Anda di halaman 1dari 9

Terdapat berbagai fenomena di laut yang berpotensi sebagai sumber energi, antara lain

gelombang, arus, pasang-surut, dan perbedaan temperatur air laut antara air laut di permukaan
laut dan air laut di kedalaman ribuan meter.
Bagaimana di Indonesia?
Sayang sekali, pemerintah Indonesia belum menaruh perhatian yang cukup untuk pengembangan
teknologi untuk memanen energi dari laut. Percobaan pengembangan instalasi untuk
memanfaatkan enegi gelombang pernah dilakukan di pantai Baron, Yogyakarta. Namun hingga
saat ini belum menunjukkan hasil yang memuaskan.
Demikian sekilas tentang memanfaatkan laut sebagai sumber energi. Urian detil tentang
teknologinya menyusul.
Saat ini sebagian besar energi yang digunakan rakyat Indonesia berasal dari bahan bakar fosil,
yaitu bahan bakar minyak, gas, dan batu bara.
Kerugian penggunaan bahan bakar fosil ini selain merusak lingkungan, juga tidak terbarukan
(nonrenewable) dan tidak berkelanjutan (unsustainable). Bahan bakar fosil semakin habis dan
sebentar lagi Indonesia akan menjadi pengimpor BBM.
Beban kerugian yang disangga bangsa Indonesia semakin berkali lipat dengan naiknya harga
BBM di pasaran dunia sampai lebih dari 60 dollar AS per barrel. Untuk mengatasi kerugian
akibat kenaikan harga BBM tersebut, pemerintah telah melakukan langkah-langkah penghematan
dengan cara mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2005.
Kebijaksanaan
Untuk mendukung kebijaksanaan pemerintah, perlu dilakukan langkah-langkah pencarian
sumber-sumber energi alternatif yang ramah lingkungan serta terbarukan. Berdasarkan
tempatnya, ada dua sumber energi alternatif, yakni sumber energi alternatif yang berasal dari
daratan dan sumber energi yang berasal dari laut. Untuk Jawa yang padat penduduknya,
pembangunan fasilitas pembangkit listrik dengan energi alternatif yang berasal dari daratan
kemungkinan akan mengalami kendala peruntukan lahan.
Sebagai negara kepulauan yang besar, laut Indonesia menyediakan sumber energi alternatif yang
melimpah. Sumber energi itu meliputi sumber energi yang terbarukan dan tak terbarukan. Selain
minyak bumi di lepas pantai dan laut dalam, sumber energi yang tak terbarukan yang berasal dari
laut dalam di wilayah Indonesia adalah methane hydrate. Methane hydrate adalah senyawa padat
campuran antara gas methan dan air yang terbentuk di laut dalam akibat adanya tekanan
hidrostatik yang besar dan suhu yang relatif rendah dan konstan di kedalaman lebih dari 1.000
meter.
Sumber energi yang terbarukan dari laut adalah energi gelombang, energi yang timbul akibat
perbedaan suhu antara permukaan air dan dasar laut (ocean thermal energy conversion/OTEC),

energi yang disebabkan oleh perbedaan tinggi permukaan air akibat pasang surut dan energi arus
laut. Dari keempat energi ini hanya energi gelombang yang tidak dapat diprediksi kapasitasnya
dengan tepat karena keberadaan energi gelombang sangat bergantung pada cuaca. Sedangkan
OTEC, energi perbedaan tinggi pasang surut serta energi arus laut dapat diprediksi kapasitasnya
dengan tepat di atas kertas.
Wilayah Indonesia
Untuk wilayah Indonesia, energi yang punya prospek bagus adalah energi arus laut. Hal ini
dikarenakan Indonesia mempunyai banyak pulau dan selat sehingga arus laut akibat interaksi
Bumi-Bulan-Matahari mengalami percepatan saat melewati selat-selat tersebut.
Selain itu, Indonesia adalah tempat pertemuan arus laut yang diakibatkan oleh konstanta pasang
surut M2 yang dominan di Samudra Hindia dengan periode sekitar 12 jam dan konstanta pasang
surut K1 yang dominan di Samudra Pasifik dengan periode lebih kurang 24 jam. M2 adalah
konstanta pasang surut akibat gerak Bulan mengelilingi Bumi, sedangkan K1 adalah konstanta
pasang surut yang diakibatkan oleh kecondongan orbit Bulan saat mengelilingi Bumi.
Interaksi Bumi-Bulan diperkirakan menghasilkan daya energi arus pasang surut setiap harinya
sebesar 3.17 TW, lebih besar sedikit dari kapasitas pembangkit listrik yang terpasang di seluruh
dunia pada tahun 1995 sebesar 2.92 TW (Kantha & Clayson, 2000). Namun, untuk wilayah
Indonesia potensi daya energi arus laut tersebut belum dapat diprediksi kapasitasnya.
Keuntungan penggunaan energi arus laut adalah selain ramah lingkungan, energi ini juga
mempunyai intensitas energi kinetik yang besar dibandingkan dengan energi terbarukan yang
lain. Hal ini disebabkan densitas air laut 830 kali lipat densitas udara sehingga dengan kapasitas
yang sama, turbin arus laut akan jauh lebih kecil dibandingkan dengan turbin angin.
Keuntungan lainnya adalah tidak perlu perancangan struktur yang kekuatannya berlebihan
seperti turbin angin yang dirancang dengan memperhitungkan adanya angin topan karena kondisi
fisik pada kedalaman tertentu cenderung tenang dan dapat diperkirakan.
Kekurangan dari energi arus laut adalah output-nya mengikuti grafik sinusoidal sesuai dengan
respons pasang surut akibat gerakan interaksi Bumi-Bulan-Matahari.
Pada saat pasang purnama, kecepatan arus akan deras sekali, saat pasang perbani, kecepatan arus
akan berkurang kira-kira setengah dari pasang purnama. Kekurangan lainnya adalah biaya
instalasi dan pemeliharaannya yang cukup besar. Kendati begitu bila turbin arus laut dirancang
dengan kondisi pasang perbani, yakni saat di mana kecepatan arus paling kecil, dan dirancang
untuk bekerja secara terus-menerus tanpa reparasi selama lima tahun, maka kekurangan ini dapat
diminimalkan dan keuntungan ekonomisnya sangat besar. Hal yang terakhir ini merupakan
tantangan teknis tersendiri untuk para insinyur dalam desain sistem turbin, sistem roda gigi, dan
sistem generator yang dapat bekerja secara terus-menerus selama lebih kurang lima tahun.
Dari penelitian PL Fraenkel (J Power and Energy Vol 216 A, 2002) lokasi yang ideal untuk
instalasi pembangkit listrik tenaga arus mempunyai kecepatan arus dua arah (bidirectional)
minimum 2 meter per detik. Yang ideal adalah 2.5 m/s atau lebih. Kalau satu arah (sungai/arus
geostropik) minimum 1.2-1.5 m/s. Kedalaman tidak kurang dari 15 meter dan tidak lebih dari 40

atau 50 meter. Relatif dekat dengan pantai agar energi dapat disalurkan dengan biaya rendah.
Cukup luas sehingga dapat dipasang lebih dari satu turbin dan bukan daerah pelayaran atau
penangkapan ikan.
Simulasi numerik
Simulasi numerik potensi daya listrik di beberapa daerah di Indonesia telah dilakukan oleh
Laboratorium Hidrodinamika Indonesia BPP Teknologi. Gambar di bawah ini merupakan contoh
hasil simulasi potensi daya listrik di selat Bali dan Lombok dengan menggunakan program
MEC-Model buatan Research Committee of Marine Environment,
The Society of Naval Architects of Japan. Dengan asumsi efisiensi turbin sebesar 0,593 dan
menggunakan kecepatan arus rata-rata selama satu periode pasang surut (residual current) untuk
tidal constant M2, potensi daya listrik di beberapa tempat di selat Bali pada kedalaman 12 meter,
kondisi pasang perbani, dapat mencapai 300 kW bila menggunakan daun turbin dengan diameter
10 meter. Untuk selat Badung dan selat Lombok bagian selatan potensi energinya berkisar 80-90
kW.
Hasil numerik tersebut dapat digunakan sebagai dasar pemilihan lokasi untuk instalasi turbin
arus. Hasil ini masih bersifat global dan kasar.
Untuk mengetahui karakteristik kecepatan arus secara lebih detail di tempat-tempat terpilih,
perlu diadakan survei lapangan atau simulasi numerik detail dengan menggunakan program
khusus Full-3D yang juga disediakan oleh MEC-Model program.
Ada dua jenis rotor (daun turbin) untuk konversi energi kinetik, yang pertama adalah jenis rotor
yang mirip dengan kincir angin. Tipe ini sering disebut juga dengan turbin dengan poros
horizontal. Yang kedua adalah cross-flow rotor atau rotor Darrieus.
Ini adalah tipe turbin dengan poros vertikal karena porosnya tegak lurus dengan arah arus.
Menurut PL Fraenkel, rotor Darrieus mempunyai beberapa kekurangan, rotor tidak dapat
langsung berputar, kalau sudah berputar sulit dihentikan bila ada keadaan darurat, dan butuh
ongkos tambah untuk konstruksinya. Untuk mempertinggi efisiensi, kedua tipe rotor ini biasanya
ditambahi dengan nozzle, duct, atau venturi untuk mempercepat aliran arus yang masuk ke
piringan daun rotor.
Dewasa ini penelitian tentang teknologi konversi arus laut menjadi energi listrik sedang
berlangsung sangat gencar. Inggris sudah memasang prototipe skala penuh dengan kapasitas 300
MW di Foreland Point, North Devon, pada Mei 2003. Norwegia juga telah melakukan instalasi
di Kvalsundet Hammerfest dengan kapasitas 700 MW.
Jepang, dengan menggunakan program MEC-Model, melakukan studi kelayakan pemasangan
turbin di Selat Kanmon antara Pulau Honshu dan Kyushu. Indonesia sebagai negara kepulauan
terbesar di dunia seharusnya mulai meneliti secara intensif potensi energi arus laut ini dan
memanfaatkannya untuk menghadapi bencana krisis energi karena masalah kenaikan harga dan
langkanya BBM.

Sejarah
Tercatat, paten pertama penggunaan gelombang laut ada pada tahun 1799 di Paris, dibuat oleh
Girard, namun paten ini belum diteruskan menjadi sebuah alat konversi energi. Alat konversi
energi gelombang laut pertama dibuat oleh Bochaux-Praceique, seorang Perancis, untuk
menyalakan lampu-lampu dan alat listrik di rumahnya sendiri. Selanjutnya, dari tahun 1855
hingga 1973, sudah ada 340 paten (hanya di Inggris) mengenai penggunaan energi gelombang
laut ini. Eksperimen modern mengenai sumber energi ini dimulai oleh seorang warga Jepang
bernama Yoshio Masuda. Dia sudah merancang berbagai alat konversi gelombang laut, beberapa
ratus di antaranya digunakan untuk menyalakan lampu navigasi (mercusuar). Munculnya
kembali ketertarikan orang untuk meneliti sumber energi jenis ini dimulai saat krisis minyak
pada tahun 1973, banyak peneliti dari berbagai universitas yang meriset alat konversi energi jenis
ini. Tahun 1980, harga minyak turun kembali dan ketertarikan pada sumber energi ini kembali
menurun. Namun, isu perubahan iklim baru-baru ini membuat ketertarikan pada sumber-sumber
energi terbarukan, termasuk energi gelombang laut, menjadi tinggi kembali.
Lalu, pembangkit yang menggunakan energi pasang-surut air laut pertama dibangun antara tahun
1960 hingga 1966 di Perancis dengan kapasitas 240MW. Setelah, itu bermunculan berbagai
pembangkit listrik mulai dari kapasitas kecil (0.4 MW) hingga kapasitas 1320 MW yang
dijadwalkan akan dibangun Korea Selatan pada tahun 2017.

Potensi di Dunia
Gelombang laut memiliki potensi yang sangat besar sebagai sumber energi. Ombak di perairan
dalam dapat menghasilkan daya sebesar 1 hingga 10 terrawatt. Lokasi yang sangat potensial
untuk menjadi tempat pengembangan pembangkit listrik tenaga gelombang laut adalah wilayah
laut bagian barat Eropa, pantai utara Inggris, dan sepanjang garis pantai Samudera Pasifik di
Afrika Selatan, Amerika Selatan, Australia, dan Selandia Baru. Pengembangan instalasi
pembangkit energi listrik dengan memanfaatkan energi gelombang dan pasang surut telah
dilakukan hingga mencapai tingkat komersil di beberapa negara, seperti Skotlandia dan Portugal
untuk energi gelombang, dan Perancis dan Amerika Serikat untuk energi pasang surut.

Potensi di Indonesia dan Hambatan Pengembangan dan Aplikasi di Indonesia


Indonesia, sebagai negara kepulauan dengan wilayah perairan yang luas, sebenarnya memiliki
banyak lokasi yang potensial untuk dibangun sistem pembangkit listrik tenaga ombak karena
laut-laut di Indonesia memiliki arus yang kuat dan ombak yang cukup besar, terutama di tempattempat yang menghadap ke Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Laut Indonesia adalah satusatunya jalur yang mempertemukan massa air Samudera Pasifik dengan Samudera Hindia, dan
tiap detiknya jalur ini dilewati oleh kurang lebih 15 juta meter kubik air laut. Indonesia juga
merupakan negara dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia. Seorang warga negara

Indonesia bernama Zamrisyaf telah menemukan sistem listrik tenaga gelombang laut dengan
metode bandulan dan dan bahkan telah mematenkannya. Sayangnya, pemerintah Indonesia
belum mengkaji potensi ini lebih dalam dan mengembangkannya secara maksimal. Percobaan
pengembangan instalasi untuk memanfaatkan energi gelombang dengan sistem Oscillating Water
Column pernah dilakukan di pantai Baron, Yogyakarta, namun hingga saat ini belum
menunjukkan hasil yang memuaskan.
Ada beberapa faktor yang menjadi kendala dalam pengembangan pembangkit listrik tenaga
gelombang laut di Indonesia. Pembangkit listrik tenaga gelombang laut ini akan dihubungkan
dengan jaringan bawah laut ke konsumen sehingga perlu biaya yang mahal untuk perawatan dan
biaya instalasi. Air laut dapat mempercepat terjadinya korosi pada peralatan, dan kekuatan arus
yang besar dan ketidakkontinuan gelombang laut disebabkan terjadinya perputaran atau biasa
disebut juga arus putar pun cenderung merusak peralatan. Outputnya mengikuti grafik sinusoidal
sesuai dengan respon pasang surut akibat gerakan interaksi Bumi-Bulan-Matahari. Pada saat
pasang purnama, kecepatan arus akan sangat deras, sedangkan saat pasang perbani, kecepatan
arus akan berkurang kira-kira setengah dari pasang purnama.
Teknologi ini tergolong baru dan hanya dikuasai beberapa negara sehingga diperlukan pendanaan
yang besar dalam pengembangannya di Indonesia. Hal ini terkait kondisi sumber arus Indonesia
yang spesifik dan tidak dapat disamakan dengan negara-negara yang telah berhasil
mengembangkan teknologi ini sehingga diperlukan penelitian yang lebih mendalam baik dalam
hal perancangan alat ataupun penentuan tempat yang efektif untuk dibangunnya teknologi ini dan
tentu saja pendanaan untuk para ahli yang bersangkutan.
Untuk pengembangan energi alternatif yang terbarukan dibutuhkan regulasi oleh pemerintah.
Regulasi yang dibutuhkan berhubungan dengan tata niaga sumber energi dan perangkat hukum
sehingga energi alternatif dapat diperdagangkan. Ketiadaan subsidi dana untuk riset dan produksi
energi alternatif merupakan kendala serius. Hal ini berdampak terhadap peningkatan kualitas dan
pemanfaatan sumber energi alternatif belum bisa memberikan nilai tambah yang besar. Selain itu
juga kurangnya dukungan kelembagaan, dukungan fiskal dan moneter serta dukungan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
kekayaan yang tiada tara. Laut biru yang terhampar hingga kaki cakrawala benar-benar
meneduhkan suasana. Gemuruh ombak laut berkejaran membentuk buih yang menjilati bibir
pantai menciptakan sensasi tersendiri. Adapun tingginya gelombang laut di pantai-pantai selatan
adalah idaman bagi para peselancar dari seluruh dunia.
Tapi kini, gelombang laut tak berharga bagi keperluan surfing semata. Dalam gelombang laut
ternyata ada energi besar untuk membangkitkan listrik. Energi gelombang itu dapat diubah
menjadi arus listrik melalui pembangkit listrik tenaga ombak (PLTO). Berdasarkan survei dari
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Pemerintah Norwegia yang dilakukan

sejak 1987, ditemukan beberapa pantai yang berpotensi untuk menciptakan energi listrik tenaga
ombak.
Ombak yang mampu mensuplai energi listrik tersebut terletak di sepanjang pantai selatan Pulau
Jawa, juga di atas "kepala burung" Irian Jaya, dan di sebelah barat Pulau Sumatera. Ada beberapa
karakteristik yang menjadikan gelombang laut layak dipakai sebagai bahan PLTO: sepanjang
tahun tinggi gelombang harus 1,5 meter hingga 2 meter. Selain itu, gelombang harus tak pecah
ketika sampai di tepi pantai.
Dari survei, tercatat ombak di Pantai Baron, Gunung Kidul, pernah mencapai tujuh meter selama
dua minggu. Sifat ombak di sana juga tak pecah, sehingga cocok untuk PLTO. Teknologi yang
dipakai dalam PLTO sebenarnya tak terlampau rumit. Instalasinya terdiri dari tiga bangunan
pokok, yakni saluran air masuk, penampungan (reservoir), dan pembangkit listrik.
Dari tiga bagian itu, unsur yang paling krusial adalah pada pemodifikasian saluran air masuk,
untuk kemudian dinaikkan ke penampungan. Bangunan ini terdiri dari dua unit, yakni kolektor
dan konverter. Kolektor berfungsi menangkap ombak, menahan energinya semaksimal mungkin
dan kemudian mengarahkan gelombang itu ke konverter.
Oleh konverter yang ujungnya meruncing, air diteruskan menuju ke penampungan. Saluran ini
dinamai tapchan, kependekan dari tappered channel alias saluran penjebak. Setelah air
terkumpul, tahap berikutnya tak beda dengan mekanisme kerja yang ada pada pembangkit listrik
tenaga air (PLTA). Air di penampungan diarahkan ke bagian lebih rendah. Energi potensial inilah
yang berfungsi menggerakkan turbin pembangkit listrik.
Banyak manfaat yang bisa dipetik dari teknologi PLTO. Selain hemat dari segi investasi maupun
biaya operasional, pembangkit listrik tersebut juga ramah lingkungan karena tak mengeluarkan
limbah padat, cair, maupun gas. Bahkan, kolam penampungannya yang banyak mengandung
oksigen bisa dimanfaatkan untuk budidaya ikan air laut.
Selain memanfaatkan ombak, energi listrik ternyata juga bisa dipetik dari arus laut. Arus laut laut
punya kelebihan dibanding gelombang, yaitu bisa diprediksi lewat perhitungan di atas kertas.
Untuk wilayah Indonesia, energi arus laut memiliki prospek yang cukup oke. Karena Indonesia
memiliki banyak pulau dan selat.
Ketika melewati selat yang sempit, arus laut akibat interaksi bumi-bulan-matahari mengalami
percepatan. Energi inilah yang digunakan untuk menggerakkan turbin. Daun turbin yang berputar
disodok arus akan menggerakkan roda gigi yang memusingkan generator sehingga menghasilkan
setrum.
Energi arus laut, selain ramah lingkungan, juga mempunyai intensitas energi kinetik yang besar.
Karena kerapatan air laut 830 kali lipat dibandingkan dengan udara sehingga, daun turbin arus
laut akan jauh lebih kecil dibandingkan dengan daun turbin angin. Turbin arus laut juga tidak
memerlukan rancangan struktur dengan kekuatan berlebihan seperti halnya turbin angin yang
dirancang memperhitungkan adanya angin topan.

Kekurangan energi arus laut adalah listrik yang dihasilkannya naik-turun sesuai dengan pasang
naik dan pasang surut akibat interaksi Bumi-Bulan-Matahari. Pada saat purnama, kecepatan arus
akan menderas. Saat pasang perbani pasang naik dan pasang surut terendah kecepatan arus
akan berkurang sampai setengah dari pasang purnama.
Namun kelemahan itu bisa disiasati melalui turbin yang dirancang khusus sesuai kondisi pasang
perbani. Hasilnya turbin itu tetap bisa memproduksi setrum meskipun arusnya berkurang. Yang
menjadi tantangan bagi para insinyur adalah bagaimana mendesain sistem turbin, roda gigi, dan
generator yang dapat bekerja secara terus-menerus selama lebih kurang lima tahun.
Pasalnya, kita tahu air laut bersifat korosif atau penyebab karat. Laboratorium Hidrodinamika
Indonesia BPPT telah melakukan simulasi energi arus laut di selat Bali dan Lombok. Dengan
menggunakan daun turbin berdiameter 10 meter, pada kedalaman 12 meter, dalam kondisi
perbani selat Bali berpotensi menghasilkan listrik 300 kW. Sedangkan di selat Badung dan
Lombok, potensi energi listrik yang dihasilkan 80-90 kW.
Di negeri lain, penelitian tentang energi listrik dari arus laut memang tengah gencar dilakukan.
Inggris, misalnya, sudah memasang prototipe skala penuh dengan kapasitas 300 MW (dua kali
kapasitas PLTA Jatiluhur) di Foreland Point, North Devon, Mei 2003. Sedangkan Norwegia juga
melakukan hal yang sama di Kvalsundet Hammerfest dengan kapasitas 700 MW (setara dengan
kapasitas PLTA Saguling, Jawa Barat).
Pemerintah kini tengah menghadapi krisis energi listrik. Jawa dan Bali terancam byar-pet, akibat
pasokan setrum yang semakin seret. Apalagi, pembangkit listrik kita banyak mengandalkan
tenaga uap yang menggunakan batu bara dan gas -yang kalaupun jumlahnya melimpah tetap saja
merupakan sumber energi yang tak terbarukan.
Menghadapi kondisi seperti ini, PLTO dan pembangkit listrik tenaga arus laut bisa menjadi
alternatif. Laut khatulistiwa telah menyediakan ombak dan arus laut yang melimpah tak
berhingga bagi bangsa ini. Nah, mesti menunggu apa lagi.

~ Turbin Arus Laut Karya Mahasiswa ITB


Kumpulan Artikel - 106 - Energi Laut (Ombak/Gelombang/Arus)
Array Cetak Array PDF
ENERGI TERBARUKAN:Turbin Arus Karya Mahasiswa ITB.
Turbin arus laut karya mahasiswa Institut Teknologi Bandung akhir Juli 2009 diterapkan di
perairan Nusa Penida, Bali. Turbin itu terapung di laut dan berhasil menggerakkan generator
penghasil listrik 5.000 watt untuk menerangi dermaga yang ada.
Sedikitnya 12 mahasiswa berbagai jurusan di Institut Teknologi Bandung (ITB) yang tergabung
dalam kelompok T-Files berhasil merancang turbin arus laut. Penerapan di Nusa Penida
merupakan aplikasi paling awal.

Pemesan teknologi energi terbarukan ini adalah Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang)
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Balitbang ESDM memesan turbin arus
laut T-Files dengan investasi Rp 160 juta dan masa operasional diharapkan 5-10 tahun. Disusul
pada Oktober 2009, turbin arus laut T-Files akan dipasang di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Ini
merupakan pesanan Departemen Kelautan dan Perikanan.
Lebih tepatnya, ini turbin pasang-surut laut. Berbeda dengan yang dikembangkan di Eropa,
modifikasi turbin T-Files mampu beroperasi dengan tenaga arus laut lemah sampai 0,3 meter per
detik, kata Nurana Indah Paramita (24), Ketua Tim T-Files ITB, Rabu (5/8) di Bandung, Jawa
Barat. Arus laut mencapai titik paling lemah ketika terjadi peralihan pasang ke surut, atau
sebaliknya.
Turbin ini lebih optimal bekerja dibandingkan dengan pembangkit listrik terbarukan lain yang
kerap diaplikasikan, seperti sel surya yang hanya menghasilkan listrik saat ada sinar matahari.
Perangkat turbin
Nurana, mahasiswi Program Studi Oseanografi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB
angkatan tahun 2004, menuturkan, perangkat turbin arus laut memiliki bagian utama berupa
konstruksi penahan bebanterbuat dari bahan galvanis logam tahan karat. Konstruksi itu
menopang generator di atas turbin dan disangga dua pelampung di sisi kiri-kanan dilengkapi
pemecah ombak.
Pemecah ombak berfungsi memecah dan mengalihkan gelombang laut, supaya jika terjadi
gelombang laut tinggi tidak mengempas perangkat turbin.
Jangkar jumlahnya satu agar tidak melawan kekuatan alam. Setiap kali terjadi perubahan arus
laut, dengan satu jangkar memungkinkan penyesuaian posisi turbin mengikuti arah arus.
Posisi turbin di bawah generator terbuat dari bahan serat ringan (fiberglass). Bentuk dan ukuran
mengacu teknik dari dunia penerbangan dengan sistem airfoil yang memungkinkan perputaran
meski arus laut lemah.
Ada tiga sirip turbin yang memiliki lubang di bagian atas dan bawah. Dengan lubang-lubang, air
laut masuk untuk menambah daya dorong sirip menggerakkan turbin.
Dari sisi ukuran, turbin arus laut tidak terlampau memakan tempat. Perangkat turbin yang
dipasang di Nusa Penida berukuran panjang 4,5 meter, lebar 2,5 meter, dan tinggi 2 meter, serta
menghasilkan listrik 5.000 watt.
Produksi massal
Tim T-Files merupakan satu kelompok mahasiswa dari berbagai jurusan yang memiliki minat
sama dan menjadi bagian kelompok lembaga Inkubator Bisnis dan Industri ITB. Kelembagaan
ini ditujukan untuk mendorong mahasiswa mengimplementasi teknologi yang dipelajari selama
masa pendidikan. Almarhum Iskandar Alisyahbana merupakan salah satu pendidik ITB yang

memelopori keberadaan inkubator ini.


Lebih tepatnya, kami dididik supaya menjadi teknopreneur, ujar Nurana.
Beberapa mahasiswa lain yang tergabung di dalam T-Files adalah Surya Batara (Jurusan Teknik
Mesin, 2007), Roland Andira Wala (Jurusan Teknik Mesin, 2005), Lujeng (Jurusan Teknik
Mesin, 2005), Titus Deus (Jurusan Metalurgi, 2002), Zetro (Jurusan Teknik Mesin, 2007),
Rozikh (Jurusan Fisika Teknik, 2007), Wicaksono (Jurusan Teknik Elektro, 2004), dan Rikha
(Jurusan Oseanografi, 2002).
Menurut Nurana, produksi massal hasil inovasi turbin arus laut T-Files telah mendapat sambutan
investor dari Jepang. Namun, Kami masih memprioritaskan investor dalam negeri. Kalau
memang tidak ada, baru menerima tawaran Jepang. Syaratnya, kami pemegang saham
mayoritasnya, kata Nurana.

Anda mungkin juga menyukai