PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Gagal ginjal adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversibel
berkat kepedulian pemerintah yang sangat tinggi, usia harapan hidup pasien dengan
GGA di Jepang bisa bertahan hingga bertahun-tahun. Bahkan, dalam beberapa kasus,
pasien bisa bertahan hingga umur lebih dari 80 tahun. Angka kematian akibat GGA
pun bisa ditekan menjadi 10 per 1.000 penderita. Hal tersebut sangat tidak
mengejutkan karena para penderita di Jepang mendapatkan pelayanan cuci darah
yang baik serta memadai (Djoko, 2008).
Di indonesia GGA pada 1997 berada di posisi kedelapan. Data terbaru dari
US NCHS 2007 menunjukkan, penyakit ginjal masih menduduki peringkat 10 besar
sebagai penyebab kematian terbanyak. Faktor penyulit lainnya di Indonesia bagi
pasien ginjal, terutama GGA, adalah terbatasnya dokter spesialis ginjal. Sampai saat
ini, jumlah ahli ginjal di Indonesia tak lebih dari 80 orang. Itu pun sebagian besar
hanya terdapat di kota-kota besar yang memiliki fakultas kedokteran. Maka, tidaklah
mengherankan jika dalam pengobatan kerap faktor penyulit GGA terabaikan.
Melihat situasi yang banyak terbatas itu, tiada lain yang harus kita lakukan,
kecuali menjaga kesehatan ginjal. Jadi, alangkah lebih baiknya kita jangan sampai
sakit ginjal. Mari memulai pola hidup sehat. Di antaranya, berlatih fisik secara rutin,
berhenti merokok, periksa kadar kolesterol, jagalah berat badan, periksa fisik tiap
tahun, makan dengan komposisi berimbang, turunkan tekanan darah, serta kurangi
makan garam. Pertahankan kadar gula darah yang normal bila menderita diabetes,
hindari memakai obat antinyeri nonsteroid, makan protein dalam jumlah sedang,
mengurangi minum jamu-jamuan, dan menghindari minuman beralkohol. Minum air
putih yang cukup (dalam sehari 2-2,5 liter). (Djoko, 2008).
1.2 Tujuan
Untuk menjelaskan dan mengetahui konsep dasar teori serta bagaimana cara
menyusun asuhan keperawatan pada pada pasien dengan gangguan gagal ginjal baik
yang bersifat akut.
1.3 Manfaat
Dengan adanya makalah ini, diharapkan mahasiswa dapat dapat menambah
wawasan dan informasi dalam penanganan gagal ginjal akut dan mampu
mengaplikasikan asuhan keperawatan pada klien dengan gagal ginjal akut secara
tepat dan benar, serta mampu mengimplementasikannya dalam proses keperawatan.
BAB II
KONSEP TEORITIS
2.1
A.DEFINISI
Gagal ginjal terjadi ketika ginjal tidak mampu mengangkut sampah metabolic
tubuh atau melakukan fungsi regulernya. Suatu bahan yang biasanya dieliminasi di
urin menumpuk dalam cairan tubuh akibat gangguan ekskresi renal dan
menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan metabolic, cairan, elektrolit, serta asam
basa. Gagal ginjal merupakan penyakit sistemik dan merupakan jalur akhir yang
umum dari berbagai penyakit traktus urinarius dan ginjal (Saifudin, 2010).
Gagal ginjal akut adalah sindrom klinis dimana ginjal tidak lagi mengsekresi
produk-produk limbah metabolisme. Biasanya karena hiperfusi ginjal sindrom ini
biasa berakibat azotemia (uremia), yaitu akumulasi produk limbah nitrogen dalam
darah dan aliguria dimana haluaran urine kurang dari 400 ml / 24 jam (Tambayong,
2000).
Menurut levinsky dan Alexander (1976), gagal ginjal akut terjadi akibat
penyebab-penyebab yang berbeda. Ternyata 43% dari 2200 kasus gagal ginjal akut
berhubungan dengan trauma atau tindakan bedah 26% dengan berbagai kondisi
medic 13%, pada kehamilan dan 9% disebabkan nefrotoksin penyebab GGA dibagi
dalam katagori renal, renal dan pasca renal
Gagal ginjal akut dikenal dengan Acute Renal Fallure (ARF) adalah
sekumpulan gejala yang mengakibatkan disfungsi ginjal secara mendadak (Nursalam,
2006).
Gagal ginjal akut (GGA) adalah suatu keadaan fisiologik dan klinik yang
ditandai dengan pengurangan tiba-tiba glomerular filtration rate (GFR) dan
perubahan kemampuan fungsional ginjal untuk mempertahankan eksresi air yang
cukup untuk keseimbangan dalam tubuh. Atau sindroma klinis akibat kerusakan
metabolik atau patologik pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi yang
nyata dan cepat serta terjadinya azotemia.
Gagal Ginjal Akut adalah kemunduran yang cepat dari kemampuan ginjal
dalam membersihkan darah dari bahan-bahan racun yang menyebabkan penimbunan
limbah metabolik di dalam darah (misalnya urea).
2.2
Etiologi
Sampai saat ini para praktisi klinik masih membagi etiologi gagal ginjal akut
2)
Obstruksi ureter bilateral oleh obstruksi batu saluran kemih, bekuan darah atau
2.3 Klasifikasi
Tabel Klasifikasi GGA menurut The Acute Dialysis Quality Initiations Group (Roesli
R, 2007).
Peningkatan Kadar Serum Penurunan Laju Filtrasi
Kategori
Cr
Glomerulus
Risk
Injury
Failure
Loss
Minggu
Penurunan fungsi ginjal menetap selama lebih dari 3
End stage
Bulan
Periode awal dengan awitan awal dan diakhiri dengan terjadinya oliguria.
b.
Stadium oliguria
Periode oliguria (volume urine kurang dari 400 ml/24 jam) disertai dengan
peningkatan konsentrasi serum dan substansi yang biasanya diekskresikan oleh ginjal
(urea, kreatinin, asam urat, serta kation intraseluler-kalium dan magnesium). Jumlah
urine minimal yang diperlukan untuk membersihkan produk sampah normal tubuh
adalah 400 ml. Oliguria timbul dalam waktu 24-48 jam sesudah trauma dan disertai
azotemia. Pada bayi, anak-anak berlangsung selama 35 hari. Terdapat gejala-gejala
uremia (pusing, muntah, apatis, rasa haus, pernapasan kusmaul, anemia, kejang),
hiperkalemi, hiperfosfatemi, hipokalsemia, hiponatremia, dan asidosis metabolik.
c.Stadium diuresis
Periode diuresis, pasien menunjukkan peningkatan jumlah urine secara bertahap,
disertai tanda perbaikan filtrasi glomerulus. Meskipun urine output mencapai kadar
normal atau meningkat, fungsi renal masih dianggap normal. Pasien harus dipantau
dengan ketat akan adanya dehidrasi selama tahap ini, jika terjadi dehidrasi, tanda
uremik biasanya meningkat.
1)Stadium GGA dimulai bila keluaran urine lebih dari 400 ml/hari
2)Berlangsung 2-3 minggu
3)Pengeluaran urine harian jarang melebihi 4 liter, asalkan pasien tidak mengalami
hidrasi yang berlebih
4)Tingginya kadar urea darah
5)Kemungkinan menderita kekurangan kalium, natrium dan air
6)Selama stadium dini dieresis, kadar BUN mungkin meningkat terus
d. Stadium penyembuhan
Stadium penyembuhan GGA berlangsung sampai satu tahun, dan selama itu anemia
dan kemampuan pemekatan ginjal sedikit demi sedikit membaik. Nilai laboratorium
akan kembali normal.
Gejala klinis yang terjadi pada penderita GGA, yaitu:
1)Penderita tampak sangat menderita dan letargi disertai mual, muntah, diare, pucat
(anemia), dan hipertensi.
2)Nokturia (buang air kecil di malam hari).
2.6
Patofisiologi
Meskipun sudah ada kesepakatan mengenai patologi kerusakan ginjal ARF
(acute renal fallure) tipe NTA (necrosis tubular acute), tetapi masih ada kontroversi
mengenai patogenitas penekanan fungsi ginjal dan oliguria yang biasanya menyertai.
Sebagian besar konsep modern mengenai faktor-faktor penyebab mungkin
didasarkan pada penyelidikan menggunakan model hewan percobaan, dengan
menyebabkan gagal ginjal akut nefrotoksik melalui penyuntikan merkuri klorida,
uranil sitrat, atau kromat, sedangkan kerusakan iskemik ditimbulkan renalis.
Menurut Price, (2005) ada beberapa kondisi yang menjadi faktor predisposisi
yang dapat menyebabkan pengurangan aliran darah renal dan gangguan fungsi ginjal,
yaitu sebagai berikut :
a.
Obstruksi tubulus
b.
c.
d. Disfungsi vasomotor
e.
ARF (acute renal fallure) tipe NTA (necrosis tubular acute) yang bervariasi itu
(schrier, 1986).
Teori obstruksi tubulus menyatakan bahwa NTA (necrosis tubular acute)
mengakibatkan deskuamasi sel tubulus nekrotik dan bahan protein lainnya, dan
kemudian
membentuk
silinder-silinder
dan
menyumbat
lumen
tubulus.
menyatakan adanya
abnormalitas tubulus ginjal, bukti-bukti terakhir menyatakan bahwa dalam keadaankeadaan tertentu sel-sel endotel kapiler glomerulus dan /atau sel-sel membrane
basalis mengalami perubahan yang mengakibatkan menurunnya permeabilitas luas
permukaan filtrasi. Hal ini mengakibatkan penurunan ultrafiltasi glomerulus.
Aliran darah ginjal total (RBF) dapat berkurang sampai 30% dari normal pada
ARF oliguria. Tingkat RBF ini cocok dengan GFR (glomerular filtration rate) yang
cukup besar. Pada kenyataannya, RBF pada gagal ginjal kronik sering sama
rendahnya atau lebih rendah dari pada bentuk akut, tetapi fungsi ginjal masih
memadai atau berkurang. Selain itu, bukti-bukti percobaan membuktikan bahwa RBF
harus kurang dari 5% sebelum terjadi kerusakan parenkim ginjal (merriill, 1971).
filtration rate) pada keadaan NTA (necrosis tubular acute) dengan menyebabkan
konstriksi arteriol aferen atau kontriksi mesangial atau keduanya, yang berturut-turut
menurun kan permeabilitas dan tekanan kapiler intraglomerulus. Oleh karena itu,
penurunan GFR akibat TGF dapat dipertimbangkan sebagai mekanisme adaptif pada
NTA.
2.7
Pemeriksaan Penunjang
a.
b.
c.
d.
e.
Gangguan
keseimbangan
elektrolit:
hiperkalemia,
hipernatremia
atau
Volume urine biasanya kurang dari 400 ml/24 jam yang terjadi dalam 24 jam
Mioglobin, porfirin.
h. Berat jenis urine: kurang dari 1,020 menunjukan penyakit ginjal, contoh:
glomerulonefritis, piolonefritis dengan kehilangankemampuan untuk memekatkan;
menetap pada 1,010 menunjukan kerusakan ginjal berat.
i.
PH Urine: lebih dari 7 ditemukan pada ISK, nekrosis tubular ginjal, dan gagal
ginjal kronik.
j.
Klierens kreatinin urine: mungkin secara bermakna menurun sebelum BUN dan
n.
SDM urine: mungkin ada karena infeksi, batu, trauma, tumor, atau
peningkatan GF.
o.
glomerulus bila SDM dan warna tambahan juga ada. Proteinuria derajat rendah (12+) dan SDM menunjukan infeksi atau nefritis interstisial. Pada NTA biasanya ada
proteinuria minimal.
p.
Warna tambahan: Biasanya tanpa penyakit ginjal ataui infeksi. Warna tambahan
selular dengan pigmen kecoklatan dan sejumlah sel epitel tubular ginjal terdiagnostik
pada NTA. Tambahan warna merah diduga nefritis glomular.
2.8
a.
Pemeriksaan Diagnostik
Elektrokardiogram (EKG)
Osmolalitas serum
Pelogram Retrograd
Ultrasonografi Ginjal
Untuk menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista, obstruksi pada saluran
perkemihan bagian atas
f.
Untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor
selektif
g.
Arteriogram Ginjal
2.9
a.
Penatalakasanaan
Penatalaksanaan secara umum adalah:
cairan, dan status dehidrasi. Kemudian diperiksa konsentrasi natrium urin, volume
darah dikoreksi, diberikan diuretik, dipertimbngkan pemberian inotropik dan
dopamin.
2)
kemih penuh, ada pembesaran prostat, gangguan miksi atau nyeri pinggang. Dicoba
memasang kateter urin, selain untuk mengetahui adanya obstruksi juga untuk
pengawasan akurat dari urin dan mengambil bahan pemeriksaan. Bila perlu
dilakukan USG ginjal.
3)
natrium dibatasi hingga 60 mmol/hari dan cairan cukup 500 ml/hari di luar
kekurangan hari sebelumnya atau 30 mmol/jam di luar jumlah urin yang dikeluarkan
jam sebelumnya. Namun keseimbangan harus tetap diawasi.
2) Memberikan nutrisi yang cukup. Bisa melalui suplemen tinggi kalori atau
hiperalimentaasi intravena. Glukosa dan insulin intravena, penambahan kalium,
pemberian kalsium intravena pada kedaruratan jantung dan dialisis.
3)
Pemberian manitol atau furosemid jika dalam keadaan hidrasi yang adekuat
terjadi oliguria.
4) Mencegah dan memperbaiki infeksi, terutama ditujukan terhadap infeksi saluran
napas dan nosokomial. Demam harus segera harus dideteksi dan diterapi. Kateter
harus segera dilepas bila diagnosis obstruksi kandung kemih dapat disingkirkan.
5)
adanya perdarahan dan dapat dilakukan endoskopi. Dapat pula dideteksi dari
kenaikan rasio ureum/kreatinin, disertai penurunan hemoglobin. Biasanya antagonis
histamin H (misalnya ranitidin) diberikan pada pasien sebagai profilaksis.
6)
Dialisis dini atau hemofiltrasi sebaiknya tidak ditunda sampai ureum tinggi,
hiperkalemia, atau terjadi kelebihan cairan. Ureum tidak boleh melebihi 30-40
mmol/L. Secara umum continous haemofiltration dan dialisis peritoneal paling baik
dipakai di ruang intensif, sedangkan hemodialisis intermitten dengan kateter
subklavia ditujukan untuk pasien lain dan sebagai tambahan untuk pasien katabolik
yang tidak adekuat dengan dialisis peritoneal/hemofiltrasi.
7)
makanan, menimbang berat badan, monitoring nilai elektrolit darah, nilai BUN dan
nilai kreatinin.
8)
masalah utama pada gagal ginjal akut; hiperkalemia merupakan kondisi yang paling
mengancam jiwa pada gangguan ini. Oleh karena itu pasien dipantau akan adanya
hiperkalemia melalui serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit serum (nilai kalium
>5.5 mEq/L; SI: 5.5 mmol/L), perubahan EKG (tinggi puncak gelombang T rendah
atau sangat tinggi), dan perubahan status klinis. Peningkatan kadar kalium dapat
dikurangi dengan pemberian ion pengganti resin (natrium polistriren sulfonat), secara
oral atau melalui retensi enema.
2.10
Komplikasi
a.
b.
c.
kejang.
d.
gastrointestinal.
e.
f.
Pengkajian
Pengkajian Anamnesis
Pada pengakajian anamnesis data yang diperoleh yakni identitas klien dan identitas
penanggung jawab, identitas klien yang meliputi nama, usia, jenis kelamin,
pekerjaan, serta diagnosa medis. Penyakit Gagal Ginjal Akut dapat menyerang pria
maupun wanita dari rentang usia manapun, khususnya bagi orang yang sedang
menderita penyakit serius, terluka serta usia dewasa dan pada umumnya lanjut usia.
Untuk pengkajian identitas penanggung jawab data yang didapatkan yakni meliputi
nama, umur, pekerjaan, hubungan dengan si penderita.
b. Riwayat Kesehatan
1.
Keluhan Utama
RiwayatPenyakit Sekarang
Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan yang
berulang, penyakit diabetes melitus dan penyakit hipertensi pada masa sebelumnya
yang menjadi predisposisi penyebab pasca renal. Penting untuk dikaji tentang riwayat
pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat dan
dokumentasikan.
4.
Pemeriksaan Fisik
1.
Keadaan umum klien lemah, terlihat sakit berat, dan letargi. Pada TTV sering
didapatkan adanya perubahan, yaitu pada fase oliguri sering didapatkan suhu tubuh
meningkat, frekuensi denyut nadi mengalami peningkatan dimana frekuensi
meningkat sesuai dengan peningkatan suhu tubuh dan denyut nadi. tekanan darah
terjadi perubahan dari hipetensi rinagan sampai berat.
2.
a)
B1 (Breathing).
Pada periode oliguri sering didapatkan adanya gangguan pola napas dan jalan napas
yang merupakan respons terhadap azotemia dan sindrom akut uremia. Klien bernapas
dengan bau urine (fetor uremik) sering didapatkan pada fase ini. Pada beberapa
keadaan respons uremia akan menjadikan asidosis metabolik sehingga didapatkan
pernapasan kussmaul.
b) B2 (Blood).
Pada kondisi azotemia berat, saat perawat melakukan auskultasi akan menemukan
adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi perikardial sekunder dari
sindrom uremik. Pada sistem hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia
yang menyertai gagal ginjal akut merupakan kondisi yang tidak dapat dielakkan
sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi gastrointestinal uremik,
penurunan usia sel darah merah, dan kehilangan darah, biasanya dari saluran G1.
Adanya penurunan curah jantung sekunder dari gangguan fungsi jantung akan
memberat kondisi GGA. Pada pemeriksaan tekanan darah sering didapatkan adanya
peningkatan.
c)
B3 (Brain).
Gangguan
status
mental,
penurunan
lapang
perhatian,
ketidakmampuan
B5 (Bowel).
Didapatkan adanya mual dan muntah, serta anoreksia sehingga sering didapatkan
penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
f)
B6 (Bone).
Didapatkan adnaya kelemahan fisik secara umum efek sekunder dari anemia dan
penurunan perfusi perifer dari hipetensi.
d. Pemeriksaan Diagnostik
1.
Laboratorium
Urinalisis didapatkan warna kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan adanya
darah, Hb, dan myoglobin. Berat jenis <1.020 menunjukkan penyakit ginjal, pH urine
>7.00 menunjukkan ISK, NTA, dan GGK. Osmolalitas kurang dari 350 mOsm/kg
menunjukkan kerusakan ginjal dan rasio urine : serum sering 1 : 1.
Pemeriksaan BUN dan kadar kreatinin. Terdapat peningkatan yang tetap
dalakm BUN dan laju peningkatannya bergantung pada tingkat katabolisme
(pemecahan protein), perfusi renal dan masukan protein. Serum kratinin meningkat
pada kerusakan glomerulus. Kadar kreatinin serum bermanfaat dalam pemantauan
fungsi ginjal dan perkembangan penyakit.
Pemeriksaan elektrolit. Pasien yang mengalami penurunan lajut filtrasi
glomerulus
tidak
mampu
mengeksresikan
kalium.
Katabolisme
protein
Penatalaksanaan Medis
Dialisis. Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal akut
bebas;
menghilangkan
kecenderungan
perdarahan
dan
membantu
penyembuhan luka.
2.
pemberian ion pengganti resin (natrium polistriren sulfonat), secara oral atau melalui
retensi enema. Natrium polistriren sulfonat bekerja dengan mengubah ion kalium
menjadi natrium di saluran intenstinal.
3. Terapi cairan
4.
5.
No
1.
Data
DS : Biasanya pasien mengeluh
pengeluaran urin yang sedikit
Etiologi
Kerusakan fungsi
Masalah
Kelebihan
ginjal
volume cairan
Intoleransi
sendi sekunder
aktivitas
tapi sering
DO : Adanya edema, TD lebih
besar dari 140/90 mmHg,
nadi kuat, natrium serum
dibawah rentang normal.
2.
terhadap gagal
ginjal
Kurangya
mengungkapkan pemahaman
pengetahuan
tentang kondisinya
tetnang kondisi
Ansietas
takut
Diagnosa yang muncul
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemi dan nyeri sendir sekunder
terhadap gagal ginjal
3. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi.
RENCANA KEPERAWATAN
N
O
1.
PERENCANAAN
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
TUJUAN
TINDAKAN
Kelebihan volume cairan BHD Terpenuhnya kebutuhan cairan 1. Pantau kreatinin dan
kerusakan fungsi ginjal yang
BUN serum konsul
KH
ditandai dengan :
dengan dokter
DO : Biasanya pasien
mengeluh pengeluaran urine
yang sedikit tapi sering
TD normal
Nadi normal
Edema pulmoner
(nadi kuat cepat)
RASIONALISASI
1.Perubahan ini menunjukkan
dialisa segera
1. Patau
1. Untuk mengidentifikasi
aktivitas
DO : Biasanya pasien
mengeluh lelah, dan nyeri
sendi
Berkurangnya keluhan
lelah, lemah dan nyeri
sendi
Peningkatan B setiap
hari
Jumlah makanan
yang dikonsumsi
dalam setiap makan
Masukan dan
haluaran
KH
3. Mungkinkan periode
istirahat sepanjang hari 3. Istirahat memungkinkan
bantu pasien dalam
tubuh untuk menyimpan
merencanakn periode
energi yang digunakan oleh
istirahat bila siap untuk
aktivitas
pulang dengan meninjau
ulang rutinitas di rumah
setiap hari
- Immobilisasi meningkatkan
resorpsi kalsium dari tulang
3.
Mengungkap pemahaman
tentang kondisi,
pemeriksaan diagnostik
rencana tindakan
DO : Biasanya pasien
mengungkapkan kurang
pemahanan tentang kondisinya
DO : Wajah tegang gugup dan
takut
1. Berikan informasi
tentang
a. Sifat gagal ginjal
jamin pasien
memahami bahwa
gagal ginjal dapat
pulih dengan lama
tindakan diperlukan
untuk
mempertahankan
fungsi tubuh normal
b. Pemeriksaan
diagnotik
c. Tujuan terapi yang
diprogramkan
2. Pengekpresian perasaan
membantu mengurangi
ansietas. Tindakan untuk
gagal ginjal berdampak
pada seluruh keluarga.
BAB III
TINJAUAN KASUS
1.1.
Kasus
Tn .A 6O thn dating ke RS dengan keluhan jumlah urine sedikit, dan
berkemih hanya 2-3x sehari, pucat (anemis), mual, muntah, dan tidak nafsu
makan, nafas berat bila banyak minum ,atau melakukan kerja berat, merasa sangat
lemah, Klien mengatakan pernah mengalami luka bakar hingga 50% tubuhnya 1
tahun yang lalu (derajat 111), setelah dilakukan pemeriksaan fisik diperoleh
tampak penimbunan cairan seluruh tubuh ( oedemanasarka), konjungtiva
pucat,nafas berbau urea, mukosa dan kulit tanpa kering. BB 45kg sekarang, BB
40kg dahulu, TTV diperoleh TD: 160/100 mmhg, S: 38 C, RR: 2x/i.pemeriksaan
laboratorium ditemukan ureum darah 60mg/dl, kreatinin darah 5mg/dl,HB 10
gr/dl. BUN : 10-20mg/dl, Albumin 1,9 mg/dl
1.2.
Pengkajian
FORMAT DOKUMENTASI ASUHAN KEPERAWATAN
: Tn.A
Umur
: 60 thn
Jenis kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Status perkawinan
: Menikah
Suku/bangsa
: Melayu/indonesia
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Swasta
Alamat
Dx medis
: Nn.z
Umur
: 30 thn
Jenis kelamin
: Perempuan
Suku/bangsa
: Melayu/indonesia
Agama
: Islam
Pekerjaan
: PNS
: Anak
: 081994722061
Keluhan Utama
Jumlah urine sediikit, pucat (anemis), mual, muntah dan tidak nafsu makan,
nafas berat bila banyak minum, atau melakukan kerja berat, merasa sangat
lemah.
Pemeriksaan fisik
1. Kepala
Inspeksi : Rambut beruban dan bersih..
Palpasi : Benjolan tidak ada, rambut tidak kasar
2. Muka
Inspeksi : Wajah oval,edema, bersih,sianosis tidak ada
Palpasi : Wajah oedema
3. Mata
Inspeksi : palpebia edema (kiri/kanan), konjungtiva anemis (kiri/kanan),
pupilisokor sclera ikterus (kiri/kanan), reflek cahaya positif.pengihatan
kabur.
4. Telinga
Inspeksi : Tidak ada serumen (kirii/kanan),bentuk simetris (kiri/kanan)
Palpasi:
-
h Eliminasi
Klien mengatakan jumlah urine sedikit 2-3x sehari
Klien mengatakan penurunan haluaran urine
i
Neorosensori
Klien mengatakan Sakit kepala, penglihatan kabur, tonus otot , fremor
Nutrisi
Klien mengatakan Anoreksia, mual, muntah, dan hanya menghabiskan
porsi makan
k Interaksi sosial
Klien tidak dapat bekeja dengan berat sebelum dibawa ke rumah sakit, dan
l
Klien mengatakan berkemih hanya 2-3x sehari, mual, muntah dan tidak nafsu
makan
Klien mengatakan nafas berat jika banyak minum, bila melakukan kerja berat
merasa sangat lemah.
Klien mengatakan pernah mengalami luka bakar hingga 50% tubuhnya satu
tahun yang lalu.
Klien mengatakan banyak minum atau melakukan kerja berat nafasnya sesak.
Data objektif:
mg/dl, HB 10gr/dl.
Nafas berbau urea
No
1.
Ds :
Data
Etiologi
Masalah
Penurunana fungsi Kelebihan volume
ginjal
cairan.
Ds :
Anoreksia
Perubahan nutrisi
Mual,muntah
kurang dari
Do :
2.
Konjungtiva Anemis
S: 38
Do :
TD: 160/100mmhg
S: 380c
HB: 10 gr/dl
kebutuhan tubuh
1.5.
1.6. POA
NO
1.
Diagnosa
Tujuan
Keperawatan
Kelebihan volume
cairan b.d
keperawatan selama 3 x
penurunan fungsi
ginjal
menunjukan status
Ds :
keseimbangan ciran
Klien
mengeluh
jumlah urine
Peningkatan pada
sedikit
Klien
mengatakan
berkemih
hanya 2-3 kali
dalam sehari
Klien
mengatakan
opernah
mengalami
luka bakar
hingga 50%
tubuhnya satu
tahum yg lalu.
Do :
Tampak
penimnunan
cairan pada
tubuh (oedema
anasarka)
Konjungtiva
anemis
dengan KH:
Mukosa dan
berkemih
Edema berkurang/hilang
Intervensi
Mandiri:
1.
2.
3.
4.
sesuai indikasi
kulit tampak
kering
BB: 40 kg
dahulu, 45 kg
sekarang
TD: 130/80
mmhg
S: 38 c
RR: 30x/i
Ureum darah
60 mg/dl
Kreatinin darah
5mg/dl
Perubahan
Setelah dilakukan
Mandiri
nutrisi kurang
asuhan keperawatan
dari kebutuhan
selama 2 x 24 jam
tubuh b/d
1.
2.
3.
4.
Anoreksia
terpenuhi.KH:
Klien juga
Klien menunjukkan
mengeluh
peningkatan nafsu
mual,muntah
makan
dan tidak
nafsu makan
muntah
Klien
mengatakan
hanya
menghabiskan
porsi
makan
Klien meningkatkan
porsi makan
Nafas tidak berbau
urine
Ureum normal (2040mg/dl)
Kreatinin normal (0,5-
siang hari
5. Berikan klien atau orang terdekat
daftar makanan atau cairan yang
diizinkan dan dorong terlibat
pada pilihan menu.
6. Tawarkan perawatan mulut atau
oral higiene.
7. Timbang BB tiap hari.
8. Kolaborasi,awasi pemeriksaan
laboratorium (albumin,dan
kalium.
9. Kolaborasi, konsul dengan ahli
gizi dalam pemenuhan nutrisi
biasanya
1,5mg/dl)
Klien juga
mengatakan
tubuhnya
terasa sangat
lemah
Do :
Konjungtiva
pucat
Nafas berbnau
urine
BB: 42 KG
HB: 10 gr/dl
3.
Resiko
Setelah dilakukan
Mandiri
ketidakefektifan
asuhan keperawatan
selama 2 x 24 jam
asidosis
jam
2. Bantu dan ajarkan klien
respiratory
menunjukan status
Ds :
keseimbangan ciran
Klien
mengatakan
dengan KH:
Klien tidak sesak
nafasnya
TTV normal
berat dan
sesak
dirasakan
jika klien
banyak
minum atau
melakukan
kerja berat
Klien juga
mengatakan
tubuhnya
terasa sangat
lemah
Do :
Nafas
berbau urine
Nafas
kussmaul
S: 38 c
RR: 30x/i
Ureum darah
60mg/dl
Kreatinin
darah 5mg/dl
HB: 10
gr/dl
40mg/dl)
Kreatinin normal (0,51,5mg/dl)
BAB 4
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Gagal ginjal akut (GGA) adalah suatu keadaan fisiologik dan klinik yang ditandai
Periode awal dengan awitan awal dan diakhiri dengan terjadinya oliguria.
b.
Stadium oliguria
Periode oliguria (volume urine kurang dari 400 ml/24 jam) disertai dengan peningkatan
konsentrasi serum dan substansi yang biasanya diekskresikan oleh ginjal (urea, kreatinin,
asam urat, serta kation intraseluler-kalium dan magnesium). Jumlah urine minimal yang
diperlukan untuk membersihkan produk sampah normal tubuh adalah 400 ml. Oliguria
timbul dalam waktu 24-48 jam sesudah trauma dan disertai azotemia. Pada bayi, anakanak berlangsung selama 35 hari. Terdapat gejalagejala uremia (pusing, muntah, apatis,
rasa haus, pernapasan kusmaul, anemia, kejang), hiperkalemi, hiperfosfatemi,
hipokalsemia, hiponatremia, dan asidosis metabolik.
c.
Stadium diuresis
Periode diuresis, pasien menunjukkan peningkatan jumlah urine secara bertahap, disertai
tanda perbaikan filtrasi glomerulus. Meskipun urine output mencapai kadar normal atau
meningkat, fungsi renal masih dianggap normal. Pasien harus dipantau dengan ketat akan
adanya dehidrasi selama tahap ini, jika terjadi dehidrasi, tanda uremik biasanya
meningkat.
1.
Stadium GGA dimulai bila keluaran urine lebih dari 400 ml/hari
2.
3.
Pengeluaran urine harian jarang melebihi 4 liter, asalkan pasien tidak mengalami
6.
d. Stadium penyembuhan
Stadium penyembuhan GGA berlangsung sampai satu tahun, dan selama itu anemia dan
kemampuan pemekatan ginjal sedikit demi sedikit membaik. Nilai laboratorium akan
kembali normal.
4.2
Saran
Sebagai mahasiswa keperawatan diharapkan dapat memehami dan mengetahui
penyebab, bahaya serta cara pencegahan yang ditimbulkan dari GGA (gagal ginjal akut)
sehingga dalam melakukan tindakan keperawatan di masa mendatang dapat memberikan
asuhan keperawatan sesuai dengan standart asuhan keperawatan yang sudah ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3 jilid 1. Jakarta: Salemba
Medika
Muttaqin, Arif, Kumala Sari. 2011. Askep Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta:
Salemba Medika.
Price, S. A & Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC
Doenges, Marilyn. E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC
NANDA Internasional. 2012. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi. Jakarta:
EGC.
Suddart, Brunner. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y.
Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin Asih. Jakarta: EGC
Nursalam, Dr. Nurs M. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan
Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika
Tambayong, jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC
Roesli R. 2007. Kriteria RIFLE Cara yang Mudah dan Terpercaya untuk Menegakkan
Diagnosis dan Memprediksi Prognosis Gagal Ginjal Akut. Bandung: Pusat Penerbitan
Ilmiah Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNPAD
Schrier RW, Wang W, Poole B, Mitra A. 2004. Acute Renal Failure: Definitions,
Diagnosis, Pathogenesis, and Therapy. J. Clin. Invest.
Sinto R, Nainggolan G. 2010. Acute Kidney Injury: Pendekatan Klinis dan Tata Laksana.
Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
es