PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kejang demam merupakan penyakit kejang yang paling sering dijumpai di
bidang neurologi khususnya anak. Kejang selalu merupakan peristiwa yang
menakutkan bagi orang tua, sehingga bagi dokter kita wajib mengatasi kejang
demam dengan tepat dan cepat. Kejang demam pada umumnya dianggap tidak
berbahaya dan sering tidak menimbulkan gejala sisa; akan tetapi bila kejang
berlangsung lama sehingga menimbulkan hipoksia pada jaringan Susunan Saraf
Pusat (SSP), dapat menyebabkan adanya gejala sisa di kemudian hari.
Frekuensi dan lamanya kejang sangat penting untuk diagnosa serta tata
laksana kejang, ditanyakan kapan kejang terjadi, apakah kejang itu baru pertama
kali terjadi atau sudah pernah sebelumnya, bila sudah pernah berapa kali dan
waktu anak berumur berapa . Sifat kejang perlu ditanyakan, apakah kejang
bersifat klonik, tonik, umum atau fokal. Ditanya pula lama serangan, kesadaran
pada waktu kejang dan pasca kejang. Gejala lain yang menyertai diteliti, termasuk
demam, muntah, lumpuh, penurunan kesadaran atau kemunduran kepandaian.
Pada neonatus perlu diteliti riwayat kehamilan ibu serta kelahiran bayi.1
Kejang demam jarang terjadi pada epilepsi, dan kejang demam ini secara
spontan sembuh tanpa terapi tertentu. Kejang demam ini merupakan gangguan
kejang yang paling lazim pada masa anak, dengan pragnosa baik secara seragam.2
Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2 4% dari jumlah
penduduk di AS, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Namun di Asia dilaporkan
penderitanya lebih tinggi. Sekitar 20% di antara jumlah penderita mengalami
kejang demam kompleks yang harus ditangani secara lebih teliti. Bila dilihat jenis
kelamin penderita, kejang demam sedikit lebih banyak menyerang anak laki-laki.3
BAB II
PRESENTASI KASUS
I.
II.
IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. A
Umur
: 2 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Tanggal Lahir
: 01 Januari 2013
Agama
: Islam
Nama Ayah
: Tn. M. K
Pekerjaan Ayah
: Wiraswasta
Nama Ibu
: Ny. R
Pekerjaan Ibu
Alamat
: Rembang Pasuruan
Tanggal masuk
: 25 Mei 2015
No. RM
: 26-17-55
ANAMNESIS
Anamnesis diperoleh melalui aloanamnesis terhadap ibu pasien.
A. Keluhan Utama
Kejang
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Kurang lebih 1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien panas, panas
mendadak tinggi. Panas disertai batuk, tidak ada pilek, tidak disertai
muntah dan sesak napas.
Kurang lebih 1 jam sebelum masuk rumah sakit, pasien kejang, kejang
terjadi seluruh tubuh. Tangan dan kaki pasien kaku, mata melirik ke
atas. Kejang berlangsung 1 kali selama kurang lebih 10 menit. Setelah
kejang berhenti, pasien menangis. Kemudian oleh keluarga, pasien
dibawa ke RSUD Bangil. Di IGD pasien tidak kejang tetapi masih
: disangkal
: (-)
Riwayat epilepsi
: (-)
: sehat
Ibu
: sehat
: Bidan
Frekuensi
: Trimester I
: 1x/ 1 bulan
Trimester II
: 2x/ 1 bulan
Trimester III
: 2x/ 1 minggu
I. Imunisasi
Jenis
II
III
IV
1.
BCG
1 bulan
2.
DPT
2 bulan
3 bulan
4 bulan
3.
Polio
2 hari
2 bulan
3 bulan
4.
Campak
9 bulan
Hepatitis
Lahir
5.
2 bulan
3 bulan
4 bulan
-
B
Kesimpulan : imunisasi dasar lengkap.
J. Riwayat Makan Minum Anak
1. Usia 0-6 bulan
minum ASI sehari biasanya lebih dari 8 kali
2. Usia 6-8 bulan
bubur susu 2-3 kali sehari diselingi dengan ASI. Buah pisang atau
pepaya sekali sehari.
3. Usia 8-12 bulan
nasi tim 3 kali sehari dengan diselingi dengan ASI. Buah
pepaya/pisang sekali sehari
4. Usia 1 tahun - sekarang
diperkenalkan dengan makanan dewasa dengan sayur bervariasi dan
lauk ikan, ayam /tempe, porsi menyesuaikan, 3 kali sehari. Buah
pepaya/pisang/jeruk jumlah menyesuaikan.
Kesan : kualitas dan kuantitas cukup
K. Riwayat Keluarga Berencana :
Ibu penderita tidak mengikuti program KB.
: sedang
Derajat kesadaran
: kompos mentis
Status gizi
Tanda vital
BB
: 10,5 kg
TB
: kira-kira 60 cm
Nadi
Pernafasan
: 38x/menit
Suhu
Kepala
Mata
Hidung
Mulut
Telinga
Tenggorok
Leher
Thorax
Cor
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Pulmo
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
: tympani
Palpasi
: nyeri tekan (-), hepar tidak teraba, lien tidak teraba, turgor
kembali cepat.
Urogenital
Ekstremitas
Pemeriksaan Neurologis
Motorik
Sensorik
: (+2/+2)
R. Triseps
: (+2/+2)
R. Patella
: (+2/+2)
R. Archilles
: (+2/+2)
R. Babinsky
: (-/-)
R. Chaddock
: (-/-)
Reflek Patologis :
+4 +4
+4 +4
R. Oppeinheim : (-/-)
Meningeal Sign :
Kaku kuduk
: (-)
Brudzinsky I
: (-)
Brudzinsky II
: (-)
Kernig sign
: (-)
14,8g/Dl
8,23%
4,85%
0,993%
0,241%
0,487%
RBC
HGB
HCT
PLT
GDA
4,82g/dL
11,3g/dL
38,5%
358.000g/dL
140 mg/dL
VI.
DIAGNOSIS BANDING
1.
Kejang Demam Sederhana
dd : Infeksi Intrakranial
Gangguan Elektrolit
2.
VII.
Faringitis Akut
DIAGNOSIS KERJA
1.) Kejang Demam Sederhana
2.) Faringitis Akut
VIII. PENATALAKSANAAN
Terapi IGD 25-05-2015
1. IVFD D5 NS 1000CC/24 jam
2. Inj. Antrain 3x100mg
3. Inj. Diazepam mg mg IV / jika kejang
LEMBAR MONITORING
Tanggal
Jam
Pemeriksaan
Terapi
26/5/201
5
10.3
0
27/5/201
5
09.0
0
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. KEJANG DEMAM
1.)
DEFINISI
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium.1Kejang demam adalah kejang yang berhubungan dengan demam
(suhu diatas 39oC per rektal) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau
gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak berusia 1 bulan dan tidak ada riwayat
kejang tanpa demam sebelumnya.2
Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang demam
adalah suatu kejadian pada bayi dan anak, biasanya terjadi antara umur 3 bulan
dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya
infeksi intrakranial atau penyebab tertentu.3 Anak yang pernah kejang tanpa
demam, kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang demam. 1,3
Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 4 minggu (1 bulan) tidak
termasuk kejang demam.1,3 Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu
ditandai dengan kejang berulang tanpa demam.2 Definisi ini menyingkirkan
kejang yang disebabkan penyakit saraf seperti meningitis, ensefalitis atau
ensefalopati. Kejang pada keadaan ini mempunyai prognosis yang berbeda dengan
kejang demam karena keadaan yang mendasarinya mengenai susunan saraf pusat.3
Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun menaglami kejang
didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP atau epilepsi
yang kebetulan terjadi bersama demam. 2
2.
EPIDEMIOLOGI
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6 bulan
sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah
menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki
daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan
maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki.
ETIOLOGI
Etiologi dan pathogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui,
akan tetapi umur anak, tinggi dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi
terjadinya kejang. Faktor hereditas juga mempunyai peran yaitu 8-22% anak yang
mengalami kejang demam mempunyai orang tua dengan riwayat kejang demam
pasa masa kecilnya.3
Semua jenis infeksi bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan
demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering
menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas terutama
tonsillitis dan faringitis, otitis media akut(cairan telinga yang tidak segera
dibersihkan akan merembes ke saraf di kepala pada otak akan menyebabkan
kejang demam), gastroenteritis akut, exantema subitum dan infeksi saluran kemih.
Selain itu, imunisasi DPT (pertusis) dan campak (morbili) juga dapat
menyebabkan kejang demam.6
4.
KLASIFIKASI
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, membagi kejang demam menjadi dua4
1. Kejang demam sederhana (harus memenuhi semua kriteria berikut)
-
Berlangsung singkat
10
Kejang
Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam, anak sadar kembali di
antara bangkitan kejang.
5.
FAKTOR RESIKO
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Selain itu
terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung,
perkembangan terlambat, problem masa neonatus, anak dalam perawatan khusus,
dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak
akan mengalami satu kali rekurensi atau lebih dan kira-kira 9% anak mengalami 3
kali rekurensi atau lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, usia
dibawah 18 bulan, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul,
temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam dan riwayat
keluarga epilepsi. 5,6
Faktor risiko terjadinya epilepsi dikemudian hari ialah adanya gangguan
neurodevelopmental, kejang demam kompleks, riwayat epilepsi dalam keluarga,
lamanya demam saat awitan kejang dan lebih dari satu kali kejang demam
kompleks. 5,6
6.
PATOFISIOLOGI
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1 C akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15% dan peningkatan kebutuhan oksigen sampai 20%. Jadi
pada kenaikan suhu tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran
dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi ion Kalium dan Natrium melalui
membran sel, dengan akibat lepasnya muatan listrik yang demikian besar sehingga
dapat meluas keseluruh sel maupun ke membran sel sekitar dengan bantuan
neurotransmitter dan terjadilah kejang. Pada anak dengan ambang kejang yang
11
rendah kenaikan suhu sampai 38 C sudah terjadi kejang, namun pada anak dengan
ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu diatas 40 C.
Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan
tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang demam yang berlangsung lama (>15
menit) biasanya disertai dengan apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan
energi untuk kontraksi otot skelet yang mengakibatkan hipoksemia, hiperkapnea,
dan asidosis laktat.
Faktor yang terpenting adalah gangguan peredaran darah yang
mengakibatkan hipoksia sehingga berakibat meningkatnya permeabilitas vascular
dan udem otak serta kerusakan sel neuron. Kerusakan anatomi dan fisiologi yang
bersifat menetap bisa terjadi di daerah medial lobus temporalis setelah ada
serangan kejang yang berlangsung lama. Hal ini diduga kuat sebagai faktor yang
bertanggung jawab terhadap terjadinya epilepsy.
12
SKEMA PATOFISIOLOGI
13
7.
MANIFESTASI KLINIS
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan
dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi
di luar susunan saraf pusat, otitis media akuta, bronkitis, furunkulosis dan lainlain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik,
klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Namun anak akan
terbangun dan sadar kembali setelah beberapa detik atau menit tanpa adanya
kelainan neurologik.
Gejala yang timbul saat anak mengalami kejang demam antara lain : anak
mengalami demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi
secara tiba-tiba), kejang tonik-klonik atau grand mal, pingsan yang berlangsung
selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami
kejang demam). Kejang dapat dimulai dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot
kedua sisi tubuh anak. Kontraksi pada umumnya terjadi pada otot wajah, badan,
tangan dan kaki. Anak dapat menangis atau merintih akibat kekuatan kontaksi
otot. Anak akan jatuh apabila dalam keadaan berdiri.
Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya
berlangsung selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot
yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau
pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan
air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti
nafas), dan kulitnya kebiruan.
Saat kejang, anak akan mengalami berbagai macam gejala seperti :
1. Anak hilang kesadaran
2. Tangan dan kaki kaku atau tersentak-sentak
3. Sulit bernapas
4. Busa di mulut
5. Wajah dan kulit menjadi pucat atau kebiruan
6. Mata berputar-putar, sehingga hanya putih mata yang terlihat.
14
8.
DIAGNOSIS
Diagnosis kejang demam dapat ditegakkan dengan menyingkirkan
Anamnesis
Trauma kepala
2.
Pemeriksaan fisik
cahaya
negatif,
dan
terdapatnya
kuadriparesis
flasid
Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan
yang disebabkan oleh trauma. Ubun ubun besar yang tegang dan
membenjol menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial yang
dapat disebabkan oleh pendarahan sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi
yang lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan
janin dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan karena kesalahan
penyuntikan obat anestesi pada ibu.
3.
Pemeriksaan laboratorium
-
Elektrolit, glukosa darah. Diare, muntah, hal lain yang dapat mengganggu
keseimbangan elektrolit atau gula darah.
Kadar TNF alfa, IL-1 alfa & IL-6 pada CSS, jika meningkat dapat
dicurigai Ensefalitis akut / Ensefalopati.
4.
Pemeriksaan penunjang
-
16
CT-scan atau MRI hanya dilakukan jika ada indikasi, misalnya: kelainan
neurologi fokal yang menetap (hemiparesis) atau terdapat tanda
peningkatan tekanan intrakranial.
9.
DIAGNOSIS BANDING
Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus
dipikirkan apakah penyebab kejang itu di dalam atau diluar susunan saraf pusat.
Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis,
abses otak, dan lain-lain.oleh sebab itu perlu waspada untuk menyingkirkan
dahulu apakah ada kelainan organis di otak.
Menegakkan diagnosa meningitis tidak selalu mudah terutama pada bayi
dan anak yang masih muda. Pada kelompok ini gejala meningitis sering tidak khas
dan gangguan neurologisnya kurang nyata. Oleh karena itu agar tidak terjadi
kekhilafan yang berakibat fatal dapat dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal
yang umumnya diambil melalui pungsi lumbal.
Baru setelah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam
kejang demam atau epilepsi yang dprovokasi oleh demam.
No
Kriteri Banding
Kejang
Epilepsi
Meningitis
Demam
1.
Kejang
Ensefalitis
Pencetusnya
Tidak
demam
dengan demam
17
berkaitan Salah
satu
gejalanya demam
2.
3.
4.
Kelainan Otak
(-)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(-)
(+)
Kejang berulang
Penurunan kesadaran
1O. PENATALAKSANAAN
Dalam penanggulangan kejang demam ada 4 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu :
1. Mengatasi kejang secepat mungkin
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu datang, kejang
sudah berhenti. Apabila pasien dating dalam keadaan kejang, obat paling cepat
untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena
dengan dosis 0,3-0,5 mm/kgBB perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2mg.menit
atau dalam waktu 3-5 menit. Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua
di rumah atau yang sering digunakan di rumah sakit adalah diazepam rektal. Dosis
diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kgBB atau diazepam rektal 5 mg untuk anak
dengan berat badan kurang dari 10 kg, dan 10 mg untuk berat badan lebih dari
10kg. atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak di bawah usia 3 tahun
atau 7,5 mg mg untuk anak diatas usia 3 tahun.
Jika kejang masih berlanjut :
1. Pemberian diazepam 0,2 mg/kgBB per infus diulangi. Jika belum
terpasang selang infus, 0,5 mg/kg per rektal
2. Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan
Jika kejang masih berlanjut :
1. Pemberian fenobarbital 20-30 mg/kgBB per infus dalam 30 menit
18
19
Profilaksis intermitten
Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari, penderita kejang
demam diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipiretika yang harus
diberikan kepada anak selama episode demam. Antipiretik yang diberikan adalah
paracetamol dengan dosis 10-15mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari atau ibuprofen
dengan dosis 5-10mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Antikonvulsan yang ampuh dan
banyak dipergunakan untuk mencegah terulangnya kejang demam ialah diazepam,
baik diberikan secara rectal dengan dosis 5 mg pada anak dengan berat di bawah
10kg dan 10 mg pada anak dengan berat di atas 10kg, maupun oral dengan dosis
0,3 mg/kg setiap 8 jam pada saat tubuh 38,50C. Profilaksis intermitten ini
sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk menderita kejang demam
sedehana sangat kecil yaitu sampai sekitar umur 4 tahun. Fenobarbital,
karbamazepin dan fenition pada saat demam tidak berguna untuk mencegah
kejang demam.
teurapetik yang stabil dan cukup di dalam darah penderita untuk mencegah
terulangnya kejang di kemudian hari. Pengobatan jangka panjang dapat
dipertimbangan jika terjadi hal berikut:
20
Fenobarbital
Dosis 4-5 mg/kgBB/hari. Efek samping dari pemakaian fenobarbital
jangka panjang ialah perubahan sifat anak menjadi hiperaktif, perubahan siklus
tidur dan kadang-kadang gangguan kognitif atau fungsi luhur.
2).
dan dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan. Efek samping yang dapat terjadi
adalah gejala toksik berupa rasa mual, kerusakan hepar, pankreatitis.
3).
Fenitoin
Diberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan gangguan sifat
sekurang-kurangnya
tahun
seperti
mengobati
epilepsi.
b.
c.
22
penyakit
kejang
tanpa
demam
dalam
keluarga
23
BAB IV
PEMBAHASAN
Penegakan diagnosis kejang demam sederhana dilakukan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis
didapatkan, pasien mengalami kejang saat demam sebanyak 1 x dalam waktu 24
jam, dengan lama rata-rata 5 menit. Kejang bersifat, selama kejang pasien tidak
sadar. Hal ini sesuai dengan kriteria diagnosis kejang demam sederhana. Pasien
juga tidak mempunyai riwayat kejang pada saat tidak demam, untuk
mensingkirkan diagnosis epilepsi.
Dari pemeriksaam fisik didapatkan adanya hiperemis pada faring yang
dicurigai sebagai penyebab kejang demam akibat faringitis. Tidak adanya kaku
kuduk, rangsang meningeal, refleks patologis menunjukkan penyebab kejang
24
demam pada pasien tidak disebabkan oleh proses intrakranial walaupun hal ini
harus dipastikan lebih lanjut dengan pemeriksaan pungsi lumbal.
Dari pemeriksaan penunjang darah rutin yang penting menunjukkan
adanya peningkatan kadar leukosit dalam darah (14.800/mm3). Hal ini dapat
sebagai acuan bahwa infeksi pada faring disebabkan bakteri, sehingga berguna
untuk penatalaksanaan selanjutnya.
Pada pasien ini dianjurkan pemeriksaan kadar elektrolit dalam darah untuk
menyingkiran kemungkinan kejang akibat gangguan elektrolit. Pemeriksaan
pungsi lumbal juga dianjurkan pada pasien ini untuk memastikan tidak adanya
penyebab intrakranial untuk terjadinya kejang.
Penatalaksanaan pasien ini pemberian cairan infus D5 NS. Hal ini untuk
memberikan kebutuhan glukosa, cairan, dan elektrolit pada pasien yang saat
demam, tidak terpenuhi asupannya. Pasien masuk keruangan ruangan dalam
keadaan tidak kejang lagi, sehingga seharusnya diberikan obat anti kejang
profilaksis intermitten yaitu diazepam dengan dosis 0,3mg/kgBB setiap 8 jam
untuk oral atau 0,5 mg/kgBB setiap 8 jam untuk rektal. Namun dari teori yang
dikemukakan diatas, bahwa diazepam diberikan pada saat tubuh > 38,5 0C,
sehingga pada pasien ini dimana suhunya 37,80C hanya diberikan obat profilaksis
jangka panjang berupa asam valproat yang juga diberikan kepada pasien saat
pulang. Hal ini sesuai teori dimana riwayat pasien yang mengalami kejang demam
sebanyak 3 kali dalam 24 jam dipertimbangkan untuk diberikan obat profilaksis
jangka panjang berupa asam valproat. Mengingat efek samping dari asam valproat
dan penggunaannya dalam waktu yang lama (1 tahun), maka disarankan pada
pasien untuk rutin kontrol ke dokter. Pada pasien diberikan antibiotik karena
dicurigai penyebab demamnya adalah infeksi pada tonsil dan faring oleh bakteri,
sehingga untuk mengatasi demamnya selain diberikan obat penurun panas berupa
parasetamol juga diberikan antibiotik cefotaksim.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Haslam Robert H. A. Sistem Saraf, dalam Ilmu Kesehatan Anak Nelson,
Vol. 3, Edisi 15. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. 2000; XXVII :
2059 2060
2. Hendarto S. K. Kejang Demam. Subbagian Saraf Anak, Bagian Ilmu
Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, RSCM,
Jakarta. Cermin Dunia Kedokteran No. 27. 1982 : 6 8.
3. Behrman dkk, (e.d Bahasa Indonesia), Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15,
EGC, 2000. Hal 2059-2067.
26
tanggal
Februari
2013.
Didapatkan
dari:
www.medicinenet.com/febrile_seizures/article.htm
7. Mary Rudolf, Malcolm Levene. Pediatric and Child Health. Edisi ke-2.
Blackwell pulblishing; 2006. Hal 72-90.
8. Rudolph AM. Febrile Seizures. Rudoplh Pediatrics. Edisi ke-20. Appleton
dan Lange, 2002
9. Pudjaji AH, Hegar B, Handryastuti, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati
ED. Pedoman pelayanan medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia; Jakarta.
2010. h. 150-2.
10. Ministry of health service. Guidelines and protocols febrile seizure. British
columbia medical association. 2010.
11. Febrile Seizures Fact Sheets: National Institutes of Neurology and Stroke
Diunduh
pada
tanggal
Februari
2013.
Didapatkan
dari:
www.ninds.nih.gov/disorders/febrile_seizures/detail_febrile_seizures.htm
27