I. Identitas Pasien
Nama
: Tn. YH
Usia
: 31 tahun
Pekerjaan
: Buruh
Agama
: Islam
Alamat
: Cidandang, Cilegon
No. CM
: 267xxx
Pembiayaan
: Umum
Tanggal Berobat
: 14 Desember 2013
Ruangan
II. Anamnesa
Dilakukan secara auto-anamnesa pada tanggal 17 Desember di Ruang Nusa Indah
RSUD Cilegon pukul 06.30 WIB
Keluhan Utama :
Nyeri perut kanan atas sejak 2 bulan SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke UGD RSUD Cilegon dengan keluhan nyeri perut
kanan atas sejak 2 bulan SMRS. Nyeri perut dirasakan seperti ditusuk-tusu,
pasien juga mengeluhkan adanya mual dan terkadang disertai muntah, muntah
kurang lebih 1 kali perhari berisi sisa makanan dan tidak disertai darah. Pasien
juga mengeluhkan adanya demam yang dirasakan terus-menerus sepanjang
hari.
Sejak 1 bulan SMRS pasien mengaku nafsu makan menurun. Pasien
hanya makan 4-5 sendok makan setiap kali makan karena rasa tidak enak
diperut. Pasien juga merasa adanya penurunan berat badan sebanyak 3 kg
dalam 1 bulan terakhir.
Sekitar 3 minggu yang lalu pasien merasa perut membesar, terasa
penuh diperut, mual dan keluhan nyeri perut masih sering dirasakan, pasien
juga merasa matanya kuning Sehingga pasien memutuskan untuk berobat ke
dokter. 2 hari SMRS, pasien merasakan keluhan semakin memburuk dan
disertai sesak ketika terlentang.
sama.
Riwayat pengobatan paru-paru selama 6 bulan sebelumnya disangkal.
Riwayat sakit kuning disangkal
Riwayat transfusi darah disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada anggota keluarga yang mengeluh keluhan yang sama dengan pasien.
Riwayat sakit kuning pada keluarga disangkal
Anamnesis Sistem (tanggal 17 Desember 2013)
Tanda checklist (+) menandakan keluhan pada sistem tersebut. Tanda strip (-)
menandakan keluhan di sistem tersebut disangkal oleh pasien.
Kulit
(-)
(-)
Bisul
Kuku
(-)
(-)
Rambut
Ikterus
(-)
(-)
(-)
Keringat malam
Sianosis
Lain-lain
Kepala
(-)
(-)
Trauma
Sinkop
(-)
(-)
Nyeri kepala
Nyeri sinus
(-)
(-)
(-)
Sekret
Gangguan penglihatan
Penurunan ketajaman penglihatan
(-)
(-)
(-)
Tinitus
Gangguan pendengaran
Kehilangan pendengaran
(-)
(-)
(-)
Gejala penyumbatan
Gangguan penciuman
Pilek
(-)
(-)
(-)
Lidah
Gangguan pengecapan
Stomatitis
(-)
Perubahan suara
(-)
(-)
Nyeri leher
(+)
(-)
Sesak nafas
Batuk darah
Mata
(-) Nyeri
(-) Radang
(+) Sklera Ikterus
Telinga
(-)
(-)
Nyeri
Sekret
Hidung
(-)
(-)
(-)
(-)
Trauma
Nyeri
Sekret
Epistaksis
Mulut
(-)
(-)
(-)
Bibir
Gusi
Selaput
Tenggorokan
Benjolan/ massa
Jantung/ Paru
(-)
(-)
Nyeri dada
Berdebar-debar
(-)
Ortopnoe
(-)
Batuk
(+)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Perut membesar
Wasir
Mencret
Melena
Tinja berwarna dempul
Tinja berwarna ter
Benjolan
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Kencing nanah
Kolik
Oliguria
Anuria
Retensi urin
Kencing menetes
Kencing seperti air teh
(-)
( )
Perdarahan
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
Sukar menggigit
Ataksia
Hipo/hiper-estesi
Pingsan / syncope
Kedutan (tick)
Pusing (Vertigo)
Gangguan bicara (disartri)
(+)
(-)
Deformitas
Sianosis
Rasa kembung
Mual
Muntah
Muntah darah
Sukar menelan
Nyeri perut
Disuria
Stranguri
Poliuria
Polakisuria
Hematuria
Batu ginjal
Ngompol
Katamenis
(-)
(-)
Leukore
Lain-lain
Anestesi
Parestesi
Otot lemah
Kejang
Afasia
Amnesis
Lain-lain
Ekstremitas
(-)
(-)
Bengkak
Nyeri sendi
III.Pemeriksaan Fisik
Dilakukan pada tanggal 17 Desember pukul 07.00 WIB
VITAL SIGNS:
- Kesadaran
: Compos mentis
- Keadaan Umum : Lemah
- Tekanan Darah : 90/70 mmHg
(TD di IGD tgl 14 Desember 2013: 120/70 mmHg)
- Nadi
: 84 kali/menit, reguler
- Respirasi
: 24x kali/menit
- Suhu
: 37,50C
STATUS GENERALIS:
- Kulit
: Berwarna coklat muda, tidak terdapat kelainan warna kulit,
-
Mulut
Leher
hiperemis.
: Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening pada
submentalis,
subklavikula,
pre-aurikula,
post-aurikula,
iga.
: Tidak ada nyeri tekan dan nyeri lepas, tidak terdengar adanya
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi
Perkusi
Abdomen
Inspeksi : Tampak asimetris, agak membuncit, tidak terlihat massa,
tidak terdapat pelebaran vena, tampak ada striae pada abdomen
bawah.
Auskultasi : Bising Usus (+) normal
Palpasi : hepar teraba 5 jari dibawah arcus costae, 4 jari dibawah
prosesus xiphoideus, permukaan rata, konsistensi kenyal, nyeri tekan
(+) fluktuasi (+) lien tidak teraba.
Perkusi : suara redup pada kuadran kanan atas, terdapat nyeri ketuk,
Irama Sinus
HR 88x/menit (Takikardi)
Axis Normal
Gel P Normal
Interval PR 0,171 s
Tidak ditemukan Q patologis
Gel QRS 0.092 s
Segmen ST sejajar garis isoelektrik
Gel T (+)
QT 0,330 s
Gel U (-)
Laboratorium
Laboratorium 14/12
Hemoglobin
Hematokrit
Lekosit
Trombosit
LED
GDS
Ureum
Kreatinin
SGOT
SGPT
Hepatits A
Hepatitis B,C
Albumin
Globulin
Bil total
Bil Direk
Bil Indirek
Natrium
Kalium
Klorida
Protein Total
17/12
10,2
30,2
22.340
412.000
101
20
0,7
76
34
Negatif
Negatif
19/12
21/12
10,6
33,4
13.680
350.000
24/12
9,3
36,0
11.330
266.000
62
32
25/12
10,8
33,8
9.610
187.000
Nilai Normal
10,2
33,2
9,530
182.000
<200
17-43
0,7-1,1
<37
<41
24
13
2,3
4,5
14-18
40-48
5000-1000
150.000-4
2,5
134,5
3-6 g/dl
1,5 -3,5 g/
0-1 mg/dl
0-0,25 mg
0-0,7 mg/d
135-155
4,31
mg/dl
3,6-5,5
102,4
mg/dl
95-107
1,49
0,83
0,66
mmol/l
6-8 g/dl
6,8
Urinalisa
Analisa Feses
Radiologi :
10
11
USG
12
13
IV. Diagnosis
14
15
USG Abdomen
16
17/12
10,2
19/12
21/12
10,6
24/12
9,3
25/12
10,8
Nilai Normal
10,2
17
14-18
Oleh karena itu, bila besi banyak tersedia dalam cairan tubuh, maka besi
akan berikatan dengan apoferritin membentuk ferritin dan disimpan dalam
bentuk ini di dalam sel hati sampai diperlukan. Bila besi dalam sirkulasi
cairan tubuh mencapai kadar rendah, maka ferritin akan melepaskan besi.
Karena pasien tidak mau makan dan fungsi hati terganggu maka fungi
ferritin untuk melepaskan besi juga terganggu, akhirnya terjadilah anemia.
Dasar Diagnosa Hipoalbuminemia
Pemeriksaan Albumin tanggal 19/12 : 2,3
Pemeriksaan Albumin tanggal 21/12 : 2,5
Mengapa pada pasien ini terjadi Hipoalbuminemia?
Albumin adalah salah satu jenis protein darah yang dibentuk di hati. Hati
menghasilkan sekitar 12 gram albumin per hari yang merupakan sekitar 25% dari
total sintesis protein hepatic dan separuh dari seluruh protein yang dihasilkan sel
tersebut. Ketika ada gangguan pada hati maka sintesis albuminpun terganggu.
Dasar Diagnosa Efusi Pleura :
Anamnesa :
2 hari SMRS, pasien merasakan keluhan semakin memburuk dan disertai sesak
ketika terlentang
Pemeriksaan Fisik :
-
Paru-paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris kanan dan kiri pada saat
statis dan dinamis, tidak terdapat retraksi dan pelebaran sela
Palpasi
iga.
: Tidak ada nyeri tekan dan nyeri lepas, tidak terdengar adanya
18
Rontgen :
Dasar Diagnosa Hiperbilirubinemia
Mata : Sklera Ikterik
Laboratorium 14/12
Bil total
1,49
Bil Direk
0,83
17/12
19/12
21/12
24/12
25/12
V. Anjuran Pemeriksaan
19
Nilai Norma
0-1 mg/dl
0-0,25 mg/dl
Quo ad vitam
: ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
X. Follow-up
16 Desember 2013
S/ : Perut masih terasa sakit, mual (+) namun tidak muntah. Kepala
terasa pusing, nafsu makan berkurang dan tidak bisa tidur.
O/ : KU : Lemah, Kesadaran : Compos mentis
TD: 10/70, N: 84 x/menit, S: 37,5C, RR: 24 x/menit
Kepala : Normocephale
Mata : CA -/- SI +/+
THT : dbn
Thoraks : Simetris
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-) gallop (-)
Pulmo : SN Vesikular, ronki-/- wheezing -/Abd : BU (+) normal, supel, nyeri tekan epigastrium (+), NT
Kuadran kanan atas (+)
Eks : Hangat, edema tungkai (+)
A/ : Jaundice e.c Colesistitis
P/ : IVFD RL 20 tpm
Ketorolac inj 2x1 ampul
Curcuma 3x1
Ranitidin inj 2x1 ampul
Ceftriaxone 1x2 gr drip NS100
20
17 Desember 2013
Rencana USG
S/ : Perut masih terasa sakit, mual (+) namun tidak muntah. Kepala
terasa pusing, BAK dan BAB tidak ada keluahn.
O/ : KU : Lemah, Kesadaran : Compos mentis
TD: 120/70, N: 80 x/menit, S: 36C, RR: 20 x/menit
Kepala : Normocephale
Mata : CA -/- SI +/+ RC +/+
THT : dbn
Thoraks : Simetris
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-) gallop (-)
Pulmo : SN Vesikular, ronki-/- wheezing -/Abd : BU (+) normal, supel, NT epigastrium (+) NT kuadran
kanan atas (+)
Eks : Hangat, edema tungai +/+
A/ : Abses Hepar
P/ : IVFD RL 20 tpm
Ketorolac inj 2x1 ampul
Ranitidin inj 2x1 ampul
Levofloxacin 1x50mg
18 Desember 2013
Metronidazole 3x500 mg
S/ : Perut masih terasa sakit, mual (+) namun tidak muntah. Kepala
terasa pusing, BAK dan BAB tidak ada keluahan.
O/ : KU : Lemah, Kesadaran : Compos mentis
TD: 90/60, N: 80 x/menit, S: 37,8C, RR: 22 x/menit
Kepala : Normocephale
Mata : CA -/- SI +/+ RC +/+
THT : dbn
Thoraks : Simetris
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-) gallop (-)
Pulmo : SN Vesikular, ronki-/- wheezing -/Abd : BU (+) normal, nyeri tekan epigastrium (+) NT kuadran
kanan atas (+) undulasi (+) shifting dullness (+)
Eks : Hangat, edema tungai +/+
A/ : Abses Hepar
P/ : IVFD RL 20 tpm
Ketorolac inj 2x1 ampul
21
20 Desember 2013
transfuse albumin 1 fl
S/ : Perut masih terasa sakit, mual (+) namun tidak muntah. Kepala
terasa pusing, BAK sedikit, warna agak keruh dan BAB tidak ada
keluahan, minum minimal.
O/ : KU : Lemah, Kesadaran : Compos mentis
TD: 90/60, N: 80 x/menit, S: 37,8C, RR: 22 x/menit
Kepala : Normocephale
Mata : CA -/- SI +/+ RC +/+
THT : dbn
Thoraks : Simetris
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-) gallop (-)
Pulmo : SN Vesikular, ronki-/- wheezing -/-
22
Aspirasi abses
S/ : Perut masih terasa sakit, mual (+) namun tidak muntah. Kepala
terasa pusing, BAK sedikit, warna agak keruh dan BAB tidak ada
keluahan, minum minimal, nafsu makan menurun.
O/ : KU : Lemah, Kesadaran : Compos mentis
TD: 120/70, N: 80 x/menit, S: 37,2C, RR: 24 x/menit
Kepala : Normocephale
Mata : CA -/- SI +/+ RC +/+
THT : dbn
Thoraks : Simetris
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-) gallop (-)
Pulmo : SN Vesikular, ronki-/- wheezing -/Abd : BU (+) normal, nyeri tekan epigastrium (+) NT kuadran kanan
atas (+) hepatomegaly, teraba massa, undulasi (+) shifting dullness
(+)
Eks : Hangat, edema tungai +/+
A/ : Abses Hepar
P/ : IVFD RL 20 tpm
Ketorolac inj 2x1 ampul
Ranitidin inj 2x1 ampul
23 Desember 2013
23
Kepala : Normocephale
Mata : CA -/- SI +/+ RC +/+
THT : dbn
Thoraks : Simetris
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-) gallop (-)
Pulmo : SN Vesikular, ronki-/- wheezing -/Abd : BU (+) normal, nyeri tekan epigastrium (+) NT kuadran kanan
atas (+) hepatomegaly, teraba massa, undulasi (+) shifting dullness
(+)nyeri ketuk (+)
Eks : Hangat, edema tungai +/+
A/ : Abses Hepar
P/ : IVFD RL 20 tpm
Ketorolac inj 2x1 ampul
Ranitidin inj 2x1 ampul
Levofloxacin 1x50mg
Metronidazole 3x500 mg
26 Desember 2013
S/ : badan bertambah lemas, Perut masih terasa sakit, mual (+) namun
tidak muntah. Kepala terasa pusing, BAK sedikit, warna agak
keruh dan BAB tidak ada keluahan, minum minimal.
O/ : KU : Lemah, Kesadaran : Compos mentis
TD: 90/60, N: 80 x/menit, S: 37,8C, RR: 22 x/menit
Kepala : Normocephale
Mata : CA -/- SI +/+ RC +/+
THT : dbn
Thoraks : Simetris
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-) gallop (-)
Pulmo : SN Vesikular, ronki-/- wheezing -/Abd : BU (+) normal, nyeri tekan epigastrium (+) NT kuadran kanan
atas (+) hepatomegaly, teraba massa, undulasi (+) shifting dullness
(+)
Eks : Hangat, edema tungai +/+
A/ : Abses Hepar
P/ : IVFD RL 20 tpm
Ketorolac inj 2x1 ampul
Ranitidin inj 2x1 ampul
24
Levofloxacin 1x50mg
Metronidazole 3x500 mg
Furosemide 1 amp
Spironolakton 2x100 mg
28 Desember 2013
31 Desember 2013
25
Thoraks : Simetris
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-) gallop (-)
Pulmo : SN Vesikular, ronki-/- wheezing -/Abd : BU (+) normal, nyeri tekan epigastrium (+) NT kuadran kanan
atas (+) hepatomegaly, teraba massa, undulasi (+) shifting dullness
(+)
Eks : Hangat, edema tungai +/+
A/ : Abses Hepar
P/ : IVFD RL 20 tpm
Ketorolac inj 2x1 ampul
Ranitidin inj 2x1 ampul
Levofloxacin 1x50mg
Metronidazole 3x500 mg
02 Januari 2014
26
ABSES HEPAR
A. PENDAHULUAN
Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh karena
infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari
sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan
pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau
sel darah didalam parenkim hati .(1)
Secara umum, abses hati terbagi 2, yaitu abses hati amebik (AHA) dan
abses hati piogenik (AHP). AHA merupakan salah satu komplikasi amebiasis
ekstraintestinal yang paling sering dijumpai di daerah tropik/subtropik,
termasuk Indonesia. AHP dikenal juga sebagai hepatic abscess, bacterial liver
abscess, bacterial abscess of the liver, bacterial hepatic abscess. AHP ini
merupakan kasus yang relatif jarang, pertama ditemukan oleh Hippocrates (400
SM) dan dipublikasikan pertama kali oleh Bright pada tahun 1936. (1)
Prevalensi yang tinggi sangat erat hubungannya dengan sanitasi yang
jelek, status ekonomi yang rendah serta gizi yang buruk. Meningkatnya arus
urbanisasi menyebabkan bertambahnya kasus abses hati di daerah perkotaan.
Di negara yang sedang berkembang abses hati amuba lebih sering didapatkan
secara endemik dibandingkan dengan abses hati piogenik. Dalam beberapa
dekade terakhir ini telah banyak perubahan mengenai aspek epidemiologis,
etiologi, bakteriologi, cara diagnostik maupun mengenai pengelolaan serta
prognosisnya. (2)
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI HATI
Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh, berat rata-rata sekitar
1.500gr atau 2 % berat badan orang dewasa normal. Letaknya sebagian besar di
regio hipokondria dekstra, epigastrika, dan sebagian kecil di hipokondria
sinistra. Hati memiliki dua lobus utama yaitu kanan dan kiri. Lobus kanan
dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis kanan.
Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum
27
28
Dalam hal ini terjadi metabolisme pigmen dan garam empedu. Garam empedu
penting untuk pencernaan dan absopsi lemak serta vitamin larut-lemak di
dalam usus.
Pengolahan metabolik kategori nutrien utama (karbohidrat, lemak,
protein) setelah penyerapan dari saluran pencernaan
a. Metabolisme karbohidrat : menyimpan glikogen dalam jumlah besar,
konversi galaktosa dan friktosa menjadi glukosa, glukoneogenesis, serta
pembentukan banyak senyawa kimia dari produk antara metabolisme
karbohidrat.
b. Metabolisme lemak : oksidasi asam lemak untuk menyuplai energi bagi
fungsi tubuh yang lain, sintesis kolesterol,fosfolipid,dan sebagian besar
lipoprotein, serta sintesis lemak dari protein dan karbohidrat
c. Metabolisme protein : deaminasi asam amino, pembentukan ureum untuk
mengeluarkan amonia dari cairan tubuh, pembentukan protein plasma,
serta interkonversi beragam asam amino dan sintesis senyawa lain dari
asam amino.
Penimbunan vitamin dan mineral
Vitamin larut-lemak ( A,D,E,K ) disimpan dalam hati, juga vitamin B 12,
tembaga, dan besi dalam bentuk ferritin. Vitamin yang paling banyak
disimpan dalam hati adalah vitamin A, tetapi sejumlah besar vitamin D dan
B12 juga disimpan secara normal.
Hati menyimpan besi dalam bentuk ferritin
Sel hati mengandung sejumlah besar protein yang disebut apoferritin, yang
dapat bergabung dengan besi baik dalam jumlah sedikit maupun banyak.
Oleh karena itu, bila besi banyak tersedia dalam cairan tubuh, maka besi
akan berikatan dengan apoferritin membentuk ferritin dan disimpan dalam
bentuk ini di dalam sel hati sampai diperlukan. Bila besi dalam sirkulasi
cairan tubuh mencapai kadar rendah, maka ferritin akan melepaskan besi.
Hati membentuk zat-zat yang digunakan untuk koagulasi darah dalam
jumlah banyak
29
30
histolytica
ini
berbeda
berdasarkan
kemampuannya
31
32
AHP
adalah
enterobacteriaceae,
microaerophilic
aspergillus,
actinomyces,
eikenella
corrodens,
yersinia
empedu.
Obstruksi
bilier
ekstrahepatik
choledocholithiasis,
tumor
jinak
dan
ganas
atau
pascaoperasi striktur.
5. Trauma tusuk atau tumpul. Selain itu embolisasi transarterial dan
cryoablation massa hati sekarang diakui sebagai etiologi baru abses
piogenik.
6. Kriptogenik tanpa faktor predisposisi yang jelas, terutama pada
orang lanjut usia. Namun insiden meningkat pada pasien dengan
diabetes atau kanker metastatik. (1,7,10,11)
E. PATOGENESIS
33
yang
34
F. GAMBARAN KLINIS
F.1 Abses Hepar Amebik (2,8,9,13,)
Gejala :
a. Demam internitten ( 38-40 oC)
35
b. Nyeri perut kanan atas, kadang nyeri epigastrium dan dapat menjalar
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
Kelainan fisis :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Ikterus
Temperatur naik
Malnutrisi
Hepatomegali yang nyeri spontan atau nyeri tekan atau disertai komplikasi
Nyeri perut kanan atas
Fluktuasi
Pemeriksaan fisis :
a.
b.
c.
d.
Hepatomegali
Nyeri tekan perut kanan
Ikterus, namun jarang terjadi
Kelainan paru dengan gejala batuk, sesak nafas serta nyeri pleura
36
jika
terdapat
demam,
nyeri
perut
kanan
atas,
hepatomegali yang juga ada nyeri tekan. Disamping itu bila didapatkan
leukositosis, fosfatase alkali meninggi disertai letak diafragma yang tinggi
dan perlu dipastikan dengan pemeriksaan USG juga dibantu oleh tes
serologi. Untuk diagnosis abses hati amebik juga dapat menggunakan
kriteria Sherlock (1969), kriteria Ramachandran (1973), atau kriteria
Lamont dan Pooler.
a. Kriteria Sherlock (1969)
1. Hepatomegali yang nyeri tekan
2. Respon baik terhadap obat amebisid
3. Leukositosis
4. Peninggian diafragma kanan dan pergerakan yang kurang.
5. Aspirasi pus
6. Pada USG didapatkan rongga dalam hati
7. Tes hemaglutinasi positif
b. Kriteria Ramachandran (1973)
Bila didapatkan 3 atau lebih dari:
1. Hepatomegali yang nyeri
2. Riwayat disentri
3. Leukositosis
4. Kelainan radiologis
5. Respons terhadap terapi amebisid
c. Kriteria Lamont Dan Pooler
Bila didapatkan 3 atau lebih dari:
1. Hepatomegali yang nyeri
2. Kelainan hematologis
3. Kelainan radiologis
4. Pus amebik
5. Tes serologi positif
6. Kelainan sidikan hati
7. Respons terhadap terapi amebisid
G.2 Abses hati piogenik
37
enzim
transaminase,
serum
bilirubin,
berkurangnya
38
39
40
41
dekompresi
perkutan
tidak
berhasil
Laparoskopi
juga
42
43
44
mortalitas sekitar 12%. Jika ada peritonitis amuba, mortalitas dapat mencapai
40-50%. Kematian yang tinggi ini disebabkan keadaan umum yang jelek,
malnutrisi, ikterus, dan renjatan. Sebab kematian biasanya sepsis atau sindrom
hepatorenal. Selain itu, prognosis penyakit ini juga dipengaruhi oleh virulensi
penyakit, status imunitas, usia lanjut, letak serta jumlah abses dan terdapatnya
komplikasi. Kematian terjadi pada sekitar 5%
Manifestasi Klinis
Merupakan tumor ganas hati primer.
Anamnesis: penurunan berat badan, nyeri perut kanan
atas, anoreksia, malaise, benjolan perut kanan atas.
Pemeriksaaan fisik : hepatomegali berbenjol-benjol,
stigmata penyakit hati kronik.
Laboratorium : peningkatan AFP, PIVKA II, alkali
45
fosatase
USG : lesi lokal/ difus di hati
Merupakan reaksi inflamasi kandung empedu akibat
Kolesistitis akut
Hipoalbuminemia
A. Definisi Hipoalbuminemia
Hipoalbuminemia adalah kadar albumin yang rendah/dibawah nilai normal
atau keadaan dimana kadar albumin serum < 3,5 g/dL (Muhammad Sjaifullah
Noer, Ninik Soemyarso, 2006 dan Diagnose-Me.com, 2007). Hipoalbuminemia
mencerminkan pasokan asam amino yang tidak memadai dari protein, sehingga
mengganggu sintesis albumin serta protein lain oleh hati (Murray, dkk, 2003).
Di Indonesia, data hospital malnutrition menunjukkan 40-50% pasien
mengalami hipoalbuminemia atau berisiko hipoalbuminemia, 12% diantaranya
hipoalbuminemia berat, serta masa rawat inap pasien dengan hospital
malnutrition menunjukkan 90% lebih lama daripada pasien dengan gizi baik (Tri
Widyastuti dan M. Dawan Jamil, 2005).
B. Klasifikasi Hipoalbuminemia
46
: 3,53,9 g/dl
C. Penyebab Hipoalbuminemia
Menurut Iwan S. Handoko (2005), Adhe Hariani (2005) dan Baron (1995)
hipoalbuminemia adalah suatu masalah umum yang terjadi pada pasien.
Hipoalbuminemia dapat disebabkan oleh masukan protein yang rendah,
pencernaan atau absorbsi protein yang tak adekuat dan peningkatan kehilangan
protein yang dapat ditemukan pada pasien dengan kondisi medis kronis dan akut:
1. Kurang Energi Protein,
2. Kanker,
3. Peritonitis,
4. Luka bakar,
5. Sepsis,
6. Luka akibat Pre dan Post pembedahan (penurunan albumin plasma yang terjadi
setelah trauma),
7. Penyakit hati akut yang berat atau penyakit hati kronis (sintesa albumin menurun),
8. Penyakit ginjal (hemodialisa),
9. Penyakit saluran cerna kronik,
47
10.
11.
12.
TBC paru.
D. Terapi Hipoalbuminemia
Hipoalbuminemia dikoreksi dengan Albumin intravena dan diet tinggi
albumin (Sunanto, 2006), dapat dilakukan dengan pemberian diet ekstra putih
telur, atau ekstrak albumin dari bahan makanan yang mengandung albumin dalam
kadar yang cukup tinggi. Penangan pasien hipoalbumin di RS dr. Sardjito
Yogyakarta dilakukan dengan pemberian putih telur sebagai sumber albumin dan
sebagai alternatif lain sumber albumin adalah ekstrak ikan lele (Tri Widyastuti dan
M. Dawan Jamil, 2005). Sedangkan pada RS dr. Saiful Anwar Malang,
penanganan pasien hipoalbuminemia dilakukan dengan pemberian BSA (Body
Serum Albumer), dan segi gizi telah dilakukan pemanfaatan bahan makanan
seperti estrak ikan gabus, putih telur dan tempe kedelai (Illy Hajar Masula, 2005).
EFUSI PLEURA
1. DEFINISI3,4
Efusi pleura adalah penimbunan cairan pada rongga pleura (1)atau Efusi pleura
adalah suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura dalam jumlah yang berlebihan di
dalam rongga pleura, yang disebabkan oleh ketidak seimbangan antara pembentukan dan
pengeluaran cairan pleura.
Dalam konteks ini perlu di ingat bahwa pada orang normal rongga pleura ini juga
selalu ada cairannya yang berfungsi untuk mencegah melekatnya pleura viseralis dengan
pleura parietalis. Sehingga dengan demikian gerakan paru (mengembang dan mengecil)
dapat berjalan dengan mulus. Dalam keadaan normal, jumlah cairan dalam rongga
48
pleura sekitar 10-20 ml. Cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma,
kecuali pada cairan pleura mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu< 1,5 gr/dl.
Ada beberapa jenis cairan yang bisa berkumpul di dalam rongga pleura antara
lain darah, pus, cairan seperti susu dan cairan yang mengandung kolesterol tinggi (2)
a. Hidrotoraks
Pada keadaan hipoalbuminemia berat, bisa timbul transudat. Dalam
hal ini penyakitnya disebut hidrotorak dan biasanya ditemukan bilateral.
Sebab-sebab lain yang mungkin adalah kegagalan jantung kanan, sirosis
hati dengan asites, serta sebgai salah satu tias dari syndroma meig
(fibroma ovarii, asites dan hidrotorak).
b. Hemotoraks
Hemotorak adalah adanya darah di dalam rongga pleura. Biasanya
terjadi karena trauma toraks. Trauma ini bisa karna ledakan dasyat di dekat
penderita, atau trauma tajam maupu trauma tumpul. Kadar Hb pada
hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah
hemothorak yang baru diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal ini
mungkin karena faktor koagulasi sudah terpakai sedangkan fibrinnya
diambil oleh permukaan pleura. Bila darah aspirasi segera membeku, maka
biasanya darah tersebut berasal dari trauma dinding dada.Penyebab lainnya
hemotoraks adalah:
Pecahnya sebuah pembuluh darah yang kemudian mengalirkan
Empiema bisa
Pembedahan dada
d. Chylotoraks
Kilotoraks adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan kil/getah
bening pada rongga pleura. Adapun sebab-sebab terjadinya kilotoraks
antaralain :
granuloma
mediastinum
(tuberkulosis,
histoplasmosis).
Penyakit-penyakit ini memberi efek obstruksi dan juga perforasi terhadap
duktus torasikus secara kombinasi. Disamping itu terdapat juga penyakit
trombosis vena subklavia dan nodul-nodul tiroid yang menekan duktus torasikus
dan menyebabkan kilotoraks
2. EPIDEMIOLOGI 4
Estimasi prevalensi efusi pleura adalah 320 kasus per 100.000 orang di negaranegara industri, dengan distribusi etiologi terkait dengan prevalensi penyakit yang
mendasarinya.
Secara umum, kejadian efusi pleura adalah sama antara kedua jenis kelamin.
Namun, penyebab tertentu memiliki kecenderungan seks. Sekitar dua pertiga dari efusi
pleura ganas terjadi pada wanita. Efusi pleura ganas secara signifikan berhubungan
dengan keganasan payudara dan ginekologi. Efusi pleura yang terkait dengan lupus
eritematosus sistemik juga lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pada pria
50
3. ETIOLOGI 4
Ruang pleura normal mengandung sekitar 1 mL cairan, hal ini memperlihatkan
adanya keseimbangan antara tekanan hidrostatik dan tekanan onkotik dalam pembuluh
darah pleura viseral dan parietal dan drainase limfatik luas. Efusi pleura merupakan hasil
dari ketidakseimbangan tekanan hidrostatik dan tekanan onkotik.
Efusi pleura merupakan indikator dari suatu penyakit paru atau non pulmonary,
dapat bersifat akut atau kronis. Meskipun spektrum etiologi efusi pleura sangat luas, efusi
pleura sebagian disebabkan oleh gagal jantung kongestif,. pneumonia, keganasan, atau
emboli paru. Mekanisme sebagai berikut memainkan peran dalam pembentukan efusi
pleura:
tekanan
onkotik
intravaskular
(misalnya,
hipoalbuminemia, sirosis)
3. Peningkatan permeabilitas kapiler atau gangguan pembuluh darah
(misalnya, trauma, keganasan, peradangan, infeksi, infark paru, obat
hipersensitivitas, uremia, pankreatitis)
4. Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler dalam sirkulasi sistemik dan /
atau paru-paru (misalnya, gagal jantung kongestif, sindrom vena kava
superior)
5. Pengurangan tekanan dalam ruang pleura, mencegah ekspansi paru penuh
(misalnya, atelektasis yang luas, mesothelioma)
6. Penurunan drainase limfatik atau penyumbatan lengkap, termasuk
obstruksi duktus toraks atau pecah (misalnya, keganasan, trauma)
7. Peningkatan cairan peritoneal, dengan migrasi di diafragma melalui
limfatik atau cacat struktural (misalnya, sirosis, dialisis peritoneal)
8. Perpindahan cairan dari edema paru ke pleura viseral
9. Peningkatan tekanan onkotik di cairan pleura yang persisiten
menyebabkan adanaya akumulasi cairan di pleura
4. KLASIFIKASI (5)
Efusi pleura umumnya diklasifikasikan berdasarkan mekanisme pembentukan cairan
dan kimiawi cairan menjadi 2 yaitu atas transudat atau eksudat. Transudat hasil dari
51
1.
2.
3.
4.
b. Exusadat
Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membrane kapiler
yang permeabelnya
dibandingkan
protein
Bila
terjadi
proses
peradangan
maka
52
a.
b.
c.
d.
e.
f.
Efusi pleura tipe transudatif dibedakan dengan eksudatif melalui pengukuran kadar
Laktat Dehidrogenase (LDH) dan protein di dalam cairan, pleura. Efusi pleura eksudatif
memenuhi paling tidak salah satu dari tiga kriteria berikut ini, sementara efusi pleura
transudatif tidak memenuhi satu pun dari tiga criteria ini:
5 . PATOFISIOLOGI3, 4
53
Dalam keadaan normal, selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura
melalui kapiler pada pleura parietalis tetapi cairan ini segera direabsorpsi oleh saluran
limfe, sehingga terjadi keseimbangan antara produksi dan reabsorpsi. Kemampuan untuk
reabsorpsinya dapat meningkat sampai 20 kali. Apabila antara produk dan reabsorpsinya
tidak seimbang (produksinya meningkat atau reabsorpsinya menurun) maka akan timbul
efusi pleura
Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan
dan protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara
lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi yang terjadi karena
perbedaan tekanan osmotic plasma danjaringan interstitial submesotelial kemudian
melalui sel mesotelial masuk kedalam rongga pleura. Selain itucairan pleura dapat
melalui pembuluh limfe sekitar pleura. Pergerakan cairan dari pleura parietalis ke pleura
visceralis dapat terjadi karena adanya perbedaantekanan hidrostatik dan tekanan koloid
osmotik. Cairan kebanyakan diabsorpsi oleh sistem limfatik dan hanya sebagian kecil
yang diabsorpsi oleh sistem kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan
pada pleura visceralis adalah terdapatnya banyak mikrovili di sekitar sel-sel mesothelial.
Bila penumpukan cairan dalam rongga pleura disebabkan oleh peradangan. Bila
proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah, sehingga terjadi
empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat
menyebabkan hemotoraks. Penumpukan cairan pleura dapat terjadi bila:
1. Meningkatnya
pembentukan
tekanan
cairan
intravaskuler
pleura
melalui
dari
pleura
pengaruh
meningkatkan
terhadap
hukum
54
Efusi
pleura
akan
menghambat
fungsi
paru
dengan
membatasi
pengembangannya. Derajat gangguan fungsi dan kelemahan bergantung pada ukuran dan
cepatnya perkembangan penyakit. Bila cairan tertimbun secara perlahan-lahan maka
jumlah cairan yang cukup besar mungkin akan terkumpul dengan sedikit gangguan fisik
yang nyata.
Kondisi efusi pleura yang tidak ditangani, pada akhirnya akan menyebabkan
gagal nafas. Gagal nafas didefinisikan sebagai kegagalan pernafasan bila tekanan partial
Oksigen (Pa O2) 60 mmHg atau tekanan partial Karbondioksida arteri (Pa Co2) 50
mmHg melalui pemeriksaan analisa gas darah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Wenas,Nelly Tendean. Waleleng,B.J. Abses hati piogenik. Dalam :
Sudoyo,Aru W. Setiyohadi,Bambang. Alwi,Idrus. Simadibrata,Marcellus.
Setiati,Siti. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I edisi IV. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2007. Hal 460-461.
2. Sofwanhadi, Rio. Widjaja, Patricia. Koan, Tan Siaw. Julius. Zubir, Nasrul.
Anatomi hati. Gambar tomografi dikomputerisasi (CT SCAN). Magnetic
resonance imaging (MRI) hati. Abses hati. Penyakit hati parasit. Dalam :
Sulaiman, Ali. Akbar, Nurul. Lesmana, Laurentius A. Noer, Sjaifoellah M.
Buku ajar ilmu penyakit hati edisi pertama. Jakarta : Jayabadi. 2007. Hal
1, 80-83, 93-94, 487-491, 513-514.
3. Lindseth, Glenda N. Gangguan hati, kandung empedu, dan pankreas.
Dalam : Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. Patofisiologi konsep klinis
proses-proses penyakit vol.1 edisi 6. Jakarta : EGC. 2006. Hal 472-476.
4. Guyton, Arthur C. Hall, John E. Hati sebagai suatu organ. Dalam : Buku
ajar fisiologi kedokteran edisi 11. Jakarta : EGC. 2008. Hal 902-906.
5. Sherwood, Lauralee. Sistem pencernaan. Dalam : Fisiologi manusia dari
sel ke sistem edisi 2. Jakarta : EGC. 2001. Hal 565.
55
56
18. Rani, Aziz. Soegondo, Sidartawan. Nasir, Anna Uyainah. Wijaya, Ika
Prasetya. Nafrialdi. Mansjoer, Arif. Abses hati. Kolesistitis akut. Dalam :
Panduan pelayanan medik perhimpunan dokter spesialis penyakit dalam
Indonesia. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. 2009. Hal 321324.
19. Almatsier, Sunita. Diet penyakit hati dan kandung empedu. Dalam :
Penuntun diet edisi baru. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. 2010. Hal
120-122.
57