Anda di halaman 1dari 43

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Gagal ginjal adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversibel

dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan


keseimbangan cairan dan elektrolit yang dapat menyebabkan uremia yaitu retensi
cairan dan natrium dan sampah nitrogen lain dalam darah (Smeltzer, 2002).
Gagal ginjal akut (GGA) adalah suatu sindrom klinis yang di tandai dengan
penurunan mendadak (dalam beberapa jam sampai beberapa hari) laju filtrasi
glomerulus (GFR), di sertai akumulasi nitrogen sisa metabolisme (ureum dan
kreatinin). Laju filtrasi gromelurus yang menurun dengan cepat menyebabkan kadar
kreatinin serum meningkat sebanyak 0,5 mg/dl/hari dan kadar nitrogen urea darah
sebanyak 10 mg/dl/hari dalam beberapa hari. ARF biasanya disertai oleh oligurea
(keluaran urine < 400 ml/hari). Gagal ginjal akut adalah sindrom yang terdiri dari
penurunan kemampuan filtrasi ginjal (jam sampai hari), retensi produk buangan dari
nitrogen, gangguan elektrolit dan asam basa. Gagal ginjal akut sering asimtomatik
dan sering didapat dengan tanda peningkatan konsentrasi ureum dan kreatinin.
Gagal ginjal akut berat yang memerlukan dialisis, mempunyai mortalitas tinggi
melebihi 50%. Nilai ini akan meningkat apabila disertai kegagalan multi organ.
Walaupun terdapat perbaikan yang nyata pada terapi penunjang, angka mortalitas
belum berkurang karena usia pasien dan pasien dengan penyakit kronik lainnya.
Di negara maju, angka penderita gangguan ginjal tergolong cukup tinggi. Di
Amerika Serikat misalnya, angka kejadian gagal ginjal meningkat dalam 10 tahun.
Pada 1990, terjadi 166 ribu kasus GGT (gagal ginjal tahap akhir) dan pada 2000
menjadi 372 ribu kasus. Angka tersebut diperkirakan terus naik. Pada 2010,
jumlahnya diestimasi lebih dari 650 ribu (Djoko, 2008).
Hal yang sama terjadi di Jepang. Di Negeri Sakura itu, pada akhir 1996 ada
167 ribu penderita yang menerima terapi pengganti ginjal. Menurut data 2000, terjadi
peningkatan menjadi lebih dari 200 ribu penderita. Berkat fasilitas yang tersedia dan

berkat kepedulian pemerintah yang sangat tinggi, usia harapan hidup pasien dengan
GGA di Jepang bisa bertahan hingga bertahun-tahun. Bahkan, dalam beberapa kasus,
pasien bisa bertahan hingga umur lebih dari 80 tahun. Angka kematian akibat GGA
pun bisa ditekan menjadi 10 per 1.000 penderita. Hal tersebut sangat tidak
mengejutkan karena para penderita di Jepang mendapatkan pelayanan cuci darah
yang baik serta memadai (Djoko, 2008).
Di indonesia GGA pada 1997 berada di posisi kedelapan. Data terbaru dari
US NCHS 2007 menunjukkan, penyakit ginjal masih menduduki peringkat 10 besar
sebagai penyebab kematian terbanyak. Faktor penyulit lainnya di Indonesia bagi
pasien ginjal, terutama GGA, adalah terbatasnya dokter spesialis ginjal. Sampai saat
ini, jumlah ahli ginjal di Indonesia tak lebih dari 80 orang. Itu pun sebagian besar
hanya terdapat di kota-kota besar yang memiliki fakultas kedokteran. Maka, tidaklah
mengherankan jika dalam pengobatan kerap faktor penyulit GGA terabaikan.
Melihat situasi yang banyak terbatas itu, tiada lain yang harus kita lakukan,
kecuali menjaga kesehatan ginjal. Jadi, alangkah lebih baiknya kita jangan sampai
sakit ginjal. Mari memulai pola hidup sehat. Di antaranya, berlatih fisik secara rutin,
berhenti merokok, periksa kadar kolesterol, jagalah berat badan, periksa fisik tiap
tahun, makan dengan komposisi berimbang, turunkan tekanan darah, serta kurangi
makan garam. Pertahankan kadar gula darah yang normal bila menderita diabetes,
hindari memakai obat antinyeri nonsteroid, makan protein dalam jumlah sedang,
mengurangi minum jamu-jamuan, dan menghindari minuman beralkohol. Minum air
putih yang cukup (dalam sehari 2-2,5 liter). (Djoko, 2008).
1.2 Tujuan
Untuk menjelaskan dan mengetahui konsep dasar teori serta bagaimana cara
menyusun asuhan keperawatan pada pada pasien dengan gangguan gagal ginjal baik
yang bersifat akut.
1.3 Manfaat
Dengan adanya makalah ini, diharapkan mahasiswa dapat dapat menambah
wawasan dan informasi dalam penanganan gagal ginjal akut dan mampu
mengaplikasikan asuhan keperawatan pada klien dengan gagal ginjal akut secara
tepat dan benar, serta mampu mengimplementasikannya dalam proses keperawatan.

BAB II
KONSEP TEORITIS
2.1

TINJAUAN TEORITIS MEDIS

A.DEFINISI
Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolic
tubuh atau melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan yang biasanya dieliminasi di
urin menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan ekskresi renal dan
menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolic, cairan, elektrolit, serta asam
basa. Gagal ginjal merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir yang
umum dari berbagai penyakit traktus urinarius dan ginjal (Saifudin, 2010).
Gagal ginjal akut adalah sindrom klinis dimana ginjal tidak lagi mengsekresi
produk-produk limbah metabolisme. Biasanya karena hiperfusi ginjal sindrom ini
biasa berakibat azotemia (uremia), yaitu akumulasi produk limbah nitrogen dalam
darah dan aliguria dimana haluaran urine kurang dari 400 ml / 24 jam (Tambayong,
2000).
Menurut levinsky dan Alexander (1976), gagal ginjal akut terjadi akibat
penyebab-penyebab yang berbeda. Ternyata 43% dari 2200 kasus gagal ginjal akut
berhubungan dengan trauma atau tindakan bedah 26% dengan berbagai kondisi
medic 13%, pada kehamilan dan 9% disebabkan nefrotoksin penyebab GGA dibagi
dalam katagori renal, renal dan pasca renal
Gagal ginjal akut dikenal dengan Acute Renal Fallure (ARF) adalah
sekumpulan gejala yang mengakibatkan disfungsi ginjal secara mendadak (Nursalam,
2006).
Gagal ginjal akut (GGA) adalah suatu keadaan fisiologik dan klinik yang
ditandai dengan pengurangan tiba-tiba glomerular filtration rate (GFR) dan
perubahan kemampuan fungsional ginjal untuk mempertahankan eksresi air yang
cukup untuk keseimbangan dalam tubuh. Atau sindroma klinis akibat kerusakan
metabolik atau patologik pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi yang
nyata dan cepat serta terjadinya azotemia.

Gagal Ginjal Akut adalah kemunduran yang cepat dari kemampuan ginjal
dalam membersihkan darah dari bahan-bahan racun yang menyebabkan penimbunan
limbah metabolik di dalam darah (misalnya urea).
2.2

Etiologi
Sampai saat ini para praktisi klinik masih membagi etiologi gagal ginjal akut

dengan tiga kategori meliputi :


a. Prarenal
Kondisi prarenal adalah masalah aliran darah akibat hipoperpusi ginjal dan turunnya
laju filtrasi glomeruls. Gagal ginjal akut Prerenal merupakan kelainan fungsional,
tanpa adanya kelainan histologik atau morfologik pada nefron. Namun bila
hipoperfusi ginjal tidak segera diperbaiki, akan menimbulkan terjadinya nekrosis
tubulat akut (NTA). Kondisi ini meliputi hal-hal sebagai berikut :
1) Hipovolemik (perdarahan postpartum, luka bakar, kehilangan cairan dari
gastrointestinal pankreatitis, pemakaian diuretik yang berlebih)
2) Fasodilatasi (sepsis atau anafilaksis)
3)

Penurunan curah jantung (disaritmia, infark miokard, gagal jantung, syok

kardioenik dn emboli paru)


4) Obstruksi pembuluh darah ginjal bilateral (emboli, trombosis)
b. Renal
Pada tipe ini Gagal Ginjal Akut timbul akibat kerusakan jaringan ginjal. Kerusakan
dapat terjadi pada glomeruli atau tubuli sehingga faal ginjal langsung terganggu.
Dapat pula terjadi karena hipoperfusi prarenal yang tak teratasi sehingga
mengakibatkan iskemia, serta nekrosis jaringan ginjal Prosesnya dapat berlangsung
cepat dan mendadak, atau dapat juga berlangsung perlahanlahan dan akhirnya
mencapai stadium uremia. Kelainan di ginjal ini dapat merupakan kelanjutan dari
hipoperfusi prarenal dan iskemia kemudian menyebabkan nekrosis jaringan ginjal.
Beberapa penyebab kelainan ini adala :
1) Koagulasi intravaskuler, seperti pada sindrom hemolitik uremik, renjatan sepsis
dan renjatan hemoragik.

2)

Glomerulopati (akut) seperti glomerulonefritis akut pasca sreptococcus, lupus

nefritis, penolakan akut atau krisis donor ginjal.


3) Penyakit neoplastik akut seperti leukemia, limfoma, dan tumor lain yang langsung
menginfiltrasi ginjal dan menimbulkan kerusakan.
4) Nekrosis ginjal akut misal nekrosis tubulus akut akibat renjatan dan iskemia lama,
nefrotoksin (kloroform, sublimat, insektisida organik), hemoglobinuria dan
mioglobinuria.
5) Pielonefritis akut (jarang menyebabkan gagal ginjal akut) tapi umumnya
pielonefritis kronik berulang baik sebagai penyakit primer maupun sebagai
komplikasi kelainan struktural menyebabkan kehilangan faal ginjal secara progresif.
6) Glomerulonefritis kronik dengan kehilangan fungsi progresif.
c.Pascarenal / Postrenal
GGA pascarenal adalah suatu keadaan dimana pembentukan urin cukup, namun
alirannya dalam saluran kemih terhambat. Etiologi pascarenal terutama obstruksi
aliran urine pada bagian distal ginjal, ciri unik ginjal pasca renal adalah terjadinya
anuria, yang tidak terjadi pada gagal renal atau pre-renal. Kondisi yang umum adalah
sebagai berikut :
1) Obstruksi muara vesika urinaria: hipertropi prostat< karsinoma
2)

Obstruksi ureter bilateral oleh obstruksi batu saluran kemih, bekuan darah atau

sumbatan dari tumor (Tambayong, 2000).

2.3 Klasifikasi
Tabel Klasifikasi GGA menurut The Acute Dialysis Quality Initiations Group (Roesli
R, 2007).
Peningkatan Kadar Serum Penurunan Laju Filtrasi

Kategori

Cr

Glomerulus

Risk

>1,5 kali nilai dasar

>25% nilai dasar

Injury

>2,0 kali nilai dasar

>50% nilai dasar

Failure

>3,0 kali nilai dasar


>75% nilai dasar
Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 4

Loss

Kriteria Urine Output


<0,5 mL/kg/jam,
>6 jam
<0,5 mL/kg/jam,
>12 jam
<0,3 mL/kg/jam, >24 jam

Minggu
Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 3

End stage

Bulan

2.4 Manifestasi Klinis


Menurut Smeltzer (2002) terdapat empat tahapan klinik dan gagal ginjal akut,
yaitu periode awal, periode oligunia, periode diuresis, dan periode perbaikan. Gagal
ginjal akut azotemia dapat saja terjadi saat keluaran urine lebih dari 400 ml/24 jam.
a.

Periode awal dengan awitan awal dan diakhiri dengan terjadinya oliguria.

b.

Stadium oliguria

Periode oliguria (volume urine kurang dari 400 ml/24 jam) disertai dengan
peningkatan konsentrasi serum dan substansi yang biasanya diekskresikan oleh ginjal
(urea, kreatinin, asam urat, serta kation intraseluler-kalium dan magnesium). Jumlah
urine minimal yang diperlukan untuk membersihkan produk sampah normal tubuh
adalah 400 ml. Oliguria timbul dalam waktu 24-48 jam sesudah trauma dan disertai
azotemia. Pada bayi, anak-anak berlangsung selama 35 hari. Terdapat gejala-gejala
uremia (pusing, muntah, apatis, rasa haus, pernapasan kusmaul, anemia, kejang),
hiperkalemi, hiperfosfatemi, hipokalsemia, hiponatremia, dan asidosis metabolik.
c.Stadium diuresis
Periode diuresis, pasien menunjukkan peningkatan jumlah urine secara bertahap,
disertai tanda perbaikan filtrasi glomerulus. Meskipun urine output mencapai kadar
normal atau meningkat, fungsi renal masih dianggap normal. Pasien harus dipantau
dengan ketat akan adanya dehidrasi selama tahap ini, jika terjadi dehidrasi, tanda
uremik biasanya meningkat.
1)Stadium GGA dimulai bila keluaran urine lebih dari 400 ml/hari
2)Berlangsung 2-3 minggu
3)Pengeluaran urine harian jarang melebihi 4 liter, asalkan pasien tidak mengalami
hidrasi yang berlebih
4)Tingginya kadar urea darah
5)Kemungkinan menderita kekurangan kalium, natrium dan air
6)Selama stadium dini dieresis, kadar BUN mungkin meningkat terus
d. Stadium penyembuhan
Stadium penyembuhan GGA berlangsung sampai satu tahun, dan selama itu anemia
dan kemampuan pemekatan ginjal sedikit demi sedikit membaik. Nilai laboratorium
akan kembali normal.
Gejala klinis yang terjadi pada penderita GGA, yaitu:
1)Penderita tampak sangat menderita dan letargi disertai mual, muntah, diare, pucat
(anemia), dan hipertensi.
2)Nokturia (buang air kecil di malam hari).

3)Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki. Pembengkakan yang


menyeluruh (karena terjadi penimbunan cairan).
4)Berkurangnya rasa, terutama di tangan atau kaki.
5) Tremor tangan.
6) Kulit dari membran mukosa kering akibat dehidrasi.
7) Nafas mungkin berbau urin (foto uremik), dan kadang-kadang dapat dijumpai
adanya pneumonia uremik.
8) Manisfestasi sistem saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan kejang).
9) Perubahan pengeluaran produksi urine (sedikit, dapat mengandung darah, berat
jenis sedikit rendah, yaitu 1.010 gr/ml)
10) Peningkatan konsentrasi serum urea (tetap), kadar kreatinin, dan laju endap darah
(LED) tergantung katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal, serta asupan
protein, serum kreatinin meningkat pada kerusakan glomerulus.
11)Pada kasus yang datang terlambat gejala komplikasi GGA ditemukan lebih
menonjol yaitu gejala kelebihan cairan berupa gagal jantung kongestif, edema paru,
perdarahan

gastrointestinal berupa hematemesis, kejang-kejang dan kesadaran

menurun sampai koma.

2.6

Patofisiologi
Meskipun sudah ada kesepakatan mengenai patologi kerusakan ginjal ARF

(acute renal fallure) tipe NTA (necrosis tubular acute), tetapi masih ada kontroversi
mengenai patogenitas penekanan fungsi ginjal dan oliguria yang biasanya menyertai.
Sebagian besar konsep modern mengenai faktor-faktor penyebab mungkin
didasarkan pada penyelidikan menggunakan model hewan percobaan, dengan
menyebabkan gagal ginjal akut nefrotoksik melalui penyuntikan merkuri klorida,
uranil sitrat, atau kromat, sedangkan kerusakan iskemik ditimbulkan renalis.
Menurut Price, (2005) ada beberapa kondisi yang menjadi faktor predisposisi
yang dapat menyebabkan pengurangan aliran darah renal dan gangguan fungsi ginjal,
yaitu sebagai berikut :
a.

Obstruksi tubulus

b.

Kebocoran cairan tubulus

c.

Penurunan permeabilitas glomerulus

d. Disfungsi vasomotor
e.

Umpan balik tubulo-glomerulus


Tidak satupun dari mekanisme diatas yang dapat menjelaskan semua aspek

ARF (acute renal fallure) tipe NTA (necrosis tubular acute) yang bervariasi itu
(schrier, 1986).
Teori obstruksi tubulus menyatakan bahwa NTA (necrosis tubular acute)
mengakibatkan deskuamasi sel tubulus nekrotik dan bahan protein lainnya, dan
kemudian

membentuk

silinder-silinder

dan

menyumbat

lumen

tubulus.

Pembengkakan seluler akibat iskemia awal, juga ikut menyokong terjadinya


obstruksi dan memperberat iskemia. Tekanan intratubulus menigkat, sehingga
tekanan filtrasi glomerulus menurun. Obstruksi tubulus dapat merupakan faktor
penting pada ARF (acute renal fallure) yang disebabkan oleh logam berat, etilen
glikol, atau iskemia berkepanjangan.
Hipotesis kebocoran tubulus mengatakan bahwa filtrasi glomerulus terus
berlangsung normal tetapi cairan tubulus bocor keluar dari lumen melalui sel-sel
tubulus yang rusak dan masuk ke dalam sirkulasi peritubular. Kerusakan membrane
basalis dapat terlihat pada NTA (necrosis tubular acute) yang berat, yang merupakan
dasar anatomic mekanisme ini.
Meskipun sindrom NTA (necrosis tubular acute)

menyatakan adanya

abnormalitas tubulus ginjal, bukti-bukti terakhir menyatakan bahwa dalam keadaankeadaan tertentu sel-sel endotel kapiler glomerulus dan /atau sel-sel membrane
basalis mengalami perubahan yang mengakibatkan menurunnya permeabilitas luas
permukaan filtrasi. Hal ini mengakibatkan penurunan ultrafiltasi glomerulus.
Aliran darah ginjal total (RBF) dapat berkurang sampai 30% dari normal pada
ARF oliguria. Tingkat RBF ini cocok dengan GFR (glomerular filtration rate) yang
cukup besar. Pada kenyataannya, RBF pada gagal ginjal kronik sering sama
rendahnya atau lebih rendah dari pada bentuk akut, tetapi fungsi ginjal masih
memadai atau berkurang. Selain itu, bukti-bukti percobaan membuktikan bahwa RBF
harus kurang dari 5% sebelum terjadi kerusakan parenkim ginjal (merriill, 1971).

Dengan demikian hipoperfusi ginjal saja tidak menyebabkan penurunan GFR


dan lesi-lesi tubulus yang terjadi pada ARF (acute renal fallure). Meskipun demikian,
terdapat bukti perubahan bermakna pada distribusi aliran darah intrarenal dari
korteks ke medulla selama hipotensi akut dan memanjang. Pada ginjal normal, kirakira 90% darah didistribusikan ke korteks (glomeruli) dan 10% menuju ke medulla.
Dengan demikian ginjal dapat memekatkan urin dan menjalankan fungsinya.
Sebaliknya pada ARF perbandingan antara distribusi korteks dan medulla ginjal
menjadi terbalik, sehingga terjadi iskemia relative pada korteks ginjal. Kontriksi
arteriol aferen merupakan dasar vascular dari penurunan laju filtrasi glomerulus
(GFR).
Iskemia ginjal akan mengaktifasi sistem renin-angiotensin dan memperberat
iskemia korteks setelah hilangnya rangsangan awal. Kadar renin tertinggi ditemukan
pada korteks luar ginjal, tempat terjadinya iskemia paling berat selama
berlangsungnya ARF (acute renal fallure) pada hewan maupun manusia (schrier,
1996).
Beberapa penulis mengajukan teori mengenai prostaglandin dalam disfungsi
vasomotor pada ARF (acute renal fallure). Dalam keadaan normal, hipoksia ginjal
merangsang sintesis prostaglandin E dan prostaglandin A (PGE dan PGA) ginjal
(vasodilator yang kuat), sehingga aliran darah ginjal diredistribusi ke korteks yang
mengakibatkan diuresis. Agaknya, iskemia akut yang berat atau berkepanjangan
dapat menghambat sintesis prostaglandin ginjal tersebut. Penghambat prostaglandin
seperti aspirin diketahui dapat menurunkan RBF pada orang normal dan dapat
menyebabkan NTA (necrosis tubular acute) (Harter, martin, 1982).
Umpan balik tubuloglomerulus merupakan suatu fenomena saat aliran ke
nefron distal diregulasi oleh reseptor dalam makula densa tubulus distal, yang
terletak berdekatan dengan ujung glomerulus. Apabila peningkat aliran filtrate
tubulus kea rah distal tidak mencukupi, kapasitas reabsorbsi tubulus distal dan duktus
kolegentus dapat melimpah dan menyebabkan terjadinya deplesi volume cairan
ekstra sel. Oleh karena itu TGF merupakan mekanisme protektif. Pada NTA (necrosis
tubular acute), kerusakan tubulus proksimal sangat menurunkan kapasitas absorbs
tubulus. TGF diyakini setidaknya berperan dalam menurunnya GFR (glomerular

filtration rate) pada keadaan NTA (necrosis tubular acute) dengan menyebabkan
konstriksi arteriol aferen atau kontriksi mesangial atau keduanya, yang berturut-turut
menurun kan permeabilitas dan tekanan kapiler intraglomerulus. Oleh karena itu,
penurunan GFR akibat TGF dapat dipertimbangkan sebagai mekanisme adaptif pada
NTA.

2.7

Pemeriksaan Penunjang

a.

Darah: ureum, kreatinin, elektrolit, serta osmolaritas

b.

Urin: ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas, dan berat jenis.

c.

Kenaikan sisa metabolisme proteinureum kreatinin dan asam urat.

d.

Gangguan keseimbangan asam basa: asidosis metabolik.

e.

Gangguan

keseimbangan

elektrolit:

hiperkalemia,

hipernatremia

atau

hiponatremia, hipokalsemia dan hiperfosfatemia.


f.

Volume urine biasanya kurang dari 400 ml/24 jam yang terjadi dalam 24 jam

setelah ginjal rusak.


g.

Warna urine: kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb,

Mioglobin, porfirin.
h. Berat jenis urine: kurang dari 1,020 menunjukan penyakit ginjal, contoh:
glomerulonefritis, piolonefritis dengan kehilangankemampuan untuk memekatkan;
menetap pada 1,010 menunjukan kerusakan ginjal berat.

i.

PH Urine: lebih dari 7 ditemukan pada ISK, nekrosis tubular ginjal, dan gagal

ginjal kronik.
j.

Osmolaritas urine: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukan kerusakan ginjal,

dan ratio urine/serum sering.


k.

Klierens kreatinin urine: mungkin secara bermakna menurun sebelum BUN dan

kreatinin serum menunjukan peningkatan bermakna.


l. Natrium Urine: Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/L bila ginjal
tidak mampu mengabsorbsi natrium.
m.

Bikarbonat urine: Meningkat bila ada asidosis metabolik.

n.

SDM urine: mungkin ada karena infeksi, batu, trauma, tumor, atau

peningkatan GF.
o.

Protein: protenuria derajat tinggi (3-4+) sangat menunjukan kerusakan

glomerulus bila SDM dan warna tambahan juga ada. Proteinuria derajat rendah (12+) dan SDM menunjukan infeksi atau nefritis interstisial. Pada NTA biasanya ada
proteinuria minimal.
p.

Warna tambahan: Biasanya tanpa penyakit ginjal ataui infeksi. Warna tambahan

selular dengan pigmen kecoklatan dan sejumlah sel epitel tubular ginjal terdiagnostik
pada NTA. Tambahan warna merah diduga nefritis glomular.
2.8
a.

Pemeriksaan Diagnostik
Elektrokardiogram (EKG)

Perubahan yang terjadi berhubungan dengan ketidakseimbangan elektrolit dan gagal


jantung.
b.

Kajian foto toraks dan abdomen

Perubahan yang terjadi berhubungan dengan retensi cairan.


c.

Osmolalitas serum

Lebih dari 285 mOsm/kg


d.

Pelogram Retrograd

Abnormalitas pelvis ginjal dan ureter


e.

Ultrasonografi Ginjal

Untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista, obstruksi pada saluran
perkemihan bagian atas
f.

Endoskopi Ginjal, Nefroskopi

Untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor
selektif
g.

Arteriogram Ginjal

Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular

2.9
a.

Penatalakasanaan
Penatalaksanaan secara umum adalah:

Kelainan dan tatalaksana penyebab.


1)

Kelainan praginjal. Dilakukan klinis meliputi faktor pencetus keseimbangan

cairan, dan status dehidrasi. Kemudian diperiksa konsentrasi natrium urin, volume
darah dikoreksi, diberikan diuretik, dipertimbngkan pemberian inotropik dan
dopamin.
2)

Kelainan pasca ginjal. Dilakukan pengkajian klinis meliputi apakah kandung

kemih penuh, ada pembesaran prostat, gangguan miksi atau nyeri pinggang. Dicoba
memasang kateter urin, selain untuk mengetahui adanya obstruksi juga untuk
pengawasan akurat dari urin dan mengambil bahan pemeriksaan. Bila perlu
dilakukan USG ginjal.
3)

Kelainan ginjal. Dilakukan pengkajian klinis, urinalinasi, mikroskopik urin, dan

pertimbangkan kemungkinan biopsi ginjal, arteriografi, atau tes lainnya


b.
1)

Penatalaksanaan gagal ginjal


Mencapai dan mempertahankan keseimbangan natrium dan air. Masukan

natrium dibatasi hingga 60 mmol/hari dan cairan cukup 500 ml/hari di luar
kekurangan hari sebelumnya atau 30 mmol/jam di luar jumlah urin yang dikeluarkan
jam sebelumnya. Namun keseimbangan harus tetap diawasi.

2) Memberikan nutrisi yang cukup. Bisa melalui suplemen tinggi kalori atau
hiperalimentaasi intravena. Glukosa dan insulin intravena, penambahan kalium,
pemberian kalsium intravena pada kedaruratan jantung dan dialisis.
3)

Pemberian manitol atau furosemid jika dalam keadaan hidrasi yang adekuat

terjadi oliguria.
4) Mencegah dan memperbaiki infeksi, terutama ditujukan terhadap infeksi saluran
napas dan nosokomial. Demam harus segera harus dideteksi dan diterapi. Kateter
harus segera dilepas bila diagnosis obstruksi kandung kemih dapat disingkirkan.
5)

Mencegah dan memperbaiki perdarahan saluran cerna. Feses diperiksa untuk

adanya perdarahan dan dapat dilakukan endoskopi. Dapat pula dideteksi dari
kenaikan rasio ureum/kreatinin, disertai penurunan hemoglobin. Biasanya antagonis
histamin H (misalnya ranitidin) diberikan pada pasien sebagai profilaksis.
6)

Dialisis dini atau hemofiltrasi sebaiknya tidak ditunda sampai ureum tinggi,

hiperkalemia, atau terjadi kelebihan cairan. Ureum tidak boleh melebihi 30-40
mmol/L. Secara umum continous haemofiltration dan dialisis peritoneal paling baik
dipakai di ruang intensif, sedangkan hemodialisis intermitten dengan kateter
subklavia ditujukan untuk pasien lain dan sebagai tambahan untuk pasien katabolik
yang tidak adekuat dengan dialisis peritoneal/hemofiltrasi.
7)

Monitoring keseimbangan cairan, pemasukan dan pengeluaran cairan atau

makanan, menimbang berat badan, monitoring nilai elektrolit darah, nilai BUN dan
nilai kreatinin.
8)

Penanganan Hiperkalemia. Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan

masalah utama pada gagal ginjal akut; hiperkalemia merupakan kondisi yang paling
mengancam jiwa pada gangguan ini. Oleh karena itu pasien dipantau akan adanya
hiperkalemia melalui serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit serum (nilai kalium
>5.5 mEq/L; SI: 5.5 mmol/L), perubahan EKG (tinggi puncak gelombang T rendah
atau sangat tinggi), dan perubahan status klinis. Peningkatan kadar kalium dapat
dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin (natrium polistriren sulfonat), secara
oral atau melalui retensi enema.
2.10

Komplikasi

a.

Jantung: edema paru, aritmia, efusi pericardium.

b.

Gangguan elektrolit: hyperkalemia, hiponatremia, asidosis.

c.

Neurologi: iritabilitas neuromuskuler, flap, tremor, koma, gangguan kesadaran,

kejang.
d.

Gastrointestinal: nausea, muntah, gastritis, ulkus peptikum, perdarahaan

gastrointestinal.
e.

Hematologi: anemia, diathesis hemoragik.

f.

Infeksi: pneumonia, septikemis, infeksi nosocomial.

LANDASAN TEORITIS KEPERAWATAN


3.1
a.

Pengkajian
Pengkajian Anamnesis

Pada pengakajian anamnesis data yang diperoleh yakni identitas klien dan identitas
penanggung jawab, identitas klien yang meliputi nama, usia, jenis kelamin,
pekerjaan, serta diagnosa medis. Penyakit Gagal Ginjal Akut dapat menyerang pria
maupun wanita dari rentang usia manapun, khususnya bagi orang yang sedang
menderita penyakit serius, terluka serta usia dewasa dan pada umumnya lanjut usia.
Untuk pengkajian identitas penanggung jawab data yang didapatkan yakni meliputi
nama, umur, pekerjaan, hubungan dengan si penderita.
b. Riwayat Kesehatan
1.

Keluhan Utama

Keluhan utama yang sering adalah terjadi penurunan produksi miksi.


2.

RiwayatPenyakit Sekarang

Pengkajian ditujukan sesuai dengan predisposisi etiologi penyakit terutama pada


prerenal dan renal. Secara ringkas perawat menanyakan berapa lama keluhan
penurunan jumlah urine output dan apakah penurunan jumlah urine output tersebut

ada hubungannya dengan predisposisi penyebab, seperti pasca perdarahan setelah


melahirkan, diare, muntah berat, luka bakar luas, cedera luka bakar, setelah
mengalami episode serangan infark, adanya riwayat minum obat NSAID atau
pemakaian antibiotik, adanya riwayat pemasangan tranfusi darah, serta adanya
riwayat trauma langsung pada ginjal.
3.

Riwayat Penyakit Dahulu

Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang
berulang, penyakit diabetes melitus dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya
yang menjadi predisposisi penyebab pasca renal. Penting untuk dikaji tentang riwayat
pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat dan
dokumentasikan.
4.

Riwayat Penyakit Keluarga

Tanyakan adanya riwayat penyakit ginjal dalam keluarga.


c.

Pemeriksaan Fisik

1.

Keadaan umum dan TTV

Keadaan umum klien lemah, terlihat sakit berat, dan letargi. Pada TTV sering
didapatkan adanya perubahan, yaitu pada fase oliguri sering didapatkan suhu tubuh
meningkat, frekuensi denyut nadi mengalami peningkatan dimana frekuensi
meningkat sesuai dengan peningkatan suhu tubuh dan denyut nadi. tekanan darah
terjadi perubahan dari hipetensi rinagan sampai berat.
2.

Pemeriksaan Pola Fungsi

a)

B1 (Breathing).

Pada periode oliguri sering didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan napas
yang merupakan respons terhadap azotemia dan sindrom akut uremia. Klien bernapas
dengan bau urine (fetor uremik) sering didapatkan pada fase ini. Pada beberapa
keadaan respons uremia akan menjadikan asidosis metabolik sehingga didapatkan
pernapasan kussmaul.
b) B2 (Blood).

Pada kondisi azotemia berat, saat perawat melakukan auskultasi akan menemukan
adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi perikardial sekunder dari
sindrom uremik. Pada sistem hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia
yang menyertai gagal ginjal akut merupakan kondisi yang tidak dapat dielakkan
sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik,
penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran G1.
Adanya penurunan curah jantung sekunder dari gangguan fungsi jantung akan
memberat kondisi GGA. Pada pemeriksaan tekanan darah sering didapatkan adanya
peningkatan.
c)

B3 (Brain).

Gangguan

status

mental,

penurunan

lapang

perhatian,

ketidakmampuan

berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran (azotemia,


ketidakseimbangan elektrolit/asam/basa). Klien berisiko kejang, efek sekunder akibat
gangguan elektrolit, sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang biasanya akan
didapatkan terutama pada fase oliguri yang berlanjut pada sindrom uremia.
d) B4 (Bladder).
Perubahan pola kemih pad aperiode oliguri akan terjadi penurunan frekuensi dan
penurunan urine output <400 ml/hari, sedangkan pada periode diuresis terjadi
peningkatan yang menunjukkan peningkatan jumlah urine secara bertahap, disertai
tanda perbaikan filtrasi glomerulus. Pada pemeriksaan didapatkan perubahan warna
urine menjadi lebih pekat/gelap.
e)

B5 (Bowel).

Didapatkan adanya mual dan muntah, serta anoreksia sehingga sering didapatkan
penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
f)

B6 (Bone).

Didapatkan adnaya kelemahan fisik secara umum efek sekunder dari anemia dan
penurunan perfusi perifer dari hipetensi.

d. Pemeriksaan Diagnostik
1.

Laboratorium
Urinalisis didapatkan warna kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan adanya

darah, Hb, dan myoglobin. Berat jenis <1.020 menunjukkan penyakit ginjal, pH urine
>7.00 menunjukkan ISK, NTA, dan GGK. Osmolalitas kurang dari 350 mOsm/kg
menunjukkan kerusakan ginjal dan rasio urine : serum sering 1 : 1.
Pemeriksaan BUN dan kadar kreatinin. Terdapat peningkatan yang tetap
dalakm BUN dan laju peningkatannya bergantung pada tingkat katabolisme
(pemecahan protein), perfusi renal dan masukan protein. Serum kratinin meningkat
pada kerusakan glomerulus. Kadar kreatinin serum bermanfaat dalam pemantauan
fungsi ginjal dan perkembangan penyakit.
Pemeriksaan elektrolit. Pasien yang mengalami penurunan lajut filtrasi
glomerulus

tidak

mampu

mengeksresikan

kalium.

Katabolisme

protein

mengahasilkan pelepasan kalium seluler ke dalam cairan tubuh, menyebabkan


hiperkalemia berat. Hiperkalemia menyebabkan disritmia dan henti jantung.
Pemeriksan pH. Pasien oliguri akut tidak dapat emngeliminasi muatan
metabolik seperti substansi jenis asam yang dibentuk oleh proses metabolik normal.
Selain itu, mekanisme bufer ginjal normal turun. Hal ini ditunjukkan dengan adanya
penurunan kandungan karbon dioksida darah dan pH darah sehingga asidosis
metabolik progresif menyertai gagal ginjal.
e.

Penatalaksanaan Medis

Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan dan mencegah komplikasi,


yang meliputi hal-hal sebagai berikut:
1.

Dialisis. Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut

yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki


abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat dikonsumsi
secara

bebas;

menghilangkan

kecenderungan

perdarahan

dan

membantu

penyembuhan luka.
2.

Koreksi hiperkalemi. Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan

pemberian ion pengganti resin (natrium polistriren sulfonat), secara oral atau melalui

retensi enema. Natrium polistriren sulfonat bekerja dengan mengubah ion kalium
menjadi natrium di saluran intenstinal.
3. Terapi cairan
4.

Diet rendah protein, tinggi karbohidrat

5.

Koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat dan dialisis

No
1.

Data
DS : Biasanya pasien mengeluh
pengeluaran urin yang sedikit

Etiologi
Kerusakan fungsi

Masalah
Kelebihan

ginjal

volume cairan

Anemia dan nyeri

Intoleransi

sendi sekunder

aktivitas

tapi sering
DO : Adanya edema, TD lebih
besar dari 140/90 mmHg,
nadi kuat, natrium serum
dibawah rentang normal.
2.

DS: Biasanya pasien mengeluh


lelah dan nyeri sendi
DO : lelah, lemah, (malaise),
kurang energy, takipnue dan

terhadap gagal
ginjal

takikardia dan pekerjaan fisik


normal
DO : Biasanya pasien

Kurangya

mengungkapkan pemahaman

pengetahuan

tentang kondisinya

tetnang kondisi

DS: Wajahnya tegang, gugup dan

Ansietas

takut
Diagnosa yang muncul
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemi dan nyeri sendir sekunder
terhadap gagal ginjal
3. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi.

RENCANA KEPERAWATAN

N
O

1.

PERENCANAAN

DIAGNOSA
KEPERAWATAN

TUJUAN

TINDAKAN

Kelebihan volume cairan BHD Terpenuhnya kebutuhan cairan 1. Pantau kreatinin dan
kerusakan fungsi ginjal yang
BUN serum konsul
KH
ditandai dengan :
dengan dokter
DO : Biasanya pasien
mengeluh pengeluaran urine
yang sedikit tapi sering

Pengeluaran urine normal

Tidak ada edema

DS : Adanya edema, TD lebh


besar dari 140 / 90 mmHg nadi
kuat, natrium serum dibawah
rentang normal.
-

TD normal
Nadi normal

Kalium serum diatas


5,5 m Egll

Edema pulmoner
(nadi kuat cepat)

Perubhan pada status


mental dengan
peningkatan BUN
dan kreatinin serum

Siapkan pasien untuk


dialiasa sesuai
program

Natrium serum dalam


rentang normal

RASIONALISASI
1.Perubahan ini menunjukkan
dialisa segera

2. Rujuk pasien ke ahli diet


untuk penyuluhan diet
dan bantuan dalam
merencanakan makanan
untuk kebutuhan
modifikasi dalam
protein, kalium, fosfor,
natrium dan kalori
2.Ahli diet adalah spesialis
nutrisi dan dapat
menjelaskan alasan untuk
modifikasi diet relatif
terhadapp gagal ginjal dan
dapat membantu pasien
3. Jangan memberi obatdalam merencanakan
obatan sampai setelah
makanan untuk memenuhi
dialisa. Bila TD tetap
kebutuhan nutrisi daam
dibawah 90/140 mmHg
batasan yang diprogramkan
lanjutkan untuk tidak
memberikan anti
hispertensi dan sampai
3.Kebanyakan obat-obatan
TD dalam rentang
dikeluarkan melalui dialisa
normal
2

Intolerasi aktivitas BHD

Pasien dapat melakukan

1. Patau

1. Untuk mengidentifikasi

anemia dan nyeri sendi


sekunder terhadap gagal ginjal
yang ditandai dengan :

aktivitas

DO : Biasanya pasien
mengeluh lelah, dan nyeri
sendi

DS : lelah, kurang energi,


takipnue takikardi, pekerjaan
fisik minimal

Berkurangnya keluhan
lelah, lemah dan nyeri
sendi

Peningkatan B setiap
hari

Kreatinin dan BUN


serum

Frekuensi jantung kembali


dalam rentang normal

Laporan tentang lebihnya


energi

Jumlah makanan
yang dikonsumsi
dalam setiap makan

Nilai protein serum

Masukan dan
haluaran

Hasil kalsium serum


dan kadar fosfat

KH

2. Konsul dengan dokter


bila keluhan kelelhan
menetap

indikasi perkembangan atau


penyimpangan dari hasil
yang diharapkan

2. Ini dapat menandakan


kemajuan kerusakan ginjal

dan perlunya penilaian


tambahan dalam terapi

3. Mungkinkan periode
istirahat sepanjang hari 3. Istirahat memungkinkan
bantu pasien dalam
tubuh untuk menyimpan
merencanakn periode
energi yang digunakan oleh
istirahat bila siap untuk
aktivitas
pulang dengan meninjau
ulang rutinitas di rumah
setiap hari

4. Bantu pasien dalam


merencanakan jadwal
aktivitas setiap hari
untuk menghindari
immobilisasi dan
kelelahan

- Immobilisasi meningkatkan
resorpsi kalsium dari tulang

3.

Ansietas BHD kurang


pengetahuan tentang kondisi
pemeriksaan diagnostik dan
rencana tindakan ditandai
dengan :

Pasien dapat mengerti tentang


kondisinya :
KH :
-

Mengungkap pemahaman
tentang kondisi,
pemeriksaan diagnostik
rencana tindakan

Wajah tidak tegang, takut


dan gugup

DO : Biasanya pasien
mengungkapkan kurang
pemahanan tentang kondisinya
DO : Wajah tegang gugup dan
takut

1. Berikan informasi
tentang
a. Sifat gagal ginjal
jamin pasien
memahami bahwa
gagal ginjal dapat
pulih dengan lama
tindakan diperlukan
untuk
mempertahankan
fungsi tubuh normal

b. Pemeriksaan
diagnotik
c. Tujuan terapi yang
diprogramkan

1. Pasien sering tidak


memahami bahwa dialisa
akan diperlukan selamanya
bila gagal ginjal tidak
dapat pulih memberi
pasien informasi
mendorong partisipasi
dalam pengambilan
keputusan dan membantu
mengembangkan
kepatuhan dan
kemandirian maksimum

2. Sediakan waktu untuk


pasien dan orang
terdekat masalah dan
perasaan tentang
perubahan gaya hidup
yang akan diperlukan
untuk memilih terapi

2. Pengekpresian perasaan
membantu mengurangi
ansietas. Tindakan untuk
gagal ginjal berdampak
pada seluruh keluarga.

BAB III
TINJAUAN KASUS
1.1.

Kasus
Tn .A 6O thn dating ke RS dengan keluhan jumlah urine sedikit, dan
berkemih hanya 2-3x sehari, pucat (anemis), mual, muntah, dan tidak nafsu
makan, nafas berat bila banyak minum ,atau melakukan kerja berat, merasa sangat
lemah, Klien mengatakan pernah mengalami luka bakar hingga 50% tubuhnya 1
tahun yang lalu (derajat 111), setelah dilakukan pemeriksaan fisik diperoleh
tampak penimbunan cairan seluruh tubuh ( oedemanasarka), konjungtiva
pucat,nafas berbau urea, mukosa dan kulit tanpa kering. BB 45kg sekarang, BB
40kg dahulu, TTV diperoleh TD: 160/100 mmhg, S: 38 C, RR: 2x/i.pemeriksaan
laboratorium ditemukan ureum darah 60mg/dl, kreatinin darah 5mg/dl,HB 10
gr/dl. BUN : 10-20mg/dl, Albumin 1,9 mg/dl

1.2.

Pengkajian
FORMAT DOKUMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN


Pengkajian dilakukan pada tanggal 13 mei 2013 pukul 09.30 WIB diruang penyakit
dalam No.4 lantai 2 RS Umum Jakarta. Pengkajian dilakukan dengan teknik
wawancara dengan pasien dan keluarga pasien dan pemeriksaan fisik terhadap
pasien :
a Identitas Pasien/Biodata
Nama

: Tn.A

Umur

: 60 thn

Jenis kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Status perkawinan

: Menikah

Suku/bangsa

: Melayu/indonesia

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: Swasta

Alamat

: Jln. Lintas timur kec sekernan

Tgl masuk rumah sakit

: 13 mei 2013, pukul 07.20 WIB

Dx medis

: Gagal ginjal akut

b Identitas penanggung jawab


Nama

: Nn.z

Umur

: 30 thn

Jenis kelamin

: Perempuan

Suku/bangsa

: Melayu/indonesia

Agama

: Islam

Pekerjaan

: PNS

Yang Hub dengan klien

: Anak

No. yang mudah dihub

: 081994722061

Keluhan Utama
Jumlah urine sediikit, pucat (anemis), mual, muntah dan tidak nafsu makan,
nafas berat bila banyak minum, atau melakukan kerja berat, merasa sangat
lemah.

d Riwayat kesehatan saekarang


Klien mengeluh jumlah urine sedikit, dan berkemi hanya 2-3x sehari,
mual, muntah, dan tidak nafsu makan, nafas berat bila banyak minum, atau
melakukan kerja berat, merasa sangat lemah,klien mengeluh jumlah urine
sedikit, dan berkemih hanya 2-3x sehari, klien juga mengatakan bahwa nafasnya
berat bila banyak minum atau melakukan kerja berat,dan mersa sangat lemah,
klien juga pengalami penimbunan cairan diseluruh tubuh, dan mengalami luka
bakar diseluruh tubuh, klien berkemih hanya 2-3x sehari.
e

Riwayat kesehatan dahulu


Klien mengtakan bahwa dia pernah mengalami luka bakar 1 tahun yang lalu
dengan luas 50% tubuhnya dan klien dirawat di RS.

Riwayat kesehatan keluarga.


Klien mengatakan keluarga tidak mengalami penyakit yang sama

Pemeriksaan fisik
1. Kepala
Inspeksi : Rambut beruban dan bersih..
Palpasi : Benjolan tidak ada, rambut tidak kasar
2. Muka
Inspeksi : Wajah oval,edema, bersih,sianosis tidak ada
Palpasi : Wajah oedema
3. Mata
Inspeksi : palpebia edema (kiri/kanan), konjungtiva anemis (kiri/kanan),
pupilisokor sclera ikterus (kiri/kanan), reflek cahaya positif.pengihatan
kabur.
4. Telinga
Inspeksi : Tidak ada serumen (kirii/kanan),bentuk simetris (kiri/kanan)

Palpasi : Tidak ada benjolan (kiri/kanan), nyeri (-/-)


5. Hidung
Inspeksi : Tidak ada secret, pernafasn menggunakan cuping hidung,
lubang hidung mengembang.
Palpasi: benjlan tidak ada, nyeri tidak ada.
6. Mulut dan faring
Inspeksi : Mukosa bibir kering, gigi lengkap, caries (-), lidah agak putih,
nafas bau urea.
7. Leher
Inspeksi:
- Tidak ada pembesaran vena jugularis
Palpasi:
- Tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid
8. Thoraks
Inspeksi : Gerakan simitris (kiri/kanan), tidak ada jejas,
Palpasi : Tidak ada benjolan di thorax (kiri/kanan), vocalfremitus tidak
ada
Perkusi : Resonan (kiri/kanan)
Auskultasi : rhonchi +/+ pada basal paru, wheezing -/-..
9. Jantung
Inspeksi : ictus cordis
Palpasi : Batas jantung kiri ics 2 sternal kiri dan ics 4 sternal kiri, batas
kananics 2 sternal kanan dan ics 5 mid axilla kanan, capillary refill 2
3detik.
Perkusi : Dullness.
Auskultasi : Bunyi s1 dan s2 tunggal, gallop (-), mumur (-).
10 Abdomen
Inspeksi : Tidak ada benjolan.
Auskultasi : Bising usus 8-15x/i
Palpasi : tdak mengalami nyeri
Perkusi : Tympani
11. Ekstremitas (atas dan bawah)
Inspeksi:
Tangan:
- Terlihat adanya oedem (kiri/kanan)
- Terlihat adnya bekas luka bakar (kiri/kanan)
- Kulit tampak kering (kiri/kanan)
Kaki :
- Terlihat adanya oedem (kiri/kanan)
- Terlihat adnya bekas luka bakar (kiri/kanan)
- Kulit tampak kering (kiri/kanan)

Palpasi:
-

Teraba adanya massa, karena adanya penimbunan cairan

h Eliminasi
Klien mengatakan jumlah urine sedikit 2-3x sehari
Klien mengatakan penurunan haluaran urine
i

Neorosensori
Klien mengatakan Sakit kepala, penglihatan kabur, tonus otot , fremor

Nutrisi
Klien mengatakan Anoreksia, mual, muntah, dan hanya menghabiskan

porsi makan
k Interaksi sosial
Klien tidak dapat bekeja dengan berat sebelum dibawa ke rumah sakit, dan
l

iinteraksi terhadap masyarakat di sekitarnya baik.


Pemeriksaan Hematologi:
ureum darah 60mg/dl,
kreatinin darah 5mg/dl,
HB 10 gr/dl.
BUN : 10-20mg/dl,
Albumin 1,9 mg/dl

1.3. Pengelompokkan data


Data subjektif:
-

Klien mengatakan berkemih hanya 2-3x sehari, mual, muntah dan tidak nafsu
makan

Klien mengatakan nafas berat jika banyak minum, bila melakukan kerja berat
merasa sangat lemah.

Klien mengatakan pernah mengalami luka bakar hingga 50% tubuhnya satu
tahun yang lalu.

Klien mengatakan hanya menghabiskan porsi makan biasanya.

Klien mengatakan nafasnya berat dan sesak dirasakan.

Klien mengatakan banyak minum atau melakukan kerja berat nafasnya sesak.

Klien mengatakan mengatakan tubuhnya terasa sangat lemah.

Data objektif:

Tampak penimbunan cairan (eodem anasarka)


Konjungtifa tampak pucat/anemis
Mukosa bibir dan kulit tampak kering
BB dahulu 40kg, BB sekarang 45kg
TTV: TD:130/80mmHg, S 38 C, RR 24X/i,
Pemeriksaan laboratorium: ditemukan ureum darah 60mg/dl, kreatinin darah 5

mg/dl, HB 10gr/dl.
Nafas berbau urea

1.4. Analisa Data

No
1.

Ds :

Data

Etiologi
Masalah
Penurunana fungsi Kelebihan volume

Klien mengeluh jumlah urine sedikit

ginjal

cairan.

Klien mengatakan berkemih hanya 2-

Ds :

Anoreksia

Perubahan nutrisi

Mual,muntah

kurang dari

3 kali dalam sehari

Klien mengatakan pernah mengalami


luka bakar hingga 50% tubuhnya.

Do :

Tampak penimbunan cairan pada


tubuh (oedema anasarka)

2.

Konjungtiva Anemis

Mukosa dan kulit tampak kering

BB 45kg sekarang,BB 40kg dahulu

TD: 160/100 mmhg

S: 38

Ureum darah 60 mg/dl

Kreatinin darah 5mg/dl

Klien mengeluh mual, muntah dan


tidak nafsu makan

Klien mengatakan hanya


menghabiskan porsi makan
biasanya

Klien juga mengatakan tubuhnya


terasa sangat lemah

Do :

Nafas berbau amoniak

Konjungtiva tampak pucat

Mukosa bibir dan kulit tampak


kering

BB 45kg sekarang,BB 40kg dahulu

TD: 160/100mmhg

S: 380c

HB: 10 gr/dl

Albumin 1,9 mg/dl

ureum darah 60mg/dl,

kebutuhan tubuh

1.5.

Diagnosa yang muncul


1. Kelebihan volume cairan b.d penurunan fungsi ginjal
2. Perubahan nutrisi b.d Anoreksia mual, muntah
3. Ketidakefektifan pola nafas b.d asidosis respiratory

1.6. POA
NO
1.

Diagnosa

Tujuan

Keperawatan
Kelebihan volume

Setelah dilakukan asuhan

cairan b.d

keperawatan selama 3 x

penurunan fungsi

24 jam maka klien akan

ginjal

menunjukan status

Ds :

keseimbangan ciran

Klien
mengeluh

Adanya belence cairan

jumlah urine

Peningkatan pada

sedikit

Klien
mengatakan
berkemih
hanya 2-3 kali
dalam sehari

Klien
mengatakan
opernah
mengalami
luka bakar
hingga 50%
tubuhnya satu
tahum yg lalu.

Do :

Tampak
penimnunan
cairan pada
tubuh (oedema
anasarka)

Konjungtiva
anemis

dengan KH:

Mukosa dan

berkemih
Edema berkurang/hilang

Intervensi
Mandiri:
1.
2.
3.
4.

Awasi denyut jantung dan TD


Kaji input dan output cairan
Batasi masukan cairan.
Jelaskan pada klien dan keluarga

alasan dan pembatasan cairan


5. Awasi berat jenis urine
6. Timbang BB setiap hari
7. Kaji kulit,wajah,area tergantung
untuk edema
8. Auskultasi paru dan bunyi jantung
9. Kaji tingkat kesadaran ,selidiki

perubahan mental,adanya gelisah.


10.
Kolaborasi : Kolaborasi,berikan obat
Mukosa dan kulit lembab
TTV normal
Ureum normal(2040mg/dl)
Kreatinin normal (0,51,5mg/dl)
Hb normal (12,414,9mg/dl)

sesuai indikasi

kulit tampak
kering

BB: 40 kg
dahulu, 45 kg
sekarang

TD: 130/80
mmhg

S: 38 c

RR: 30x/i

Ureum darah
60 mg/dl

Kreatinin darah
5mg/dl

Perubahan

Setelah dilakukan

Mandiri

nutrisi kurang

asuhan keperawatan

dari kebutuhan

selama 2 x 24 jam

tubuh b/d

maka nutrisi klien

1.
2.
3.
4.

Anoreksia

terpenuhi.KH:

mual,muntah d/d Klien tidak mual


DS:

Klien juga

Klien menunjukkan

mengeluh

peningkatan nafsu

mual,muntah

makan

dan tidak
nafsu makan

muntah

Klien
mengatakan
hanya
menghabiskan
porsi
makan

Klien meningkatkan
porsi makan
Nafas tidak berbau
urine
Ureum normal (2040mg/dl)
Kreatinin normal (0,5-

Kaji status nutris


Identifikasi faktor pencetus mual
Beri makan sedikit tapi sering
Berikan porsi makan besar di

siang hari
5. Berikan klien atau orang terdekat
daftar makanan atau cairan yang
diizinkan dan dorong terlibat
pada pilihan menu.
6. Tawarkan perawatan mulut atau
oral higiene.
7. Timbang BB tiap hari.
8. Kolaborasi,awasi pemeriksaan
laboratorium (albumin,dan
kalium.
9. Kolaborasi, konsul dengan ahli
gizi dalam pemenuhan nutrisi

biasanya

1,5mg/dl)

Klien juga
mengatakan
tubuhnya
terasa sangat
lemah

Do :

Konjungtiva
pucat

Nafas berbnau
urine

Mukosa dan kulit


tampak kering

BB: 42 KG

HB: 10 gr/dl
3.

Resiko

Setelah dilakukan

Mandiri

ketidakefektifan

asuhan keperawatan

1. Kaji status pernafasan setiap 4

pola nafas b.d

selama 2 x 24 jam

asidosis

maka klien akan

jam
2. Bantu dan ajarkan klien

respiratory

menunjukan status

Ds :

keseimbangan ciran

Klien
mengatakan

dengan KH:
Klien tidak sesak

melakukan nafas dalam setiap 1


jam
3. Atur posisi semi fowler untuk
meningkatkan ekspansi paru
4. Auskultasi dada untuk

nafasnya

TTV normal

berat dan

Ureum normal (20-

sesak
dirasakan

jika klien
banyak
minum atau
melakukan
kerja berat

Klien juga
mengatakan
tubuhnya
terasa sangat
lemah

Do :

Nafas
berbau urine

Nafas
kussmaul

S: 38 c

RR: 30x/i

Ureum darah
60mg/dl

Kreatinin
darah 5mg/dl

HB: 10
gr/dl

40mg/dl)
Kreatinin normal (0,51,5mg/dl)

mendengarkan bunyi napas setiap


2 jam
5. Pantau tanda vital setiap 4 jam
6. Kolaborasi,pemberian oksigenasi
sesuai indikasi

BAB 4
PENUTUP
4.1

Kesimpulan
Gagal ginjal akut (GGA) adalah suatu keadaan fisiologik dan klinik yang ditandai

dengan pengurangan tiba-tiba glomerular filtration rate (GFR) dan perubahan


kemampuan fungsional ginjal untuk mempertahankan eksresi air yang cukup untuk
keseimbangan dalam tubuh. Atau sindroma klinis akibat kerusakan metabolik atau
patologik pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi yang nyata dan cepat serta
terjadinya azotemia.
Menurut Smeltzer (2002) terdapat empat tahapan klinik dan gagal ginjal akut, yaitu
periode awal, periode oligunia, periode diuresis, dan periode perbaikan.
a.

Periode awal dengan awitan awal dan diakhiri dengan terjadinya oliguria.

b.

Stadium oliguria

Periode oliguria (volume urine kurang dari 400 ml/24 jam) disertai dengan peningkatan
konsentrasi serum dan substansi yang biasanya diekskresikan oleh ginjal (urea, kreatinin,
asam urat, serta kation intraseluler-kalium dan magnesium). Jumlah urine minimal yang
diperlukan untuk membersihkan produk sampah normal tubuh adalah 400 ml. Oliguria
timbul dalam waktu 24-48 jam sesudah trauma dan disertai azotemia. Pada bayi, anakanak berlangsung selama 35 hari. Terdapat gejalagejala uremia (pusing, muntah, apatis,
rasa haus, pernapasan kusmaul, anemia, kejang), hiperkalemi, hiperfosfatemi,
hipokalsemia, hiponatremia, dan asidosis metabolik.
c.

Stadium diuresis

Periode diuresis, pasien menunjukkan peningkatan jumlah urine secara bertahap, disertai
tanda perbaikan filtrasi glomerulus. Meskipun urine output mencapai kadar normal atau
meningkat, fungsi renal masih dianggap normal. Pasien harus dipantau dengan ketat akan
adanya dehidrasi selama tahap ini, jika terjadi dehidrasi, tanda uremik biasanya
meningkat.
1.

Stadium GGA dimulai bila keluaran urine lebih dari 400 ml/hari

2.

Berlangsung 2-3 minggu

3.

Pengeluaran urine harian jarang melebihi 4 liter, asalkan pasien tidak mengalami

hidrasi yang berlebih


4. Tingginya kadar urea darah
5.

Kemungkinan menderita kekurangan kalium, natrium dan air

6.

Selama stadium dini dieresis, kadar BUN mungkin meningkat terus

d. Stadium penyembuhan
Stadium penyembuhan GGA berlangsung sampai satu tahun, dan selama itu anemia dan
kemampuan pemekatan ginjal sedikit demi sedikit membaik. Nilai laboratorium akan
kembali normal.
4.2

Saran
Sebagai mahasiswa keperawatan diharapkan dapat memehami dan mengetahui

penyebab, bahaya serta cara pencegahan yang ditimbulkan dari GGA (gagal ginjal akut)
sehingga dalam melakukan tindakan keperawatan di masa mendatang dapat memberikan
asuhan keperawatan sesuai dengan standart asuhan keperawatan yang sudah ditetapkan.

DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3 jilid 1. Jakarta: Salemba
Medika
Muttaqin, Arif, Kumala Sari. 2011. Askep Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta:
Salemba Medika.
Price, S. A & Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC
Doenges, Marilyn. E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC
NANDA Internasional. 2012. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi. Jakarta:
EGC.
Suddart, Brunner. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y.
Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin Asih. Jakarta: EGC
Nursalam, Dr. Nurs M. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan
Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika
Tambayong, jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC
Roesli R. 2007. Kriteria RIFLE Cara yang Mudah dan Terpercaya untuk Menegakkan
Diagnosis dan Memprediksi Prognosis Gagal Ginjal Akut. Bandung: Pusat Penerbitan
Ilmiah Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNPAD
Schrier RW, Wang W, Poole B, Mitra A. 2004. Acute Renal Failure: Definitions,
Diagnosis, Pathogenesis, and Therapy. J. Clin. Invest.
Sinto R, Nainggolan G. 2010. Acute Kidney Injury: Pendekatan Klinis dan Tata Laksana.
Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
es

Anda mungkin juga menyukai