PENDAHULUAN
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau
darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan
sampai pemulangannya kembali ke rumah. Perawatan anak di rumah sakit merupakan
pengalaman yang penuh dengan stres, baik bagi anak maupun orang tua. Dari beberapa bukti
ilmiah menunjukkan bahwa lingkungan rumah sakit itu sendiri merupakan penyebab stres
bagi anak dan orang tuanya, baik lingkungan fisik, rumah sakit seperti bangunan/ ruang
rawat, alat-alat, bau yang khas, pakaian putih petugas kesehatan maupun lingkungan sosial,
seperti sesama pasien anak, ataupun interaksi dan sikap petugas kesehatan itu sendiri.
Perasaan, seperti takut, cemas, tegang, nyeri dan perasaan yang tidak menyenangkan lainnya,
sering kali dialami anak. Umumnya anak yang dirawat di rumah sakit takut pada dokter,
perawat dan petugas kesehatan lainnya serta anak takut berpisah dengan orang tuanya dan
saudaranya. 1
Anak-anak sangat berbeda dengan orang dewasa dalam berbagai hal. Perbedaan yang
ada meliputi perbedaan anatomi dan fisiologis tubuh. Penilaian perioperatif seorang anak
yang akan menghadapi operasi tentunya membutuhkan perhatian khusus meliputi
pemahaman menyeluruh terhadap struktur anatomi dan fungsi fisiologis normal seorang
anak, pengaruh perjalanan penyakit terhadap kondisi fisik anak serta persiapan obat-obatan
dan tindakan perioperatif yang harus dilakukan untuk mempersiapkan kondisi anak seoptimal
mungkin dalam menjalani operasi.2,3
Bayi dan anak-anak berhubungan dengan status fisiologis yang masih imatur atau
mengalami penurunan. Pada bayi yang menjalani pembedahan, kemampuan pertahanan
suhunya masih belum optimal. Refleks menggigil pada bayi belum berkembang dan sering
terjadi berbagai variasi suhu. Anestesi menambah resiko bagi bayi karena agen anetesi dapat
menyebabkan vasodilatasi dan kehilangan panas, bayi juga mengalami kesulitan untuk
mempertahankan volume sirkulasi darah normal. Volume total darah bayi dianggap kurang
dari anak-anak atau orang dewasa. Kehilangan darah walaupun dalam jumlah kecil dapat
menjadi hal yang serius. Penurunan volume sirkulasi menyebabkan bayi sulit berespons
terhadap kebutuhan untuk meningkatkan oksigen selama pembedahan. Dengan demikian,
bayi menjadi sangat rentan mengalami dehidrasi. Namun, jika darah atau cairan diganti
terlalu cepat , maka akan menimbulkan overdehidrasi.
Aspek penting lainnya pada perawatan bedah anak meliputi manajemen jalan nafas,
mempertahankan keseimbangan cairan, mengatasi kejang, mengatasi perubahan suhu,
mengidentifikasi dan mengatasi penurunan kesadaran yang tiba-tiba dan kegawatan anestesi
yang tertunda, mengatasi nyeri dan agitasi, serta persiapan peralatan dan obat-obatan.
Berdasarkan hal ini, jelas terlihat bahwa penilaian perioperatif pada pasien anak
termasuk dalam aspek psikologi memiliki peran yang sangat penting dalam keberhasilan
suatu tindakan operasi. Penilaian yang optimal akan memaksimalkan manfaat dan
meminimalkan risiko dari suatu operasi serta menjadi dasar untuk tatalaksana post operatif
yang memuaskan. Keberhasilan operasi tentunya akan mengurangi morbiditas, meningkatkan
kualitas dan harapan hidup seorang anak khususnya dan meningkatkan taraf kesehatan pada
umumnya. Dapat terlihat bahwa sesuatu yang tampaknya sederhana ternyata merupakan hal
yang sangat bernilai terlebih lagi untuk keselamatan seorang pasien, dalam hal ini anakanak.2,3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tindakan operasi atau pembedahan, baik elektif maupun kedaruratan adalah peristiwa
kompleks yang menegangkan. Kebanyakan prosedur bedah dilakukan di kamar operasi
rumah sakit, meskipun beberapa prosedur yang lebih sederhana tidak memerlukan
hospitalisasi dan dilakukan di klinik-klinik bedah dan unit bedah ambulatori. Individu dengan
masalah kesehatan yang memerlukan intervensi pembedahan mencakup pula pemberian
anastesi atau pembiusan yang meliputi anastesi lokal, regional atau umum. Sejalan dengan
perkembangan teknologi yang kian maju.
Prosedur tindakan pembedahan pun mengalami kemajuan yang sagat pesat. Dimana
perkembangan teknologi mutakhir telah mengarahkan kita pada penggunaan prosedur bedah
yang lebih kompleks dengan penggunaan teknik-teknik bedah mikro (micro surgery
techniques) atau penggunaan laser, peralatan by pass yang lebih canggih dan peralatan
monitoring yang kebih sensitif. Kemajuan yang sama juga ditunjukkan dalam bidang farmasi
terkait dengan penggunaan obat-obatan anstesi kerja singkat, sehingga pemulihan pasien akan
berjalan lebih cepat. Kemajuan dalam bidang teknik pembedahan dan teknik anastesi
tentunya harus diikuti oleh peningkatan kemampuan masing-masing personel (terkait dengan
teknik dan juga komunikasi psikologis) sehingga hasil akhir yang diharapkan dari pasien bisa
tercapai.
2.1. Gambaran Umum Tahap Operatif
Tindakan operasi membutuhkan penilaian yang teliti mengenai kondisi pasien pre
operatif agar dapat berjalan optimal baik pada saat dilakukannya operasi maupun post
operatif. Fase pra operatif dimulai ketika ada keputusan untuk dilakukan intervensi bedah dan
diakhiri ketika pasien dikirim ke meja operasi. Tahapan yang perlu dilakukan dalam
persiapan preoperatif meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan
penjelasan mengenai prosedur anestesi yang akan dilakukan berikut manfaat dan resikonya
(informed consent), kemudian menyiapkan pasien untuk anstesi yang diberikan dan
pembedahan. Pembinaan hubungan baik dengan anak dan orangtuanya juga dilakukan saat
kunjungan perioperatif. 1,4
Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindah ke instalasi bedah dan
berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas
penyakit dan silsilah keluarga (family tree) berguna pada penyakit-penyakit kongenital,
genetik atau keganasan. Riwayat sosial terutama berperan pada kondisi tempat tinggal dan
lingkungan serta perkembangan sosial dan akademik seorang anak. 4
2.2.2. Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk identifikasi bagian mana yang akan menjalani
operasi dan menyakinkan bahwa sistim organ yang lain dalam keadaan sehat. Pemeriksaan
pasien anak harus disesuaikan dengan keadaan setiap anak. Kontrol infeksi dimulai dengan
mencuci tangan sebelum dan sesudah pemeriksaan, selain meyakinkan orang tua bahwa
kebersihan merupakan hal penting. Pada anak yang lebih tua dan kooperatif, pemeriksaan
dapat sesuai dengan urutan rutin. Pada bayi dapat diposisikan pada meja pemeriksaan.
Pemeriksaan dilakukan dengan orang tua pasien berada di samping anak untuk
menenangkannya. Pakaian pasien dilepaskan secara menyeluruh supaya pemeriksaan dapat
berlangsung seteliti mungkin.1,4 Pada prakteknya pemeriksaan fisik meliputi prosedur rutin
sebagai berikut :
1. Inspeksi. Pemeriksaan diawali dengan melihat pasien secara keseluruhan, sebelum
melihat pada lokasi penyakit. Mungkin saja gejala yang tampak dapat menjadi
petunjuk untuk menegakkan diagnosa.
2. Palpasi. Langkah berikutnya adalah menggunakan ujung jari untuk merasakan apakah
ada pembengkakan, konsistensi.
3. Perkusi. Biasanya digunakan perkusi jari untuk menentukan kualitas resonansi dan
tingkat keutuhan dari organ tertentu atau rongga tubuh.
4. Auskultasi. Biasanya digunakan stetoskop untuk memeriksa suara-suara abnormal
yang dihasilkan oleh tubuh.
Lesi atau benjolan didefinisikan sesuai dengan ukuran, bentuk, konsistensi dan
mobilitas. Kemerahan (rash) merupakan indikasi proses infeksi atau vaskulitis. Bekas luka
dari operasi sebelumnya juga harus dicari. Selulitis dapat timbul setelah trauma seperti
laserasi, benda asing atau luka operasi. Abses diindikasikan dengan eritema, indurasi dan
fluktuasi.3
2.2.4. Nodus Limfatikus
Limfadenopati dapat terjadi pada berbagai lokasi dan sering melibatkan daerah
servikal, aksiler, epitroklear atau inguinal dan umumnya disebabkan oleh infeksi sehingga
sumber infeksi harus diidentifikasi pada pemeriksaan. Penyebab dapat bakteri, virus, jamur
atau protozoa. Pembesaran kelenjar getah bening juga dapat merupakan tanda metastasis atau
keganasan seperti leukemia limfoblastik akut (ALL), penyakit limfoma Hodgkin dan non
Hodgkin.3
2.2.5. Kepala, Telinga, Mata, Hidung dan Tenggorokan
Perhatikan ukuran dan bentuk kepala. Anak-anak dengan fusi abnormal dari sutura
koronaria biasanya tidak normosefalik. Makrosefali atau mikrosefali dapat merupakan
petunjuk adanya proses intrakranial. Sklera ikterik menunjukkan disfungsi hati atau kandung
empedu dan salurannya. Otitis media juga mudah timbul pada anak-anak. Infeksi jalan napas
atas sering terjadi dan ditandai dengan orofaring yang eritematus atau inflamasi turbin nasal
disertai rinorea. Pemeriksaan gigi geligi juga penting pada anakanak yang akan dioperasi.3,4
2.2.6. Dinding Dada dan Paru-paru
Deformitas bentuk toraks seperti pektus ekskavatum atau pektus karinatum. Berat
ringannya deformitas tersebut menentukan kemungkinan adanya gangguan pada fungsi
jantung dan paru-paru. Selain itu identifikasi massa di daerah dada (payudara) juga dilakukan
terutama pada anak perempuan.3 Bising inosen yang dapat ditemukan pada anak tidak bersifat
patologis akan tetapi sering disalahtafsirkan sebagai bising organik sehingga pasien dilakukan
pemeriksaan khusus yang tidak perlu. Bising inosen dapat terdengar dari masa neonatus
sampai dewasa muda tetapi paling sering terdengar pada usia 3-7 tahun.
adanya gangguan fungsi ginjal dan jantung. Deformitas tulang sekunder akibat patah tulang
panjang menandai kemungkinan adanya penganiayaan anak.3,4
2.2.10 Sistim Saraf
Tingkah laku anak dapat memberikan banyak informasi mengenai sistim saraf. Anak
yang aktif berinteraksi dan bermain kemungkinan tidak mengalami gangguan neurologis
fokal. Pemeriksaan sistim saraf meliputi fungsi saraf kranial, motoris dan sensoris, evaluasi
refleks dan fungsi kognitif.3