Bab I
Bab I
EPISTAKSIS
Oleh:
Reza Zeski Andresia 0810313231
Wulan Sulistia
1010312113
Nurfazlina
1110312157
Pembimbing:
dr. Ade Asyari, Sp. THT-KL
DAFTAR ISI
Anatomi Hidung.............................................................................................3
1.2
Vaskularisasi Hidung......................................................................................3
1.3
Defenisi...........................................................................................................4
1.4
Epidemiologi...................................................................................................5
1.5
Etiologi...........................................................................................................7
1.6
Patofisiologi....................................................................................................9
1.7
Daignosis......................................................................................................17
1.8
Penatalaksanaan............................................................................................22
1.9
Komplikasi....................................................................................................29
1.10 Prognosis.......................................................................................................30
BAB 2 LAPORAN KASUS.................................................................................32
BAB 3 DISKUSI...................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................34
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Anatomi Hidung Luar.....................................................................5
Gambar 1.2 Dinding Lateral Kavum Nasi.......................................................6
Gambar 1.3 Anatomi Vaskular yang memperdarahi septum nasal.................8
Gambar 1.4 Epistaksis Anterior.....................................................................19
Gambar 1.5 Epistaksis Posterior....................................................................20
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
Hidung Interna
Lubang luar yang menuju ke sisi dalam hidung dinamai nares, sementara lubang
posterior dari hidung ke nasopharink dinamai choana. Tepat setelah nares, terdapat
area kulit yang dinamai vestibulum dan berlapis mengandung bulu hidung atau
vibrase. Permukaan medial tiap ruang lingkup dibentuk oleh septum nasi. Sisi
lateral tiap cavitas nasalis terdiri dari sejumlah struktur yang penting secara klinik.
Biasanya ada tiga konvolusi mukosa yang tegas yang dinamai concha. Fungsinya
untuk meningkatkan luas permukaan hidung dan dinamai menurut lokasinya;
inferior, medialis, superior dan suprema, diantara concha terdapat lekukan pada
dinding hidung (meatus) tempat berdrainase cavitas nasalis.
vaskuler
disepanjang
bagian
anterior
septum
kartilaginosa
menggabungkan anastomosis ini dan dikenal sebagai Little Area atau Pleksus
Kiesselbech.
1.3. Definisi
pada
laki-laki
dekade
50
dengan
penyakit
hipertensi
dan
arteriosklerosis.2,4,5
Epistaksis lebih sering terjadi pada musim dingin. Hal ini mungkin
disebabkan peningkatan kejadian infeksi pernafasan atas dan udara yang lebih
kering akibat pemakaian pemanas dan kelembaban lingkungan yang rendah.
Epistaksis juga sering terjadi pada iklim yang panas dengan kelembaban yang
rendah. Pasien yang menderita alergi, inflamasi hidung, dan penyakit sinus lebih
rentan terjadi epistaksis karena mukosanya lebih mudah kering dan hiperemis
disebabkan reaksi inflamasi.2,4,5
1.5. Etiologi
Secara umum epistaksis dapat disebabkan oleh sebab-sebab lokal seperti
trauma, infeksi, neoplasma, kelainan kongenital dan bisa juga disebabkan oleh
keadaan umum atau kelainan sistemik seperti penyakit kardiovaskuler, kelainan
darah, infeksi, perubahan tekanan atmosfir dan gangguan endokrin .2,4
1. Lokal
a. Trauma
Epistaksis yang berhubungan dengan trauma biasanya karena
mengeluarkan sekret dengan kuat, bersin, mengorek hidung, atau trauma
seperti terpukul. Selain itu iritasi oleh gas yang merangsang dan trauma
pada pembedahan bisa juga menyebabkan epistaksis.
b. Infeksi
Infeksi hidung dan sinus paranasal, rhinitis, sinusitis, serta granuloma
spesifik seperti sifilis, lepra, dan lupus dapat menyebabkan epistaksis.
c. Neoplasma
Epistaksis yang berhubungan dengan neoplasma biasanya sedikit dan
intermiten,
kadang-kadang
disertai
mukus
yang
bernoda
darah.
dan
teknik
invasif
yang
digunakan
dalam
mengontrol
perdarahan.6,7
c. Infeksi sistemik
Yang paling sering menyebabkan epistaksis adalah demam berdarah
dengue, selain itu juga morbili, demam tifoid dan influensa dapat juga
disertai adanya epistaksis.
d. Gangguan endokrin
Wanita hamil, menars dan menopause sering juga dapat menimbulkan
epistaksis.
e. Perubahan tekanan atmosfir
1.6. Patofisiologi
Menentukan sumber perdarahan amat penting, meskipun kadang-kadang
sukar ditanggulangi. Pada umumnya terdapat dua sumber perdarahan, yaitu dari
bagian anterior dan posterior.8,9,10
1
Anamnesis 11
Keluhan
a. Pasien datang dengan keluhan keluar darah dari hidung atau riwayat keluar
darah dari hidung.
b. Pasien sering menyatakan bahwa perdarahan berasal dari bagian depan dan
belakang hidung. Perhatian ditujukan pada bagian hidung tempat awal
terjadinya perdarahan atau pada bagian hidung yang terbanyak mengeluarkan
darah.
c. Pada anamnesis harus ditanyakan secara spesifik mengenai banyaknya
perdarahan, frekuensi, lamanya perdarahan. Penting mendapatkan riwayat
trauma terperinci. Riwayat pengobatan (misal : aspirin) harus dicari. Riwayat
penyakit sistemik seperti riwayat alergi pada hidung, hipertensi, penyakit
gangguan pembekuan darah, riwayat perdarahan sebelumnya, dan riwayat
gangguan perdarahan dalam keluarga.
Faktor Risiko
a. Trauma.
b. Infeksi/alergi seperti: rhinitis, sinusitis.
c. Penyakit kardiovaskuler, hipertensi dan kelainan pembuluh darah, seperti pada
aterosklerosis, nefritis kronik.
d. Riwayat penggunaan obat-obatan seperti koumarin, NSAID, aspirin, warfarin,
heparin, tiklodipin.
e. Riwayat pemakaian semprot hidung steroid jangka lama.
f. Tumor, baik jinak maupun ganas yang terjadi di hidung, sinus paranasal
maupun nasofaring.
g. Kelainan kongenital. Kelainan kongenital yang sering menyebabkan epistaksis
ialah perdarahan telangiektasis heriditer (hereditary hemorrhagic
telangiectasia/Osler's disease).
h. Adanya deviasi septum.
i. Pengaruh lingkungan, misalnya tinggal di daerah yang sangat tinggi, tekanan
udara rendah atau lingkungan udaranya sangat kering.
1.8. Tatalaksana11
Alat yang diperlukan
a. Lampu kepala
b. Rekam medis
c. Spekulum hidung
d. Alat penghisap (suction)
e. Pinset bayonet
f. Kaca rinoskopi posterior
g. Kapas dan kain kassa
h. Lidi kapas
i. Nelaton kateter
j. Benang kasur
k. Tensimeter dan stetoskop
Kriteria Rujukan
a. Pasien dengan epistaksis yang curiga akibat tumor di rongga hidung atau
nasofaring.
b. Epistaksis yang terus berulang.
1.9. Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi sebagai akibat dari epistaksisnya sendiri atau
sebagai akibat dari usaha penanggulangan epistaksis. Akibat perdarahan yang
hebat dapar terjadi aspirasi darah kedalam saluran napas bawah, juga dapat
menyebabkan syok, anemia, dan gagal ginjal. Turunnya tekanan darah secara
mendadak dapat menimbulkan hipotensi, hipoksia, iskemia serebri, insufisiensi
koroner sampai infark miokard sehingga dapat menyebabkan kematian. Dalam hal
ini pemberian infuse atau transfuse darah harus dilakukan secepatnya. Akibat
pembuluh darah yang terbuka dapat terjadi infeksi, sehingga perlu diberikan
antibiotic.1
Pemasangan tampon dapat menyebabkan rinosinusitis, otitis media,
septicemia, atau toxic shock syndrome. Oleh karena itu, harus selalu diberikan
antibiotic pada setiap pemasangan tampon hidung, dan setelah 2-3 hari tampon
harus dicabut. Bila perdarahan masih berlanjut dipasang tampon baru. Selain itu
dapat terjadi hemotimpanum sebagai akibat mengalirnya darah melalui tuba
eustachius, dan airmata berdarah akibat mengalirnya darah secara retrograde
melalui duktus nasolacrimalis.1
Pemasangan tampon posterior (tampon bellocq) dapat menyebabkan
laserasi palatum molle atau sudut bibir, jika benang yang keluar dari mulut terlalu
ketat dilekatkan pada pipi. Kateter balon atau tampon balon tidak boleh dipompa
terlalu keras karena dapat menyebabkan nekrosis mukosa hidung atau septum.1
1.10. Prognosis
Secara umum prognosis epistaksis baik. dengan penanganan yang adekuat
dan masalah yang mendasari epistaksis teratasi, kebanyakan pasien tidak
mengalami perdarahan yang berulang. Sebagian kecil pasien bisa mengalami
kekambuhan yang hilang secara spontan atau dapat sembuh dengan pengobatan
sendiri. Sebagian kecil pasien mungkin perlu pengobatan yang agresif. 12
Follow up
Kamis, 11 Juni 2015
S/ O/
: sakit sedang
Kesadaran
Tekanan darah
:140/80 mmHg
Nadi
: 82 x/menit
Nafas
: 120 x/menit
Status Lokalis
Hidung
A/
P/
Tramadol drip 2x 80 mg iv
Vitamin K 3x 1 amp iv
Vitamin C 3 x 1 amp iv
Transamin 3 x 1 amp iv
: sakit sedang
Kesadaran
Tekanan darah
:140/80 mmHg
Nadi
: 82 x/menit
Nafas
: 120 x/menit
Status Lokalis
Hidung
A/
P/
Tramadol drip 2x 80 mg iv
Vitamin K 3x 1 amp iv
Vitamin C 3 x 1 amp iv
Transamin 3 x 1 amp iv
: sakit sedang
Kesadaran
Tekanan darah
:140/80 mmHg
Nadi
: 82 x/menit
Nafas
: 120 x/menit
Status Lokalis
Hidung
A/
P/
Tramadol drip 2x 80 mg iv
Vitamin K 3x 1 amp iv
Vitamin C 3 x 1 amp iv
Transamin 3 x 1 amp iv
: sakit sedang
Kesadaran
Tekanan darah
:140/80 mmHg
Nadi
: 82 x/menit
Nafas
: 120 x/menit
Status Lokalis
Hidung
A/
P/
Tramadol drip 2x 80 mg iv
Vitamin K 3x 1 amp iv
Vitamin C 3 x 1 amp iv
Transamin 3 x 1 amp iv
: sakit sedang
Kesadaran
Tekanan darah
:140/80 mmHg
Nadi
: 82 x/menit
Nafas
: 120 x/menit
Status Lokalis
Hidung
A/
P/
Tramadol drip 2x 80 mg iv
Vitamin K 3x 1 amp iv
Vitamin C 3 x 1 amp iv
Transamin 3 x 1 amp iv
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
Ikhsan
://www.kalbe.co.id/files/15
Penatalaksanaan
Epistaksis.pdf/15
4.
5.
Anto,
2007.
Epistaxis.
RCH
CPG.
Diakses
dari
http://
7.
8.
feb
19
[cited
2009
feb
28]
Available
from:
http://content.nejm.org/cgi/content/full/360/8/784
9.
from:
http://fkuii.org/tiki-download_wiki_attachment.php?
attId=2175&page=LEM%20FK%20UII
10. Anias CR. Epistaxis. Otorrhinolaryngology [serial online] cited 2009 Mar 4
Available from :http://www.medstudents.com.br/otor/otor3.htm
11. Menkes RI. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
2014 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Primer
12. Nguyen QA. Epistaxis Clinical Presentation [serial online] 2015 (diunduh 6
Juni
2015).
Tersedia
dari:
URL:
http://emedicine.medscape.com/article/863220-overview
HYPERLINK