Keprof
Keprof
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jarvis (2004) mendefinisikan coaching sebagai pengembangan keterampilan dan
pengetahuan seseorang, sehingga kinerja mereka akan membaik dan mengarah pada
tujuan organisasi. Coaching merupakan salah satu tugas pimpinan karena sebagai
pemimpin mereka harus menjadi role model bagi stafnya dan apabila tidak ada
coaching maka tidak akan tercapai tujuan organisasi.
Menurut Sullivan dan Decker (1989), kepemimpinan merupakan penggunaan
keterampilan seseorang dalam mempengaruhi orang lain untuk melaksanakan sesuatu
dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya. Kepemimpinan merupakan
interaksi antar kelompok, proses mempengaruhi kegiatan suatu organisasi dalam
pencapaian tujuan.
Claus dan Bailey dalam Lanscaster dan Lanscaster (1982), mendefinisikan
kepemimpinan sebagai suatu kelompok kegiatan yang mempengaruhi kelompok
anggota, bergerak menuju pencapaian tujuan yang ditentukan.
Kepemimpinan adalah suatu proses aktitivitas untuk mempengaruhi dan
mengorganisir orang lain atau kelompok dalam upaya ke arah pencapaian tujuan yang
telah ditetapkan dan prestasi (Swansburg, R. C., & Swansburg, R. J., 1998).
Berdasarkan ketiga pandangan ini dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan
merupakan proses mempengaruhi orang lain dalam mencapai tujuan suatu organisasi.
Kepemimpinan dalam keperawatan merupakan penggunaan keterampilan seorang
pemimpin
(perawat)
dalam
memengaruhi
perawat-perawat
lain
dibawah
F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan pada makalah ini terdiri dari BAB I Pendahuluan berisi
Latar Belakang, Pokok Bahasan, Tujuan Penulisan, Ruang Lingkup, Metode
Penulisan dan Sistematika Penulisan; BAB II Tinjauan Teoritis berisi materi-materi
penunjang couching dalam keperawatan yang dapat digunakan sebagai landasan
dalam diskusi pembahasan; BAB III Tinjauan Kasus dan Pembahasan berisi kasus
serta pembahasannya; BAB IV Penutup berisi kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Definisi Coaching
3
bimbingan
Membahas dan menyampaikan hasil evaluasi instrumen
Fasilitator menyiapkan ruangan beserta kelengkapannya
Mempelajari kemampuan dasar yang dimiliki peserta
Fasilitator merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi proses bimbingan dan
bagaimana
proses
melakukannya
sudah
memperagakan
apa
yang
sudah
kita
memberikan
feedback. Contohnya
yaitu
saat
melatih
sebuah
tim sales tentang merumuskan target penjualan mingguan masih ada yang
membuat targetpenjualan tidak spesifik, maka diberikan feedback agar lebih
spesifik dan terukur.
6. Proceed on Next Path, langkah ini adalah langkah terakhir di mana kita membuat
kesepakatan dengan coach apa langkah selanjutnya yang ingin dicapai. Seringkali
di sesi ini, fasilitator mendapatkan inisiatif untuk melebarkan coaching yang tidak
dipikirkan sebelumnya. Misal yang tadinya hanya melakukan coaching tentang
teknik presentasi, coach ternyata meminta lebih lanjut untuk coaching teknik
pembuatan slide, menjaga penampilan dan authority. Ini bukan hanya bermanfaat
untuk coach, namun juga jika coach belum menguasai the next path, otomatis
akan dipaksa belajar ilmu yang lebih baru.
I. Model Bimbingan
Model perilaku telah digunakan pada coaching di bidang industri dan telah
berhasil dengan baik. Elemen yang esensial dari strategi coaching dalam coaching
klinik dapat diuraikan dalam lima konsep yang membentuk akronim COACH. Setiap
coaching klinis hendaknya menyertakan elemen-elemen ini.
C = clear performance model (model kinerja yang jelas)
Kepada para peserta hendaknya diperlihatkan secara jelas dan efektif
keterampilan yang akan mereka pelajari
O = openess to learning (keterbukaan untuk belajar)
Hendaknya menyertakan peserta dalam berbagai kegiatan yang dirancang untuk
mempersiapkan belajar dan menggunakan keterampilan keterampilan baru
A = assessment of performance (penilaian kinerja)
Coaching klinik hendaknya mengupayakan pengukuran kompetensi keterampilan
yang diajarkan serta memberikan umpan balik terhadap kemajuan kearah kinerja
standar yang diinginkan
C = communication (komunikasi)
Komunikasi dua arah yang efektif antara peserta dan fasilitator merupakan factor
penting untuk memperoleh keterampilan awal dan
dicapainya kompetensi
keterampilan.
H = help and follow up (menolong dan tindak lanjut)
Bimbingan klinis hendaknya mencakup juga perencanaan
untuk aplikasi
BAB III
KASUS DAN PEMBAHASAN
A. Kasus
Seorang perawat baru bekerja di Rumah Sakit Kasih Sayang dan telah mendapat
coaching oleh seorang kepala ruangan yang bertugas di ruang 206 perawatan neurologi
tentang Standar Operasional Prosedur keperawatan di rumah sakit tersebut. Lalu
fasilitator juga sudah menjelaskan mengenai pentingnya etika, kedisiplinan, ketelitian,
hubungan terapeutik dan peran keluarga dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan.
Pada saat dilaksanakannya coaching perawat baru terlihat bingung dan kurang
memahami materi coaching yang telah diberikan oleh fasilitator, dikarenakan
komunikasi yang digunakan oleh fasilitator kurang efektif atau terlalu berbelit-belit.
Tn.T (55 tahun), yang dirawat di ruang 206 perawatan neurologi Rumah Sakit Kasih
Sayang, telah memasuki hari ketujuh perawatan dengan diagnosa medis stroke iskemic,
dengan kondisi saat masuk Tn.T tidak sadar, TD: 170/100, RR: 24 x/mt, N: 68 x/mt.
Kondisi pada hari ketujuh perawatan didapatkan kesadaran compos mentis, TD: 150/100,
N: 68, hemiparese/kelumpuhan anggota gerak dextra atas dan bawah, bicara pelo, mulut
mencong kiri. Tn.T dapat mengerti bila diajak bicara dan dapat menjawab pertanyaan
dengan baik tetapi jawaban Tn.T tidak jelas (pelo). Keesokan harinya saat sore hari
sekitar pukul 17.00 wib terdengar bunyi gelas plastik jatuh dan setelah itu terdengar
bunyi seseorang jatuh dari tempat tidur, diruang 206 dimana tempat Tn.T dirawat. Saat
itu juga perawat yang mendengar suara tersebut mendatangi dan masuk ruang 206, dan
perawat mendapati Tn.T sudah berada dilantai dibawah tempat tidurnya dengan barangbarang disekitarnya berantakan.
Ketika peristiwa itu terjadi keluarga Tn.T sedang berada dikamar mandi, dengan
adanya peristiwa itu keluarga juga langsung mendatangi Tn.T, keluarga juga terkejut
dengan peristiwa itu, keluarga menanyakan kenapa terjadi hal itu dan mengapa, keluarga
tampak kesal dengan kejadian itu. Perawat dan keluarga menanyakan kepada Tn.T
kenapa bapak jatuh, Tn.T mengatakan Saya akan mengambil minum tiba-tiba saya
jatuh, karena tidak ada pengangan pada tempat tidurnya, perawat bertanya lagi, kenapa
bapak tidak minta tolong kami saya pikir kan hanya mengambil air minum.
Dua jam sebelum kejadian, perawat baru merapikan tempat tidur Tn.T dan perawat
tersebut memberikan obat injeksi untuk penurun darah tinggi (captopril) tetapi perawat
baru lupa memasang kembali side drill tempat tidur Tn.T. Namun saat itu juga perawat
8
baru memberitahukan pada pasien dan keluarga, bila butuh sesuatu dapat memanggil
perawat dengan alat yang tersedia.
B. Pembahasan Kasus
Pada kasus tersebut ternyata perawat baru tidak melaksanakan implementasi sesuai
dengan SOP yang telah dicoachingkan oleh fasilitator. Padahal sebelumnya fasilitor telah
menjelaskan pentingnya SOP, etika, kedisiplinan, ketelitian, hubungan terapeutik dan
peran keluarga dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan. Seharusnya fasilitator juga
mengamati dan mengawasi perawat baru tersebut selama memberikan asuhan
keperawatan untuk dapat mengevaluasi tindakan yang akan dilakukan oleh perawat
apakah sudah sesuai dengan couching yang telah diberikan atau belum. Pada kasus diatas
implementasi yang tidak dijalankan oleh perawat yaitu kurangnya ketelitian dalam
menjalankan tugas. Perawat baru tersebut harus diberikan bimbingan sampai perawat
baru tersebut berkompeten. Prinsipnya dalam melakukan praktik keperawatan, perawat
harus memperhatikan beberapa hal, yaitu: melakukan praktik keperawatan dengan
ketelitian dan kecermatan, sesuai standar praktik keperawatan, melakukan kegiatan
sesuai kompetensinya, dan mempunyai upaya peningkatan kesejahteraan serta
kesembuhan pasien sebagai tujuan praktik. Dalam praktik keperawatan kesalahan atau
kelalaian yang dianggap kecil tetapi dapat mengakibatkan kerugian yang sangat besar
baik bagi pasien, keluarga, maupun rumah sakit. Fasilitator seharusnya berkomunikasi
secara efektif dan tidak berbelit-belit sehingga perawat baru mudah dalam memahami
coaching.
Pada contoh kasus diatas merupakan salah satu bentuk kasus kelalaian dari perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan, seharusnya perawat memberikan rasa aman dan
nyaman kepada pasien (Tn.T). Pemberian rasa aman dan nyaman salah satunya dengan
menjamin bahwa Tn.T tidak akan terjadi injuri/cedera, karena kondisi Tn.T mengalami
kelumpuhan seluruh anggota gerak kanan, sehingga mengalami kesulitan dalam
beraktifitas atau menggerakan tubuhnya.
Pada kasus diatas menunjukkan bahwa kelalaian perawat dalam hal ini tidak
memasang pengaman tempat tidur (side drill) setelah memberikan obat injeksi captopril,
sehingga dengan tidak adanya penghalang tempat tidur membuat Tn.T merasa leluasa
bergerak dari tempat tidurnya tetapi kondisi inilah yang menyebabkan Tn.T terjatuh.
Bila melihat dari hubungan perawat pasien dan juga tenaga kesehatan lain
tergambar pada bentuk pelayanan praktek keperawatan, baik dari kode etik dan standar
9
praktik atau ilmu keperawatan. Pada praktik keperawatan, perawat dituntut untuk dapat
bertanggung jawab baik etik, disiplin dan hukum. Kelalaian implikasinya dapat dilihat
dari segi etik dan hukum, bila penyelesaiannya dari segi etik maka penyelesaiannya
diserahkan dan ditangani oleh profesinya sendiri dalam hal ini dewan kode etik profesi
yang ada diorganisasi profesi, dan bila penyelesaian dari segi hukum maka harus dilihat
apakah hal ini sebagai bentuk pelanggaran pidana atau perdata atau keduannya dan ini
membutuhkan pakar dalam bidang hukum atau pihak yang berkompeten dibidang
hukum.
Bila dilihat dari beberapa teori diatas, maka kasus Tn.T, merupakan kelalaian dengan
alasan, sebagai berikut:
1. Kasus kelalaian Tn.T terjadi karena perawat tidak melakukan tindakan keperawatan
yang merupakan kewajiban perawat terhadap pasien, dalam hal ini perawat tidak
melakukan tindakan keperawatan sesuai standar profesi keperawatan, dan bentuk
kelalaian perawat ini termasuk dalam bentuk Nonfeasance (tidak melakukan
tindakan keperawatan yang merupakan kewajiban baginya).
Terdapat beberapa hal yang memungkinkan perawat tidak melakukan tindakan
keperawatan dengan benar, diantaranya sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
Supervisi dari ketua tim, kepala ruangan atau perawat primer tidak dijalankan
dengan baik
f.
g.
h.
i.
10
Terhadap Pasien
1)
2)
3)
4)
5)
Pasien dalam hal ini keluarga pasien dapat menuntut pihak Rumah
Sakit atau perawat secara peroangan sesuai dengan ketententuan yang
berlaku, yaitu KUHP.
b.
perawat tidak dipercaya oleh pasien, keluarga dan juga pihak profesi
sendiri, karena telah melanggar prinsip-prinsip moral/etik keperawatan,
antara lain:
a)
b)
c)
d)
2)
11
3)
c.
2)
3)
4)
d.
Bagi profesi
1)
2)
3. Hal yang perlu dilakukan dalam upaya pencegahan dan perlindungan bagi penerima
pelayanan asuhan keperawatan, adalah sebagai berikut:
a)
1)
tindakan
3)
praktek keperawatan.
4)
Memberlakukan segala ketentuan/perundangan yang ada kepada
perawat/praktisi keperawatan sebelum memberikan praktek keperawatan
sehingga dapat dipertanggung jawabkan baik secara administrasi dan hukum,
missal: SIP dikeluarkan dengan sudah melewati proses-proses tertentu.
12
b)
Penyelesaian Kasus Tn.T dan kelalaian perawat diatas yaitu harus memperhatikan
berbagai hal baik dari segi pasien dan keluarga, perawat secara perorangan, rumah sakit
sebagai institusi dan juga bagaimana pandangan dari organisasi profesi.
Pasien dan keluarga perlu untuk dikaji dan dilakukan testimoni atas kejadian
tersebut, bila dilihat dari kasus bahwa Tn.T dan keluarga telah diberikan penjelasan oleh
perawat sebelumnya, bila membutuhkan sesuatu dapat memanggil perawat dengan
menggunakan alat bantu yang ada. Ini menunjukkan juga bentuk kelalaian atau
ketidakdisiplinan dari pasien dan keluarga atas jatuhnya Tn.T.
Segi perawat secara perorangan, harus dilihat dahulu apakah perawat tersebut
kompeten dan sudah memiliki Surat Ijin Perawat, atau lainnya sesuai ketentuan
perudang-undangan yang berlaku, dan telah sesuai dalammelakukan praktik asuhan
keperawatan pada pasien dengan stroke, seperti Tn.T. Tetapi bagaimanapun perawat
harus dapat mempertanggung jawabkan semua bentuk kelalaian sesuai aturan
perundangan yang berlaku.
Bagi pihak Rumah Sakit, harus juga memberikan penjelasan apakah perawat yang
dipekerjakan di Rumah Sakit tersebut telah memenuhi syarat-syarat yang diperbolehkan
13
oleh profesi untuk mempekerjakan perawat tersebut. Apakah RS atau ruangan tempat
Tn.T dirawat mempunyai standar (SOP) yang jelas. Dan harus diperjelas bagaimana
hubungan perawat sebagai pemberi praktik asuhan keperawatan dan kedudukan RS
terhadap perawat tersebut.
Bagi organisasi profesi juga harus diperhatikan beberapa hal yang memungkinkan
perawat melakukan kelalaian, organisasi apakah sudah mempunyai standar profesi yang
jelas dan telah diberlakukan bagi anggotannya, dan apakah profesi telah mempunyai
aturan hukum yang mengikat anggotannya sehingga dapat mempertanggung jawabkan
tindakan praktek keperawatannya dihadapan hukum, moral dan etik keperawatan.
Keputusan ada atau tidaknya kelalaian/malpraktik bukanlah penilaian atas hasil
akhir pelayanan praktik keperawatan pada pasien, melainkan penilaian atas sikap dan
tindakan yang dilakukan atau yang tidak dilakukan oleh tenaga medis didasarkan dengan
standar yang berlaku. Terlihat pada kasus, fasilitator memberikan coaching yang sedikit
tidak sesuai dengan ketentuan coaching yaitu berkomunikasi yang tidak efektif yang
dapat
14
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil diskusi kami menyimpulkan bahwa coaching adalah proses
mengarahkan yang dilakukan oleh seorang manajer untuk melatih dan memberikan
orientasi kepada anggotanya untuk mengatasi hambatan dalam mencapai prestasi
yang optimal. Coaching ditempuh melalui proses belajar yang intensif yang diikuti
dengan pemberian umpan balik segera.
Dilihat dari tinjauan kasus, coaching yang tidak efektif akan mengakibatkan
suatu kelalaian yang dapat merugikan pasien dan menurunkan nilai mutu pelayanan
kesehatan. Hal itu dapat disebabkan karena beberapa hambatan, antara lain:
implementasi coaching yang tidak dilaksanakan dengan baik, perawat tidak
berkompeten dibidangnya, perawat tersebut kurang berpengalaman, perawat tidak
focus dalam melakukan pelayanan kesehatan.
B.
Saran
Perawat sebagai orang yang dekat dengan pasien harus melakukan pelayanan
kesehatan yang menyeluruh, maka dari itu perawat harus lebih berhati-hati dalam
melakukan suatu pelayanan kesehatan, dan untuk manajer atau kepala ruangan
seharusnya dapat menerapkan prinsip-prinsip teknik coaching yang efektif dan lebih
memperhatikan anggotanya agar tercapai tujuan pelayanan kesehatan yang baik dan
optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Angela M, Thomas.1997.Coaching for Staff Development. Jakarta: Kanisius.
15
16