Anda di halaman 1dari 64

RESPONSI

HIRSCHSPRUNG
DISEASE
Pembimbing :
dr. Hertanto, Sp B.

Oleh : Hervina Yulanda (2009.04.0.0154)

IDENTITAS PENDERITA

Nama
: Ny. I
Umur
: 34 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat
: Pamekasan
Pekerjaan
: ibu rumah tangga
MRS
: 26 Januari 2015
Jam
: 11.30
Pemeriksaan
: 2 Februari 2015
Jam
: 15.00
Ruangan
: B1

SUBYEKTIF(ANAMNESA)
Keluhan Utama

: sesak

Keluhan Tambahan : sulit BAB, mual muntah.

Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) :


Pasien datang dengan keluhan sesak sejak 1 hari
sebelum MRS. Pasien merasa sesak karena perut
terasa penuh, nyeri, besar, dan keras sehingga sulit
menarik napas. Pasien mengeluh sulit BAB sejak 6
minggu sebelum MRS. Pasien mengaku bahwa dalam
2-3 hari hanya sekali BAB beberapa butir seperti
kotoran kambing, warna hitam, tidak ada lendir
maupun darah sejak 6 minggu sebelum MRS.
Sebelumnya pasien BAB rutin setiap hari 1 kali dan
tidak meringkil seperti kotoran kambing. Pasien juga
merasa mual dan muntah tiap kali makan sejak 6
minggu sebelum MRS, keluhan makin lama makin
memberat hingga pasien tidak bisa makan sama
sekali sejak 3 hari sebelum MRS.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Penderita pernah mengalami keluhan yang
sama pada tahun 2006 (9 thn yang lalu). Pasien
merasa tidak bisa BAB 2 minggu, perutnya
terasa nyeri, besar, keras namun tidak ada
sesak.
BAB sedikit dan meringkil sperti kotoran
kambing, berwarna hitam, tidak ada darah.
Pasien hanya datang ke klinik praktek dokter
umum di dekat rumah dan hanya diberi obat
dulcolac (laxative) lalu pasien bisa BAB
banyak.
Saat kecil pasien tidak pernah mengalami sakit
seperti ini.

Riwayat Penyakit keluarga : tidak ada


keluarga yang mengalami sakit yang sama
seperti ini.

Riwayat Penggunaan Obat :


Pasien sering menggunakan dulcolac lewat
anus sejak tahun 2006 (9 tahun yang lalu),
apabila pasien tidak bisa BAB.

PEMERIKSAAN FISIK (TGL 2 FEBRUARI 2015)


Berat badan
: 35 kg ; Tinggi badan : 150cm

BMI = 15,5 ; Status gizi = underweight


Kesadaran : Compos mentis ; GCS 4-5-6
Tensi : 100/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit, regular
T : 36,8 oC, axiller
RR: 20 x/menit
Skala nyeri : 7
Karakteristik
: nyeri tumpul abdomen, difuse
Lokasi
: Nyeri terutama pada regio umbilicalis,
regio lumbar sinistra, regio iliaca sinistra.
Durasi
: Makin lama bertambah berat
Frekuensi
: terus menerus

Kepala
Leher
Thorax

:A/I/C/D:-/- /-/: Tidak ada pembesaran KGB dan thyroid


: Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Ka: sternal line D ; Ki:
midclavicular line S
Auskultasi : S1, S2 tunggal , tidak ada
murmur dan gallop
Pulmo : Inspeksi : Normochest, gerak napas
simetris
Palpasi : Gerak nafas simetris
Perkusi : Sonor
Auskultasi: Ves/Ves , Wheezing -/-,
Ronkhi -/-

Abdomen :
(Status lokalis)
Inspeksi : distended, asimetris, darm contour (+)
Auskultasi : Bising usus normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Nyeri tekan - - - + +
- - +
Pmeriksaan Rectal touch : TSA (+) kuat, mukosa rectum
rata, nyeri (-), pada handscoon terdapat feses.
Ekstremitas
: Akral hangat , tidak ada edema
Collumna vertebra : Dalam batas normal

PEMERIKSAAN PENUNJANG (1-2-2015)


DL : WBC : 6.3 x 103/uL (4.0-12.0)
RBC : 4.24 x 106/uL (3.50-5.20)
HGB : 13.4 g/dL (12.0-16.0)
PLT: 245 x 103/uL (150-400)

Elektrolit : Na+ = 133,3 mmol/L (tanggal 27-1-2015)


Ka- = 3,48 mmol/L
Cl- = 101,7 mmol/L

RADIOLOGI (TANGGAL 27 JANUARI


2015)

BOF : tampak bayangan udara meningkat di dalam usus


dengan fecal material banyak (obstipasi).
Tanda-tanda ileus obstruksi / paralitik (-), penebalan
dinding usus (-). Masa intra cavum abdomen (-).
Barium Enema : jarak awal pelebaran rectum dari marker anus
sekitar 2,7cm yang tampak mendesak organ sekitarnya
(pankreas, Gallblader, buli, dan uterus) dengan batas tegas.

CT scan : pelebaran diameter rectum mulai setinggi coccygeus


s/d colon (kesan seluruh colon) dengan paling lebar setinggi
os.coccygeus s/d flexura lienalis, dengan diameter sekitar
13,6cm yang tampak berisi fecal material dengan tidak
tampaknya penebalan dinding; dengan bagian caudal terdapat
zona transisional yang sangat pendek;

Assessment
Diagnosa kerja : Hirscphrung disease

Planning
Penatalaksanaan : diet TKTP
Inj. Cefriaxone 2 x 1gr
Rencana selanjutnya : pro Sigmoidotomy

FOLLOW UP (3 FEBRUARI 2015)


S : nyeri di seluruh perut ,perut terasa penuh dan keras,
BAB 17x warna hitam, bau amis, lembek,
lendir(-),
mual muntah.
O : Vital sign : Tensi 110/70 mmHg
Nadi 100x/menit
RR 24x/menit
Temperatur 36,5C

Kepala
Leher
Thorax

:A/I/C/D:-/- /-/: Tidak ada pembesaran KGB dan thyroid


: Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Ka: sternal line D ;
Ki: midclavicular line S
Auskultasi
: S1, S2 tunggal, murmur(-),
gallop (-)
Pulmo : Inspeksi
: Normochest, gerak napas
simetris
Palpasi
: Gerak nafas simetris
Perkusi
: Sonor
Auskultasi :Ves/Ves, Wheezing -/-,
Ronkhi -/-

Abdomen :

(Status lokalis)
Inspeksi : distended, asimetris, darm contour (+)
Auskultasi
: Bising usus normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Nyeri tekan
- - - + - + Ekstremitas
: Akral hangat , tidak ada edema
Collumna vertebra : Dalam batas normal

Assessment
Diagnosa kerja
: Hirscphrung disease dengan
komplikasi enterocolitis.

Planning
Penatalaksanaan : pro Sigmoidotomy

FOLLOW UP (4 FEBRUARI 2015)


S : nyeri perut disekitar stoma, kantong berisi
banyak lendir dan sangat bau.
O : Vital sign : Tensi 110/70 mmHg
Nadi 96x/menit
RR 24x/menit
Temperatur 38C

Kepala
Leher
Thorax

:A/I/C/D:-/- /-/: Tidak ada pembesaran KGB dan thyroid


: Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Ka: sternal line D ;
Ki: midclavicular line S
Auskultasi
: S1, S2 tunggal, murmur(-),
gallop (-)
Pulmo : Inspeksi
: Normochest, gerak napas
simetris
Palpasi
: Gerak nafas simetris
Perkusi
: Sonor
Auskultasi :Ves/Ves, Wheezing -/-,
Ronkhi -/-

Abdomen :

(Status lokalis)
Inspeksi : perut flat, terpasang stoma bag,
mucosa usus oedem, produksi lendir
sangat banyak dan sangat bau,
fecal cair hitam.
Auskultasi : Bising usus normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Nyeri tekan (-)

Ekstremitas
: Akral hangat , tidak ada oedema
Collumna vertebra : Dalam batas normal

PEMERIKSAAN PENUNJANG (4 Februari 2015)


DL : WBC : 16.0 x 103/uL
(4.0-12.0)
RBC : 5.37 x 106/uL (3.50-5.20)
HGB : 13.6 g/dL
(12.0-16.0)
PLT : 203 x 103/uL
(150-400

Assessment Hirscphrung disease post Sigmoidotomy


Planning
Diet lunak (bubur kasar)
Inj. Ceftriaxone 2 x 1gr
Inj. Metronidazole 3 x 500mg
Inj. Antrain 3 x 500mg
Inj. Ranitidin 2 x 50 mg
Inj. Paracetamol 3 x 500 mg (bila temp >38o C).

FOLLOW UP
5 Februari 2015

6 Februari 2015

7 Februari 2015

S : nyeri perut kiri bawah


bekas operasi, usus
bengkak, BAB cair
hitam, bau.

S : nyeri perut kiri bawah


bekas operasi sudah
berkurang, usus
bengkak, BAB mulai
padat dan banyak, warna
coklat kadang kuning

S : nyeri perut
berkurang, usus
bengkak, BAB mulai
padat dan banyak, warna
coklat kadang kuning

O : Tensi 110/70 mmHg


Nadi 97x/menit
RR 21x/menit
Temperatur 36,7C

O : Tensi 110/70 mmHg


Nadi 96x/menit
RR 20x/menit
Temperatur 36,4C

O : Tensi 120/80 mmHg


Nadi 90x/menit
RR 18x/menit
Temperatur 36,9C

St. Generalis = dbn


St. Lokalis regio Abdm

St. Generalis = dbn


St. Lokalis regio Abdm

St. Generalis = dbn


St. Lokalis regio Abdm

I: terpasang stoma
bag, mucosa usus oedem,
produksi lendir banyak
dan sangat bau, fecal

I: terpasang stoma bag,


mucosa usus oedem,
prod.lendir sedikit dan
masih bau, fecal mulai

I: terpasang stoma bag,


mucosa usus oedem, fecal
mulai padat, coklat
kekuningan.

5 Februari 2015

6 Februari 2015

7 Februari 2015

A : Hirscphrung disease
post op.Sigmoidostomy

A : Hirscphrung disease
post op.Sigmoidostomy

A : Hirscphrung disease
post op.Sigmoidostomy

P:
Diet lunak (bubur-kasar)
Inj. Ceftriaxone 2 x 1gr
Inj. Metronidazole
3x500mg
Inj. Antrain 3 x 500mg
Inj. Ranitidin 2 x 50 mg
Inj. Paracetamol 3 x 500
mg (bila temp >38o C).

P:
Diet nasi TKTP
Putih telur 5-6 butir/hari
Inj. Ceftriaxone 2 x 1gr
Inj. Metronidazole 3 x
500mg

P:
Diet nasi TKTP
Putih telur 5-6 butir/hari
Per oral:
Cefixime 2x100mg
Metronidazole 3 x 500mg

Edukasi penggantian
stoma bag :
Kantong harus segera
diganti bila fecal sudah
mulai penuh mengisi
kantong stoma.
Menjaga higienitas

KRS

RESUME
Ny.I usia 34 thn, datang dengan keluhan utama sesak.
Karena perut terasa penuh, nyeri, besar, dan keras sehingga
sulit menarik napas. Sulit BAB sejak 6 minggu SMRS,
dalam 2-3hari hanya BAB 1x sedikit, seperti kotoran
kambing, hanya beberapa butir, warna hitam, lendir (-),
darah (-). Mual muntah sejak 6 minggu SMRS, tambah lama
semakin memberat hingga sejak 3hari SMRS tidak ada
makanan dan minuman sama sekali yang masuk.
Dari pemeriksaan fisik, pasien mengalami gizi kurang. Pada
status lokalis di regio abdomen tampak perut distended,
asimetris, darm contour (+).

BOF : tampak bayangan udara meningkat di dalam usus


dengan fecal material banyak (obstipasi).
Tanda-tanda ileus obstruksi / paralitik (-), penebalan
dinding usus (-). Masa intra cavum abdomen (-).
Barium Enema : jarak awal pelebaran rectum dari marker
anus sekitar 2,7cm yang tampak mendesak organ
sekitarnya (pankreas, Gallblader, buli, dan uterus) dengan
batas tegas.

CT scan : pelebaran diameter rectum mulai setinggi


coccygeus s/d colon (kesan seluruh colon) dengan paling
lebar setinggi os.coccygeus s/d flexura lienalis, dengan
diameter sekitar 13,6cm yang tampak berisi fecal material
dengan tidak tampaknya penebalan dinding; dengan bagian
caudal terdapat zona transisional yang sangat pendek;

HIRSCHSPRUNG DISEASE
ANATOMI
A. Dinding Usus
Dua lapisan otot polos:

Luar: sel yang memanjang sepanjang usus


membentuk otot polos longitudinal.

Di antaranya: Pleksus Myenterikus, pleksus


ganglion sel saraf

Dalam: sel lebih tebal membentuk otot polos


sirkular.

Sisi

luminal

otot

polos

sirkular

adalah

yaitu:

Pleksus

Submukosa:

Connective tissue,

pembuluh darah kecil,

Ganglion

pleksus

kedua,

Submukosa.

Otot tipis memisahkan lapisan submukosa


dengan mukosa.

Mukosa dipersarafi serabut saraf sensorik dari


sel saraf pleksus. Terdapat sel enteroendocrine
untuk mengontrol fungsi usus.

B. Sel Otot Polos

Sel panjang tipis dengan inti sel besar.

Dihubungkan melalui celah penghubung untuk


mengoperasikan unit mekanis fungsional.

Otot longitudinal dan otot sirkular bersama


menyebabkan gerak gelombang peristaltik.

Kontraksi

sirkular

menyebabkan

segmentasi

sementara kontraksi longitudinal menyebabkan


kontraksi seperti gelombang.

B. Sel Otot Polos

Sel panjang tipis dengan inti sel besar.

Dihubungkan melalui celah penghubung untuk


mengoperasikan unit mekanis fungsional.

Otot longitudinal dan otot sirkular bersama


menyebabkan gerak gelombang peristaltik.

Kontraksi

sirkular

menyebabkan

segmentasi

sementara kontraksi longitudinal menyebabkan


kontraksi seperti gelombang.

Pleksus submukosa dibagi menjadi dua:

Peksus submukosa dalam (Meissner) berada di


bawah langsung muskularis mucosae

Pleksus

submukosa

luar

(Schabadasch

atau

Henle) berdekatan langsung dengan lapisan otot


sirkular.

Pleksus submukosa tidak terdapat pada esofagus dan


lambung, hanya pada usus.

Fungsi masing-masing:

Pleksus myenterikus utamanya mengatur fungsi


motor

Pleksus submukosa utamanya terlibat dalam


kontrol aliran darah, sekresi, dan absorpsi.

HIRSCHSPRUNG DISEASE
1. Definisi

Gangguan perkembangan sistem saraf enterik ditandai


tidak adanya ganglion pleksus myenterikus (Auerbachs)
dan submukosa (Meissners) yang mengakibatkan
obstruksi fungsional.
2. Epidemiologi
Prevalensi terjadi pada 1 dalam 5000 kelahiran.
Di Asia diperkirakan terjadi pada 2,8 dalam 10.000
kelahiran.
Anak laki-laki lebih banyak mengalami Hirschsprung
dibandingkan dengan wanita dengan resiko 5:1

3. Klasifikasi
Klasifikasi Hirschsprung
Segmen Klasik

Keterangan
Segmen aganglionik tidak muncul
melewati sigmoid yang lebih atas.

Segmen Panjang

Aganglionik di splenic flexure atau


colon transversus

Total Colonic Aganglionosis

Aganglionik berada di colon dan


segmen kecil ileum terminalis

Total Intestine Aganglionosis

Tidak adanya sel-sel ganglion dari


duodenum hingga rectum

4. Etiologi
A. Teori Abnormalitas Migrasi Neural Crest.

Kemungkinan penyebab Hirschprung:

Kegagalan migrasi neuroblast ke arah distal


usus halus.

Migrasi neuroblast mungkin normal tetapi


gagal

untuk

bertahan,

proliferasi

berdifferensiasi pada bagian distal.

atau

B. Teori Abnormalitas Genetik

Bisa

terjadi

secara

sporadic,

gen

dominan

maupun resesif dalam keluarga.

Mutasi yang umum terjadi adalah mutasi gen


RET (7-35% kasus), gen EDN tipe B (7% kasus),
dan gen EDN3 (<5%).

Sering terkait dengan abnormalitas kongenital


lainnya (trisomy 21 = Down Syndrome, defek
septal cardiac)

Abnormalitas gastrointestinal merupakan hal


yang paling umum terjadi, diikuti dengan sistem
syaraf pusat dan genitourinary.

5. Patologi
Normal:

Submucosal (Meissnerr), intermuscular (Auerbach),


dan plexus mukosa saling berhubungan dengan
komponen fungsional usus, yaitu: absorbsi, sekresi,
motilitas, dan aliran darah.

Motilitas normal dibawah kontrol neuron intrinsik.


Neuron ini mengkontrol kontraksi maupun relaksasi
otot polos dengan relaksasi lebih dominan.

Ekstrinsik kontrol utamanya melewati serat kolinergik


dan adrenergik. Serat kolinergik berperan pada
inhibisi dan serat adrenergik berperan pada kontraksi.

Hirschsprung

Sel ganglion tidak ada sehingga menyebabkan


peningkatan persarafan ekstrinsik usus.

Sistem adrenergik (eksitatory) lebih dominan


dibanding

sistem

kolinergik

(inhibitori),

menyebabkan peningkatan pada tonus otot polos.

Dengan hilangnya saraf intrinsik pada enterik,


peningkatan

tonus

tidak

sejalan

dan

menyebabkan ketidakseimbangan kontraktilitas


otot polos, peristaltik yang tidak terkoordinasi,
dan obstruksi fungsional.

6. Gejala Klinis

Tiga karakteristik yang umum, yaitu: neonatal bowel


obstruction, chronic constipation, dan enterocolitis.

A. Neonatal Bowel Obstruction

50%-90% menunjukan distensi abdomen dan vomit


selama periode neonatal.

Khusus = perlambatan saluran meconium, normalnya


95% bayi keluar meconium 24 jam pertama kelahiran,

Jika terjadi obstruksi colon distal dapat menyebabkan


perforasi caecal.

Foto polos radiologi biasanya menujukan dilatasi


lumen usus pada rongga abdomen.

B. Konstipasi Kronik

Sering pada kelainan segmen pendek tetapi juga


dapat kelainan segmen panjang dan kelainan
seluruh colon

Gejala klinis yang mendukung Hirschsprung:

Kegagalan mengeluarkan meconium dalam 48


jam,

kegagalan

perkembangan,

distensi

abdomen.

Dapat dilakukan pemeriksaan colok dubur untuk


mengetahui kekuatan sphincter anal, tetapi tidak
akurat

C. Enterocolitis

Gejala: demam, distensi abdomen dan diare.


10%

anak

enterokolitis

Hirschsprung
tetapi

mempunyai

umumnya

gejala

Hirschsprung

menyebabkan konstipasi maka diagnosis sering


terlewatkan.

Curiga Hirschsprung dapat ditegakan jika ada


riwayat kegagalan mengeluarkan meconium dan
ada gejala obstruksi intermitten

7. Diagnosis
A. Radiologi
Diagnosis bayi baru lahir dengan obstruksi usus
distal dengan water soluble contrast enema
Pada
Hirschsprung kontras menunjukan zona
transisi antara bagian normal dengan bagian
aganglion.
Hanya 75% (+) zona transisi, tidak adanya zona
transisi tidak dapat menyingkirkan Hirschsprung.
Pada anak lebih dewasa lebih sering terjadi
Penemuan lain kontras enema yang mendukung
Hirschsprung:
Rectosigmoid
index (rasio diameter rectal/
diameter sigmoid) kurang dari 1.0 dan retensi
barium pada 24 jam post-evakuasi kontras.

B. Biopsi Rectal

Diagnosis definitive Hirschsprung berdasarkan


evaluasi histologic dari rectal biopsi,:

Tampak adanya atau tidak adanya sel ganglion


dan tampak adanya hipertrofi syaraf.

Biopsi dilakukan 1 - 2 cm di atas linea dentata,

Pengambilan terlalu distal mengakibatkan falsepositive karena ganglion sel dapat tidak ada secara
normal pada daerah ini.

Tekhnik yang umum digunakan adalah suction pada


daerah mukosa dan underlying mukosa.

Zona transisional

Beberapa klinisi patologis yakin bahwa suction rectal


biopsi dengan tidak terdapatnya sel ganglion
konsisten dengan Hirschsprung.

Evaluasi dari suction biopsi dapat diperjelas dengan


pengecetan dengan acetylcholinesterase

Punch biopsi atau Full thickness biopsies, dengan


mengambil beberapa jaringan dan lapisan yang lebih
dalam, dibutuhkan jika suction biopsy inadekuat.

Normal

Hirschsprung

C. Anorectal Manometry

Mengidentifikasi rectoanal inhibitory reflex:

Tampak pada orang normal tapi tidak ada


pada sebagian besar anak Hirschsprung.

Dapat terjadi pada bayi yang baru lahir, tetapi


kebanyakan tidak ada pada usia ini sehingga
tidak dapat dipercaya.

Anak yang lebih dewasa, dapat menunjukan


hasil false-positive karena adanya masking
respon relaksasi karena kontraksi sphincter
anal external.

8.Manajemen terapi

Tujuan terapi Hirschsprung terdiri dari:

Menghilangkan
merekonstruksi

usus
usus

aganglionik
dengan

dan

memberikan

persyarafan yang baik pada usus sampai


dengan anus

Menjaga fungsi sphincter tetap baik


Menangani

komplikasi

dari

Hirschsprung

yang tidak terdeteksi atau tidak tertangani

A. Pembedahan

Tiga teknik yang sering digunakan adalah:

Rectosigmoidectomy yang dikembangkan oleh


Swenson

Pendekatan

retrorectal

transanal

oleh

Duhamel

Prosedur endorectal oleh Soave.

Prinsip dasar adalah membawa usus ganglionik


turun ke anus.

Tindakan bedah dikerjakan bila berat badan bayi


sudah cukup ( >9kg).

1. Swenson
Rectosigmoidectomy

Reseksi bagian bawah rektum

Eversi segmen aganglionik dan seluruh ketebalan


rektum

Tarik bagian normal (segmen ganglionik) keluar


anus

Colorectal anastomose

2. Duhamel (martin Modification)

Diseksi retrorectal

Insisi dinding posterior rectum aganglionik

Tarik

(pull-Through)

retrorectal

setelah

reseksi

segmen aganglionik proximal

Bagian akhir segmen aganglionik anastome dengan


sisi segmen ganglionik (End to side colorectal
anastomose)

Perkuat penyambungan anastomose dengan cara side


to side colorectal anastomose

3. Soave

Diseksi bagian Endorectal

Eversi segmen aganglionik dan ujung mukosa


rectal

Insisi ujung rectal yang sudah dieversi

Tarik bagian endorectal

Colorectal anastomose tepat di atas linea dentata

B. Pengobatan

Tujuan pengobatan Hirschsprung:

Menanggulangi Infeksi

Menurunkan morbiditas

Mencegah komplikasi

Dapat diberikan antibiotik berupa: amoxicillin,


ampicillin, gentamicin, maupun metronidazole

9. Komplikasi
1. Intraoperative dan Postoperative Awal
Komplikasi operasi Hirschsprung:
Perdarahan, infeksi, luka pada organ sekitar, dan
resiko anastesi.
Anak yang mengalami prosedur stoma (pembukaan
rongga abdomen, untuk keperluan sistem pencernaan
atau genitourinary) :
Strikture, retraksi, prolapse, dan kelainan kulit.
Komplikasi Anastomotic,
Jarang tetapi dapat terjadi setelah standard pull
through prosedur.
Striktur
dan retraksi dapat mengakibatkan
rendahnya suplai darah
Anastomotic dapat dihindari dengan perhatian
suplai darah

2. Komplikasi lambat
Komplikasi lambat yang dapat terjadi adalah:
obstruksi, inkontinensia, dan enterocolitis
2.1 Gejala Obstruksi
Gejala
obstruksi:
abdominal
distensi,
perut
mengembung, muntah, atau konstipasi kronik.
Alasan gejala obstruksi menetap setelah prosedur
pull-through:
Obstruksi mekanik
Aganglionosis yang menetap maupun didapat,
Kelainan motilitas colon atau proximal usus halus,
Internal sphincter achlasia akibat nonrelaxation
internal anal sphincter
Functional megacolon karena kebiasaan menahan
buang air besar (stool-holding behaviour).

Etiologi Obstruksi mekanik:

Striktur (prosedur Swenson atau Soave)

Aganglionic spur (Duhamel) dapat terisi feses dan


menghambat usus yang dilakukan prosedur.

Beberapa kasus terdapat kehilangan ganglion sel


setelah prosedur pull through.

Perlu dilakukan rectal biopsi untuk menentukan


apakah ada sel ganglion normal, jika tidak
ditemukan,

harus

through ulang.

dilakukan

prosedur

pull-

2.2 Inkontinentia

Ada tiga hal pada anak dengan inkontinensia,


yaitu:

Abnormal fungsi sphincter, terjadi karena


cedera

sphincter

selama

prosedur

pull-

through

Abnormal sensasi pada seluruh rectum atau


cedera pada transisional epitel

Overflow inkontinensia karena konstipasi.

Identifikasi

cedera

termasuk

manometry, dan anal sonography.

anorectal

2.3 Enterocolitis

Dapat terjadi setelah pembedahan.

Gejala: demam, abdominal distention, dan diare.

Insidensi enterocollitis postoperative antara 17%50%.

Penyebab enterocollitis belum diketahui, diduga


sebagai

penyebab:

Clostridium

diffcile

atau

rotavirus,

Adanya hubungan abnormalitas sistem mukosa


imun sebagai faktor predisposisi.

10. Diferensial Diagnosis

Konstipasi

Ileus Obstruksi

Iritable Bowel Syndrome

11. Prognosa

Anak dengan manajemen awal atau anak yang hanya


mengalami kelainan segmen pendek = prognosis lebih
baik

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai