Anda di halaman 1dari 18

TUGAS METODOLOGI PENELITIAN

UJI AKTIVITAS ANTIMIKROBA EKSTRAK BUAH PARE


(Momordica charantia L.) TERHADAP BAKTERI Salmonella typhi
PENYEBAB DEMAM TIFOID

Disusun Oleh
Septalia Pratiwi
08111006042
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA INDRALAYA
2014
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tifus abdominalis merupakan penyakit yang terjadi akibat tidak
terpenuhinya syarat kesehatan pada lingkungan, penyakit ini menyebar melalui
penularan dan terjadi karena infeksi bakteri Salmonella typhi (Timmreck, 2004).

Menurut departemen kesehatan Republik Indonesia tahun 2007, demam


tifoid menempati posisi ke tiga sebagai penyakit dengan rawat inap terbanyak
setelah diare oleh infeksi dan demam berdarah dengue dengan persentase sebesar
3,26% dan menurut kode Daftar Tabulasi Dasar (DTD) dan kode International
Classification of Diseases (ICD)A1 telah menyebabkan kasus sebesar 72.804
(Depkes, 2007).
Sekitar 600.000 sampai 1.5 juta kasus demam tifoid terjadi setiap
tahunnya. Dalam waktu satu tahun, penyakit ini terjadi di daerah pedesaan terjadi
dengan insiden sebesar 358/100.000 penduduk, sedangkan di daerah perkotaan
terjadi dengan insiden sebesar 760/100.000 penduduk. Dengan persentase 91%
penyakit ini telah menjangkiti penderita berumur 3-19 (Pawitro, dkk 2002).
Pemberian antibiotik belum memberikan hasil maksimal karena resistensi
terhadap suatu antibiotik berbeda beda pada setiap bakteri (Widodo, 2009).
Buah pare telah dikembangkan sebagai obat tradisional untuk mengobati
berbagai macam penyakit seperti dismenore, nyeri perut, keputihan, psoriasis,
antimalarial, antidiabetes, demam, rematik, antimimetik, hepatitis, eksim, gout,
hemoroid, scabies, batu ginjal, dan lepra (Grover & Yadav, 2004).
Kandungan kimia buah pare yang berkhasiat dalam pengobatan adalah
alkaloid, triterpenoid, saponin, glikosida cucurbitacin, , asam palmitat, asam
linoleat, charantin, asam butirat, flavonoid, polifenol, , momordisin, dan asam
stearate (Agoes, 2010; Subhar, 2004; Yohanna, 2005). Triterpenoid berfungsi
sebagai insektisida atau antifagus yang mempengaruhi system saraf sedangkan
flavonoid berfungsi sebagai antimikroba (Subhar, 2004).

Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya telah membuktkan bahwa


ekstrak buah pare mengandung flavonoid sebagai antimikroba, pada penelitian
kali ini akan dilakukan uji untuk mengetahui seberapa besar aktivitas antibakteri
ekstrak buah pare terhadap bakteri Salmonella Typhi penyebab demam tifoid.

1.2 Rumusan Masalah


1. Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
pertanyaan penelitian, yaitu apakah ekstrak buah pare mempunyai
aktivitas antimikroba terhadap bakteri Salmonella typhi penyebab
penyakit demam tifoid?
2. Berapakah Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) ekstrak etanol buah
pare terhadap pertumbuhan bakteri Salmonella typhi?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1

Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antimikroba ekstrak
buah pare terhadap bakteri Salmonella typhi penyebab demam tifoid

1.3.2

Tujuan Khusus
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Konsentrasi Hambat Minimal
(KHM) ekstrak etanol buah pare terhadap pertumbuhan bakteri
Salmonella typhi.

1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1. Bagi Peneliti
Untuk menambah pengetahuan mengenai uji aktivitas antibakteri ekstrak
etanol buah pare terhadap bakteri Salmonella typhi penyebab demam tifoid
baik secara praktik maupun teori.

1.4.2 Bagi Jurusan dan pengembangan ilmu pengetahuan


1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan informasi ilmiah
mengenai aktivitas ekstrak buah pare sebagai antimikroba terhadap
bakteri Salmonella typhi.
2. Memberikan informasi baru terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi
khususnya pada bidang farmasi, tentang efek antibakteri dari ekstrak
etanol buah pare.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Salmonella sp
2.1.1 Klasifikasi Bakteri Salmonella Typhi
Kingdom

: Bacteria,

Divisi

: Proteobacteria

Kelas

: Gamma Proteobacteria

Ordo

: Enterobacteriales

Famili

: Enterobacteriaceae

Genus

: Salmonella

Spesies:

: S. enteric (Todar, 2008).

2.1.2

Morfologi Bakteri Salmonella Typhi

Pada tahun 1880, Eberth pertama kali menemukan bakteri Salmonella sp pada
penderita demam tifoid dan pernyaatn tersebut dibenarkan oleh Robert Koch pada
tahun 1881 dalam budidaya bakteri.17 Salmonella sp. merupakan bakteri berbentuk
batang yang memiliki flagel (kecuali S. gallinarum dan S. pullorum) bakteri ini
tidak berspora serta memberikan warna merah muda pada pengecetan gram atau
nakteri ini masuk kategori bakteri gram negative yang berukuran 2 sampai 4
0;6 .18 Salmonella sp dapat tumbuh pada suhu optimumnya yaitu pada pH 6-8,
habitat Salmonella sp. adalah di saluran pencernaan (usus halus) manusia dan
hewan dengan suhu optimum pertumbuhan Salmonella sp. ialah 37oC (Gupte,
1990).

2.2 Tanaman pare (Momordica charantia L.)


2.2.1 Klasifikasi Pare (Momordica charantia L.)
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Sub-divisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledoneae

Ordo

: Cucurbitales

Family

: Cucurbitaceae

Genus

: Momordica

Species

: Momordica charantia L (Rukmana, 2006).

2.2.2 Morfologi Pare (Momordica charantia L.)


Tanaman pare (Momordica charantia L.) adalah tanaman yang tumbuh
menjalar, tidak berkayu, memiliki pilin sebagai sulur-sulur pembelit dengan
bentuk batang yang ramping dan tanaman ini disebut juga tanaman herba
semusim (annual).
Daunnya berwarna hijau dengan bentuk menjari, tunggal dan besar serta memiliki
tangkai yang panjang. Tanaman ini memiliki bunga berwarna kuning, alat
reproduksinya terletak di ketiak daun dan terpisah antara alat reproduksi jantan
dan betina, nsmun masih berada pada satu tanaman yang sama (Jagessar dkk,
2008).
Bentuk buah menyerupai mentimun dengan panjang sekitar 8-30 cm,
memiliki daging buah yang agak tebal dengan rusuk memanjang serta memiliki
biji (Rukmana, 2006). Pada buah yang telah matang, biji berwarna coklat
kekuningan berbentuk pipih serta memanjang dan keras, sedangkan pada buah
yang belum matang, bijinya berwarna putih (Agoes, 2010).

2.2.3 Kandungan Senyawa Pare


Kandungan Pare yang penting kaitannya dengan aktivitas antibakteri
adalah sebagai berikut :
a. Flavonoid
Flavonoid membentuk susunan C6-C3-C6 dengan kerangka karbon yang
tidak kurang terdiri dari 15 atom karbon, serta cincin benzene yang terikat ada

suatu rantai propana (C3). Susunan pada senyawa flavonoid ini dapat membentuk
3 jenis struktur yakni 1,1 diarilpropan atau neoflavonoid, 1,2 diarilpropan atau
isofalvonoid, dan 1,3-diarilropan atau flavonoid. Senyawa flavonoid yang lazim
di

temukan

pada

tumbuhan

tingkat

tinggi

yakni

flavanon,

khalkon,

dihidrokhalkon, proantosianidin antosianin, flavon, flavonol, dan isoflavon.


Senyawa- senyawa ini dapat ditemukan pada batang, daun, bunga, dan buah.
Flavonoid dalam tubuh manusia berfungsi sebagai antioksidan sehingga sangat
baik untuk pencegahan kanker. Didalam tubuh manusia, flavonoid berfungsi
sebagai antioksidan yang dapat mencegah radikal bebas yang dapat menyebabkan
kanker. Flavonoid dapat juga berfungsi sebagai antibiotik, meningkatkan
efektivitas vitamin C, mencegah kekeroposan tulang, sebagai antiinflamasi serta
melindungi struktur sel (Markham, 1988).
Mekanisme

kerja

flavonoid

sebagai

antibakteri

adalah

dengan

menghambat sintesis DNA pada bakteri, mengganggu fungsi membrane


sitoplasmam serta menghambat transfer energy untuk kelangsungan metabolism
bakteri. Beberapa bakteri yang dapat dilawan oleh flavonoid adalah S.
typhimurium dan Stenotrophomonas maltophilia, Staphylococcus epidermidis, S.
aureus, serta E. coli (Cushnie dkk, 2005).
b. Alkaloid
Kadar Alkaloid umumnya ditemukan dalam jumlah kecil, mengandung
satu atau lebih atom nitrogen yang biasanya bersifat basa (Lenny, 2006). Alkaloid
dapat mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri sehingga

dinding sel pada bakteri sulit terbentuk dan menyebabkan kematian atau lisis pada
bakteri gram positif maupun gram negatif (Robinson, 1995).

BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dilaboratorium Mikrobiologi Farmasi, fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sriwijaya, Indralaya.
Penelitian ini dilakukan pada bulan juni sampai oktober 2015.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas ukur, pisau,
neraca analitik, pipet ukur, batang pengaduk kaca, lup, vial atau botol kaca, kain
flannel hitam, kain saring, penangas air, kaca arloji, autoklaf, spatel logam, jangka

sorong, timbangan analitik, cawan petri, pipet tetes, KLT, volume pipet,
mikropipet, pembakar bunsen, tabung reaksi, pinset, gelas kimia, labu erlenmeyer,
kawat Ose, inkubator, penangas air, batang pengaduk, kompor listrik, alumunium
foil, kapas non lemak, thermometer, rak tabung reaksi corong buchner, rotary
evaporator, maserator, kertas saring, inkubator, blender, plate, spatula, vortex
mixer, disposable syringe, sterilisator panas kering dan alat-alat lain yang biasa
digunakan dalam laboratorium Mikrobiologi.

3.2.2 Bahan
Aquades steril, Serbuk NaCMC (Natrium Carboxil Methyl Cellulose), ekstrak
etanol buah pare, suspensi Salmonella typhi, suspensi siprofloksasin, larutan
etanol 95%, air suling steril, media NA (Nutrient Agar), kloroform, n-heksan,
methanol dan bubuk Mueller Hinton (MH).

3.3 Prosedur Penelitian


3.3.1 Pengambilan Sampel.
Sampel buah pare (Momordica charantia L.) diambil langsung dari
tanaman pare yang terletak di kota Indralaya. Sampel buah pare (Momordica
charantia L.) yang diambil adalah buah yang kondisinya telah matang, sampel
kemudian dimasukkan dalam kantong sampel ditimbang hingga beratnya 1 kg.

3.3.2 Persiapan alat


Semua alat yang akan digunakan dalam penelitian ini disucihamakan dalam
sterilisator panas kering selama 15 menit dengan suhu 110 0C terlebih dahulu.
Kemudian bahan media disterilkan dengan menggunakan autoklaf selama 20
menit dengan suhu 1210C (Suswati, 2009).

3.3.3 Pembuatan Ekstrak Etanol Pare


Metode ekstraksi yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah metode maserasi.
Sebelumnya, pare yang telah diiris tipis-tipis dikeringkan dengan sinar matahari
tidak langsung (diangin-anginkan) sampai kering, kemudian dihaluskan hingga
menjadi serbuk. Sebanyak 430 gram serbuk kering pare yang dihasilkan
dimasukkan ke dalam maserator, ditambahkan etanol 96% sebanyak 7 kali
bobot serbuk dan diaduk. Biarkan termaserasi selama 3 hari dalam maserator
tertutup dengan pengadukan setiap hari. Setelah itu saring maserat dari ampas
dengan corong Buchner. Maserat yang terbentuk kemudian diuapkan melalui
penguap putar (Rotary evaporator) sehingga diperoleh ekstrak kental (Ningsih
dkk, 2009).

3.3.4 Pembuatan Larutan NaCMC 0,5%


Serbuk NaCMC ditimbang sebanyak 500 mg kemudian dicampur dengan aquades
panas sebanyak 10 ml lalu aduk sampai merata dan dibiarkan selama 15 menit.
Setelah itu ditambah aquades panas sampai volume akhir 100 ml (Ningsih dkk,
2009).

3.3.5 Pembuatan Suspensi Siprofloksasin


Siprofloksasin sediaan IV dosis 2 mg/ml diambil menggunakan spet sebanyak 1
cc kemudian ditambahkan aquades steril sebanyak 1 cc sehingga terbentuk
konsentrasi sebesar 1 mg/ml. Kemudian campuran siprofloksasin dan aquades
steril dibuang hingga tersisa 0,3 cc lalu dilarutkan ke dalam 300 ml aquades steril
sehingga nantinya akan menghasilkan suspensi siprofloksasin dengan konsentrasi
1 g/ml dan divorex selama 60 detik.

3.3.6 Pembuatan Konsentrasi Ekstrak Etanol Pare


Ekstrak kental pare yang telah ditimbang sebanyak 500 mg dimasukkan ke dalam
tabung vial kemudian ditambahkan dengan 0,5 ml NaCMC 0,5% lalu divortex
selama 60 detik sehingga mengandung konsentrasi ekstrak etanol pare 500 mg/ml.
Larutan ini kemudian ditambah dengan 1 ml NaCMC 0,5% dan divortex selama
60 detik sehingga mengdanung konsentrasi ekstrak etanol pare 250 mg/ml. Dari
larutan tersebut 1 ml dibuang dan sisanya ditambahkan 1 ml NaCMC 0,5%
kemudian divortex selama 60 detik sehingga didapatkan konsentrasi 125 mg/ml.
Dari larutan konsentrasi 125 mg/ml, dibuang 1 ml dan sisanya ditambahkan 1 ml
NaCMC 0,5% kemudian divortex selama 60 detik sehingga didapatkan
konsentrasi 62,5 mg/ml. Dari larutan konsentrasi ini, larutan dibuang 1 ml dan
sisanya ditambahkan lagi dengan 1 ml NaCMC 0,5% kemudian divortex selama
60 detik sehingga didapatkan konsentrasi 31,25 mg/ml. Selanjutnya dari larutan

konsentrasi 31,25 mg/ml dibuang 1 ml dan sisanya ditambahkan 1 ml NaCMC


0,5% kemudian divortex lagi selama 60 detik sehingga didapatkan konsentrasi
15,6 mg/ml. Tabung vial yang berisi larutan dengan konsentrasi tersebut diberi
label tabung.23 Untuk membuat konsentrasi lainnya, dipersiapkan 7 tabung vial
yang masing-masing telah diisi dengan 1 ml NaCMC 0,5% dan diberi label
tabung 2 sampai tabung 8. Ke dalam tabung 2 dimasukkan 1 ml larutan dari
tabung 1 yang mengandung konsentrasi ekstrak etanol pare 15,6 mg/ml kemudian
divortex selama 60 detik sehingga didapatkan larutan dengan konsentrasi 7,8
mg/ml. Dari tabung 2 diambil 1 ml dan dimasukkan tabung 3 kemudian divortex
selama 60 detik sehingga didapatkan konsentrasi 3,9 mg/ml. Dari tabung 3
diambil lagi 1 ml dan dimasukkan ke tabung 4 kemudian divortex selama 60 detik
sehingga didapatkan konsentrasi 1,95 mg/ml. Selanjutnya diambil 1 ml dari
tabung 4 dan dimasukkan ke tabung 5 kemudian divortex selama 60 detik
sehingga didapatkan konsentrasi 0,98 mg/ml. Diambil lagi 1 ml dari tabung 5
untuk dimasukkan ke dalam tabung 6 kemudian divortex selama 60 detik
sehingga didapatkan konsentrasi 0,49 mg/ml. Dari konsentrasi 0,49 mg/ml ini
diambil 1 ml dan dimasukkan tabung 7 kemudian divortex selama 60 detik
sehingga didapatkan konsentrasi 0,24 mg/ml. Selanjutnya diambil lagi 1 ml dari
tabung 7 dan dimasukkan ke tabung 8 kemudian divortex selama 60 detik, lalu
dibuang 1 ml larutan dari tabung ini sehingga didapatkan konsentrasi 0,12 mg/ml.
Pada dua tabung vial yang lain diberi label tabung 9 dan tabung 10. Ke dalam
tabung 9 dimasukkan suspensi siprofloksasin sebagai kontrol positif dan ke dalam

tabung 10 dimasukkan NaCMC 0,5% sebagai kontrol negatif (Suswati dan


Muhfida, 2009).

3.3.7 Identifikasi Senyawa Metabolit Sekunder dengan Metode Kromatografi


Lapis Tipis (KLT)
Untuk mengidentifikasi kandungan senyawa metabolit sekunder pada ekstrak
buah pare yang diambil dari dua lokasi berbeda maka dilakukan uji KLT.
Dilakukan dengan mentotolkan ekstrak pada lempeng KLT, dibiarkan kering.
Lempeng KLT kemudian dicelupkan ke dalam chamber KLT yang mengandung
eluen metanol dan kloroform p.a dengan perbandingan 2 : 1. Dilakukan
pengamatan terhadap noda pada lempeng KLT mencapai batas tang telah
ditentukan pada lempeng KLT. Kemudian diamati fase gerak hingga noda
mencapai batas yang telah ditentukan pada lempeng. Untuk melihat dengan jelas
bentuk dan pola noda pada lempeng KLT dilakukan pengamatan dengan
menggunakan sinar Ultra Violet (UV) dengan panjang gelombang 254 nm dan
366 nm.
3.3.8 Pembuatan Media Agar Miring
Media Agar Miring Nutrient Agar (NA) sebanyak 0,46 gram dilarutkan
dalam 20 ml aquades (23 g/1000 ml) menggunakan erlenmeyer. Setelah itu
dihomogenkan dengan stirer diatas penangas air sampai mendidih. Sebanyak 5 ml
dituangkan masing-masing pada 3 tabung reaksi steril dan ditutup dengan
aluminium foil. Media tersebut disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC selama
15 menit, kemudian dibiarkan pada suhu ruangan selama 30 menit sampai

media memadat pada kemiringan 30o. Media Agar miring digunakan untuk
inokulasi bakteri (Lay, 1994).

3.3.9 Peremajaan Bakteri Uji


Bakteri Salmonella typhi yang berasal dari biakan murninya, masingmasing diambil sebanyak 1 ose kemudian ditumbuhkan atau diinokulasikan
dengan cara digores pada medium Nutrient Agar (NA) miring. Kultur bakteri pada
masing-masing agar miring diinkubasi pada suhu 37oC selama 18-24 jam.

3.3.10 Pembuatan Suspensi Bakteri Uji


Bakteri ditanam pada media pertumbuhan nutrien agar (NA) miring dan di
inkubasi pada suhu 370C selama 24 jam, kemudian bakteri yang akan diuji di
suspensikan dengan cara menumbuhkan bakteri dalam media cair yaitu NaCl
fisiologis, kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C.

3.3.11 Pembuatan Media Agar Mueller Hinton


Agar nutrien Mueller Hinton ditimbang sebanyak 2 gram kemudian dimasukkan
ke dalam tabung Erlenmeyer. Ditambahkan 100 cc aquades, dicampur dan diaduk
sampai rata kemudian dipanaskan sampai mendidih dan larut. Kemudian
dimasukkan ke dalam autoklaf dengan suhu 121 0C selama 30 menit, setelah
dikeluarkan dari autoklaf, larutan dalam tabung Erlenmeyer dituang ke dalam

cawan petri steril dengan cara aseptik lalu dimasukkan inkubator dengan suhu
370C (Suswati dan Mufida, 2009:19).

3.9.12 Tahap Perlakuan


Lidi kapas steril dicelupkan ke dalam biakan cair bakteri kemudian lidi kapas
yang telah basah diperas pada dinding tabung. Selanjutnya lidi kapas tersebut
diusapkan pada seluruh permukaan medium agar Mueller Hinton dan mengulang
prosedur tersebut dua kali lagi sambil memutar plate 600, kemudian membiarkan
plate 3-5 menit pada suhu ruang tapi tidak lebih dari 15 menit supaya medium
benar-benar kering sebelum dibuat sumuran. Pada agar tersebut dibuat sumuran
dengan garis tengah tertentu menurut kebutuhan, kemudian ke dalam sumuran
tersebut diteteskan ekstrak etanol pare dengan beberapa konsentrasi yang telah
dibuat (Suswati dan Mufida, 2009:85).

3.3.13 Penentuan Aktivitas Antimikroba Metode (KHM)


Setelah diinkubasi selama 24 jam dalam suhu 37 0C cawan petri diambil dari
inkubator dan diamati zona hambat pada masing-masing cawan petri. Pengamatan
dilakukan dengan cara mengukur radius zona hambatan pertumbuhan Salmonella
typhi pada media Mueller Hinton dengan menggunakan jangka sorong (Suswati
dan Mufida, 2009:86; dan Lalitha, 2008).

3.3.14 Analisis Data

Analisis data penelitian ini dilakukan dengan metode statistik analisis


variansi satu arah (One Way ANOVA). ANOVA merupakan prosedur pengujian
hipotesis yang digunakan untuk mengevaluasi perbedaan rata-rata antar dua
populasi atau lebih dengan mempertimbangkan satu faktor yang menyebabkan
variasi. Untuk mengetahui kelompok mana yang mempunyai perbedaan yang
bermakna, maka dilakukan Uji Post Hoc (Trihendradi, 2009). Sedangkan untuk
mencari KHM secara kuantitatif dilakukan Uji Regresi Linear.

DAFTAR PUSTAKA
Agoes, Azwar. 2010. Tanaman Obat Indonesia. Jakarta: Salemba Medika
Cushnie, T. P. T., Lamb, A. J. 2005. Antimicrobial Activity of Flovanoid.
International Journal of Antimicrobial Agents. 26: 343.356.
Departemen Kesehatan RI. 2007. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2007.
Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia..
Grover, J. K., & Yadav, S. P. 2004. Pharmacological Actions and Potential Uses
of Momordica charantia: a review. J. Ethnopharmacol. Vol. 93(1): 123132.

Gupte. 1990. Mikrobiologi Dasar edisi III, diterjemahkam oleh Julius, E.S.
Jakarta: Binarupa Aksara.
Jagessar, R. C., Mohamed, A., & Gomes, G. 2008. An Evaluation of the
Antibacteria and Antifungal Activity of Leaf Extracts of Momordica
charantia Against Candida albicans, Staphylococcus aureus and
Escherichia coli. Nature and Science. ISSN 1545-0740. Vol. 6(1): 1-14.
Lalitha, M. K. 2008. Manual on Antimicrobial Susceptibility Testing. Vellore:
Indian Association of Medical Microbiologists.
Lay, B.W. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Edisi 1. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Lenny, S. 2006. Senyawa Flavonoida, Fenilpropanoida, dan Alkaloida. Medan:
Departemen Kimia Fakultas MIPA Universitas Sumatra Utara.
Markham, K, R. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavanoid. Bandung: Institut
Teknologi Bandung
Ningsih, I. Y., Nuri, Puspitasari, E. Amrun, M. 2009. Buku Petunjuk Praktikum
Fitokimia. Edisi Revisi IV. Jember: Bagian Biologi Farmasi Fakultas
Farmasi Universitas Jember.
Pawitro, U. E, Noorvitry, M, Darmowandowo, W. 2002. Ilmu Penyakit Anak Edisi
1. Jakarta: Salemba Medika.

Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung: Penerbit


ITB.
Rukmana, Rahmat. 2006. Budi Daya Pare. Yogyakarta: Kanisius
Subahar TS. 2004. Khasiat dan Manfaat Pare. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Suswati, E. dan Mufida, D. C. 2009. Petunjuk Praktikum Mikrobiologi Fakultas
Farmasi. Jember: Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran
Universitas Jember.
Widodo, D. 2009. Buku Ajar : Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta:
Interna Publishing.
Taylor, L. 2002. Bitter Melon. Herbal Secrets of the Rainforest. Second Edition.
Austin: Saga Press, Inc.
Timmreck, T.C. 2004. Epidemiologi Suatu Pengantar. Edisi 2. Jakarta: ECG
Todar, K. 2008. Text Book of Bacteriology. Madison: University of Wisconsin
Madison Department of Bacteriology.
Trihendradi, C. 2009. 7 Langkah Mudah Melakukan Analisis Statistik
Menggunakan SPSS 17. Yogyakarta: Andi Offset.
Yohana, Arisandi, Andriani Y. 2005. Khasiat Tanaman Obat. Jakarta: Pustaka
Buku Murah..

Anda mungkin juga menyukai