Anda di halaman 1dari 8

Rudi-Manajemen Konflik

Senin, 29 November 2010


Teori Penyebab Konflik

Berbagai teori-teori mengenai penyebab terjadinya suatu konflik social dapat


diuraikan berikut ini:

Teori Hubungan Masyarakat: Teori hubungan masyarakat, menyatakan bahwa


konflik disebabkan oleh adanya polarisasi & fragmentasi sosial, serta
ketidakpercayaan dan permusuhan yang terus terjadi diantara kelompok-kelompok
masyarakat yang berbeda atau majemuk. Teori ini membantu menjelaskan adanya
kemajemukan dan ketegangan social yang sudah barang tentu terjadi karena
perbedaan dan pertentangan kepentingan, prinsip dan kehendak yang ada. Adapun
sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah, pertama, meningkatkan komunikasi dan
saling pengertian antara kelompok-kelompok yang mengalami konflik; kedua,
mengusahakan toleransi agar masyarakat lebih bisa saling memahami dan
menerima keragaman & kesederajatan yang ada di dalamnya;ketiga, membantu
pihak-pihak yang mengalami konflik untuk memisahkan perasaan pribadi dengan
berbagai masalah dan isu, dan memampukan mereka untuk melakukan negosiasi
berdasarkan kepentingan-kepentingan mereka daripada posisi tertentu yang sudah
tetap; sertakeempat, melancarkan proses pencapaian kesepakatan yang
menguntungkan kedua belah pihak atau semua pihak.

Teori Kebutuhan Manusia. Teori kebutuhan manusia merupakan bidang teori


psikologis diantaranya yang diajukan oleh Psikolog Amerika, Abraham Maslow, yang
berasumsi bahwa konflik yang sesungguhnya berakar secara mendalam disebabkan
oleh kebutuhan dasar manusia fisik, mental, dan sosial - yang tidak terpenuhi atau
cenderung dihalangi. Misalnya, kebutuhan dasar (sandang, pangan, papan),
kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan identitas, pengakuan, partisipasi, dan
otonomi cukup sering merupakan inti pembicaraan. Adapun sasaran yang ingin
dicapai teori ini adalah: pertama, membantu pihak-pihak yang mengalami konflik
untuk mengidentifikasi dan mengupayakan bersama kebutuhan mereka yang tidak
terpenuhi, dan menghasilkan pilihan-pilihan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
itu; kedua, agar pihak-pihak yang mengalami konflik mencapai kesepakatan untuk
memenuhi kebutuhan dasar semua pihak.

Teori Negosiasi Prinsip. Teori negosiasi prinsip menyatakan bahwa konflik


disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang
konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik. Adapun sasaran yang ingin dicapai

oleh teori ini yakni: membantu pihak yang berkonflik untuk memisahkan perasaan
pribadi dengan berbagai masalah dan isu, dan memampukan mereka untuk
melakukan negosiasi berdasarkan kepentingan mereka daripada posisi tertentu
yang sudah tetap. Selanjutnya, hendak melancarkan proses kesepakatan yang
menguntungkan kedua belah pihak atau semua pihak.

Teori Identitas. Teori identitas berasumsi bahwa konflik disebabkan karena


terancamnya atau tidak diakuinya identitas orang atau sekelompok orang, yang
sering berakar di dalam hilangnya sesuatu atau di dalam penderitaan masa lalu
yang tidak diselesaikan. Adapun sasaran yang ingin dicapai oleh teori ini
adalah: pertama, melalui fasilitasi lokakarya dan dialog antara pihak-pihak yang
mengalami konflik mereka dapat mengharapkan mengidentifikasi ancamanancaman dan ketakutan yang mereka rasakan masing-masing, serta untuk
membantu membangun rasa empati dan rekonsiliasi di antara mereka; kedua,
meraih kesepakatan bersama yang mengakui kebutuhan identitas pokok semua
pihak.

Teori Kesalahpahaman Antarbudaya. Teori ini berasumsi bahwa konflik


disebabkan oleh ketidakcocokan dalam komunikasi dan cara berkomunikasi diantara
berbagai kelompok budaya yang berbeda. Adapun sasaran yang ingin dicapai oleh
teori ini adalah: pertama, menambah pengetahuan pihak-pihak yang mengalami
konflik mengenai budaya pihak lain; kedua, mengurangi stereotip negatif yang
mereka miliki tentang pihak lain, seperti sikap atau pola pikir etnosentris yang
menganggap hanya budayanya saja yang baik dan benar, tetapi mengganggap
budaya pihak lain sebagai salah, jelek dan rendah. Titik ekstrim dari etnosentrisme
ini adalah pada paham etrokratis yang mana menanggap kelompok budaya tertentu
saja yang layak berkuasa dan menjadi pemimpin; kedua, meningkatkan keefektifan
antarbudaya.

Teori Transformasi Konflik. Teori ini berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh
masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalahmasalah sosial, budaya dan ekonomi. Adapun sasaran yang ingin dicapai oleh teori
ini adalah: pertama, mengubah berbagai struktur dan kerangka kerja yang
menyebabkan ketidakseteraan dan ketikadilan, termasuk kesenjangan
ekonomi; kedua, meningkatkan jalinan hubungan dan sikap jangka panjang di
antara pihak-pihak yang mengalami konflik; ketiga, mengembangkan berbagai
proses dan sistem untuk mempromosikan pemberdayaan, keadilan, perdamain,
pengampunan, rekonsiliasi, dan pengakuan.
Perlu ditambahkan bahwa pentingnya pemahaman dan analisis yang lebih
mendalam terhadap konflik kekerasan (violent conflict), khususnya melalui
sumbangan berbagai perspektif teoritik diatas akan sangat membantu oleh karena
beberapa factor alasan berikut ini. Pertama, menunjukkan bahwa perilaku
kekerasan dan peperangan, dalam banyak kasus, hanya merupakan bagian kecil
dari penyebab suatu konflik. Kedua, menunjukan adanya saling keterkaitan antara

ketiga dimensi (sikap, perilaku, konteks), sehingga intervensi pada suatu dimensi
saja akan menimbulkan dampak reaksi terhadap dimensi lain. Ketiga, menyadarkan
kita untuk mengidentifikasi orang-orang yang melakukan kekerasan dan
memperoleh keuntungan darinya, kadang dikenal sebagai para wisatawan konflik
(pembonceng konflik) yang kepentingannya terpenuhi melalui kekerasan yang terus
berlangsung. Dankeempat, sebagai jalan pembuka yang vital ke arah transformasi
konflik, dalam hal konteks dan sikap terhadap suatu situasi.
Bagian berikut hendak menguraikan tentang berbagai peralatan intelektual (frame
of analysis) guna mengkaji dan menganalisis seluk-beluk konflik.

Pentingnya Pendekatan Analisis Konflik


Sebagai calon analist social atau aktivis social yang akan hidup dan berkarya
ditengah masyarakat yang sarat dan rawan dengan konflik kekerasan termasuk
konflik social dan politik, seperti di Maluku, kita sudah barang tentu perlu
mengetahui dengan lebih baik tentang dinamika, hubungan dan isu-isu dalam suatu
situasi tertentu, sehingga kita akan terbantu merencanakan strategi dan melakukan
tidakan yang lebih baik. Wawasan pengetahuan dan pemahaman dimaksud
umumnya bisa ditempu melalui dua cara yakni: pertama, dengan menjalankan
analisis konflik secara rinci dari berbagai sudut pandang; tetapi bisa juga melalui
upaya menggali isu-isu dan masalah-masalah tertentu yang berhubungan dengan
konflik-konflik tersebut. Dengan demikian, analisis konflik amat penting dilakukan.
Adapun analisis konflik dimengerti sebagai suatu proses intelektual-praktis untuk
mengkaji dan memahami kenyataan konflik dari berbagai sudut pandang.
Selanjutnya pemahaman ini membentuk dasar untuk mengembangkan strategi dan
merencanakan tindakan.

Alat bantu untuk menganalisis situasi konflik


Ada sejumlah alat bantu (instrument) untuk menganalisis konflik dan menjelaskan
cara penggunaannya dalam kasus-kasus penanganan konflik tertentu, yakni: 1)
penahapan konflik; 2) pengurutan kejadian; 3) segitiga SPK (sikap-perilaku-konteks);
4) Analogi bawang Bombay (Donat); 5) Pohon Konflik; 6) Analisis Kekuatan Konflik;
7) Analogi Pilar; dan 8) Piramida (Fisher, dkk., 2001).

1. Penahapan Konflik
Teknik penahapan konflik merupakan suatu cara menganalisis konflik dalam
bentuk sebuah grafik yang menunjukkan fluktuasi (peningkatan dan penurunan)
intensitas konflik yang dilukiskan dalam skala waktu tertentu. Tujuannya yakni:

pertama, untuk melihat tahap-tahap dan siklus peningkatan dan penurunan konflik;
kedua, untuk membahas pada tahap situasinya sekarang berada; ketiga, untuk
berusaha meramalkan pola-pola intensitas konflik di masa depan dengan tujuan
untuk menghindari pola-pola itu terjadi; dan keempat, untuk mengidentifikasi
periode waktu yang dianalisis dengan menggunakan alat-alat bantu lain.
Analisis dasar dengan teknik penahapan konflik terdiri dari lima tahap berikut ini:
l Tahap Prakonflik. Ini merupkan periode di mana terdapat ketidaksesuaian sasaran
di antara dua pihak atau lebih, sehingga timbul konflik. Konflik tersembunyi dari
pandangan umum, meskipun satu pihak atau, lebih mungkin mengetahui potensi
terjadinya konfrontasi.
l Tahap Konfrontasi. Pada tahap ini konflik semakin terbuka. Jika hanya satu pihak
yang merasa bersalah, mungkin para pendukungnya melakukan aksi demonstrasi
atau perilaku konfrontatif lainnya. Kadang pertikaian atau kekerasan pada tingkat
rendah lainnya terjadi di antara kedua pihak.
l Tahap Krisis. Ini merupakan puncak konflik, ketika ketegangan dan atau kekerasan
terjadi paling hebat. Dalam skala besar, ini merupakan periode perang, ketika
orang-orang dari kedua belah pihak terbunuh. Komunikasi normal di antara kedua
pihak kemungkinan putus. Pernyataan-pernyataan umum cenderung menentang
pihak-pihak lainnya.
l Tahap Akibat Konflik. Suatu krisis akan menimbulkan suatu akibat. Satu pihak
mungkin menaklukan pihak lain, atau mungkin melakukan gencatan senjata (jika
perang terjadi). Suatu pihak mungkin menyerah atau menyerah atas desakan pihak
lain.
l Tahap Pascakonflik. Akhirnya, situasi diselenggarakan dengan cara mengakhiri
berbagai konfrontasi kekerasan, ketegangan berkurang dan hubungan mengarah ke
lebih normal di antara kedua pihak. Namun, jika isu-isu dan masalah-masalah yang
timbul karena sasaran mereka yang saling bertentangan tidak diatasi dengan baik,
tahap ini sering kembali menjadi situasi pra-konflik.
Adapun teknik penahapan konflik biasanya digunakan di awal proses analisis untuk
mengidentifikasi pola-pola dalam konflik. Selain itu, digunakan pula diakhir proses
untuk membantu menyusun strategi.

2.

Pengurutan kejadian

Teknik pengurutan kejadian merupakan suatu alat bantu analisis konflik dalam
bentuk sebuah grafik yang menunjukkan kejadian-kejadian yang digambarkan di
dalam skala waktu tertentu. Tujuan menggunakan teknik ini yakni: pertama, untuk
menunjukkan pandangan-pandangan yang berbeda tentang sejarah dalam suatu

konflik; kedua, untuk menjelaskan dan memahami pandangan masing-masing pihak


tentang kejadian-kejadian; ketiga, untuk mengidentifikasi kejadian-kejadian mana
yang paling penting bagi masing-masing pihak.
Teknik pengurutan kejadian biasanya digunakan mulai pada awal proses, bersama
dengan alat-alat bantu analisis lainnya; tetapi digunakan pula diakhir proses untuk
membantu menyusun strategi; biasanya digunakan pada saat mana orang-orang
berbeda pendapat tentang kejadian-kejadian, atau tidak saling mengetahui sejarah
masing-masing; serta menjadi suatu cara membantu masyarakat untuk menerima
bahwa pandangan mereka sendiri hanyalah sebagian dari kebenaran.

3.

Pemetaan Konflik

Teknik pemetaan konflik merupakan sebuah alat bantu analisis konflik dalam
bentuk semacam teknik visual yang menggambarkan hubungan diantara berbagai
pihak yang berkonflik. Tujuannya yakni: pertama, untuk lebih memahami situasi
dengan baik; kedua, untuk melihat hubungan di antara berbagai pihak secara lebih
jelas; ketiga, untuk menjelaskan di mana letak kekuasaan; keempat, untuk
memeriksa keseimbangan masing-masing kegiatan atau reaksi; kelima, untuk
melihat para sekutu atau sekutu yang potensial berada di mana; keenam, untuk
mengidentifikasi intervensi atau tindakan; ketujuh, untuk mengevaluasi apa yang
dilakukan. Teknik ini biasanya digunakan pada awal proses, bersama dengan alatalat bantu analisis lainnya; Juga diakhir proses, untuk mengidentifikasi kemungkinan
jalan pembuka dalam mengambil tindakan atau untuk membantu proses
membangun strategi. Variasi penggunaannya meliputi: peta geografis yang
menunjukkan tempat dan pihak-pihak yang terlibat; pemetaan berbagai isu;
pemetaan penjajaran kekuasaan; pemetaan berbagai kebutuhan dan ketakutan;
serta patung manusia untuk mengungkap berbagai perasaan dan hubungan yang
ada.

4.

Segitiga SPK (Sikap-Perilaku-Konteks)

Segitiga SPK merupakan sebuah alat bantu analisis konflik yang menganalisis
berbagai faktor yang berkaitan dengan sikap, perilaku, dan konteks bagi masingmasing pihak utama. Tujuannya yakni:
Untuk mengidentifikasi ketiga faktor itu di setiap pihak utama.
Untuk menganalisi bagaimana faktor-faktor itu dengan berbagai kebutuhan dan
ketakutan masing-masing pihak.
Unutuk menghubungkan faktor-faktor itu dengan berbagai kebutuhan dan
ketakutan masing-masing pihak.

Untuk mengidentifikasi titik awal intervensi dalam suatu situasi.


Adapun teknik segitiga SPK digunakan pada awal proses untuk memperoleh
pemahaman yang lebih luas tentang motivasi pihak yang berbeda. Demikian pula,
digunakan diakhir proses untuk mengidentifikasi faktor-faktor apa yang dapat
diatasi dengan suatu intervensi. Serta untuk menunjukkan bagaimana perubahan
dalam satu aspek mungkin mempengaruhi aspek lain. Cara menggunakannya
yakni, setelah membuat daftar isu bagi masing-masing komponen spk, maka
usulkan kebutuhan atau ketakutan pokok dari pihak yang berbeda di tengah-tengah
segitiga.

5.

Analogi bawang Bombay

Teknik analisis bawang Bombay merupakan suatu cara untuk menganalisis


perbedaan pandangan tentang konflik dari pihak-pihak yang berkonflik. Tujuannya
adalah: untuk bergerak berdasarkan posisi publik masing-masing pihak dan
memahami berbagai kepentingan serta kebutuhan masing-masing pihak; juga
untuk mencari titik kesamaan di antara kelompok-kelompok, sehingga dapat
menjadi dasar bagi pembahasan selanjutnya. Adapun teknik ini digunakan sebagai
bagian dari suatu analisis untuk memahami berbagai dinamika situasi suatu konflik;
juga sebagai persiapan untuk melancarkan dialong di antara kelompok-kelompok
dalan suatu konflik; serta sebagai bagian dari proses mediasi atau negosiasi.

6.

Analisis Pohon konflik

Teknik analisis pohon konflik merupakan suatu alat bantu analisis dengan
menggunakan sebuah pohon untuk mengurutkan isu-isu pokok konflik, yakni inti
masalah, sebab masalah, dan akibat masalah. Jadi, tujuan dari analisis dengan
pohon konflik yakni:
Untuk merangsang diskusi tentang berbagai sebab dan efek dalam suatu konflik.
Untuk membantu kelompok untuk menyepakati masalah inti.
Untuk membantu suatu kelompok atau suatu tim dalam mengambil keputusan
tentang prioritas untuk mengatasi berbagai isu konflik.
Unutk menghubungkan berbagai sebab dan efek sutu sama lain, dan untuk
memfokuskan organisasinya.
Analisis pohon konflik digunakan dengan suatu kelompok yang mengalami kesulitan
untuk menyepakati masalah inti dalam situasi mereka; juga dengan suatu tim yang
harus memutuskan isu-isu konflik mana yang seharusnya mereka atasi.

7.

Model Analisis 5W1H & PPP

When : kapan terjadi?; Where : dimana letak wilayah konflik terjadi? ; What : Apa
masalah yang menjadi materi konflik? ; Who : Siapa yang terlibat dalam konflik? ;
Why : Mengapa konflik terjadi? ; dan How : Bagaimana proses terjadinya konflik?
Problem disini menunjuk pada masalah yang menjadi latar belakang dan inti konflik;
Parties adalah pihak-pihak yang terlibat dalam konflik, sedangkan Proses menunjuk
kepada kronologis peristiwa, tahapan konflik (sengketa, sudah ada kekerasan
terbatas, perdamaian, dst.).

8.

Model Analisis SAT

Struktural: menunjuk pada masalah mendasar berupa ketimpangan ekonomi,


social, politik yang telah berlangsung lama dan terus-menerus.

Akselerator: hal-hal yang mempercepat tumbuhnya konflik menjadi besar.


Misalnya, kebijakan yang hanya menguntungkan pihak tertentu, lumpuhnya
penegakan hukum yang adil, fatwa larangan agama tertentu, polisi membiarkan
penjahat berkeliaran, dst.

Trigger: kata lainnya Pemicu. Pemicu ini adalah kejadian biasa yang bisa
menjadi alasan terjadinya konflik. Misalnya pertengkaran antar sopir, pertikaian
pemuda sebagai buntut dari mabuk atau judi. Sebuah kebakaran besar di padang
rumput disebabkan karena adanya rumput kering (structural atau conditio), adanya
sepercik api (trigger), serta adanya angin yang bertiup kencang (akselerator).

i.

Analogi pilar

Analogi pilar merupakan suatu teknik analisis konflik dalam bentuk grafik dari
elemen-elemen atau kekuatan-kekuatan yang menahan situasi yang tidak
stabil. Tujuannya adalah: untuk untuk memahami bagaimana berbagai struktur
ditopang; juga untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang membuat situasi yang
tidak diinginkan tetap bertahan; serta untuk mempertimbangkan berbagai cara
untuk mengurangi atau menghilangkan faktor-faktor negatif ini, atau mungkin untuk
mengubahnya menjadi kekuatan-kekuatan yang lebih positif. Teknik ini digunakan
manakala situasi tidak jelas kekuatan apa saja yang membuat situasi tidak stabil
tetap bertahan, juga ketika suatu situasi tampak macet dalam ketidakadilan
struktural.

ii.

Analisis Piramida

Teknik piramida merupakan sebuah alat bantu analisis konflik dalam bentuk grafik
yang menunjukkan tingkat-tingkat stakeholder (para pihak pemangku kepentingan)
dalam suatu konflik. Tujuannya yakni: untuk mengidentifikasi pelaku-pelaku utama,
termasuk kepemimpinan, pada masing-masing tingkat; untuk memutuskan pada
tingkat mana anda sedang mengatasi konflik sekarang dan bagaimana anda
melibatkan tingkat-tingkat lainnya; juga untuk menilai tipe-tipe pendekatan atau
tindakan-tindakan tepat yang dilakukan untuk pada masing-masing tingkat; dan
untuk mempertimbangkan cara-cara untuk membangun kaitan antartingkat; serta
untuk mengidentifikasi para sekutu yang potensial masing-masing tingkat. Teknik ini
digunakan ketika menganalisis situasi yang tampaknya melibatkan beberapa pelaku
di berbagai tingkat; tetapi juga ketika merencanakan berbagai tindakan untuk
mengatasi konflik multitingkat; serta manakala memutuskan dimana energi
difokuskan.

Isu-isu Krusial dalam Analisis Konflik


Pokok ini membahas sejumlah isu-isu krusial dan kritis yang seringkali muncul
ketika kita melakukan analisis dan menggali lebih mendalam mengenai problematic
konflik. Adapun isu-isu tersebut yakni:
1.

Isu kekuasaan (power),

2.

Isu Budaya,

3.

Isu Identitas,

4.

Isu Jender dan

5.

Isu mengenai hak.

Anda mungkin juga menyukai