Chapter II
Chapter II
LANDASAN TEORI
2.1
2.1.1 Umum
Layanan mobile broadband terus berkembang seiring dengan meningkatnya
mobilitas masyarakat dalam beraktivitas serta kebutuhan layanan internet. Berbagai
teknologi seluler terus dikembangkan mulai dari GSM/GPRS/EDGE (2G),
UMTS/HSPA (3G), dan teknologi LTE. LTE adalah standar terbaru dalam teknologi
jaringan seluler dibandingkan GSM/EDGE and UMTS/HSPA. LTE adalah sebuah
nama baru dari layanan yang mempunyai kemampuan tinggi dalam sistem
komunikasi bergerak yang merupakan langkah menuju generasi ke-4 (4G) dari
teknologi radio yang dirancang untuk meningkatkan kapasitas dan kecepatan
jaringan telepon mobile. LTE adalah suatu proyek dalam third generation
partnership project (3GPP). Evolusi jaringan seluler sampai ke teknologi LTE
ditunjukkan pada Gambar 2.1.
5
Universitas Sumatera Utara
Pada Gambar 2.1 dapat dilihat bahwa LTE merupakan evolusi dari jaringan
seluler yang dipersiapkan untuk teknologi 4G. Adapun tujuan pengembangan
teknologi pada 3GPP adalah sebagai berikut [1] :
1. kebutuhan akan pengembangan jaringan 3G dalam waktu yang akan datang.
2. kebutuhan pelanggan akan kecepatan data yang tinggi dan quality of service
(QOS).
3. pengembangan teknologi packet switching.
4. mengurangi biaya operasional karena arsitektur jaringan yang sederhana.
LTE menawarkan beberapa keunggulan dan keuntungan bagi pelanggan dan pihak
operator jaringan, yaitu :
1. Efisiensi spektrum dan throughput yang tinggi, LTE menggunakan OFDM
pada arah downlink, dimana teknik ini tahan terhadap interferensi akibat
lintasan jamak dan menggunakan single-carrier- FDMA (SC-FDMA) pada
arah uplink yang memiliki peak average power ratio (PAPR) rendah. Selain
itu LTE juga mendukung antena multiple input multiple output (MIMO) yang
dapat meningkatkan BER dan bit rate [1, 2].
2. latency yang rendah, jaringan LTE memiliki setup time dan transfer delay
yang sangat rendah, serta waktu handover yang rendah [3].
3. Mendukung bandwidth yang bervariasi, yaitu 1.4, 3, 5, 10, 15 and 20 MHz.
4. Memiliki arsitektur jaringan yang sederhana, hanya ada eNodeB pada evolved
UMTS terrestrial radio access (E-UTRAN).
5. Kompatibel dengan teknologi 3GPP sebelumnya dan teknologi lainnya.
6. Mendukung frequency division duplex (FDD) dan time division duplex
(TDD).
6
Universitas Sumatera Utara
dirancang sesederhana mungkin, yaitu hanya terdiri dari dua node yaitu eNodeB dan
mobility management entity/gateway (MME/GW). Hal ini sangat berbeda dengan
arsitektur teknologi GSM dan UMTS yang memiliki struktur lebih kompleks dengan
adanya radio network controller (RNC). Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh
dengan hanya adanya single node pada jaringan akses adalah pengurangan latency
dan distribusi beban proses RNC untuk beberapa eNodeB. Pengeliminasian RNC
pada jaringan akses memungkinkan karena LTE tidak mendukung soft handover [1].
Arsitektur dasar jaringan LTE dapat dilihat pada Gambar 2.2.
MME/SGW
MME/SGW
S1
S1
S1
S1
X2
eNodeB
eNodeB
X2
X2
eNodeB
Semua interface jaringan pada LTE adalah berbasis internet protocol (IP).
eNodeB saling terkoneksi dengan interface X2 dan terhubung dengan MME/SGW
melalui interface S1 seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.2. Pada LTE terdapat
2logical gateway, yaitu serving gateway (S-GW) dan packet data network gateway
(P-GW). S-GW bertugas untuk melanjutkan dan menerima paket ke dan dari eNodeB
yang melayani user equipment (UE). P-GW menyediakan interface dengan jaringan
7
Universitas Sumatera Utara
packet data network (PDN), seperti internet dan IMS. Selain itu P-GW juga
melakukan beberapa fungsi lainnya, seperti alokasi alamat, packet filtering, dan
routing.
2.1.3 Aspek Interface Radio LTE
Spesifikasi LTE telah ditetapkan oleh 3GPP untuk user equipment (UE) dan
eNodeB. Adapun spesifikasi teknik LTE yang telah ditetapkan meliputi mode akses
radio, teknik akses jamak, mode transmisi MIMO, dan modulasi yang digunakan [2].
2.1.3.1 Teknik Akses
Pada LTE teknik akses yang digunakan pada transmisi dalam arah downlink
dan uplink berbeda. Arah downlink adalah arah komunikasi dari eNodeB ke UE,
sementara arah uplink adalah arah dari UE menuju eNodeB seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 2.3. Pada arah downlink teknik akses yang digunakan adalah
orthogonal frequency division modulation access (OFDMA) dan pada arah uplink
teknik akses yang digunakan adalah single carrier frequency division multiple access
(SC-FDMA). OFDMA adalah variasi dari orthogonal frequency division modulation
(OFDM).
U
SC PLIN
-FD K
MA
DO
W
OF NLI
DM NK
A
eNodeB
UE
8
Universitas Sumatera Utara
mempengaruhi . Akan tetapi salah satu kelemahan teknik akses ini adalah tingginya
peak average power ratio (PAPR) yang dibutuhkan. Tingginya PAPR dalam OFDM
membuat 3GPP melihat skema teknik akses yang berbeda pada arah uplink karena
akan sangat mempengaruhi konsumsi daya pada UE sehingga pada arah uplink LTE
menggunakan
teknik
SC-FDMA.
SC-FDMA
dipilih
karena
teknik
ini
2.1.3.2
komunikasi
seluler
sangat
penting
untuk
mempertimbangkan
atau dikenal dengan istilah komunikasi full duplex. Oleh karena itu untuk dapat
melakukan komunikasi dua arah secara simultan, maka dibutuhkan suatu teknik
duplex. Pada umumnya terdapat dua teknik duplex yang biasanya digunakan, yaitu
frequency division duplex (FDD) dan time division duplex (TDD). FDD merupakan
teknik duplex yang menggunakan dua frekuensi yang berbeda untuk melakukan
komunikasi dalam dua arah. Dengan menggunakan FDD dimungkinkan untuk
mengirim dan menerima sinyal secara simultan dengan frekuensi yang berbeda-beda.
Dengan teknik ini dibutuhkan guard frequency
9
Universitas Sumatera Utara
Frekuensi
Teknik FDD
Teknik TDD
f do
f up
f do
f up
Waktu
f up
f do
= frekuensi uplink
= frekuensi downlink
Pada Gambar 2.4 dapat dilihat bahwa dalam teknik FDD lebih banyak menggunakan
spektrum frekuensi yang tersedia. FDD lebih unggul dalam menangani latency
dibandingkan TDD karena kanal harus lebih lama menunggu waktu pemprosesan
dalam multiplexing.
Interface radio LTE mendukung frequency divison duplex dan time divison
duplex (TDD), yang masing-masing memiliki struktur frame yang berbeda-beda.
Pada LTE terdapat 15 band operasi FDD dan 8 band operasi TDD pada LTE. LTE
juga dapat menggunakan fasilitas half-duplex FDD yang mengizinkan sharing
hardware di antara uplink dan downlink dimana koneksi uplink dan downlink tidak
digunakan secara simultan. LTE dapat menggunakan kembali semua band frekuensi
yang digunakan pada UMTS.
2.1.3.3
mengoptimasikan kinerja pada arah downlink dalam kondisi link radio yang
bervariasi. Konfigurasi ini mengkombinasikan jumlah antenna, baik dibagian
pengirim maupun di penerima sesuai dengan tujuan sistem jaringan yang diinginkan,
seperti untuk memperbaiki kinerja penerimaan sinyal pada kondisi link radio yang
buruk [3][21].
10
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.5
2.1.3.3.2
Konfigurasi SIMO
Pada mode ini jumlah antena yang digunakan pada sisi penerima lebih dari
satu seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.6. Konfigurasi Antena ini digunakan
untuk skema transmit diversity dan tipe beam forming yang berbeda. Tujuan utama
beam forming adalah untuk memperbaiki SNR dan tentunya memperbaiki kapasitas
sistem dan daerah layanan [2] .
Tx1
Rx
Tx2
Gambar 2.6
Konfigurasi MISO
11
Universitas Sumatera Utara
2.1.3.3.3
Teknik ini menggunakan antena lebih dari satu, baik di penerima maupun di
pengirim. Teknik ini dapat digunakan untuk meningkatkan bit rate dan perbaikan
BER. Transmisi dengan teknik MIMO mendukung konfigurasi dua atau empat
antena pengirim dan dua atau empat antena penerima. Konfigurasi MIMO yang
mungkin pada arah downlink adalah MIMO 2x2, MIMO2x4, MIMO 4x2, dan
MIMO 4x4. Akan tetapi UE dengan 4 antena penerima yang dibutuhkan untuk
konfigurasi MIMO 4x4 hingga saat ini masih belum diimplementasikan [2] .
(a)
(b)
Gambar 2.7 Konfigurasi MIMO: spatial multiplexing(a) dan transmit diversity (b)
Pada umumnya teknik MIMO terdiri atas teknik spatial multiplexing dan
transmit diversity seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.7. Teknik spatial
multiplexing mengirimkan data yang berbeda pada masing-masing antena pemancar
12
Universitas Sumatera Utara
seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.7(a), sedangkan teknik transmit diversity
mengirimkan data yang sama pada masing-masing antena pemancar seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.8(b). Masing-masing teknik ini memiliki keuntungan
tersendiri tergantung dari skenario yang ada. Misalnya, pada beban jaringan yang
tinggi atau pada tepi sel, teknik spatial multiplexing keuntungan yang terbatas
karena pada kondisi ini kondisi SNR cukup buruk. Sebaliknya teknik transmit
diversity seharusnya digunakan untuk memperbaiki SNR dengan beamforming.
Selanjutnya pada skenario dimana kondisi SNR tinggi, misalnya pada sel yang
kecil, maka spatial multiplexing lebih baik digunakan untuk memberikan bit rate
yang tinggi [2] .
2.1.3.4 Adaptive Modulation coding (AMC)
LTE menggunakan modulasi dan pengkodean adaptif AMC untuk
memperbaiki throughput. Teknik ini memvariasikan teknik modulasi dan
pengkodean yang digunakan sesuai dengan kondisi kanal dari masing-masing user.
Apabila kondisi link baik, LTE akan menggunakan teknik modulasi tingkat tinggi
(lebih banyak bit/simbol), dimana akan meningkatkan kapasitas dan bit rate jaringan.
Sebaliknya ketika kondisi kanal buruk misalnya akibat fading, maka LTE dapat
merubahnya ke teknik modulasi tingkat lebih rendah untuk menjaga link margin
radio yang sudah ditetapkan. Pada LTE digunakan 3 jenis modulasi, yaitu QPSK, 16QAM, dan 64- QAM [4].
2.2
merupakan
teknik
pengembangan
dari
frequency
division
saling
overlapping seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.8. Sedangkan pada OFDM
setiap subcarrier memiliki frekuensi orthogonal sehingga memungkinkan kedua
subcarrier saling overlap dan sangat menghemat spektrum frekuensi seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.9 [5].
Pada Gambar 2.9 dapat dilihat bahwa OFDM menghindari rugi-rugi atau
efisiensi bandwidth karena tidak ada jarak bandwidth di antara subcarrier dan hal ini
memberikan keuntungan yang besar untuk teknik OFDM dibandingkan dengan
teknik lainnya.
f = 1 / Ts
Amplitudo
Frekuensi
Gambar 2.9 Spektrum frekuensi subcarrier yang saling othogonal pada OFDM
14
Universitas Sumatera Utara
Pada Gambar 2.9 dapat dilihat bahwa jarak setiap frekuensi subcarrier agar
orthogonal minimal harus dipisahkan sejauh 1/Ts dan dapat dinyatakan pada
persamaan 2.2.
(2.2)
maka subcarrier tersebut dikatakan orthogonal jika perkalian dari periode dasar
bersama mereka adalah nol seperti pada persamaan 2.4.
(2.4)
Sinyal yang ditransmisikan Xk dapat diterima kembali pada receiver dengan
menggunakan teknik korelasi sesuai dengan persamaan 2.5 [17].
15
Universitas Sumatera Utara
(2.5)
16
Universitas Sumatera Utara
Pada Gambar 2.10 dapat dilihat bahwa proses yang terjadi pada tranceiver
meliputi proses serial to parallel converter, modulasi, IFFT, penambahan cyclic
prefix (CP), serta proses parallel to serial converter, pemindahan cyclic prefix (CP),
serial to parallel converter, FFT, demodulator, dan parallel to serial converter.
17
Universitas Sumatera Utara
(2.6)
Dimana X(k) adalah simbol paralel yang dikirim pada subcarrier ke-k yang
dimodulasi dengan
e j 2 f t
k
X(0)
X(0),.., X(N-1)
S/P
X(1)
N1
j2f t
S(t) X(k)e k
k0
X(2)
18
Universitas Sumatera Utara
Kemudian sinyal hasil modulasi dimasukkan dalam blok IFFT untuk mengubah
sinyal dalam domain frekuensi ke dalam sinyal domain waktu yang menghasilkan
sinyal keluaran IFFT. Hal ini dilakukan dengan melakukan sampling pada persamaan
S(t) dengan menggunakan kecepatan sampling 1/Td seperti pada persamaan 2.8 [8].
( 2.8 )
2.2.2.2
Receiver OFDM
(2.9)
dimana N0 adalah noise dan N adalah jumlah subcarrier. Apabila tidak ada noise
pada kanal, maka persamaan menjadi seperti pada persamaan 2.5.
19
Universitas Sumatera Utara
(2.10)
2.3
Kanal AWGN
Kanal AWGN merupakan kanal ideal yang memiliki bandwidth tidak terbatas
dan respon frekuensinya tetap untuk segala frekuensi sehingga tidak menimbulkan
distorsi atau perubahan sinyal yang dikirimkan. Kanal ini memiliki white noise
dengan kerapatan spektrum yang tetap dan amplitudo terdistribusi Gaussian. Kanal
ini tidak melibatkan pengaruh fading, interferensi, ketidaklineran kanal atau dispersi .
White noise ini berasal dari berbagai sumber, seperti thermal noise atom dalam
konduktor, shot noise, radiasi bumi atau objek lainnya, serta panas matahari [5 ].
Apabila sinyal s(t) dikirimkan melewati kanal AWGN n(t), maka sinyal yang
tiba di penerima r(t) dapat dituliskan seperti pada persamaan 2.11.
(2.11)
White noise memiliki kerapatan noise yang sama untuk setiap frekuensi seperti
Gambar 2.14 dan dapat dituliskan seperti pada persamaan 2.12 [13]
(2.12)
No / 2
(b)
f
Frekuensi
20
Universitas Sumatera Utara
(2.13)
2.4
f(x)
= Variansi
= Temperatur (Kelvin)
= Bandwidth (Hz)
modulasi sesuai dengan kondisi link saat itu. Modulasi yang dapat digunakan, yaitu
QPSK, 16-QAM, dan 64-QAM
2.4.1 Modulasi
Modulasi adalah proses pengkodean informasi dari sumber pesan dengan cara
yang sesuai dengan proses transmisi. Pada modulasi digunakan sinyal carrier yang
yang memiliki nilai frekuensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai frekuensi
sinyal pesan. Sinyal pesan disebut sebagai sinyal pemodulasi dan sinyal carrier
disebut sinyal termodulasi. Pada umumnya modulasi dapat dilakukan dengan
mengubah-ubah amplitudo, fasa, atau frekuensi dari sinyal carrier sesuai dengan
amplitudo sinyal pesan [10]. Akan tetapi pada perkembangannya teknik modulasi
sudah dapat mengkombinasikan perubahan amplitudo, fasa, dan frekuensi dalam
suatu teknik modulasi. Adapun jenis-jenis modulasi yang digunakan pada teknologi
LTE dalam arah downlink adalah QPSK, 16-QAM, dan 64-QAM. Perbedaan bit rate
dan jumlah bit per simbol modulasi pada LTE ditunjukkan pada Tabel 2.1
21
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1
Jenis Modulasi
Bit rate
QPSK
16-QAM
2R
64-QAM
3R
Pada Tabel 2.1 dapat dilihat bahwa modulasi 64-QAM memiliki jumlah bit
untuk membentuk satu simbol dibandingkan dengan modulasi lainnya sehingga
memiliki bitrate tiga kali lebih cepat dibandingkan dengan bit rate QPSK dan dua
kali lebih tinggi dibandingkan dengan bitrate 16-QAM.
(2.14)
Dimana Ts adalah durasi dari simbol dan nilainya dua kali periode bit dan
adalah
Karena sinyal QPSK dihasilkan oleh dua sinyal sinyal BPSK, maka untuk
membedakan kedua sinyal tersebut digunakan dua sinyal carrier yang saling
orthogonal, yaitu gelombang sinus dan cosinus dan dirumuskan pada persamaan 2.16
dan persamaan 2.17 [6].
22
Universitas Sumatera Utara
(2.16)
(2.17)
(2.18)
23
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2
Kombinasi Bit
11
Besar Fasa
/4
01
3/4
00
5/4
01
7/4
Resultan Amplitudo
(2.19)
Dimana Emin adalah energi dari sinyal pada amplitudo terendah dan ai,bi adalah
bilangan integer yang dipilih sesuai dengan letak titik sinyal. Nilai (ai, bi ) minimum
adalah (1,1), dimana i = 1,2, , M. ai, bi adalah elemen dari matriks L x L dengan
L=
24
Universitas Sumatera Utara
(2.20)
Misalkan untuk 16-QAM (M = 4), maka matriks L x L dapat dituliskan seperti pada
persamaan 2.21.
(2.21)
Konstelasi sinyal 16-QAM dan 64-QAM dapat dilihat pada Gambar 2.17.
Imaginer
(a)
Imaginer
( b)
Gambar 2.17
Pada Gambar 2.17 dapat dilihat bahwa pada modulasi 16-QAM terdapat 16 simbol
yang berbeda dengan masing-masing simbol terdiri atas 4 bit. Sementara untuk 64QAM terdapat 64 simbol yang berbeda dengan masing-masing simbol terdiri atas 6
bit. Pada modulasi M- QAM, alphabet yang digunakan memenuhi persamaan
2.22.
(2.22)
QAM dan 64-QAM dinyatakan seperti pada persamaan 2.23 dan persamaan 2.24 [6].
(2.23)
(2.24)
Jadi total energi pada konstelasi M-QAM dapat dirumuskan seperti pada persamaan
2.25.
mendapatkan energi rata-rata dari konstelasi simbol dapat dituliskan seperti pada
persamaan 2.26.
(2.26)
26
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.18 Penggunaan modulasi adaptif pada kondisi link radio yang berbeda
27
Universitas Sumatera Utara
yang ditetapkan
pada sisi transmitter ataupun receiver untuk memperbaiki kinerja komunikasi link
radio seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.19. Teknologi MIMO sudah
diimplementasikan pada standar teknologi komunikasi wireless seperti 3GPP LTE
atau wimax karena teknologi ini menawarkan peningkatan throughput data secara
signifikan dan jangkauan link tanpa penambahan bandwidth atau daya pancar.
Teknologi ini memberikan efisiensi spektrum dan reabilitas link yang tinggi karena
dapat mengurangi pengaruh fading [7]. Dengan Antena MIMO, maka interferensi
yang sering mengganggu pada komunikasi seluler dapat ditekan sehingga dapat
menaikkan signal to noise ratio (SNR). Selain itu kombinasi teknik OFDM dan
MIMO atau MIMO-OFDM telah memberikan efisiensi spektrum yang tinggi karena
OFDM membagi data serial dengan frekuensi tinggi menjadi data paralel dengan
laju rendah yang dimodulasi menggunakan subcarrier-subcarrier dengan frekuensi
yang orthogonal.
2.5.1
frequency block coding (SFBC) dan space time block coding (STBC). SFBC hampir
memiliki kesamaan dengan teknik space time block coding (STBC) yang dikenal
dengan alamouti code. Akan tetapi perbedaannya terletak pada domainnya, dimana
SFBC berada pada domain frekuensi, sedangkan STBC berada dalam domain waktu
[8]. STBC digunakan pada UMTS, tetapi pada LTE jumlah simbol OFDM pada
suatu subframe selalu berjumlah ganjil, sementara STBC menggunakan pasanganpasangan simbol yang berpasangan pada domain waktu. Oleh karena itu teknik
STBC tidak digunakan pada teknologi LTE [9] .
Simbol-simbol yang ditransmisikan dari dua antena pengirim pada
subcarrier yang berdekatan pada teknik SFBC dapat dituliskan sebagai berikut :
29
Universitas Sumatera Utara
Antena
=
dimana
frekuensi
subcarrier ke-k. Pada persamaan di atas dapat dilihat pada antena pertama dikirimkan
S0 dan S1 pada frekuensi yang berbeda dan pada antena kedua dikirimkan simbol
dan
yang merupakan hasil konjugasi dari sinyal asli. Pada Gambar 2.20
dapat dilihat kombinasi SFBC dengan dua antena pengirim dan satu antena
penerima.
S0 S1
H11
S0 S1
Tx1
Rx
H12
Tx2
-S1* S0*
Pada Gambar 2.20 dapat dilihat bahwa sinyal yang sama dikirimkan pada
kedua antena kemudian dipancarkan melewati antena yang berbeda. Sinyal yang
dipancarkan oleh kedua antena tersebut melewati lintasan yang berbeda dan
diasumsikan terdapat bahwa kanal adalah kanal fading, maka persamaan matematis
dapat dituliskan seperti pada persamaan 2.27 dan 2.28 [10].
(2.27)
(2.28)
Sinyal yang diterima pada penerima dinyatakan seperti pada persamaan 2.29 [1][10]:
Y = HS + N
(2.29)
30
Universitas Sumatera Utara
(2.30)
(2.31)
Dimana N0 dan N1 adalah noise AWGN, H adalah matriks kanal MIMO, dan Y0 ,Y1
merupakan sinyal yang diterima pada frekuensi yang berbeda. Kemudian kedua
sinyal tersebut masuk ke bagian combiner dan hasil sinyal yang dikombinasikan
dinyatakan seperti pada persamaan 2.32 [10].
(2.32)
dimana
dan
31
Universitas Sumatera Utara