Anda di halaman 1dari 8

HIFEMA

Definisi
Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata depan, yaitu daerah di
antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh
darah iris atau badan siliar dan bercampur dengan humor aqueus (cairan mata) yang jernih.
Darah yang terkumpul di bilik mata depan biasanya terlihat dengan mata telanjang. Walaupun
darah yang terdapat di bilik mata depan sedikit, tetap dapat menurunkan penglihatan. Hifema
atau darah di dalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek
pembuluh darah iris atau badan siliar. Bila pasien duduk hifema akan terlihat terkumpul
dibawah bilik mata depan dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan.
Klasifikasi
a) Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi:
1.

Hifema traumatika adalah perdarahan pada bilik mata depan yang disebabkan pecahnya

pembuluh darah iris dan badan silier akibat trauma pada segmen anterior bola mata.
2. Hifema akibat tindakan medis (misalnya kesalahan prosedur operasi mata).
3. Hifema akibat inflamasi yang parah pada iris dan badan silier, sehingga pembuluh darah
pecah.
4.
Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah (contohnya

juvenile

xanthogranuloma).
5. Hifema akibat neoplasma (contohnya retinoblastoma).
b) Berdasarkan waktu terjadinya, hifema dibagi atas 2 yaitu:
1. Hifema primer, timbul segera setelah trauma hingga hari ke 2.
2. Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.
c)
1.
2.
3.
4.

Berdasarkan tampilan klinisnya dibagi menjadi beberapa grade (Sheppard) :


Grade I : darah mengisi kurang dari sepertiga COA (58%)
Grade II : darah mengisi sepertiga hingga setengah COA (20%)
Grade III : darah mengisi hampir total COA (14%)
Grade IV : darah memenuhi seluruh COA (8%)

Patofisiologi :
Trauma tumpul menyebabkan kompresi bola mata, disertai peregangan limbus, dan
perubahan posisi dari iris atau lensa. Hal ini dapat meningkatkan tekanan intraokuler secara
akut dan berhubungan dengan kerusakan jaringan pada sudut mata. Perdarahan biasanya

terjadi karena adanya robekan pembuluh darah, antara lain arteri-arteri utama dan cabangcabang dari badan siliar, arteri koroidalis, dan vena-vena badan siliar.
Inflamasi yang parah pada iris, sel darah yang abnormal dan kanker mungkin juga bisa
menyebabkan perdarahan pada COA. Trauma tumpul dapat merobek pembuluh darah iris
atau badan siliar. Gaya-gaya kontusif akan merobek pembuluh darah iris dan merusak sudut
COA. Tetapi dapat juga terjadi secara spontan atau pada patologi vaskuler okuler. Darah ini
dapat bergerak dalam ruang COA, mengotori permukaan dalam kornea. Perdarahan pada
bilik mata depan mengakibatkan teraktivasinya mekanisme hemostasis dan fibrinolisis.
Peningkatan tekanan intraokular, spasme pembuluh darah, dan pembentukan fibrin
merupakan mekanisme pembekuan darah yang akan menghentikan perdarahan. Bekuan darah
ini dapat meluas dari bilik mata depan ke bilik mata belakang. Bekuan darah ini biasanya
berlangsung hingga 4-7 hari. Setelah itu, fibrinolisis akan terjadi. Setelah terjadi bekuan
darah pada bilik mata depan, maka plasminogen akan diubah menjadi plasmin oleh aktivator
kaskade koagulasi. Plasmin akan memecah fibrin, sehingga bekuan darah yang sudah terjadi
mengalami disolusi. Produk hasil degradasi bekuan darah, bersama dengan sel darah merah
dan debris peradangan, keluar dari bilik mata depan menuju jalinan trabekular dan aliran
uveaskleral. Perdarahan dapat terjadi segera sesudah trauma yang disebut perdarahan primer.
Perdarahan primer dapat sedikit dapat pula banyak. Perdarahan sekunder biasanya timbul
pada hari ke 5 setelah trauma. Perdarahannya biasanya lebihhebat daripada yang primer. Oleh
karena itu seseorang dengan hifema harus dirawat sedikitnya 5 hari. Dikatakan perdarahan
sekunder ini terjadi karena resorpsi daribekuan darah terjadi terlalu cepat sehingga pembuluh
darah takmendapat waktu yang cukup untuk regenerasi kembali.
Penyembuhan darah pada hifema dikeluarkan dari COA dalam bentuk sel darah
merah melalui sudut COA menuju kanal schlem sedangkan sisanya akan diabsorbsi melalui
permukaan iris. Penyerapan pada iris dipercepat dengan adanya enzim fibrinolitik di daerah
ini.Sebagian hifema dikeluarkan setelah terurai dalam bentuk hemosiderin. Bila terdapat
penumpukan dari hemosiderin ini, dapat masuk ke dalam lapisan kornea, menyebabkan
kornea menjadi bewarna kuning dan disebut hemosiderosis atau imbibisi kornea, yang hanya
dapat ditolong dengan keratoplasti. Imbibisio kornea dapat dipercepat terjadinya oleh hifema
yang penuh disertai glaukoma. Adanya darah pada bilik mata depan memiliki beberapa
temuan klinis yang berhubungan. Resesi sudut mata dapat ditemukan setelah trauma tumpul
mata. Hal ini menunjukkan terpisahnya serat longitudinal dan sirkular dari otot siliar. Resesi
sudut mata dapat terjadi pada 85 % pasien hifema dan berkaitan dengan timbulnya glaukoma
sekunder di kemudian hari. Iritis traumatik, dengan sel-sel radang pada bilik mata depan,

dapat ditemukan pada pasien hifema. Padakeadaan ini, terjadi perubahan pigmen iris
walaupun darah sudah dikeluarkan. Perubahan pada kornea dapat dijumpai mulai dari abrasi
endotel kornea hingga ruptur limbus. Kelainan pupil seperti miosis dan midriasis dapat
ditemukan pada
10 % kasus. Tanda lain yang dapat ditemukan adalah siklodialisis, iridodialisis, robekan
pupil, subluksasi lensa, dan ruptur zonula zinn. Kelainan pada segmen posterior dapat
meliputi perdarahan vitreus, jejas retina (edema, perdarahan, dan robekan), dan ruptur koroid.
Atrofi papil dapat terjadi akibat peningkatan tekanan intraokular.
Tatalaksana
Biasanya hifema akan hilang sempurna. Bila perjalanan penyakit tidak berjalan
demikian maka sebaiknya penderita dirujuk. Walaupun perawatan penderita hifema traumatik
ini masih banyak diperdebatkan, namun pada dasarnya adalah :
1) Menghentikan perdarahan.
2) Menghindarkan timbulnya perdarahan sekunder.
3) Mengeliminasi darah dari bilik depan bola mata dengan mempercepat absorbsi.
4) Mengontrol glaukoma sekunder dan menghindari komplikasi yang lain.
5) Berusaha mengobati kelainan yang menyertainya.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka cara pengobatan penderita dengan traumatik
hifema pada prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar yaitu perawatan dengan cara
konservatif/tanpa operasi, dan perawatan yang disertai dengan tindakan operasi.
Perawatan Konservatif/Tanpa Operasi
1. Tirah baring (bed rest total)
Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala diangkat (diberi
alas bantal) dengan elevasi kepala 30 - 45o (posisi semi fowler). Hal ini akan mengurangi
tekanan darah pada pembuluh darah iris serta memudahkan kita mengevaluasi jumlah
perdarahannya. Ada banyak pendapat dari banyak ahli mengenai tirah baring sempurna ini
sebagai tindakan pertama yang harus dikerjakan bila menemui kasus traumatik hifema.
Bahkan beberapa penelitian menunjukkan bahwa dengan tirah baring kesempurnaan absorbsi
dari hifema dipercepat dan sangat mengurangi timbulnya komplikasi perdarahansekunder.
Istirahat total ini harus dipertahankan minimal 5 hari mengingat kemungkinan perdarahan
sekunder. Hal ini sering sukar dilakukan, terlebih-lebih pada anak-anak, sehingga kalau perlu
harus diikat tangan dan kakinya ke tempat tidur dan pengawasan dilakukan dengan sabar.

2. Bebat mata
Mengenai pemakaian bebat mata, masih belum ada persesuaian pendapat di antara para ahli.
Penggunaan bebat mata pada mata yang terkena trauma yaitu untuk mengurangi pergerakan
bola mata yang sakit.
3. Pemakaian obat-obatan
Pemberian obat-obatan pada penderita dengan traumatik hifema tidaklah mutlak, tapi cukup
berguna untuk menghentikan perdarahan, mempercepat absorbsinya dan menekan komplikasi
yang timbul. Untuk maksud di atasdigunakan obat-obatan seperti :

Koagulansia
Golongan obat koagulansia ini dapat diberikan secara oral maupun parenteral, berguna untuk
menekan/menghentikan perdarahan, Misalnya :Anaroxil, Adona AC, Coagulen, Transamin,
vit K dan vit C. Pada hifema yang baru dan terisi darah segar diberi obat anti fibrinolitik (di
pasaran obat ini dikenal sebagai transamine/ transamic acid) sehingga bekuan darah tidak
terlalu cepat diserap dan pembuluh darah diberi kesempatan untuk memperbaiki diri dahulu
sampai sembuh. Dengan demikian diharapkan terjadinya perdarahan sekunder dapat
dihindarkan. Pemberiannya 4 kali 250 mg dan hanya kira-kira 5 hari jangan melewati satu
minggu oleh karena dapat timbulkan gangguan transportasi cairan COA dan terjadinya
glaukoma juga imbibisio kornea. Selama pemberiannya jangan lupa pengukuran tekanan
intraokular.

Midriatika Miotika
Masih banyak perdebatan mengenai penggunaan obat-obat golongan midriatika atau miotika,
karena masing-masing obat mempunyai keuntungan dan kerugian sendiri -sendiri. Miotika
memang akan mempercepat absorbsi,tapi meningkatkan kongesti dan midriatika akan
mengistirahatkan perdarahan. Pemberian midriatika dianjurkan bila didapatkan komplikasi
iridiocyclitis. Akhirnya beberapa penelitian membuktikan bahwa pemberian midriatika dan
miotika bersama-sama dengan interval 30 menit sebanyak dua kali sehari akan mengurangi
perdarahan sekunder dibanding pemakaian salah satu obat saja.

Ocular Hypotensive Drug


Semua para ahli menganjurkan pemberian acetazolamide (Diamox) secara oral sebanyak 3x
sehari bilamana ditemukan adanya kenaikan tekanan intraokuler. Bahkan Gombos dan
Yasuna menganjurkan juga pemakaian intravena urea, manitol dan gliserin untuk
menurunkan tekanan intraokuler,walaupun ditegaskan bahwa cara ini tidak rutin. Pada hifema

yang penuh dengan kenaikan tekanan intra okular, berilah diamox, glyserin, nilai selama24
jam. Bila tekanan intra okular tetap tinggi atau turun, tetapi tetap diatas normal, lakukan
parasentesa yaitu pengeluaran drah melalui sayatan di kornea. Bila tekanan intra okular turun
sampai normal, diamox terus diberikan dan dievaluasi setiap hari. Bila tetap normal tekanan
intra okularnya dan darahnya masih ada sampai hari ke 5-9 lakukan juga parasentesa.

Kortikosteroid dan Antibiotika


Pemberian hidrokortison 0,5% secara topikal akan mengurangi komplikasi iritis dan
perdarahan sekunder dibanding dengan antibiotika.
Perawatan Operasi
Perawatan cara ini akan dikerjakan bilamana ditemukan glaucoma sekunder, tanda imbibisi
kornea atau hemosiderosis cornea. Dan tidak ada pengurangan dari tingginya hifema dengan
perawatan non-operasi selama 35 hari. Untuk mencegah atrofi papil saraf optik dilakukan
pembedahan bila tekanan bola mata maksimal > 50 mmHg selama 5 hari atau tekanan bola
mata maksimal > 35 mmHg selama 7 hari. Untuk mencegah imbibisi kornea dilakukan
pembedahan bila tekanan bola mata rata-rata > 25 mmHg selama 6 hari atau bila ditemukan
tanda-tanda imbibisi kornea. Tindakan operatif dilakukan untuk mencegah terjadinya sinekia
anterior perifer bila hifema total bertahan selama 5 hari atau hifema difus bertahan selama 9
hari. Intervensi bedah biasanya diindikasikan pada atau setelah 4 hari. Dari keseluruhan
indikasinya adalah sebagai berikut :

1.
2.
3.

Empat hari setelah onset hifema total


Microscopic corneal bloodstaining (setiap waktu)
Total dengan dengan Tekanan Intra Okular 50 mmHg atau lebih selama 4 hari (untuk

4.

mencegah atrofi optic)


Hifema total atau hifema yang mengisi lebih dari COA selama 6 hari dengan tekanan 25

5.

mmHg (untuk mencegah corneal bloodstaining)


Hifema mengisi lebih dari COA yang menetap lebih dari 8-9 hari (untuk mencegah

6.

peripheral anterior synechiae)


Pada pasien dengan sickle cell disease dengan hifema berapapun ukurannya dengan tekanan
Intra ocular lebih dari 35 mmHg lebih dari 24 jam. Jika Tekanan Inta Ocular menetap tinggi
50 mmHg atau lebih selama 4 hari, pembedahan tidak boleh ditunda. Suatu studi mencatat
atrofi optic pada 50 persen pasien dengan total hifema ketika pembedahan terlambat. Corneal
bloodstaining terjadi pada 43% pasien. Pasien dengan sickle cell hemoglobinopathi
diperlukan operasi jika tekanan intra ocular tidak terkontrol dalam 24 jam.

Tindakan operasi yang dikerjakan adalah :


1. Parasentesis merupakan tindakan pembedahan dengan mengeluarkan cairan/darah dari bilik
depan bola mata dengan teknik sebagai berikut :
dibuat insisi kornea 2 mm dari limbus ke arah kornea yang sejajar dengan permukaan iris.
Biasanya bila dilakukan penekanan pada bibir luka maka koagulum dari bilik mata depan
akan keluar. Bila darah tidak keluar seluruhnya maka bilik mata depan dibilas dengan garam
fisiologis. Biasanya luka insisi kornea pada parasentesis tidak perlu dijahit. Parasentese
dilakukan bila TIO tidak turun dengan diamox atau jika darah masih tetap terdapat dalam
COA pada hari 5-9.
2. Melakukan irigasi di bilik depan bola mata dengan larutan fisiologik.
3. Dengan cara seperti melakukan ekstraksi katarak dengan membuka korneoscleranya sebesar
1200

Hifema
Hifema. Hifema adalah keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata depan, yaitu
daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek
pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur dengan humor aqueus (cairan mata)
yang jernih.Darah yang terkumpul di bilik mata depan biasanya terlihat dengan mata
telanjang.
Walaupun darah yang terdapat di bilik mata depan sedikit, tetap dapat menurunkan
penglihatan. Umumnya hifema diakibatkan oleh karena trauma tumpul yang terjadi pada
mata.
Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi:
1. Hifema traumatika adalah perdarahan pada bilik mata depan yang disebabkan pecahnya
pembuluh darah iris dan badan silier akibat trauma pada segmen anterior bola mata.
2. Hifema akibat tindakan medis, misalnya kesalahan prosedur operasi mata.
3. Hifema akibat inflamasi yang parah pada iris dan badan silier, sehingga pembuluh darah
pecah.
4. Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah, contohnya juvenile
xanthogranuloma.
5. Hifema akibat neoplasma, contohnya retinoblastoma.
Berdasarkan waktu terjadinya, hifema dibagi atas 2 yaitu:
1. Hifema primer, timbul segera setelah trauma hingga hari ke 2.
2. Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.
Hifema dibagi menjadi beberapa grade menurut Sheppard berdasarkan tampilan klinisnya:
1. Grade I : Darah mengisi kurang dari sepertiga COA (58%)

2. Grade II : Darah mengisi sepertiga hingga setengah COA (20%)


3. Grade III : Darah mengisi hampir total COA (14%)
4. Grade IV : Darah memenuhi seluruh COA (8%)
Kesimpulan
Hifema adalah keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata depan. Berdasarkan
penyebabnya dapat dibedakan menjadi hifema traumatika, hifema akibat tindakan medis,
hifema akibat inflamasi yang parah, dan hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh
darah. Sedangkan berdasarkan waktunya dapat dibedakan menjadi hifema primer dan
sekunder.
Usulan pemeriksaan penunjang :
1. Tonometri, untuk memeriksa tekanan intra okuler
2. USG untuk menyingkirkan adanya perdarahan vitreus atau ablasi retina
3. Skrining sickle cell
4. X-ray
5. CT-Scan orbita
Terapi
1. Tidur dengan elevasi kepala 450 , istirahat total di tempat tidur
2. Infus Manitol 20% 250 cc dalam 1 jam, 2 x sehari
3. Untuk maintenance RL infus sebagai diuresis menurunkan tekanan intracranial
4. Koagulansia : Adona inj 3 x 1 amp
5. Midriatik : Cendo tropin ed 3 x OS
6. Kombinasi antibiotik dan steroid : Cendo xytrol ed 4 x OS
7. Beta-adrenergik antagonis : Glaucon 3 x 1
8. Kalium I-aspartat 1 x 300 mg (Aspar-K)
Diskusi
Walaupun perawatan penderita hifema ini masih banyak diperdebatkan, namun pada
dasarnya penatalaksanaan hifema ditujukan untuk : menghentikan perdarahan atau
mencegah perdarahan ulang, mengeluarkan darah dari bilik mata depan, mengendalikan
tekanan bola mata, mencegah terjadinya imbibisi kornea, mengobati uveitis bila terjadi
akibat hifema ini dan menemukan sedini mungkin penyulit yang mungkin terjadi. Cara
pengobatan penderita dengan traumatic hyphaema yaitu perawatan dengan cara
konservatif / tanpa operasi, dan perawatan yang disertai dengan tindakan operasi.
Pada pasien ini dilakukan perawatan konservatif yaitu :

1. Tirah baring sempurna (bed rest total)


Penderita ditidurkan dalam keadaan terlentang dengan posisi kepala di angkat(diberi alas
bantal) kurang dari 600, hal ini akan mengurangi tekanan darah pada pembuluh darah iris
serta memudahkan kita mengevaluasi jumlah perdarahannya. Bahkan Darr dan Rakusin
menunjukkan bahwa dengan tirah baring sempurna absorbsi dari hyphaema dipercepat dan
sangat mengurangi timbulnya komplikasi perdarahan sekunder.
2. Bebat mata dengan tujuan untuk mengistirahat mata.
3. Pemakaian obat-obatan dengan tujuan untuk menghentikan perdarahan, mempercepat
absorbsinya dan menekan komplikasi yang timbul.
Untuk maksud di atas digunakan obat-obatan seperti ;

Koagulansia

Midriatika Miotika

Ocular Hypotensive Drug

Kortikosteroid dan Antibiotika

Obat-obat lain

Sedatif diberikan bilamana penderita gelisah. Bila ditemukan rasa sakit diberikan analgetik
au asetozalamid bila sakit pada kepala akibat tekanan bola mata naik. Analgetik diberikan
untuk mengatasi nyeri seperti asetaminofen dengan atau tanpa kodein.
Kesimpulan
Tujuan perawatan penderita hifema ditujukan untuk :
1. menghentikan perdarahan atau mencegah perdarahan ulang
2. mengeluarkan darah dari bilik mata depan
3. mengendalikan tekanan bola mata
4. mencegah terjadinya imbibisi kornea
5. mengobati uveitis bila terjadi akibat hifema ini dan menemukan sedini mungkin penyulit
yang mungkin terjadi.
Pilihan pengobatan cara konservatif lebih mudah dilakukan

Anda mungkin juga menyukai