Hal ini biasanya berhubungan dengan teknik yang salah atau dosis obat
anestesi yang tidak cukup.
2. Kegagalan mencabut gigi dengan tang atau elevator
Tang dan elevator harus diletakkan dan sebab kesulitan segera dicari jika
terjadi kegagalan pencabutan dengan instrument tersebut.

17

3. Perdarahan selama pencabutan


Sering pada pasien dengan penyakit hati, misalnya seorang alkoholik yang
menderita sirosis, pasien yang menerima terapi antikoagulan, pasien yang
minum aspirin dosis tinggi atau NSAID lain sedangkan pasien dengan
gangguan pembekuan darah yang tidak terdiagnosis sangat jarang.
Komplikasi ini dapat dicegah dengan cara menghindari perlukaan pada
pembuluh darah dan melakukan tekanan dan klem jika terjadi perdarahan.
4. Fraktur
Fraktur dapat terjadi pada mahkota gigi, akar gigi, gigi tetangga atau gigi
antagonis, restorasi, processus alveolaris dan kadangkadang mandibula.
Cara terbaik untuk mengindari fraktur selain tekanan yang terkontrol adalah
dengan menggunakan gambar sinar x sebelum melakukan pembedahan.
5. Pergeseran
Terlibatnya antrum, pergeseran gigi atau fragmen ke fosa intratemporalis,
pergeseran gigi ke dalam mandibula merupakan komplikasi intra operatif.
Pemeriksaan sinar X yang akurat diperlukan baik sebelum maupun
intraoperatif.
6. Cedera jaringan lunak
Komplikasi ini dapat dihindari dengan membuat flap yang lebih besar dan
menggunakan retraksi yang ringan saja.

b. Komplikasi Segera Setelah Ekstraksi Gigi


Komplikasi yang mungkin terjadi segera setelah ekstraksi gigi dilakukan
antara lain:
1. Perdarahan
Perdarahan ringan dari alveolar adalah normal apabila terjadi pada 12-24 jam
pertama sesudah pencabutan atau pembedahan gigi. Penekanan oklusal dengan
menggunakan kasa adalah jalan terbaik untuk mengontrolnya dan dapat
merangsang pembentukan bekuan darah yang stabil. Perdarahan bisa diatasi
dengan tampon (terbentuknya tekanan ekstravaskuler lokal dari tampon),
pembekuan, atau keduanya.

18

2. Rasa sakit
Rasa sakit pada awal pencabutan gigi, terutama sesudah pembedahan untuk
gigi erupsi maupun impaksi, dapat sangat mengganggu. Orang dewasa
sebaiknya mulai meminum obat pengontrol rasa sakit sesudah makan tetapi
sebelum timbulnya rasa sakit.
3. Edema
Edema adalah reaksi individual, yaitu trauma yang besarnya sama, tidak selalu
mengakibatkan derajat pembengkakan yang sama. Usahausaha untuk
mengontrol edema mencakup termal (dingin), fisik (penekanan), dan obat
obatan.
4. Reaksi terhadap obat

Reaksi obatobatan yang relative sering terjadi segera sesudah pencabutan


gigi adalah mual dan muntah karena menelan analgesik narkotik atau non
narkotik. Reaksi alergi sejati terhadap analgesik bisa terjadi, tetapi relative
jarang. Pasien dianjurkan untuk menghentikan pemakaian obat sesegera
mungkin jika diperkirakan berpotensi merangsang reaksi alergi.
c. Komplikasi Jangka Panjang Setelah Ekstraksi Gigi
1. Alveolitis

Komplikasi yang paling sering, paling menakutkan dan paling sakit sesudah
pencabutan gigi adalah dry socket atau alveolitis ( osteitis alveolar).
2. Infeksi
Pencabutan suatu gigi yang melibatkan proses infeksi akut, yaitu perikoronitis
atau abses, dapat mengganggu proses pembedahan. Penyebab yang paling
sering adalah infeksi yang termanifestasi sebagai miositis kronis. Terapi
antibiotik dan berkumur dengan larutan saline diperlukan jika terbukti ada
infeksi yaitu adanya pembengkakan, nyeri, demam, dan lemas.

19

Anda mungkin juga menyukai