Anda di halaman 1dari 2

Distribusi Normal dalam Penilaian Karya: Pro dan Kon

Senin, 25 November 2013 - 8:58 WIB

Oleh: Paulus Bambang WS (www.paulusbambangws.com)


twitter @paulusBWS
FB : www.facebook.com/paulusbambangws

Selalu ada kontroversi bagaimana CEO dan atau Chief HRD melakukan kalibrasi terhadap
hasil penilaian karya yang dilakukan oleh para pemimpin lapangan. Selalu muncul konflik
kecil antara pemimpin lapangan dan pemimpin di kantor pusat untuk menentukan siapa
yang berhak mendapat predikat baik sekali atau istimewa atau sekedar baik.
Selalu muncul keinginan untuk melakukan forced normal distribution karena ada
pemimpin yang murah, pelit dan fair. Selalu muncul kompromi antara hasil penilaian
atas pencapaian di Key Performance Indicator (KPI) yang sudah disetujui awal tahun
dengan hasil akhir penilaian karya. Selalu ada yang tidak puas, yang merasa menang tapi
harus ngotot dan keras suara dan ada yang kalah karena tidak mau ribut.
Selalu Selalu dan Selalu tadi, tidak mungkin dihindari. Proses penilaian karya yang sangat
berimplikasi terhadap bonus akhir tahun dan atau kenaikan gaji dan atau kenaikan pangkat
ini memang seperti hal yang harus diperjuangkan oleh masing masing pimpinan agar anak
buahnya mendapatkan yang pantas sesuai dengan kontribusi.
Untuk mempermudah peran CEO dan Chief HR, maka ada perusahaan yang secara
zakelijk menerapkan konsep distribusi normal secara ketat. Selalu ada yang di strata
bawah dengan implikasi dikeluarkan kalau mengikuti gaya barat atau diminta
mengundurkan diri dengan suka rela kalau ini mengikuti gaya Indonesia. Ini memang cara
yang mudah tapi bukanlah cara yang tepat.
Salah satu pelopor program yang sangat terkenal ini dipelopori oleh Jack Welsh dari
General Electric di tahun 80 an yang diikuti oleh Microsoft. Akibat yang dirasa dari
program ini adalah tidak adanya kolaborasi antara karyawan di departemen yang sama
karena akhirnya mereka tahu akan di ranking alias diadu antar mereka sendiri. Kalau
mereka membantu rekan lain sehingga konerjanya bagus, justru ada kemungkinan mereka
kalah bersaing dalam nilai PK yang membuat mereka bisa disarankan mengundurkan
diri.
Selain aspek ini terlalu matematis sehingga tidak sesuai dengan konsep budayateam work
yang ingin dikembangkan, konsep ini juga secara filosofis salah kaprah. Bukankah tugas
pimpinan membuat semua anak buahnya mencapai targetnya masing masing bahkan kalau
bisa diatas target ? kalau mereka berhasil memotivasi anak buahnya dan semua mencapai
diatas target, bagaimana menjelaskan ke mereka kalau menggunakan prinsip distribusi
normal. Secara nilai KPI diatas target tetapi nilai PK cukup karena dipaksa untuk
distribusi normal.

Ini yang menyebabkan proses akhir tahun menjadi proses yang tidak menyenangkan, baik
pada waktu pertempuran untuk mendapat nilai PK anak buahnya maupun waktu
mengkomunikasikan hasilnya kepada anak buahnya.
Itu sebabnya Microsoft membuat kejutan, setelah sekian lama mereka terkejut karena
kolaborasi antara karyawan tidak sesuai dengan harapan, dengan mengakhiri proses yang
dikenal dengan stack ranking ini.
Stack ranking certainly didnt do Microsoft any favors over the years, breeding
resentment and distrust among employees. Every current and former Microsoft
employee I interviewedevery onecited stack ranking as the most destructive process
inside of Microsoft, something that drove out untold numbers of employees, Vanity
Fairs Kurt Eichenwald wrote in a 2012 profile of Microsoft. *)
The biggest problem with stack ranking is that it encourages employees to be competitive
with one another rather than collaborative. And it was just as anti-collaborative as
Microsoft suspected. According to Eichenwald, Microsofts top performers avoided
working on the same teams out of fear that they would be hurt in the rankings. *)
Lisa Brummel, mengumumkan berakhirnya ini pada selasa 12 november 2013 silam dengan
beberapa point penting yang perlu kita simak sebagai berikut :
1. The goal in stopping these rankings is to focus more on teamwork and collaboration.
2. Microsoft now wants employees to focus on how you leverage input and ideas from
others, and what you contribute to others success.
Yahoo baru saja meniru gaya Microsoft, karena seminggu sebelumnya CEP Marissa Mayer
justru mengumumkan implementasi gaya ini yang menyebabkan 600 orang diberhentikan
pada beberapa minggu silam *). Pengumuman Lisa membuat bahagia karyawan Microsoft
sekalgus bahagia karyawan Yahoo. Akankah Yahoo melanjutkan gaya yang sudah
ditinggalkan para kapium dunia ?
Pertanyaan buat kita semua adalah sampai sejauh mana perusahaan anda melakukan
alignment antara budaya yang akan dikembangkan dan cara penilaian karya yang
dilakukan? Kalau sangat berbeda, akan berakibat budaya menjadi mati atau penilaian
karya menjadi banci karena ketidak sinkronan antara hati dan pikiran di para pemimpin.
Untuk itu, sangat disarankan konsistensi implementasi ini dengan mengkaji kembali prinsip
dasar dalam pengelolaan SDM lalu mendesain penilaian karya yang sesuai dengan budaya
yang ingin dikembangkan. Kalau tidak, justru pada akhir tahun banyak karyawan yang
tidak bahagia. Sayang bukan !
**) Paulus Bambang WS adalah penulis buku BUILT TO BLESS, LEAD TO BLESS LEADER, dan
BALANCING YOUR LIFE. Good Morning Partner (GMP) dari Paulus Bambang WS hadir setiap
hari Senin di PortalHR.com. Edisi-edisi sebelumnya dapat dibaca melalui link di bawah
ini. Kami juga mengharapkan partisipasi pembaca melalui form komentar. Komentarkomentar menarik akan mendapatkan hadiah buku dari penulis.

Anda mungkin juga menyukai