Anda di halaman 1dari 2

Sejarah Al-farazi

Sumbangsih Al Farazi Al Farazi adalah salah satu astronom paling awal di dunia Islam.
Beliau memegang peran penting dalam kemajuan ilmu astronomi di masa Abbasiyah. Al Fazari
menerjemahkan beberapa literatur asing ke dalam bahasa Arab dan Persia. Bersama dengan
beberapa cendekiawan lain, seperti Naubakht, Masha'Alhah, dan Umar ibnu al-Farrukhan alTabari, beliau meletakkan dasar-dasar ilmu pengetahuan di dunia Islam. Dinasti Abbasiyah yang
berkuasa saat itu memberikan peluang dan dukungan yang sangat besar dalam pengembangan
ilmu pengetahuan apalagi dalam bidang astronomi. Khalifah al-Mansyur adalah penguasa
Abbasiyah pertama yang memberi perhatian serius dalam pengkajian astronomi dan astrologi.
Beliau tidak segan untuk mengeluarkan dana besar untuk memulai pengembangan ilmu ini.
Khalifah mengumpulkan dan mendorong cendekiawan muslim untuk menerjemahkan beragam
literatur yang berasal dari Yunani, Romawi Kuno, India, hingga Persia. Sang khalifah menunjuk
seorang ahli astronomi yang bernama Naubahkh untuk memimpin upaya itu. Khalifah meulis
surat pada kaisar Bizantium agar mengirimkan buku-buku ilmiah untuk diterjemahkan, termasuk
buku-buku tentang ilmu astronomi. Secara khusus, sang khalifah meminta al Fazari untuk
menerjemahkan sebuah buku tentang astronomi dari India yang berjudul Sindhind, tylisan
Brahmaghupta. Buku tersebut dibawa oleh seorang pengembara dan ahli astronomi India
bernama Mauka ke Baghdad dan segera menarik perhatian kaum cendekia di sana. Al Fazari
menunaikan tugas dengan baik. Al Fazari, ungkap Ehsan Masood dalam bukunya "Ilmuwan
Muslim Pelopor Hebat di Bidang Sains Modern", saat itu telah menguasai astronomi sehingga di
bawah arahan khalifah langsung beliau mampu menerjemahkan dan menyadur teks astronomi
India kuno yang sangat teknis tersebut. Kemudia beliau memberi judul Zij al Sinin al Arab
(Tabel Astronomi Berdasarkan Penanggalan Bangsa Arab) pada karya terjemahannya tersebut.
Ilmuwan terkemuka bernama Yaqub ibnu Tariq juga turut membantu dalam proyek pengalihan
bahasa tersebut. Menurut Ehsan Masood, penerjemahan Sindhind sangat berharga. Bukan hanya
karena wawasan astronominya tapi juga sistem penomoran India yang ada di dalamnya. Hasil
kerja Al Farazi melalui penerjemahan mengenalkan sistem penomoran tersebut ke dunia Arab.
Tugas yang diawali Al Farazi pada masa selanjutnya disempurnakan oleh al Khawarizmi. Al
Farazi menyusun zij atau tabel indeks kalkulasi posisi benda-benda langit. Perhitungan dilakukan
dengan mengkombinasikan penanggalan India, Kalpa Aharganas dengan perhitungan tahun

Hijriah Arab. Selain itu, karya al Farazi mencantumkan daftar negara-negara di dunia dan
dimensinya berdasarkan perhitungan tabel. Pada masa Khalifah Harun Al Rasyid, Al Farazi
membuat astrolab planisferis pertama yaitu mesin hitung analog pertama, sebagai alat bantu
astronomi menghitung waktu terbit dan tenggelam serta titik kulminasi matahari dan bintang
serta benda langit lainnya pada waktu tertentu. Astrolab menjadi instrumen paling penting yang
pernah dibuat. Dengan desain akurat, astrolab menjadi instrumen penentu posisi pada abad
pertengahan. Astrolab merupakan model alam semesta yang bisa digenggam sekaligus jam
matahari untuk mengukur tinggi dan jarak bintang. Chaucer dalam Treatise in the Astrolabe
menyatakan bahwa Astrolab kemudian menjadi alat navigasi utama. hanya dalam beberapa bulan
setelah ditemukan Astrolab oleh Al Farazi, kemajuan astronomi melejit cepat. Astrolab
memainkan peranan penting dalam pencapaian bidang astronomi oleh umat Muslim hingga
masa-masa berikutnya. Seorang astronom bernama al Sufi berhasil memanfaatkannya dengan
baik.
berikutnya. Seorang astronom bernama al Sufi berhasil memanfaatkannya dengan baik.
Al Sufi mampu memetakan sekitar seribu kegunaan Astrolab dalam berbagai bidang yang
berbeda seperti astronomi, astrologi, navigasi, survei, penentuan arah kiblat, waktu shalat, dan
penunjuk waktu. Karya Al Farazi lain berupa syair dengan judul "Qasida fi Ilm al-Nujum" (Puisi
tentang Ilmu Pengetahuan dan Perbintangan). Pada abad ke-13, karya ini ditemukan kembali
oleh penjelajah dan ahli geografi Muslim bernama Yaqut al-Hamawi dan al-Safadi. Gairah dan
kemauan para sarjana Muslim belajar dari tradisi ilmu lain serta dukungan penuh dari
pemerintahan menjadi kunci keberhasilan dalam memajukan ilmu pengetahuan di dunia Islam.

Anda mungkin juga menyukai