BAB I
PENDAHULUAN
I. 1. LATAR BELAKANG
Seperti diketahui bersama dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini,
perkembangan di segala bidang kehidupan yang membawa kesejahteraan bagi umat manusia,
pada kenyataannya juga menimbulkan berbagai akibat yang tidak diharapkan.
Salah satu diantara akibat yang tidak diharapkan tersebut adalah meningkatnya kuantitas
maupun kualitas mengenai cara atau teknik pelaksanaan tindak pidana, khusunya yang berkaitan
dengan upaya pelaku tindak pidana dalam usaha meniadakan sarana bukti, sehingga tidak jarang
dijumpai kesulitan bagi para petugas hukum untuk mengetahui korban dan atau pelakunya.
Dalam proses penyidikan suatu tindak pidana, mengetahui identitas korban merupakan
suatu hal yang mempunyai arti sangat penting, yaitu sebagai langkah awal penyidikan yang harus
dibuat jelas lebih dahulu sebelum dapat dilakukan langkah-langkah selanjutnya dalam proses
penyidikan tersebut. Apabila identitas korban tidak dapat diketahui, maka sebenarnya penyidikan
menjadi tidak mungkin dilakukan. Selanjutnya apabila penyidikan tidak sampai menemukan
identitasnya identitas korban, maka dapat dihindari adanya kekeliruan dalam proses peradilan
yang dapat berakibat fatal (ingat semboyan: lebih baik membebaskan yang bersalah daripada
menghukum yang tidak bersalah).
Dalam ilmu kedokteran forensik dikenal pemeriksaan identifikasi yang merupakan
bagian tugas yang mempunyai arti cukup penting. Disebutkan bahwa yang dimaksud identifikasi
adalah salah satu usaha untuk mengetahui identitas seseorang melalui sejumlah ciri yang ada
pada orang tak dikenal, sedemikian rupa sehingga dapat ditentukan bahwa orang itu apakah sama
dengan orang yang hilang yang diperkirakan sebelumnya juga dikenal dengan ciri-ciri itu.
Disitulah semua, identifikasi mempunyai arti penting baik ditinjau dari segi untuk kepentingan
forensik maupun non-forensik.
Makalah ini bertujuan membahas berbagai hal mengenai identifikasi forensik ataupun
identifkasi secara umum meliputi: pengertian, arti penting, macam-macam pemeriksaan dan cara
atau metode serta sistem identifikasi. Hal-hal demikian diperlukan untuk memperoleh
pemahaman pemahaman dalam penanganan dan pemeriksaan identifikasi yang komprehensif.
1 | Page
IDENTIFIKASI FORENSIK
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik
untuk menentukan identitas seseorang. Identifikasi personal sering merupakan suatu masalah
dalam kasus pidana maupun perdata. Menentukan identitas personal dengan tepat amat penting
dalam penyidikan karena adanya kekeliruan dapat berakibat fatal dalam proses peradilan.
Peran ilmu kedokteran forensik dalam identifikasi terutama pada jenazah tidak dikenal,
jenazah yang rusak, membusuk, hangus terbakar dan kecelakaan masal, bencana alam, huru hara
yang mengakibatkan banyak korban meninggal, serta potongan tubuh manusia atau
kerangka.Selain itu identifikasi forensik juga berperan dalam berbagai kasus lain seperti
penculikan anak, bayi tertukar, atau diragukan orangtua nya.Identitas seseorang yang dipastikan
bila paling sedikit dua metode yang digunakan memberikan hasil positif.
2.2 METODE IDENTIFIKASI
Dalam pelayanan identifikasi forensik berbagai macam pemeriksaan dapat digunakan
sebagai sarana identifikasi. Berdasarkan penyelenggaraan penanganan pemeriksaannya, maka
sarana-sarana identifikasi dapat dikelompokkan:
1. Sarana identifikasi konvensional, yaitu berbagai macam pemeriksaan identifikasi yang
biasanya sudah dapat diselenggarakan penanganannya oleh pihak polisi penyidik antara lain:
a. Pemeriksaan secara visual dan fotografi mengenali ciri-ciri muka atau sinyalemen tubuh
lainnya.
b. Pemeriksaan benda-benda milik pribadi seperti: pakaian, perhiasan, sepatu dan
sebagainya.
2 | Page
IDENTIFIKASI FORENSIK
Dikenal ada dua metode melakukan identifikasi yaitu secara membandingkan dan secara
rekonstruksi. Yang dimaksud dengan identifikasi membandingkan data adalah identifikasi yang
3 | Page
IDENTIFIKASI FORENSIK
dilakukan dengan cara membandingkan antara data ciri hasil pemeriksaan hasil orang tak dikenal
dengan data ciri orang yang hilang yang diperkirakan yang pernah dibuat sebelumnya.
Pada penerapan penanganan identifikasi kasus korban jenasah tidak dikenal, maka kedua
data ciri yang dibandingkan tersebut adalah data post mortem dan data ante mortem. Data ante
mortem yang baik adalah berupa medical record dan dental record.
Identifikasi dengan cara membandingkan data ini berpeluang menentukan identitas
sampai pada tingkat individual, yaitu dapat menunjuka siapa jenasah yang tidak dikenal tersebut.
Hal ini karena pada identidikasi dengan cara membandingkan data, hasilnya hanya ada dua
alternatif: identifikasi positif atau negatif. Identifikasi positif, yaitu apabila kedua data yang
dibandingkan adalah sama, sehingga dapat disimpulkan bahwa jenasah yang tidak dikenali itu
adalah sama dengan orang yang hilang yang diperkirakan. Identifikasi negatif yaitu apabila data
yang dibandingkan tidak sama, sehingga dengan demikian belum dapat ditentukan siapa jenasah
tak dienal tersebut. Untuk itu masih harus dicarikan data pembanding antemortem dari orang
hilang lain yang diperkirakan lagi. Untuk dapat melakukan identifikasi dengan cara
membandingkan data, diperlukan syarat yang tidak mudah, yaitu harus tersedianya data ante
mortem berupa medical atau dental record yang lengkap dan akurat serta up-to-date, memenuhi
kriteria untuk dapat dibandingkan dengan data post mortemnya. Apabila tidak dapat dipenuhi
syarat tersebut, maka identifikasi dengan cara membandingkan tidak dapat diterapkan.
Apabila identifikasi secara membandingkan tidak dapat diterapkan maka cara
rekonstruksi diterapkan. Meskipun identifikasi cara rekonstruksi ini tidak sampai menghasilkan
dapat menentukan identitas sampai pada tingkat individual, namun demikian perkiraan-perkiraan
identitas yang dihasilkan dapat mempersempit dan memberikan arah penyidikan. Terhadap pola
permasalahan kasusnya, dikenal ada tiga macam sistem identifikasi, yaitu ;
1. Identifikasi sistem terbuka adalah identifikasi pada kasus yang terbuka kepada siapapun
dimaksudkan sebagai si korban tidak dikenal. Pola permasalahan kasusnya biasanya :
kriminal, korban tunggal, sulit diperoleh data ante-mortem, identifikasinya biasanya
dilakukan dengan cara rekonstruksi, contoh: identifikasi korban pembunuhan tidak dikenal.
2. Identifikasi sistem tertutup adalah identifikasi pada kasus yang jumlah dan daftar korban tak
dikenalnya sudah diketahui. Pola permasalahan kasus biasanya: non-kriminal, korban massal,
dimungkinkan diperoleh data ante mortem, identifikasi dapat dilakukan dengan cara
4 | Page
IDENTIFIKASI FORENSIK
IDENTIFIKASI FORENSIK
IDENTIFIKASI FORENSIK
Sedangkan identifikasi terhadap orang yang sudah meninggal dunia dapat dilakukan terhadap :
1. Jenazah yang masih baru dan utuh
2. Jenazah yang sudah membusuk dan utuh
3. Bagian-bagian dari tubuh jenazah
Proses identifikasi menggunakan 2 metode, yaitu metode sederhana dan metode ilmiah.
Metode sederhana dari proses identifikasi meliputi:
1. Metode visual.
Metode ini hanya dapat dilakukan bila keadaan tubuh, terutama wajah korban masih dalam
keadaan baik dan belum terjadi pembusukan yang lanjut. Metode ini dilakukan dengan
memperlihatkan jenazah pada orang-orang yang merasa kehilangan anggota keluarga atau
temannya. Cara ini hanya efektif pada jenazah yang belum membusuk, sehingga masih
7 | Page
IDENTIFIKASI FORENSIK
mungkin dikenali wajah dan bentuk tubuhnya oleh lebih dari satu orang. Hal ini perlu
diperhatikan mengingat adanya kemungkinan faktor emosi yang turut berperan untuk
membenarkan atau sebaliknya menyangkal identitas jenazah tersebut.
2. Metode kepemilikan, seperti pakaian, perhiasan, dokumen.
Dokumen seperti kartu identitas (KTP, SIM, Paspor) dan sejenisnya yang
kebetulan ditemukan dalam dalam saku pakaian yang dikenakan akan
sangat membantu mengenali jenazah tersebut. Perlu diingat pada
kecelakaan masal, dokumen yang terdapat dalam tas atau dompet yang
berada
dekat
jenazah
belum
tentu
adalah
milik
jenazah
yang
bersangkutan.
Dari pakaian dan perhiasan yang dikenakan jenazah, mungkin dapat diketahui merek atau
nama pembuat, ukuran, inisial nama pemilik, badge yang semuanya dapat membantu proses
identifikasi walaupun telah terjadi pembusukan pada jenazah tersebut.Khusus anggota ABRI,
identifikasi dipemudah oleh adanya nama serta NRP yang tertera pada kalung logam yang
dipakainya
3. Metode eksklusi.
Metode ini sering digunakan pada kasus yang terdapat banyak korban seperti bencana. Bila
dari sekian banyak korban, tinggal satu yang tidak dapat dikenali oleh karena keadaan
mayatnya sudah sedemikian rusaknya, maka atas bantuan daftar korban akan dapat diketahui
siapa korban tersebut.
Metode ini digunakan pada kecelakaan masal yang melibatkan sejumlah orang yang dapat
diketahui identitasnya, misalnya penumpang pesawat udara, kapal laut dan sebagainya.
Bila sebagian besar korban telah dapat dipastikan identitasnya dengan menggunakan metode
indentifikasi yang lain, sedangkan identitas sisa korban tidak dapat ditentukan dengan
metode-metode tersebut diatas, maka sisa korban diindentifikasi menurut daftar penumpang.
Metode ilmiah dari proses identifikasi meliputi:
1. Sidik jari.
1. Definisi
8 | Page
IDENTIFIKASI FORENSIK
Keuntungan dari metode ini mudah dilakukan secara massal dan biaya yang murah.
Metode ini membandingkan sidik jari jenazah dengan data sidik jari antemortem. Sampai
saat ini, pemeriksaan sidik jari merupakan pemeriksaan yang diakui paling tinggi
ketepatannya untuk menentukan identitas seseorang. Dengan demikian harus dilakukan
penanganan yang sebaik-baiknya terhadap jari tangan jenazah untuk pemeriksaan sidik
jari, misalnya dengan melakukan pembungkusan kedua tangan jenazah dengan kantong
plastik.
Daktiloskopi adalah suatu sarana dan upaya pengenalan identitas diri seseorang melalui
suatu proses pengamatan dan penelitian sidik jari, yang dipergunakan untuk berbagai
keperluan/kebutuhan, tanda bukti, tanda pengenal ataupun sebagai pengganti tanda
tangan (cap Jempol).
Sidik jari adalah suatu impresi dari alur-alur lekukan yang menonjol dari epidermis pada
telapak tangan dan jari-jari tangan atau telapak kaki dan jari-jari kaki, yang juga dikenal
sebagai dermal ridges atau dermal papillae, yang terbentuk dari satu atau lebih aluralur yang saling berhubungan. Dari bayi pun, kita semua sudah mempunyai sidik jari
yang sangat identik dan tidak dimiliki orang lain. Alur-alur kulit di ujung jari dan telapak
tangan dan kaki mulai tumbuh di ujung jari sejak janin berusia empat minggu hingga
sempurna saat enam bulan di dalam kandungan.
Gambar 1 : Sidik jari pada manusia
2. Sifat sifat Sidik Jari
9 | Page
IDENTIFIKASI FORENSIK
Sidik jari merupakan salah satu pola yang sering digunakan untuk mengindentifikasi
identitas seseorang karena polanya yang unik, terbukti cukup akurat, aman, mudah, dan
nyaman bila dibandingkan dengan sistem biometrik yang lainnya. Hal ini dapat dilihat
pada sifat yang dimiliki oleh sidik jari yaitu guratan-guratan pada sidik jari yang melekat
pada kulit manusia seumur hidup, pola ridge tidaklah bisa menerima warisan, pola ridge
dibentuk embrio, pola ridge tidak pernah berubah dalam hidup, dan hanya setelah
kematian dapat berubah sebagai hasil pembusukan. Dalam hidup, pola ridge hanya
diubah secara kebetulan akibat, luka-luka, kebakaran, penyakit atau penyebab lain yang
tidak wajar.
Dibawah ini merupakan Sifat-sifat khusus yang dimiliki sidik jari :
a) Perennial nature, yaitu guratan-guratan pada sidik jari yang melekat pada kulit
manusia seumur hidup.
b) Immutability, yaitu sidik jari seseorang tidak pernah berubah, kecuali mendapatkan
kecelakaan yang serius.
c) Individuality, pola sidik jari adalah unik dan berbeda untuk setiap orang.
3. Macam Macam Sidik Jari
a) Latent prints (Sidik jari Laten). Walaupun kata laten berarti tersembunya atau tak
tampak, pada penggunaan modern di ilmu forensik istilah sidik laten berarti
kemungkinan adanya atau impressi secara tak sengaja yang ditinggalkan dari alur-alur
tonjolan kulit jari pada sebuah permukaan, tanpa melihat apakah sidik tersebut terlihat
atau tak terlihat pada waktu tersentuh. Teknik memproses secara elektronik, kimiawi,
dan fisik dapat digunakan untuk melihat residu sidik laten yang tak terlihat yang
ditimbulkan dari sekresi kelenjar ekrin yang berada di alur-alur tonjolan kulit (yang
memproduksi keringat, sebum, dan berbagai macam lipid) walaupun impressi
tersebut terkontaminasi dengan oli, darah, cat, tinta, dll.
b) Patent prints (Sidik jari Paten). Sidik ini ialah impressi dari alur-alur tonjolan kulit
dari sumber yang jak jelas yang dapat langsung terlihat mata manusia dan disababkan
dari transfer materi asing pada kulit jari ke sebuah permukaan. Karena sudah dapat
langsung dilihat sidik ini tidak butuh teknik-teknik enhancement, dan diambil bukan
dengan diangkat, tetapi hanya dengan difoto.
10 | P a g e
IDENTIFIKASI FORENSIK
c) Plastic prints (Sidik jari Plastik). Sidik plastik adalah impressi dari sentuhan alur-alur
tonjolan kulit jari atau telapak yang tersimpan di material yang mempertahankan
bentuk dari alur-alut tersebut secara detail. Contoh umum: pada lilin cair, deposit
lemak pada permukaan mobil. Sidik-sidik seperti ini dapat langsung dilihat, tapi
penyidik juga tak boleh mengenyampingkan kemungkinan bahwa sidik-sidik laten
yang tak tampak dari sekongkolan pelaku mungkin juga terdapat pada permukaan
tersebut. Usaha untuk melihat immpressi-impressi non plastik pun harus
dilaksanakan.
4. Klasifikasi Sidik Jari
Sistem Henry berasal dari pola ridge yang terpusat pola jari tangan, jari kaki, khusunya
telunjuk. Metoda yang klasik dari tinta dan menggulung jari pada suatu kartu cetakan
menghasilkan suatu pola ridge yang unik bagi masing-masing digit individu.Dalam
sistem klasifikasi Henry, terdapat tiga pola dasar sidik jari: Arch (lengkungan), Loop
(uliran), dan Whorl (lingkaran).
a. Tipe Arch, Pada patern ini kerutan sidik jari muncul dari ujung, kemudian mulai naik
di tengah, dan berakhir di ujung yang lain.
b. Tipe Loop, Pada patern ini kerutan muncul dari sisi jari, kemudian membentuk
sebuah kurva, dan menuju keluar dari sisi yang sama ketika kerutan itu muncul.
c. Tipe Whorl, Pada patern ini kerutan berbentuk sirkuler yang mengelilingi sebuah
titik pusat dari jari.
Dari ketiga klasifikasi diatas terdapat juga klasifikasi yang lebih kompleks yang
mengikutsertakan pola plain arches (lengkungan sederhana atau tented arches (lekukan
yang seperti tenda) . Pola Loop dapat berarah radial atau ulnar, tergantung arah ekor dari
loop tersebut. Pola Whorl juga dibagi dalam subgrup-subgrup: plain whorl, accidental
whorls, dan central pocket loop.
5.
11 | P a g e
IDENTIFIKASI FORENSIK
membusuk. Teknik pengembangan sidik jari pada jari yang keriput, serta mencopot kulit
ujung jari yang telah mengelupas dan memasangnya pada jari yang sesuai pada jari
pemeriksa, baru kemudian dilakukan pengambilan sidik jari, merupakan prosedur
standar yang harus diketahui dokter.
2. Medik.
Metode ini menggunakan data umum dan data khusus. Data umum meliputi tinggi badan,
berat badan, rambut, mata, hidung, gigi dan sejenisnya.Data khusus meliputi tatto, tahi lalat,
jaringan parut, cacat kongenital, patah tulang dan sejenisnya.
Metode ini mempunyai nilai tinggi karena selain dilakukan oleh seorang ahli dengan
menggunakan berbagai cara/modifikasi (termasuk pemeriksaan dengan sinar-X) sehingga
ketepatan nya cukup tinggi. Bahkan pada tengkorak/kerangka pun masih dapat dilakukan
metode identifikasi ini. Melalui metode ini diperoleh data tentang jenis kelamin, ras,
perkiraan umur dan tingi badan, kelainan pada tulang dan sebagainya.
Perbedaan umur jenis kelamin pria dan wanita
Pria
Wanita
Panggul
Posture
Besar
Kecil
Payudara
Jarang berkembang
Berkembang
Jakun
Menonjol
Tidak menonjol
Striae
Tidak ada
Rambut pubis
12 | P a g e
IDENTIFIKASI FORENSIK
pusar
veneris
Rambut
Tidak ada
Kelamin dalam
Ovarium,tuba fallopi,
seminalis
vagina
tebal
tipis
Proporsi perut
Lebih kecil
Lebih besar
Paha
Bentuk silinder
Bentuk kerucut
Tengkorak
3. Odontologik.
Forensik odontologi adalah salah satu metode penentuan identitas individu yang telah dikenal
sejak era sebelum masehi. Kehandalan teknik identifikasi ini bukan saja disebabkan karena
ketepatannya yang tinggi sehingga nyaris menyamai ketepatan teknik sidik jari, akan tetapi
karena kenyataan bahwa gigi dan tulang adalah material biologis yang paling tahan terhadap
perubahan lingkungan dan terlindung. Gigi merupakan sarana identifikasi yang dapat
dipercaya apabila rekaman data dibuat secara baik dan benar.
Beberapa alasan dapat dikemukakan mengapa gigi dapat dipakai sebagai sarana identifikasi
adalah sebagai berikut, pertama karena gigi bagian terkeras dari tubuh manusia yang
komposisi bahan organik dan airnya sedikit sekali dan sebagian besar terdiri atas bahan
anorganik sehingga tidak mudah rusak, terletak dalam rongga mulut yang terlindungi. Kedua,
manusia memiliki 32 gigi dengan bentuk yang jelas dan masing-masing mempunyai lima
permukaan.
13 | P a g e
IDENTIFIKASI FORENSIK
Berdasarkan pengalaman di lapangan, identifikasi korban meninggal massal melalui gigigeligi mempunyai kontribusi yang tinggi dalam menentukan identitas seseorang.
Pemeriksaan ini meliputi pencatatan data gigi (Odontogram) dan rahang yang dapat
dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan manual, sinar-X dan pencetakan gigi dan
rahang. Odontogram memuat data tentang jumlah,bentuk, susunan, tambalan, protesa gigi
dan sebagainya.
Seperti hal nya dengan sidik jari, maka setiap individu memiliki susunan gigi yang khas.
Dengan demikian dapat dilakukan indentifikasi dengan cara membandingkan data temuan
dengan data pembanding antemortem.
IDENTIFIKASI FORENSIK
IDENTIFIKASI FORENSIK
16 | P a g e
IDENTIFIKASI FORENSIK
Gigi susu berjumlah 20 buah dan mulai tumbuh pada umur 6 -9 bulan dan lengkap
pada umur 2 2,5 tahun. Gigi susu terdiri dari 5 gigi pada setiap daerah rahang
masing masing adalah : 2 gigi seri (incicivus), 1 gigi taring.
2. Gigi permanen
Gigi permanen berjumlah 28 32 terdiri dari 2 gigi seri, 1 gigi taring, 2 gigi
premolar, dan 3 gigi molar pada setiap daerah rahang. Gigi permanen
menggantikan gigi susu. Antara umur 6 14 tahun 20 gigi susu diganti gigi
permanen. Gigi molar 1 dan 2 mulai erupsi pada umur 6 12 tahun sedangkan
gigi molar 3 mulai erupsi pada umur 17 21 tahun.
d.4. Nomenklatur Gigi
Nomenklatur yang biasa dipakai adalah :
1. Cara Zsigmondy
Gigi susu
V IV III II I
I II III IV V
V IV III II I
I II III IV V
Gigi tetap
8764321
12345678
8764321
12345678
Contoh penulisan :
Vl : gigi susu m2 kanan atas
2.
Cara Palmer
Gigi susu
EDCBA
AB C D E
EDCBA
AB C D E
Gigi tetap
8764321
12345678
8764321
12345678
Contoh penulisan :
17 | P a g e
IDENTIFIKASI FORENSIK
3.
2-
4-
318 17 16 15 14 13 12 11
21 22 23 24 25 26 27 28
48 47 46 45 44 43 42 41
31 32 33 34 35 36 37 38
Gigi Susu
5-
6-
8-
7-
55 54 53 52 51
61 62 63 64 65
85 84 83 82 81
71 72 73 74 75
Contoh penulisan :
55
36
IDENTIFIKASI FORENSIK
3.
Metode Gustaffson
Penentuan umur berdasarkan table Gustaffson Koch pada umumnya bermanfaat
selama gigi masih dalam masa pertumbuhan. Untuk memperkirakan umur
seseorang setelah masa itu digunakan 6 metode dari Gustaffson.Gustafson (1950)
memperkirakan umur dari gambaran umum endapan dentin sekunder, ketebalan
cemen, dan periodontis sehingga Gustaffson menyusun satu sistem yang
berpatokan pada 6 faktor yang berhubungan dengan usia:
19 | P a g e
IDENTIFIKASI FORENSIK
Yang dimaksud adalah derajat atau keparahan atrisi atau ausnya permukaan
kunyah gigi baik insisial maupun oclusal sesuai dengan penggunaannya.
Makin usia lanjut maka derajat atrisinya makin parah.
2. Periodontosis atau perubahan pada ginggiva (P)
Perubahan fisiologis akibat penggunaan gigi dari perlekatan epitel ditandai
dengan turunnya atau dalamnya sulkus ginggivayang melebihi 2 milimeter
bahkan makin usia lanjut, perlekatan ginggiva turun kearah akar gigi sehingga
terlihat seakan-akan mahkota lebih panjang.
3. Jumlah dentin sekunder (S)
Pembentukan sekunder dentin oleh karena penggunaan gigi atau atrisi dari
permukaan oclusi biasanya terbentuk diatas atap pulpa sehingga makin usia
lanjut secara rontgenografis terlihat seakan-akan pulpa jadi sempit karena
sekunder dentinnya makin tebal.
4. Cemen apposition atau ketebalan sementum sekitar akar gigi (C)
Dengan bertambahnya usia maka akan bertambah tebal jaringan cementum
pada akar gigi. Pembentukan ini oleh karena perlekatan serat-serat periodontal
dengan aposisi yang terus menerus dari gigi tersebut selama hidup merupakan
faktor penting yang sangat mempengaruhi.
5. Transparansi akar atautransluecency of the root (T)
Bertambahnya usia terjadilah proses kristalisasi dari bahan-bahan mineral akar
gigi hingga jaringan dentin pada akar gigi berangsur-angsur mulai dari akar
gigi kearah cervikal menjadi transparan. Transparansi dentin ini dimulai pada
dekade ketiga dari tebal tubular dentin 5 milimicron sehingga pada usia 50
tahun tebal tubular dentin hanya 2 milimicron hingga pada usia 70 tahun tebal
tubular dentin tinggal 1 milimicron.
6. Resorbsi akar (R)
Menurut Gustaffson, bahwa terjadi resorbsi akar gigi permanen akibat tekanan
fisiologis dengan bertambahnya usia. Mili demi mili diukur olehnya dalam
penentuan usia akibat penggunaan gigi.
Dalam setiap irisan dasar, ciri-ciri gigi diberikan angka dan poin-poin
dijumlahkan untuk memberikan hasil akhir. Metode Gustaffson menjumlahkan setiap
20 | P a g e
IDENTIFIKASI FORENSIK
nilai dari 6 faktor tersebut dimana setiap faktor yang mempunyai bobotyang sama dan
berarti 6 poin tersebut mempunyai nilai perkiraan usia yang sama. Rumus Gustaffson
(1950):
Skoring berdasarkan metode Gustaffson.
A0=no attrition A1=attrition
A2=attrition
S0=no
within enamel
reaching dentin
pulp
S1=
secondary S2= pulp cavity is S3= pulp cavity is
secondary
nearly
dentin
to form in upper
part
dentin
of
pulp
or
wholly
P0=no
cavity
P1= periodontosis P2= periodontosis P3=periodontosis has
periodontosis
jus begun
C0=
third of root
root.
normal C1= apposition a C2= great layer of C3= heavy layer of
layer
cementum
resorption
visible
small
dentin affected
isolated
spots
(dental age estimation of adult: a review of method and principals) 2008.
Umur (tahun) = 11,43 + 4,26 X 3,63 (faktor koreksi)
X=A+P+S+C+R+T
Keterangan : A= atrition
P= periodontis
S= secondary dentition
C= cemen apposition
R= root resorbtion
21 | P a g e
IDENTIFIKASI FORENSIK
22 | P a g e
IDENTIFIKASI FORENSIK
IDENTIFIKASI FORENSIK
bahwa pada 75% kasus, mesio distal pada wanita berdiameter kurang dari 6,7 mm,
sedangkan pada pria lebih dari 7 mm. Saat ini sering dilakukan pemeriksaan DNA
dari gigi untuk membedakan jenis kelamin.
3. Penentuan Ras
Gambaran gigi untuk ras mongoloid adalah sebagai berikut:
1. Insisivus berbentuk sekop. Insisivus pada maksila menunjukkan nyata berbentuk
sekop pada 85-99% ras mongoloid. 2 sampai 9 % ras kaukasoid dan 12 % ras
negroid memperlihatkan adanya bentuk seperti sekop walaupun tidak terlalu jelas.
2. Dens evaginatus. Aksesoris berbentuk tuberkel pada permukaan oklusal premolar
bawah pada 1-4% ras mongoloid.
3. Akar distal tambahan pada molar 1 mandibula ditemukan pada 20% mongoloid.
4. Lengkungan palatum berbentuk elips.
5. Batas bagian bawah mandibula berbentuk lurus.
IDENTIFIKASI FORENSIK
2. Pendataran daerah sisi bucco-lingual pada gigi premolar kedua dari mandibula.
3. Maloklusi pada gigi anterior.
4. Palatum sempit, mengalami elongasi, berbentuk lengkungan parabola.
5. Dagu menonjol.
25 | P a g e
IDENTIFIKASI FORENSIK
Definisi
Antropologi merupakan bidang studi sains tentang asal usul, prilaku, fisik, sosial dan
pengembangan lingkungan manusia. Antropologi Forensik adalah pemeriksaan pada sisa-sisa
rangka. Pemeriksaan ini dapat dilakukan sebagai langkah pertama untuk menentukan apakah
sisa-sisa tersebut berasal dari manusia.
Menurut American Board of Forensic Anthropology, forensik antropologi adalah aplikasi
ilmu pengetahuan dari antropologi fisik untuk proses hukum. Identifikasi dari kerangka, atau
sediaan lain dari sisa sisa jasad (dugaan manusia) yang tidak teridentifikasi penting untuk
alasan hukum maupun alasan kemanusiaan. Forensik antropologi mengaplikasikan tehnik
sains sederhana yang berdasarkan antropologi fisik untuk mengidentifikasi sisa sisa jasad
manusia dan mengungkap tindak kejahatan.
Antropologi forensik meliputi penggalian arkeologis; pemeriksaan rambut, serangga, plant
materials dan jejak kaki; penentuan waktu kematian; facial reproduction; photographic
superimposition; detection of anatomical variants; dan analisa mengenai cedera masa lalu dan
penanganan medis. Namun, pada pelaksanaannya forensik antropologi terutama untuk
menentukan identitas jasad berdasar bukti yang tersedia, yaitu menentukan jenis kelamin,
perkiraan usia, bentuk tubuh, dan pertalian ras.
26 | P a g e
IDENTIFIKASI FORENSIK
27 | P a g e
IDENTIFIKASI FORENSIK
28 | P a g e
IDENTIFIKASI FORENSIK
b. Dentisi
Dentisi merupakan ilmu yang mempelajari sisa sisa gigi. Analisa dari sisa sisa gigi
dapat digunakan untuk menentukan beberapa aspek pada antropologi forensik. Digunakan
bersama dengan osteologi untuk menentukan usia, jenis kelamin dan diet. Pada orang
dewasa terdapat 32 gigi yang pada masing masing sisinya, pada rahang atas dan bawah
terdapat dua insisivus, satu kaninus, dan dua atau tiga molar. Pada anak anak terdapat dua
puluh gigi dengan dua insisivus dan satu kaninus serta dua molar pada masing masing
kuadran.
c. Etnobotani
Etnobotani merupakan ilmu yang mempelajari tentang serbuk sari dan tanaman dari masa
lalu. Ini berguna untuk menentukan waktu sejak kematian dan menentukan diet dari sisi
arkeologi.
4. 3.
29 | P a g e
IDENTIFIKASI FORENSIK
30 | P a g e
IDENTIFIKASI FORENSIK
31 | P a g e
IDENTIFIKASI FORENSIK
Tulang
Tengkorak
Pria
Wanita
kasar
halus
Tulang wajah
Lebih besar
Lebih kecil
Supra orbital
Lebih menonjol
Kurang menonjol
32 | P a g e
IDENTIFIKASI FORENSIK
Zigomatikus
Lebih menonjol
Kurang menonjol
Oksiput
Lebih menonjol
Kurang menonjol
Sinus frontalis
Lebih lebar
Lebih kecil
Toraks
Panjang
Pendek lebar
Pelvis
berat
ringan
Ilium
Lebih melengkung
Kurang melengkung
SIAS
Cekungan sacrum
melengkung
melengkung
Arkus pubis
Lebih sempit
Lebih besar
b. Perkiraan Umur
Walaupun umur sebenarnya tidak dapat ditentukan dari tulang, namun perkiraan umur
seseorang dapat ditentukan. Biasanya pemeriksaan dari os pubis, sakroiliac joint,
cranium, artritis pada spinal dan pemeriksaan mikroskopis dari tulang dan gigi
memberikan informasi yang mendekati perkiraan umur. Untuk memperkirakan usia,
bagian yang berbeda dari rangka lebih berguna untuk menentukan perkiraan usia pada
range usia yang berbeda. Range usia meliputi usia perinatal, neonatus, bayi dan anak
kecil, usia kanak-kanak lanjut, usia remaja, dewasa muda dan dewasa tua.
Gambar : Penutupan Sutura Tengkorak
33 | P a g e
IDENTIFIKASI FORENSIK
Usia perinatal, yaitu bayi yang belum lahir, dapat ditentukan dari ukuran tulang. Ini
karena faktor luar seperti malnutrisi pada ibu tidak akan mempengaruhi pertumbuhan
fetus secara berarti. Dalam periode intake makanan yang kurang, tubuh ibu akan
memberi nutrisi pada fetus, mengambil nutrien ibu.
Umur dalam tiga tahapan :
1. Bayi baru dilahirkan
Neonatus, bayi yang belum mempunyai gigi, sangat sulit untuk menentukan
usianya karena pengaruh proses pengembangan yang berbeda pada masingmasing individu. Bayi dan anak kecil biasanya telah memiliki gigi. Pembentukan
gigi sering kali digunakan untuk memperkirakan usia. Gigi permanen mulai
terbentuk saat kelahiran, dengan demikian pembentukan dari gigi permanen
merupakan indikator yang baik untuk menentukan usia. Beberapa proses
penulangan mulai terbentuk pada usia ini, ini berarti bagian-bagian yang lunak
dari tulang mulai menjadi keras. Namun, ini bukan faktor penentuan yg baik.
Pengukuran tinggi badan diukur :
Streeter : tinggi badan dari puncak kepala sampai tulang ekor
Haase : tinggi badan diukur dari puncak kepala sampai tumit
Umur
1 bulan
2 bulan
34 | P a g e
Panjang
1 cm
4 cm
Umur
6 bulan
7 bulan
Panjang
30 cm
35 cm
IDENTIFIKASI FORENSIK
3 bulan
4 bulan
5 bulan
9 cm
16 cm
25 cm
8 bulan
9 bulan
10 bulan
40 cm
45 cm
50 cm
35 | P a g e
IDENTIFIKASI FORENSIK
Tulang paha27%TB
Tulang kering.22%TB
Tulang belakang.35%YB
Perhatikan dengan pengukuran osteometrik board : tulang harus dalam keadaan kering.
Rumus TB (tinggi badan)
1. Stevenson
36 | P a g e
IDENTIFIKASI FORENSIK
Pengukuran sebaiknya dengan kedua formula tersebut diatas agar mendekati tinggi
badan sebenarnya.
Rumus antropoloogi Ragawi UGM pria dan dewasa (Jawa)
TB = 897 + 1,74 y (femur kanan)
TB = 822 + 1,90 y (femur kiri)
TB = 879 + 2,12 y (Tibia kanan)
TB = 847 + 2,22 y (Tibia kiri)
TB = 867+ 2,19 y (fibula kanan)
TB = 883 + 2,14 y (fibula kiri)
TB = 847 + 2,60 y (humerus kanan)
TB = 805 + 2,74 y (humerus kiri)
TB = 842 + 3,45 y (radius kanan)
TB = 862 + 3,15 y (radius kiri)
TB = 819 + 3,15 y (ulna kanan)
TB = 847+ 3,06 y (radius kiri)
Melalui suatu penelitian, Djaja Surya Atmadja menemukan rumus untuk populasi
dewasa muda di Indeonesia :
a) Pria :
TB = 72,9912 + 1,7227 (Tibia) + 0,7545 (Fibula) ( 4,2961 cm)
TB = 75,9800 + 2,3922 (Tibia) ( 4,3572 cm)
TB = 80,8078 + 2,2788 (Fibula) ( 4,6186 cm)
b) Wanita :
37 | P a g e
IDENTIFIKASI FORENSIK
>12 tahun: tulang hancur, dapat terkubur oleh daun, badai, erosi.
e. Pertalian Ras
38 | P a g e
IDENTIFIKASI FORENSIK
Pertanyaan mengenai pertalian ras sulit untuk dijawab karena walaupun klasifikasi ras
memiliki komponen biologis yang sama, tetap didasari dari hubungan sosial. Namun,
beberapa rincian anatomis, terutama di wajah, sering menunjukkan ras individual.
Pada ras kulit putih memiliki wajah yang menyempit dengan hidung yang agak
meninggi dan dagu yang menonjol. Ras kulit hitam memiliki hidung yang lebar dan
subnasal yang berlekuk. Indian Amerika dan Asia memilki bentuk tulang pipi yang
menonjol dan tekstur gigi yang khas.
Negroid (semua kilit hitam/ Negro Afrika, Amerika dan Indian Barat).
39 | P a g e
Apertura nasalis sangat lebar dan tepi bawah tulang nasalis tumpul.
IDENTIFIKASI FORENSIK
Lebar apertura nasalis sedang dan tepi bawah nasal agak runcing.
40 | P a g e
IDENTIFIKASI FORENSIK
Kaukasoid
Negroid
Mongoloid
Konfigurasi umum
Mesocephalic
Dolichocephalic
Brachycephalic
Kontur sagital
Bulat
Lengkung
Parietal
+-++
+++
Gigi
Sedikit overbite
Prognatik
Sejajar
Wajah
Panjang, sempit
Prognatik
Datar
41 | P a g e
IDENTIFIKASI FORENSIK
Orbita
Persegi
Oval
Bulat
Jarang interorbital
Intermediet
Lebar
Lebar
Apertura nasal
Sempit, oval
Bulat
Spina nasalis
Tajam
inferior
Pendek atau
Tumpul
berbentuk palung
Tulang nasal
Intermediet
Pendek
Menonjol
Arkus zygomatikus
Ramping
Sedikit ramping
Menyolok dengan
dan prominensia
penonjolan inferior
malar
Sudut mandibular
Sedikit tumpul
Tumpul
Hampir menyerupai
sudut
Dagu, prosesus
++
mentalis
42 | P a g e
IDENTIFIKASI FORENSIK
Gambar : Gambaran foto Rontgen lateral lutut memperlihatkan metode untuk mengukur sudut
intercondylar shelf.
Tulang panjang
Pada ras kulit hitam, tibia relatif lebih panjang daripada femur dan radius relatif
lebih panjang daripada humerus. Pada populasi kulit putih dan Mongoloid, femur
lebih melengkung ke anterior bila dibandingkan dengan populasi kulit hitam.
Femur ras kulit hitam cenderung lebih lurus.
f. Bukti Trauma
Setelah tanah dan kotoran lainnya dibersihkan dari tulang dengan menggunakan air
dan sikat yang halus, maka jejas trauma yang halus sekalipun, akan terlihat.
Dicari pula tanda-tanda kekerasan pada tulang dan memperkirakan sebab kematian.
Perkiraan saat kematian dilakukan dengan memeperhatikan kekeringan tulang. Bila
terdapat dugaan berasal dari seseorang tertentu, maka dilakukan identifikasi dengan
membandingkan data antemortem. Bila terdapat foto terakhir wajah orang tersebut
43 | P a g e
IDENTIFIKASI FORENSIK
44 | P a g e
IDENTIFIKASI FORENSIK
kulit dan tulang rawan. Metode ini juga berguna bagi penentuan jenis kelamin pada
mayat yang terpotong-potong.
b. Tulang-tulang tertentu :
Pada orang dewasa, beberapa tulang tertentu bentuknya berbeda antara laki-laki dan
wanita. Tulang- tulang itu antara lain tengkorak, pelvis, tulang panjang, rahang dan gigi.
Tengkorak :
Laki-laki :
wanita:
Dahi
rendah
tinggi
Tepi orbital
lebih menonjol
kurang menonjol
Orbital
persegi empat
bulat
Tonjolan mastoid
besar
kecil
Rigi (muscle-ridges)
kasar (nyata)
halus
Pelvis :
laki-laki:
wanita:
Bentuk
Arcus pubis
<90 derajat
>90 derajat
Foramen ischiadica
oval
segitiga
Incisura ischiadica
lebih dalam
lebih dangkal
Os sacrum
kurang lebar
lebih lebar
Tulang panjang pada laki-laki lebih massive ( terutama di sekitar sendi ) dan rigi
perlekatan otot lebih nyata. Bentuk rahang dan gigi antara laki-laki dan wanita juga
berbeda sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan identifikasi jenis kelamin.
Rahang pada laki-laki umumnya seperti huruf V sedangkan pada wanita seperti huruf U.
Gigi dan akar gigi permanen pada laki-laki lebih besar dari pada wanita.
3. Menentukan Umur
Tulang manusia dan gigi juga dapat memberikan informasi penting bagi perkiraan umur
manusia. Namun signifikasi dari pemeriksaan tulang bergantung pada besarnya penyebaran
kelompok umur sehingga perlu dikelompokkan secara terpisah menjjadi kelompok fetus,
neonatus, anak-anak, adolescen dan dewasa.
45 | P a g e
IDENTIFIKASI FORENSIK
Pada fetus dan neonates, perkiraan didasarkan pada inti penulangan yang dapat dilihat
melalui pemeriksaan ronsenologik atau otopsi. Oleh para ahli telah disusun table
pembentukan inti penulangan dari berbagai tulang, mulai dari kehidupan intra uterine sampai
pada kehidupan di luar kandungan. Pada anak-anak dan adolescen sampai umur 20 tahun,
yang paling berguna bagi penentuan umur adalah penutupan epifise. Seperti diketahui bawha
penutupan epifise juga mengikutti urutan kronologik. Memang tingkat ketelitiannya rendah
sehingga perlu dikoombinasikan dengan pemeriksaan lain.
Pada kelompok dewasa (yaitu sesudah berumur 20 tahun), perkiraan umur dengan
menggunakan tulang menjadi lebih sulit. Beberapa petunjuk yang dapat dipakai antara lain;
penutupan sutura, perubahan sudut rahang dan adanya proses penyakit.
Penentuan umur dengan menganalisa jaringan yang akan tumbuh menjadi gigi pada bayi di
dalam kandungan mempunyai derajat kecermatan yang tinggi. Sesudah dilahirkan penentuan
umur dapat dilakukan dengan mendasarkan pada mineralisasi, pembentukan mahkota gigi,
erupsi gigi dan resorbsi apicalis.dengan menggunakan formula matematik, Gustafson telah
menyusun rumus yang dapat digunakan untuk membantu menentukanumur melalui
pemeriksaan gigi.
4. Menentukan Tinggi Badan
Salah satu informasi penting yang dapat digunakan untuk melacak identitas seseorang adalah
informasi tentang tinggi badan. Oleh sebab itu pada pemeriksaan jenasah yang tak diketahui
identitasnya perlu diperiksa tinggi badanya. Memang tidak mudah mendapatkan tinggi badan
yang tepat dari pemeriksan yang dilakukan sesudah mati, meskipun yang diperiksa itu
jenasah yang utuh. Perlu diketahui bahwa ukuran orang yang sudah mati biasanya sedikit
lebih panjang (sekitar 2,5 cm) dari pada tinggi badan waktu hidup.
Jika yang diperiksa jenasah yang tidak utuh maka penentuan tinggi badan dapat dilakukan
dengan menggunakan tulang-tulang panjang. Hanya dengan sepotong tulang panjang yang
utuh umur pemiliknya dapat diperkirakan, tetapi hasil yang lebih akurat dapat diperoleh jika
tersedia beberapa jenis dari tulang panjang. Untuk kepentingan dari perhitungan tersebut ada
banyak rumus yang dapat dipakai dan salah satunya adalah rumus Karl Pearson.
46 | P a g e
IDENTIFIKASI FORENSIK
BAB III
KESIMPULAN
Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta perkembangan social budaya
mengakibakan tingginya angka kecelakaan, pembunuhan dan peristiwa peristiwa lain yang
kadang kadang mengakibatkan kesulitan dikenalinya korban tersebut. Di lain pihak adanya
tuntutan untuk segera dilakukannya identifikasi secara tepat pada korban tersebut. Dan salah satu
identifikasi yang paling penting adalah umur.
Penentuan umur dapat dilakukan dengan pemeriksaan penutup sutura, inti penulangan,
penyatuan tulang serta pemeriksaan gigi. Antara tugas seorang dokter forensik untuk identifikasi
jenazah adalah seperti;
I.
II.
III.
Menentukan umur
IV.
47 | P a g e
IDENTIFIKASI FORENSIK
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Forensic Anthropology. http://www.journals.uchicago.edu [diakses 25 Juni 2014]
48 | P a g e