2 Budimansyah. 2004. Belajar Kooperatif Model Penyelidikan Kelompok dalam Pembelajaran Membaca
Pemahaman untuk Meningkatkan Keterampilan Membaca Siswa Kelas V SD. Tesis tidak diterbitkan. Malang:
Program studi pendidikan Bahasa dan Sastra SD, Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Hal 7
dikerjakan.
Guru memanggil ketua-ketua kelompok untuk memanggil materi tugas secara
kelompoknya.
Setelah selesai, masing-masing kelompok yang diwakili ketua kelompok atau
salah satu anggotanya menyampaikan hasil pembahasannya.
3 Maimunah. 2005. Pembelajaran Volume Bola dengan Belajar Kooperatif Model GI pada Siswa Kelas X SMA
Laboratorium UM. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Pascasarjana Universitas Negeri Malang. Hal 21
5 Winataputra, Udin, S. 2001. Model-model Pembelajaran Inovatif. Jakarta Pusat: Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Hal 37
kelompok.
Melakukan proses pengulangan kegiatan atau Recycle Activities.
Division)
Student Teams Achievement Divisions (STAD) merupakan salah satu tipe model
pembelajaran kooperatif yang paling banyak diteliti.6 Metode ini juga sangat mudah
untuk diterapkan dalam pembelajaran sains, dan pada tingkat sekolah menengah sampai
perguruan tinggi. Selain itu STAD adalah yang paling tepat untuk mengajarkan pelajaranpelajaran ilmu pasti seperti perhitungan dan penerapan matematika, serta konsep sains.
STAD didasarkan pada prinsip bahwa para peserta didik bekerja bersama-sama dalam
belajar dan bertanggung jawab terhadap belajar teman-temannya dalam tim dan juga
dirinya sendiri. STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di
Universitas John Hopkin dan merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang
paling sederhana. Guru yang menggunakan STAD, juga mengacu kepada belajar
kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu
menggunakan presentasi verbal atau teks. Siswa dalam suatu kelas tertentu dipecah
menjadi kelompok dengan anggota 4-5 orang, setiap kelompok haruslah heterogen, terdiri
dari laki-laki dan perempuan, berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi,
sedang, dan rendah. Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat
pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya dan kemudian saling
membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui tutorial, kuis, satu
sama lain dan atau melakukan diskusi. Secara individual setiap minggu atau setiap dua
minggu siswa diberi kuis. Kuis itu diskor, dan tiap individu diberi skor perkembangan.
Skor perkembangan ini tidak berdasarkan pada skor mutlak siswa, tetapi berdasarkan
pada seberapa jauh skor itu melampaui rata-rata skor yang lalu. Setiap minggu pada suatu
6 Slavin, Robert E. (2008). Cooperative Learning Teori Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media.
lembar penilaian singkat atau dengan cara lain, diumumkan tim-tim dengan skor
tertinggi, siswa yang mencapai skor perkembangan tinggi, atau siswa yang mencapai skor
sempurna pada kuis-kuis itu. Kadang-kadang seluruh tim yang mencapai kriteria tertentu
dicantumkan dalam lembar itu.7
STAD dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran penting yaitu
hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman atau perbedaan individu dan
pengembangan keterampilan social. Selain unggul dalam membantu siswa memahami
konsep yang sulit, STAD sangat berguna untuk membantu siswa menumbuhkan
kemampuan bekerja sama, berpikir kritis dan kemampuan membantu teman.8
Langkah-langkah penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah sebagai
berikut:
Guru menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa sesuai kompetensi dasar
yang akan dicapai. Guru dapat menggunakan berbagai pilihan dalam menyampaikan
materi pembelajaran ini kepada siswa. Misal, antara lain dengan metode penemuan
terbimbing atau metode ceramah. Langkah ini tidak harus dilakukan dalam satu kali
untuk kelompok dipersiapkan oleh guru agar kompetensi dasar yang diharapkan dapat
dicapai.
Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individu.
peranan dan manfaatnya bila diterapkan dengan metode eksperimen. Penerapan model
pembelajaran dengan metode eksperimen dipilih sebagai salah satu alternative karena
dapat mengarahkan pikiran dan pusat perhatian siswa serta memperoleh visualisasi yang
konkrit mengenai suatu konsep. Hal ini sesuai dengan teori Piaget yang menyatakan
bahwa anak SD (usia 6 12 tahun) masih berada pada pola berpikir tahap operasional
konkrit. Pada tahap ini siswa memiliki kemampuan mengklasifikasikan angka-angka
atau bilangan.9 Lima komponen utama atau tahapan dalam model pembelajaran
kooperatif tipe STAD adalah presentasi kelas, kerja kelompok, kuis, peningkatan skor
kuis individu, dan penghargaan kelompok.
Nasional. Hal 9
10 Sugianto. 2010. Model-model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Yuma Pustaka. Hal 45
11 Slavin, Robert E. 2005. Cooperative Learning (cara efektif dan menyenangkan pacu prestasi seluruh
peserta didik). Bandung: Nusa Media. Hal 246
peserta didik selesai membaca, siswa dari tim berbeda yang mempunyai fokus topik
sama bertemu dalam kelompok ahli untuk menentukan topik mereka. Para ahli
tersebut kemudian kembali kepada tim mereka dan secara bergantian mengajari
teman satu timnya mengenai topik mereka.
Selanjutnya para siswa menerima penilaian yang mencakup seluruh topik dan
skor kuis akan menjadi skor tim. Skor-skor yang dikontribusikan para siswa kepada
timnya didasarkan pada sistem skor perkembangan individual dan para siswa yang
timnya meraih skor tertinggi akan menerima sertifikat atau bentuk-bentuk rekognisi
tim lainnya. Dengan demikian para siswa termotivasi untuk mempelajari materi
dengan baik dan untuk bekerja keras dalam kelompok ahli mereka supaya dapat
membantu timnya melakukan tugas dengan baik.
Tahapan-tahapan penerapan pembelajaran model Jigsaw adalah sebagai berikut:
1. Pilihlah materi belajar yang dapat dipisah menjadi bagian-bagian. Sebuah bagian
dapat disingkat seperti sebuah kalimat atau beberapa halaman.
2. Hitung jumlah bagian belajar dan jumlah peserta didik. Dengan satu cara yang
pantas, bagikan tugas yang berbeda kepada kelompok peserta yang berbeda.
3. Setelah selesai, bentuk kelompok Jigsaw Learning. Setiap kelompok ada seorang
wakil dari masing-masing kelompok dalam kelas
4. Kemudian bentuk kelompok peserta didik Jigsaw Learning dengan jumlah sama.
d. Faktor Keberhasilan Model Pembelajaran Jigsaw
Faktor-faktor kunci keberhasilan yang harus diperhatikan dalam penerapan model
pembelajaran jigsaw adalah:
1. Positive interdependence.
Setiap
anggota
kelompok
harus
memiliki
ketergantungan satu sama lain yang dapat menguntungkan dan merugikan anggota
kelompok lainnya.
2. Individual accountability. Setiap anggota kelompok harus memiliki rasa
tanggung jawab atas kemajuan proses belajar seluruh anggota termasuk dirinya
sendiri.
3. Face-to-face promotive interaction. Anggota kelompok melakukan interaksi
tatap muka yang mencakup diskusi dan elaborasi dari materi pembahasan.
4. Social skills. Setiap anggota kelompok harus memiliki kemampuan bersosialisasi
dengan anggota lainnya sehingga pemahaman materi dapat diperoleh secara
kolektif.
5. Groups processing and Reflection. Kelompok harus melakukan evaluasi
terhadap proses belajar untuk meningkatkan kinerja kelompok.