Anda di halaman 1dari 8

1.

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Group Investigasi


Strategi pembelajaran yang baik adalah ketika tercipta suasana pembelajaran yang
kondusif bagi tercapainya tujuan pendidikan. Selain itu, strategi pembelajaran juga harus
memperhitungkan semua kondisi siswa, baik itu keadaan internal maupun eksternal
siswa. Metode pembelajaran Investigasi Kelompok atau Group investigation mengambil
model dari masyarakat, terutama mengenai mekanisme sosial yang ada pada masyarakat
yang biasa dilakukan melalui kesepakatan bersama. Melalui kesepakatan inilah siswa
mempelajari pengetahuan dan mereka melibatkan diri dalam pemecahan masalah social.1
a. Pengertian Model Pembelajaran Group Investigasi
Model Group investigation seringkali disebut sebagai metode pembelajaran
kooperatif yang paling kompleks. Hal ini disebabkan oleh metode ini memadukan
beberapa landasan pemikiran, yaitu berdasarkan pandangan konstruktivistik,
democratic teaching, dan kelompok belajar kooperatif. Berdasarkan pandangan
konstruktivistik, proses pembelajaran dengan model group investigation memberikan
kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk terlibat secara langsung dan aktif
dalam proses pembelajaran mulai dari perencanaan sampai cara mempelajari suatu
topik melalui investigasi. Democratic teaching adalah proses pembelajaran yang
dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi, yaitu penghargaan terhadap kemampuan,
menjunjung keadilan, menerapkan persamaan kesempatan, dan memperhatikan
keberagaman peserta didik.2
Group investigation adalah kelompok kecil untuk menuntun dan mendorong
siswa dalam keterlibatan belajar. Metode ini menuntut siswa untuk memiliki
kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses
kelompok (group process skills). Hasil akhir dari kelompok adalah sumbangan ide
dari tiap anggota serta pembelajaran kelompok yang notabene lebih mengasah
1 Winataputra, Udin, S. 2001. Model-model Pembelajaran Inovatif. Jakarta Pusat: Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Hal 34

2 Budimansyah. 2004. Belajar Kooperatif Model Penyelidikan Kelompok dalam Pembelajaran Membaca
Pemahaman untuk Meningkatkan Keterampilan Membaca Siswa Kelas V SD. Tesis tidak diterbitkan. Malang:
Program studi pendidikan Bahasa dan Sastra SD, Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Hal 7

kemampuan intelektual siswa dibandingkan belajar secara individual. Eggen &


Kauchak mengemukakan Group investigation adalah strategi belajar kooperatif yeng
menempatkan siswa ke dalam kelompok untuk melakukan investigasi terhadap suatu
topik. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa metode GI mempunyai
fokus utama untuk melakukan investigasi terhadap suatu topik atau objek khusus.3
b. Tujuan Model Pembelajaran Group Investigasi
Metode Grup Investigation paling sedikit memiliki tiga tujuan yang saling terkait:
Group Investigasi membantu siswa untuk melakukan investigasi terhadap suatu
topik secara sistematis dan analitik. Hal ini mempunyai implikasi yang positif
terhadap pengembangan keterampilan penemuan dan membentu mencapai
tujuan.
Pemahaman secara mendalam terhadap suatu topik yang dilakukan melaui
investigasi.
Group Investigasi melatih siswa untuk bekaerja secara kooperatif dalam
memecahkan suatu masalah. Dengan adanya kegiatan tersebut, siswa dibekali
keterampilan hidup (life skill) yang berharga dalam kehidupan bermasyarakat.
Jadi guru menerapkan model pembelajaran GI dapat mencapai tiga hal, yaitu
dapat belajar dengan penemuan, belajar isi dan belajar untuk bekerjas secara
kooperatif.
c. Langkah-langkah Model Pembelajaran Group Investigasi
Sharan mengemukakaan langkah-langkah pembelajaran pada model pemelajaran GI
sebagai berikut:
Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang heterogen.
Guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok yang harus

dikerjakan.
Guru memanggil ketua-ketua kelompok untuk memanggil materi tugas secara

kooperatif dalam kelompoknya.


Masing-masing kelompok membahas materi tugaas secara kooperatif dalam

kelompoknya.
Setelah selesai, masing-masing kelompok yang diwakili ketua kelompok atau
salah satu anggotanya menyampaikan hasil pembahasannya.

3 Maimunah. 2005. Pembelajaran Volume Bola dengan Belajar Kooperatif Model GI pada Siswa Kelas X SMA
Laboratorium UM. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Hal 21

Kelompok lain dapat memberikan tanggapan terhadap hasil pembahasannya.


Guru memberikan penjelasan singkat (klarifikasi) bila terjadi kesalahan konsep

dan memberikan kesimpulan.


Evaluasi.4
d. Tahap-tahap Pembelajaran Model Investigasi
Pelaksanaan langkah-langkah pembelajaran di atas tentunya harus berdasarkan
prinsip pengelolaan atau reaksi dari metode pembelajaran kooperatif model Group
Investigation. Dimana di dalam kelas yang menerapakan model GI, pengajar lebih
berperan sebagai konselor, konsultan, dan pemberi kritik yang bersahabat. Dalam
kerangka ini pengajar seyogyanya membimbing dan mengarahkan kelompok menjadi
tiga tahap:
Tahap pemecahan masalah,
Tahap pengelolaan kelas,
Tahap pemaknaan secara perseorangan.
Tahap pemecahan masalah berkenaan dengan proses menjawab pertanyaan, apa
yang menjadi hakikat masalah, dan apa yang menjadi fokus masalah. Tahap
pengelolaan kelas berkenaan dengan proses menjawab pertanyaan, informasi apa
yang saja yang diperlukan, bagaimana mengorganisasikan kelompok untuk
memperoleh informasi itu. Sedangkan tahap pemaknaan perseorangan berkenaan
dengan proses pengkajian bagaimana kelompok menghayati kesimpulan yang
dibuatnya, dan apa yeng membedakan seseorang sebagai hasil dari mengikuti proses
tersebut.5
e. Kerangka Pembelajaran Group Investigasi
Dari kerangka operasional pembelajaran Group Investigation yang ditulis oleh
Joise & Weil ini dapat kita ketahui bahwa kerangka operasional model pembelajaran
Group Investigation adalah sebagai berikut:
Siswa dihadapkan dengan situasi bermasalah
4 Supandi. 2005. Penerapan Pembelajaran Kooperatif dengan Metode GI untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil
Belajar Matematika Siswa Kelas X SMAN 2 Trawas Mojokerto. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Universitas
Negeri Malang. Hal 6

5 Winataputra, Udin, S. 2001. Model-model Pembelajaran Inovatif. Jakarta Pusat: Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Hal 37

Siswa melakukan eksplorasi sebagai respon terhadap situasi yang problematis.


Siswa merumuskan tugas-tugas belajar atau learning taks dan mengorganisasikan

untuk membangun suatu proses penelitian.


Siswa melakukan kegiatan belajar individual dan kelompok.
Siswa menganalisis kemajuan dan proses yang dilakukan dalam proses penelitian

kelompok.
Melakukan proses pengulangan kegiatan atau Recycle Activities.

2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Team Achievement

Division)
Student Teams Achievement Divisions (STAD) merupakan salah satu tipe model
pembelajaran kooperatif yang paling banyak diteliti.6 Metode ini juga sangat mudah
untuk diterapkan dalam pembelajaran sains, dan pada tingkat sekolah menengah sampai
perguruan tinggi. Selain itu STAD adalah yang paling tepat untuk mengajarkan pelajaranpelajaran ilmu pasti seperti perhitungan dan penerapan matematika, serta konsep sains.
STAD didasarkan pada prinsip bahwa para peserta didik bekerja bersama-sama dalam
belajar dan bertanggung jawab terhadap belajar teman-temannya dalam tim dan juga
dirinya sendiri. STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di
Universitas John Hopkin dan merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang
paling sederhana. Guru yang menggunakan STAD, juga mengacu kepada belajar
kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu
menggunakan presentasi verbal atau teks. Siswa dalam suatu kelas tertentu dipecah
menjadi kelompok dengan anggota 4-5 orang, setiap kelompok haruslah heterogen, terdiri
dari laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi,
sedang, dan rendah. Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat
pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya dan kemudian saling
membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui tutorial, kuis, satu
sama lain dan atau melakukan diskusi. Secara individual setiap minggu atau setiap dua
minggu siswa diberi kuis. Kuis itu diskor, dan tiap individu diberi skor perkembangan.
Skor perkembangan ini tidak berdasarkan pada skor mutlak siswa, tetapi berdasarkan
pada seberapa jauh skor itu melampaui rata-rata skor yang lalu. Setiap minggu pada suatu
6 Slavin, Robert E. (2008). Cooperative Learning Teori Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media.

lembar penilaian singkat atau dengan cara lain, diumumkan tim-tim dengan skor
tertinggi, siswa yang mencapai skor perkembangan tinggi, atau siswa yang mencapai skor
sempurna pada kuis-kuis itu. Kadang-kadang seluruh tim yang mencapai kriteria tertentu
dicantumkan dalam lembar itu.7
STAD dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran penting yaitu
hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman atau perbedaan individu dan
pengembangan keterampilan social. Selain unggul dalam membantu siswa memahami
konsep yang sulit, STAD sangat berguna untuk membantu siswa menumbuhkan
kemampuan bekerja sama, berpikir kritis dan kemampuan membantu teman.8
Langkah-langkah penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah sebagai
berikut:
Guru menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa sesuai kompetensi dasar
yang akan dicapai. Guru dapat menggunakan berbagai pilihan dalam menyampaikan
materi pembelajaran ini kepada siswa. Misal, antara lain dengan metode penemuan
terbimbing atau metode ceramah. Langkah ini tidak harus dilakukan dalam satu kali

pertemuan, tetapi dapat lebih dari satu.


Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individu sehingga akan

diperoleh nilai awal kemampuan siswa.


Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4 5 anggota,
dimana anggota kelompok mempunyai kemampuan akademik yang berbeda-beda
(tinggi, sedang, dan rendah). Jika mungkin, anggota kelompok berasal dari budaya

atau suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender.


Guru memberikan tugas kepada kelompok berkaitan dengan materi yang telah
diberikan, mendiskusikannya secara bersama-sama, saling membantu antar anggota
lain, serta membahas jawaban tugas yang diberikan guru. Tujuan utamanya adalah
memastikan bahwa setiap kelompok dapat menguasai konsep dan materi. Bahan tugas

7 Ridho, Nur. 2011. Model Pembelajaran Kooperatif. http://skp.unair.ac.id/repository/GuruIndonesia/Modelpembelajarank_nurridho_10592.pdf. Hal 4


8 Rusmansyah. 2003. Implementasi STAD dalam Pembelajaran Konsep Laju Reaksi di Kelas II SMU N 1
Banjarmasin. Jurnal Kependidikan dan Kebudayaan Vidya Karya. ISSN 0215-9616 Tahun XXII
FKIPUnlam Banjarmasin. Banjarmasin: Universitas Lambung Mangkurat. Hal 7

untuk kelompok dipersiapkan oleh guru agar kompetensi dasar yang diharapkan dapat
dicapai.
Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individu.

Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan


memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.
Guru memberi penghargaan kepada kelompok berdasarkan perolehan nilai
peningkatan hasil belajar individual dari nilai awal ke nilai kuis berikutnya.
Pelaksanaan model pembelajaran

kooperatif tipe STAD ini lebih dirasakan

peranan dan manfaatnya bila diterapkan dengan metode eksperimen. Penerapan model
pembelajaran dengan metode eksperimen dipilih sebagai salah satu alternative karena
dapat mengarahkan pikiran dan pusat perhatian siswa serta memperoleh visualisasi yang
konkrit mengenai suatu konsep. Hal ini sesuai dengan teori Piaget yang menyatakan
bahwa anak SD (usia 6 12 tahun) masih berada pada pola berpikir tahap operasional
konkrit. Pada tahap ini siswa memiliki kemampuan mengklasifikasikan angka-angka
atau bilangan.9 Lima komponen utama atau tahapan dalam model pembelajaran
kooperatif tipe STAD adalah presentasi kelas, kerja kelompok, kuis, peningkatan skor
kuis individu, dan penghargaan kelompok.

3. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw


a. Pengertian Model Pembelajaran Jigsaw
Teknik mengajar Jigsaw dikembangkan dan diuji oleh Elliot Arronson dan rekanrekannya di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan kawankawan di Universitas John Hopkin.10
Jigsaw adalah salah satu dari metode-metode kooperatif yang paling fleksibel. 11
Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang
terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas
penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengarjarkan bagian tersebut kepada
9 Samatowa, U. 2006. Bagaimana Pembelajaran IPA di SD. Jakarta: Dirjen Pendidikan

Nasional. Hal 9
10 Sugianto. 2010. Model-model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Yuma Pustaka. Hal 45
11 Slavin, Robert E. 2005. Cooperative Learning (cara efektif dan menyenangkan pacu prestasi seluruh
peserta didik). Bandung: Nusa Media. Hal 246

anggota lain dalam kelompoknya. Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw


merupakan model pembelajaran kooperatif, dengan siswa belajar dalam kelompok
kecil yang terdiri dari 4 - 6 orang secara heterogen dan bekerjasama saling
ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi
pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota
kelompok yang lain.
Model pembelajaran Jigsaw merupakan strategi yang menarik untuk digunakan
jika materi yang akan dipelajari dapat dibagi menjadi beberapa bagian dan materi
tersebut tidak mengharuskan urutan penyampaian. Kelebihan strategi ini adalah dapat
melibatkan seluruh peserta didik dalam belajar dan sekaligus mengajarkan kepada
orang lain.12
b. Langkah-langkah Model Pembelajaran Jigsaw
Sedangkan menurut Stepen, Sikes and Snapp (1978 ), mengemukakan langkahlangkah kooperatif model jigsaw sebagai berikut:
Siswa dikelompokan sebanyak 1 sampai dengan 5 orang sisiwa.
Tiap orang dalam team diberi bagian materi berbeda.
Tiap orang dalam team diberi bagian materi yang ditugaskan
Anggota dari team yang berbeda yang telah mempelajari bagian sub bagian
yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusiksn

sub bab mereka.


Setelah selesai diskusi sebagai tem ahli tiap anggota kembali kedalam kelompok
asli dan bergantian mengajar teman satu tem mereka tentang subbab yang mereka

kusai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan seksama,


Tiap tem ahli mempresentasikan hasil diskusi
Guru memberi evaluasi
Penutup13
c. Penerapan Model Pembelajaran Jigsaw
Pada pembelajaran model Jigsaw para siswa bekerja dalam tim yang heterogen.
Para siswa tersebut diberikan tugas untuk membaca beberapa bab atau unit, dan
diberikan lembar ahli yang terdiri atas topik-topik yang berbeda yang harus menjadi
fokus perhatian masing-masing anggota tim saat mereka membaca. Setelah semua
12 Zaini, Hisyam dkk. 2008. Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani. Hal 56
13 Rusman. 2010. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta:
Rajagrafindo Persada. Hal 219

peserta didik selesai membaca, siswa dari tim berbeda yang mempunyai fokus topik
sama bertemu dalam kelompok ahli untuk menentukan topik mereka. Para ahli
tersebut kemudian kembali kepada tim mereka dan secara bergantian mengajari
teman satu timnya mengenai topik mereka.
Selanjutnya para siswa menerima penilaian yang mencakup seluruh topik dan
skor kuis akan menjadi skor tim. Skor-skor yang dikontribusikan para siswa kepada
timnya didasarkan pada sistem skor perkembangan individual dan para siswa yang
timnya meraih skor tertinggi akan menerima sertifikat atau bentuk-bentuk rekognisi
tim lainnya. Dengan demikian para siswa termotivasi untuk mempelajari materi
dengan baik dan untuk bekerja keras dalam kelompok ahli mereka supaya dapat
membantu timnya melakukan tugas dengan baik.
Tahapan-tahapan penerapan pembelajaran model Jigsaw adalah sebagai berikut:
1. Pilihlah materi belajar yang dapat dipisah menjadi bagian-bagian. Sebuah bagian
dapat disingkat seperti sebuah kalimat atau beberapa halaman.
2. Hitung jumlah bagian belajar dan jumlah peserta didik. Dengan satu cara yang
pantas, bagikan tugas yang berbeda kepada kelompok peserta yang berbeda.
3. Setelah selesai, bentuk kelompok Jigsaw Learning. Setiap kelompok ada seorang
wakil dari masing-masing kelompok dalam kelas
4. Kemudian bentuk kelompok peserta didik Jigsaw Learning dengan jumlah sama.
d. Faktor Keberhasilan Model Pembelajaran Jigsaw
Faktor-faktor kunci keberhasilan yang harus diperhatikan dalam penerapan model
pembelajaran jigsaw adalah:
1. Positive interdependence.

Setiap

anggota

kelompok

harus

memiliki

ketergantungan satu sama lain yang dapat menguntungkan dan merugikan anggota
kelompok lainnya.
2. Individual accountability. Setiap anggota kelompok harus memiliki rasa
tanggung jawab atas kemajuan proses belajar seluruh anggota termasuk dirinya
sendiri.
3. Face-to-face promotive interaction. Anggota kelompok melakukan interaksi
tatap muka yang mencakup diskusi dan elaborasi dari materi pembahasan.
4. Social skills. Setiap anggota kelompok harus memiliki kemampuan bersosialisasi
dengan anggota lainnya sehingga pemahaman materi dapat diperoleh secara
kolektif.
5. Groups processing and Reflection. Kelompok harus melakukan evaluasi
terhadap proses belajar untuk meningkatkan kinerja kelompok.

Anda mungkin juga menyukai