Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stroke merupakan masalah bagi negara-negara berkembang. Di dunia
penyakit stroke meningkat seiring dengan modernisasi. Di Amerika Serikat,
stroke menjadi penyebab kematian yang ketiga setelah penyakit jantung dan
kanker. Diperkirakan ada 700.000 kasus stroke di Amerika Serikat setiap
tahunnya, dan 200.000 diantaranya dengan serangan berulang. Menurut
WHO, ada 15 juta populasi terserang stroke setiap tahun di seluruh dunia dan
terbanyak adalah usia tua dengan kematian rata-rata setiap 10 tahun antara 55
dan 85 tahun. (Goldstein,dkk 2006; Kollen,dkk 2006; Lyoyd-Jones dkk,2009).
Jumlah penderita stroke di Indonesia kini kian meningkat dari tahun ke
tahun. Stroke merupakan penyakit nomor tiga yang mematikan setelah
jantung dan kanker. Disamping itu, stroke juga merupakan penyebab
kecatatan. Sehingga keadaan tersebut menempatkan stroke sebagai masalah
kesehatan yang serius.
Rendahnya kesadaran akan faktor risiko stroke, kurang dikenalinya
gejala stroke, belum optimalnya pelayanan stroke dan ketaatan terhadap
program terapi untuk pencegahan stroke ulang yang rendah merupakan
permasalahan yang muncul pada pelayanan stroke di Indonesia. Keempat hal
tersebut berkontribusi terhadap peningkatan kejadian stroke baru, tingginya
angka kematian akibat stroke, dan tingginya kejadian stroke ulang di
Indonesia (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2008).

Penderita Stroke saat ini menjadi penghuni terbanyak di bangsal atau


ruangan pada hampir semua pelayanan rawat inap penderita penyakit syaraf.
Karena, selain menimbulkan beban ekonomi bagi penderita dan keluarganya,
Stroke juga menjadi beban bagi pemerintah dan perusahaan asuransi
kesehatan.
Berbagai fakta menunjukkan bahwa sampai saat ini, Stroke masih
merupakan masalah utama di bidang neurologi maupun kesehatan pada
umumnya. Untuk mengatasi masalah krusial ini diperlukan strategi
penangulangan Stroke yang mencakup aspek preventif, terapi rehabilitasi, dan
promotif.
Keberadaan unit Stroke di rumah sakit tak lagi sekadar pelengkap,
tetapi sudah menjadi keharusan, terlebih bila melihatangka penderita Stroke
yang terus meningkat dari tahun ke tahun di Indonesia. Karena penanganan
Stroke yang cepat, tepat dan akurat akan meminimalkan kecacatan yang
ditimbulkan. Untuk itulah penulis menyusun makalah mengenai Stroke yang
menunjukan masih menjadi salah satu pemicu kematian tertinggi di Indonesia.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
C. Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari empat BAB, yaitu : BAB I Pendahuluan berisi
latar belakang, tujuan penulisan, dan sistematika penulisan makalah; BAB II
konsep dasar penyakit Stroke yang berisi anatomi fisiologi system persyarafan
(otak), pengertian stroke, klasifikasi katarak, penyebab katarak, patofisiologi
katarak, manifestasi klinik katarak, pemeriksaan diagnostik katarak; BAB III
Konsep asuhan keperawatan klien dengan katarak, berisi pengkajian, diagnosa
keperawatan, intervensi, dan evaluasi; serta BAB IV Penutup yang berisi
kesimpulan dan saran.

BAB II

KONSEP DASAR PENYAKIT STROKE

A. Anatomi Fisiologi Sistem Persyarafan (Otak)


1. Otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih
100 triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak
besar), serebelum (otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon.
(Satyanegara, 1998).
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan
korteks serebri. Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis
yang merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakangerakan voluntar, lobur parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses
dan mengintegrasi informasi sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus
temporalis yang merupakan area sensorik untuk impuls pendengaran dan
lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan primer, menerima
informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh
duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya
dari bagian posterior serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks
yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus
dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
Bagian-bagian batang otak dari bawak ke atas adalah medula
oblongata, pons dan mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata
merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung, vasokonstriktor,
pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur dan muntah. Pons
merupakan

mata

rantai

penghubung

yang

penting

pada

jaras
4

kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum.


Mesensefalon merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi
aquedikus sylvius, beberapa traktus serabut saraf asenden dan desenden dan
pusat stimulus saraf pendengaran dan penglihatan.
Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus,
epitalamus dan hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan
pengintegrasi subkortikal yang penting. Subtalamus fungsinya belum dapat
dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus akan menimbulkan
hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau tangan yang terhempas
kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa dorongan
emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan
dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan
emosi. (Sylvia A. Price, 1995)
2. Sirkulasi darah otak
Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi
oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi
oleh dua pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Da
dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk
sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi. (Satyanegara, 1998)
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis
komunis kira-kira setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke
dalam tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi
arteri serebri anterior dan media. Arteri serebri anterior memberi suplai darah
pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan putamen basal ganglia,
kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama medial) lobus
frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks
motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis,
parietalis dan frontalis korteks serebri.
5

Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi
yang sama. Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum,
setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu
membentuk arteri basilaris, arteri basilaris terus berjalan sampai setinggi otak
tengah, dan di sini bercabang menjadi dua membentuk sepasang arteri serebri
posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini memperdarahi medula
oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon. Arteri
serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon,
sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ
vestibular. (Sylvia A. Price, 1995)
Darah vena dialirkan dari otak melalui dua sistem : kelompok vena
interna, yang mengumpulkan darah ke Vena galen dan sinus rektus, dan
kelompok vena eksterna yang terletak di permukaan hemisfer otak, dan
mencurahkan darah, ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus basalis
lateralis, dan seterusnya ke vena-vena jugularis, dicurahkan menuju ke
jantung. (Harsono, 2000)
B. Pengertian Stroke
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan
kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro
Susilo, 2000)
Perdarahan intracerebral adalah disfungsi neurologi fokal yang akut
dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara
spontan bukan oleh karena trauma kapitis. (UPF, 1994)
Penyakit serebrovaskuler menunjukkan adanya beberapa kelaianan
otak baik secara fungsional maupun structural yang disebabkan oleh keadaan
patologis dari pembuluh darah serebral atau dari seluruh system pembuluh
6

darah otak. Patologis ini menyebabkan perdarahan dari sebuah robekan yang
terjadi pada dinding pembuluh atau kerusakan sirkulasi serebral oleh oklusi
parsial atau seluruh lumen pembuluh darah dengan pengaruh yang bersifat
sementara atau permanen.(Doenges,1999)
Dengan demikian stroke dapat didefinisikan adanya tanda-tanda klinik
yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global)
dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih disebabkan
oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh
karena trauma kapitis. Patologis ini menyebabkan perdarahan dari sebuah
robekan yang terjadi pada dinding pembuluh atau kerusakan sirkulasi serebral
oleh oklusi parsial atau seluruh lumen pembuluh darah dengan pengaruh yang
bersifat sementara atau permanen.
C. Etiologi Stroke
Menurut Smeltzer (2001) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari
empat kejadian yaitu:
1.

Trombosis serebral
Arteriosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral
adalah penyebab utama trombosis serebral, yang merupakan penyebab
paling umum dari stroke. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi. Sakit
kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien dapat
mengalami pusing, perubahan kognitif, atau kejang, dan beberapa
mengalami awitan yang tidak dapat dibedakan dari haemorrhagi
intracerebral atau embolisme serebral. Secara umum, trombosis serebral
tidak terjadi dengan tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara,
hemiplegia, atau parestesia pada setengah
tubuh dapat mendahului awitan paralisis berat pada beberapa jam atau
hari.

2.

Embolisme serebral
7

Embolus biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabangcabangnya, yang merusak sirkulasi serebral. Awitan hemiparesis atau
hemiplegia tiba-tiba dengan afasia atau tanpa afasia atau kehilangan
kesadaran pada pasien dengan penyakit jantung atau pulmonal adalah
karakteristik dari embolisme serebral.
3.

Iskemia serebral
Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama
karena konstriksi ateroma pada arteri yang menyuplai darah ke otak.

4.

Haemorhagi serebral
a.

Haemorhagi ekstradural (haemorrhagi epidural) adalah


kedaruratan
bedah neuro yang memerlukan perawatan segera. Keadaan ini
biasanya mengikuti fraktur tengkorak dengan robekan arteri tengah
arteri meninges lain, dan pasien harus diatasi dalam beberapa jam
cedera untuk mempertahankan hidup.

b. Haemorhagi subdural pada dasarnya sama dengan haemorrhagi

epidural, kecuali bahwa hematoma subdural biasanya jembatan vena


robek. Karenanya periode pembentukan hematoma lebih lama dan
menyebabkan

tekanan

pada

otak.

Beberapa

pasien

mungkin

mengalami haemorrhagi subdural kronik tanpa menunjukkan tanda


atau gejala.
c. Haemorrhagi subarakhnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau
hipertensi, tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisme
pada area sirkulus Willisi dan malformasi arteri vena kongenital pada
otak.
d. Haemorrhagi intracerebral adalah perdarahan di substansi dalam otak
paling umum pada pasien dengan hipertensi dan aterosklerosis
serebral, karena perubahan degeneratif karena penyakit ini biasanya
menyebabkan rupture pembuluh darah. Biasanya awitan tiba -tiba,
8

dengan sakit kepala berat. Bila haemorrhagi membesar, makin jelas


deficit neurologik yang terjadi dalam bentuk penurunan kesadaran dan
abnormalitas pada tanda vital.
Faktor resiko pada stroke (Smeltzer C. Suzanne, 2002, hal 2131)
a. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko stroke yang potensial. Hipertensi dapat
mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak.
Apabila pembuluh darah otak pecah maka timbullah perdarahan otak dan
apabila pembuluh darah otak menyempit maka aliran darah ke otak akan
terganggu dan sel sel otak akan mengalami kematian.
b. Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak yang
berukuran besar. Menebalnya dinding pembuluh darah otak akan
menyempitkan diameter pembuluh darah tadi dan penyempitan tersebut
kemudian akan mengganggu kelancaran aliran ke otak, yang pada akhirnya
akan menyebabkan infark sel sel otak.
c. Penyakit Jantung
Berbagai penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan stroke. Faktor
risiko ini akan menimbulkan hambatan/sumbatan aliran darah ke otak karena
jantung melepas gumpalan darah atau sel sel/jaringan yang telah mati ke
dalam aliran darah.
d. Hiperkolesterolemi
Meningginya angka kolesterol dalam darah, terutama low density
lipoprotein
(LDL), merupakan faktor risiko penting untuk terjadinya arteriosklerosis
(menebalnya dinding pembuluh darah yang kemudian diikuti penurunan
elastisitas pembuluh darah). Peningkatan kad ar LDL dan penurunan kadar
HDL (High Density Lipoprotein) merupakan faktor risiko untuk terjadinya
penyakit jantung koroner.
9

e.Infeksi
Penyakit infeksi yang mampu berperan sebagai faktor risiko stroke adalah
tuberkulosis, malaria, lues, leptospirosis, dan in feksi cacing.
f. Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko terjadinya penyakit jantung.
g. 7.

Merokok

Merokok merupakan faktor risiko utama untuk terjadinya infark jantung.


h. 8.

Kelainan pembuluh darah otak

Pembuluh darah otak yang tidak normal suatu saat akan pecah dan
menimbulkan perdarahan.
Peningkatan hematokrit ( resiko infark serebral)
Kontrasepasi oral( khususnya dengan disertai hipertensi, merokok, dan kadar
estrogen tinggi)
Penyalahgunaan obat ( kokain)
Konsumsi alkohol
13. Lain lain
Lanjut usia, penyakit paru paru menahun, penyakit darah, asam urat yang
berlebihan, kombinasi berbagai faktor risiko secara teori.
D. Patofisiologi Stroke
Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola mengalami
perubahan patologik pada dinding pembuluh darah tersebut berupa
hipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard.
Arteriol-arteriol

dari

cabang-cabang

lentikulostriata,

cabang

tembus

arteriotalamus dan cabang-cabang paramedian arteria vertebro-basilar


mengalami perubahan-perubahan degeneratif yang sama . Kenaikan darah
yang abrupt atau kenaikan dalam jumlah yang secara mencolok dapat
menginduksi pecahnya pembuluh darah terutama pada pagi hari dan sore hari.

10

Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut


sampai dengan 6 jam dan jika volumenya besar akan merusak struktur
anatomi otak dan menimbulkan gejala klinik .
Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah
hanya dapat merasuk dan menyela di antara selaput akson massa putih tanpa
merusaknya. Pada keadaan ini absorbsi darah akan diikuti oleh pulihnya
fungsi-fungsi neurologi. Sedangkan pada perdarahan yang luas terjadi
destruksi massa otak, peninggian tekanan intrakranial dan yang lebih berat
dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen
magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak,
dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan
otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons.
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang
relatif banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan
menebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase
otak.
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik
akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah
yang terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar
menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka resiko
kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan
lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 3060 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah
5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Jusuf Misbach, 1999).

11

E. Manifestasi Klinik Stroke


Menurut Smeltzer (2001) manifestasi klinis stroke terdiri atas:
a. Defisit Lapang Penglihatan
1

Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang penglihatan)

Tidak menyadari orang atau objek ditempat kehilanga n, penglihatan,


mengabaikan salah satu sisi tubuh, kesulitan menilai jarak.
2

Kehilangan penglihatan perifer

Kesulitan melihat pada malam hari, tidak menyadari objek atau batas objek.
3

Diplopia

Penglihatan ganda.
b. Defisit Motorik
1.

Hemiparesis

Kelemahan wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama.


Paralisis wajah (karena lesi pada hemisfer yang berlawanan).
2.

Ataksia

Berjalan tidak mantap, tegak


Tidak mampu menyatukan kaki, perlu dasar berdiri yang luas.
3.

Disartria

Kesulitan dalam membentuk kata.

12

4.

Disfagia

Kesulitan dalam menelan.


c.
1.

Defisit Verbal
Afasia Ekspresif

Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami, mungkin mampu


bicara dalam respon kata tunggal.
2.

Afasia Reseptif

Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan, mam pu bicara tetapi tidak
masuk akal.
3.

Afasia Global

Kombinasi baik afasia reseptif dan ekspresif.


4.

Defisit Kognitif

Pada penderita stroke akan kehilangan memori jangka pendek dan panjang,
penurunan lapang perhatian, kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi ,
alasan abstrak buruk, perubahan penilaian.
5.

Defisit Emosional

Penderita akan mengalami kehilangan kontrol diri, labilitas emosional,


penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stress, depresi, menarik
diri, rasa takut, bermusuhan dan marah, perasaan isolasi

13

F. Pemeriksaan Diagnostik Stroke


1.

Kartu mata snellen /mesin telebinokuler : mungkin terganggu dengan


kerusakan kornea, lensa, akueus/vitreus humor, kesalahan refraksi,
penyakit sistem saraf / penglihatan ke retina / jalan optik.

2. Lapang Penglihatan : penurunan mungkin disebabkan oleh cairan cerebro


vaskuler, massa tumor pada hipofisis otak, karotis, glukoma.
3.

Pengukuran Tonografi : TIO (12 25 mmHg).

4. Oftalmoskopi : mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi lempeng


optik, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisma, dilatasi dan
pemeriksaan berlahap-lampu memastikan diagnosis katarak.
5. Darah lengkap, laju sedimentasi LED : menunjukkan anemi sistemik /
infeksi.
6.

EKG, kolesterol serum, lipid.

7. Tes toleransi glukosa : kontrol DM (Andra 2013, h.66).

14

G. Komplikasi Stroke
a. Komplikasi stroke menurut Smeltzer (2002,hal 2131):
a. Komplikasi Dini (0-48 jam pertama)
1)

Edema serebri: defisit neurologis cenderung memberat, dapat

mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial, herniasi, dan akhirnya


menimbulkan kematian.
2)

Infark miokard: penyebab kematian mendadak pada stroke stadium

awal.
b. Komplikasi Jangka pendek (1-14 hari pertama)
1)

Pneumonia: Akibat immobilisasi lama

2)

Infark miokard

3)

Emboli paru: Cenderung terjadi 7 -14 hari pasca stroke, seringkali pada

saat penderita mulai mobilisasi.


4)

Stroke rekuren: Dapat terjadi pada setiap saat.

c. Komplikasi Jangka panjang


Stroke rekuren, infark miokard, ga ngguan vaskular lain: penyakit vaskular
perifer.
H. Penatalaksanaan Medik Katarak
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai
berikut:
1. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan
lendir yang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu
15

pernafasan.
b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
2. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
3. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan
gerak pasif.
Pengobatan Konservatif
1. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan,
tetapi
maknanya pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra
arterial.
3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat
reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral:
1. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
2. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya
paling dirasakan oleh pasien TIA.
3. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut.
4. Ligasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

KLASIFIKASI
Menurut Satyanegara(1998), gangguan peredaran darah otak atau stroke dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
a. Non Haemorrhagi/Iskemik/Infark
1)

Transient Ischemic Attack (TIA)/Serangan Iskemi Sepintas


16

TIA merupakan tampilan peristiwa berupa episode-episode serangan


sesaat dari suatu disfungsi serebral fokal akibat gangguan vaskuler,
dengan lama serangan sekitar 2 -15 menit sampai paling lama 24 jam.
2)

Defisit Neurologis Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurologi

Defisit(RIND) Gejala dan tanda gangguan neurologis yang berlangsung lebih


lama dari 24 jam dan kemudian pulih kembali (dalam jangka waktu kurang
dari tiga minggu).
3)

In Evolutional atau Progressing Stroke merupakan Gejala gangguan

neurologis yang progresif dalam waktu enam jam atau lebih.


4)

Stroke Komplit (Completed Stroke / Permanent Stroke ) merupakan

Gejala gangguan neurologis dengan lesi -lesi yang stabil selama periode
waktu 18-24 jam, tanpa adanya progesifitas lanjut.
b. Stroke Haemorrhagi
Perdarahan intrakranial dibedakan berdasarkan tempat perda rahannya, yakni
di rongga subararakhnoid atau di dalam parenkhim otak (intraserebral). Ada
juga perdarahan yang terjadi bersamaan pada kedua tempat di atas seperti:
perdarahan subarakhnoid yang bocor ke dalam otak atau sebaliknya.
Selanjutnya gangguan-gangguan arteri yang menimbulkan perdarahan otak
spontan dibedakan lagi berdasarkan ukuran dan lokasi regional otak.

17

BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN KATARAK


A. Pengkajian Data
1. Riwayat
a. Riwayat penyakit : trauma mata, penggunaan obat kortikosteroid,
penyakit diabetes melitus, hipotiroid, uveitis, glaukoma.
b. Riwayat keluhan gangguan : stadium katarak.
c. Psikososial : kemampuan aktivitas, gangguan membaca, resiko jatuh,
berkendaraan.
2. Pengkajian umum
a. Usia
b. Gejala penyakit sistemik : diabetes melitus, hipotiroid.
3. Pengkajian khusus mata
a. Dengan pelebaran pupil, ditemukan gambaran kekeruhan lensa (berkas
putih) pada lensa.
b. Keluhan terdapat diplopia, pandangan berkabut.
c. Penurunan tajam penglihatan (miopia).
d. Bilik mata depan menyempit.
e. Tanda glaukoma (akibat komplikasi) (Anas 2011, h.61).
4. Aktivitas istirahat
Gejala yang terjadi pada aktivitas istirahat yakni perubahan aktivitas
biasanya hobi yang berhubungan dengan gangguan penglihatan.

18

5. Neurosensori
Gejala yang terjadi pada neurosensori adalah penglihatan kabur/tidak jelas,
sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer,
kesulitan memfokuskan kerja dengan dekat atau merasa diruang gelap.
Penglihatan berawan atau kabur, tampak lingkaran cahaya atau pelangi disekitar
sinar, perubahan kaca mata, pengobatan tidak memperbaiki penglihatan. Gejala
tersebut ditandai dengan mata tampak kecoklatan atau putih susu pada pupil
(katarak), pupil menyempit dan merah atau mata keras dan kornea berawan
(glukoma berat dan peningkatan air mata).

6. Nyeri/kenyamanan
Gejalanya yaitu ketidaknyamanan ringan atau mata berair. Nyeri tiba-tiba
atau berat menetap atau tekanan pada atau sekitar mata, dan sakit kepala.

7. Pembelajaran/pengajaran
Pada pengkajian klien dengan gangguan mata (katarak) kaji riwayat keluarga
apakah ada riwayat diabetes atau gangguan sistem vaskuler, kaji riwayat stress,
alergi,

gangguan

vasomotor

seperti

peningkatan

tekanan

vena,

ketidakseimbangan endokrin dan diabetes, serta riwayat terpajan pada radiasi,


steroid/toksisitas fenotiazin.

19

A. Diagnosa Keperawatan
1. Pre Operasi
a. Cemas (ansietas) berhubungan dengan kerusakan sensori dan kurangnya
pemahaman mengenai tindakan operasi yang akan dilakukan.
b. Resiko Cedera berhubungan dengan kerusakan penglihatan.
c. Gangguan sensori persepsi: penglihatan berhubungan dengan gangguan
penerimaan sensori/ perubahan status organ indera.
2. Post Operasi
a. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasive.
b. Gangguan sensori perceptual : penglihatan berhubungan dengan
gangguan penerimaan sensori / status organ indera.
c. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan pasca operasi.
d. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kehilangan penglihatan
perifer sementara dan persepsi sekunder terhadap pembedahan mata.
e. Cemas (ansietas) berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
f. Diagnosa Psikososial :Kurang pengetahuan berhubungan dengan
keterbatasan sumber informasi.

20

B. Perencanaan
Pre Operasi
1. Diagnosa keperawatan : cemas (ansietas) berhubungan dengan kerusakan
sensori dan kurangnya pemahaman mengenai tindakan operasi yang akan
dilakukan.
Tujuan : menurunkan stress emosional, ketakutan dan depresi, penenmaan
pembedahan dan pemahaman instruksi.
Kriteria hasil : mengucapkan pemahaman mengenai informasi.
Rencana tindakan :
a. Kaji derajat dan durasi gangguan visual. Dorong percakapan untuk
mengetahui keprihatinan pasien, perasaan, dan tingkat pemahaman.
Jawab pertanyaan, beri dukungan dan bantu pasien dengan metode
koping.
Rasional : informasi dapat menghilangkan ketakutan yang tidak
diketahui.Mekanisme koping dapat membantu pasien berkompromi
dengan kegusaran, ketakutan, depresi, tegang, keputusasaan, kemarahan
dan penolaka.
b. Orientasikan pasien pada lingkungan yang baru.
Rasional: pengenalan terhadap lingkungan membantu mengurangi
ansietas dan meningkatkan keamanan.
c. Jelaskan rutinitas persiapan operasi dan tindakan operasi yang akan
dilakukan.

21

Rasional: Pasien yang telah mendapat banyak informasi akan lebih


mudah menerima pemahaman dan mematuhi instruksi.
d. Jelaskan intervensi sedetil-detilnya. Perkenalkan diri anda pada
setiap interaksi, terjemahkan setiap suara asing, pergunakan
sentuhan untuk membantu komunikasi verbal.
Rasional: Pasien yang mengalami gangguan visual bergantung
pada masukan indera yang lain untuk mendapatkan informasi.
2. Diagnosa Keperawatan : Resiko Cedera berhubungan dengan
kerusakan penglihatan.
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan cedera
dapat dicegah.
Kriteria hasil : Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk
menurunkan faktor resiko dan melindungi diri dari cedera.
Rencana tindakan :
a. Bantu pasien menata lingkungan. Jangan mengubah penataan meja
kursi tanpa orientasi terlebih dahulu.
Rasoinal : Memfasilitasi kemandirian dan menurunkan resiko
cedera.
b. Orientasikan pasien pada ruangan.
Rasional : Meningkatkan keamanan mobilitas dalam lingkungan.
c. Bahas perlunya penggunaan persisai metal atau kacamata bila
diperintahkan.

Rasional

Tameng

logam

atau

kacamata

melindungi mata terhadap cedera.


22

3. Gangguan sensori persepsi: penglihatan berhubungan dengan gangguan


penerimaan sensori/ perubahan status organ indera.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan dapat
meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu.
Kriteria hasil : Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap
perubahan, mengidentifikasi atau memperbaiki potensial bahaya dalam
lingkungan.
Rencana tindakan :
a. Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau kedua mata
terlibat.
Rasional : Kebutuhan individu dan pilihan intervensi bervariasi, sebab
kehilangan penglihatan terjadi secara lambat dan progresif. Bila
bilateral, tiap mata dapat berlanjut pada aju yang berbeda. Tetapi
biasanya hanya satu mata diperbaiki per prosedur.
b. Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi mata
dimana dapat terjadi bila menggunakan obat teles mata.
Rasional : Gangguan penglihatan/ iritasi dapat berakhir 1-2 jam setelah
tetesan mata tetapi secara bertahap menurun dengan penggunaan.
c. Ingatkan pasien menggunakan kacamata katarak yang tujuannya
memperbesar 25%, penglihatan perifer hilang, dan buta titik
mungkin ada.
Rasional : Perubahan ketajaman dan kedalaman persepsi dapat
menyebabkan bingunng penglihatan/ meningkatkan resiko cedera
sampai pasien belajar untuk mengkompensasi.
23

Post Operasi
1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasive.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil : Meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu, bebas drainase
purulen, eritema, dan demam.
Rencana tindakan :
a. Diskusikan pentingnya mencuci tangan sebelum menyentuh/mengobati mata.
Rasional : Menurunkan jumlah bakteri pada tangan, mencegah kontamenasi
area operasi.
b. Tekankan pentingnya tidak menyentuh/menggaruk mata yang dioperasi.
Rasional : Mencegah kontaminasi dan kerusakan sisi operasi.
c. Observasi/diskusikan tanda terjadinya infeksi, contoh : kemerahan, kelopak
bengkak, drainase purulen.
Rasional : Infeksi mata terjadi 2 sampai 3 hari setelah prosedur dan
memerlukan upaya intervensi.
d. Berikan obat sesuai indikasi. Antibiotic (topical, parenteral, subkonjungtiva)
dan steroid.
Rasional : Sediaan topical digunakan secara profilaksis, dimana terapi lebih
agresif diperlukan bila terjadi infeksi. Steroid digunakan untuk menurunkan
inflamasi.

24

2. Gangguan sensori perceptual : penglihatan berhubungan dengan gangguan


penerimaan sensori / status organ indera.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan dapat
meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu.
Kriteria hasil : Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap
perubahan, mengidentifikasi atau memperbaiki potensial bahaya dalam
lingkungan.
Rencana tindakan :
a. Tentukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau kedua mata
terlibat.
Rasional : Kebutuhan individu dan pilihan intervensi bervariasi, sebab
kehilangan penglihatan terjadi secara lambat dan progresif. Bila
bilateral, tiap mata dapat berlanjut pada laju yang berbeda. Tetapi
biasanya hanya satu mata diperbaiki per prosedur.
b. Observasi tanda dan gejala disorientasi.
Rasional : Berada dalam lingkungan baru dengan mengalami
keterbatasan penglihatan dapat mengakibatkan bingung.
c. Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi mata dimana
dapat terjadi bila menggunakan obat teles mata.
Rasional : Gangguan penglihatan/ iritasi dapat berakhir 1-2 jam setelah
tetesan mata tetapi secara bertahap menurun dengan penggunaan.
d. Ingatkan pasien untuk menggunakan kacamata katarak yang tujuannya
memperbesar 25%, penglihatan perifer hilang, dan buta titik mungkin
ada.
25

Rasional : Perubahan ketajaman dapat menyebabkan gangguan


penglihatan/ meningkatkan resiko cedera sampai pasien belajar untuk
mengkompensasi.
3. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan tindakan operasi yang akan
dilakukan.
Tujuan : Mendemonstrasikan berkurangnya ketidaknyamanan mata.
Kriteria hasil : Menyangkal ketidaknyamanan mata, tak ada merintih, ekspresi
wajah rileks.
Rencana tindakan :
a. Tanyakan pasien tentang nyeri. Tentukan karakteristik nyeri, misalnya terusmenerus, sakit, menusuk, terbakar. Buat rentang intesitas pada skala 0-10.
Rasional : Memberikan informasi untuk membantu dalam menentukan
pilihan/ keefektifan intervensi.
b. Berikan analgesik resep sesuai pesanan dan mengevaluasi keefektifan. Beri
tahu dokter bila nyeri mata menetap atau memburuk setelah pemberian
pengobatan.
Rasional : Analgesik memblokir jaras nyeri. Ketidaknyamanan mata berat
menandakan perkembangan komplikasi dan perlunya perhatian medis segera.
Ketidaknyamanan ringan diperkirakan.
a. Berikan anti inflamasi dan agen anti infeksi oftalmik yang diresepkan.
Rasional : Untuk menurunkan bengkak dan mencegah infeksi.

26

b. Berikan kompres dingin sesuai pesanan dengan menggunakan teknik


aseptik. Ajarkan pasien bagaimana memberikan kompres dengan
menggunakan teknik aseptik dalam persiapan pulang. Tekankan pentingnya
mencuci tangan sebelum perawatan mata di rumah.
Rasional : Dingin membantu menurunkan bengkak. Kerusakan jaringan
mempredisposisikan pasien pada invasi bakteri.
1. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kehilangan penglihatan perifer
sementara dan persepsi sekunder terhadap pembedahan mata.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan, cedera dapat dicegah
Kriteria hasil: tidak ada memar kaki, menyangkal jatuh, tidak ada manifestasi
peningkatan intraokular atau perdarahan.
Rencana tindakan :
a. Pertahankan posisi tempat tidur rendah, pagar tempat tidur tinggi, dan bel
pemanggil di samping tempat tidur. Orientasikan ulang pasien terhadap
susunan struktur ruangan. Instruksikan pasien untuk memberi tanda untuk
bantuan bila turun dari tempat tidur sampai mampu ambulasi tanpa
bantuan.
Rasional : Beberapa kejadian kehilangan keseimbangan terjadi bila mata
ditutup, khususnya pada lansia.
b. Mulai tindakan-tmdakan untuk mencegah peningkatan tekanan intraokular:
1) Pertahankan kepala tempat tidur tinggi kira- kira 45 derajat untuk 24 jam
pertama.
2) Ingatkan pasien untuk menghindari batuk, bersin, membungkuk dengan
kepala rendah dari panggul, dan mengejan.
27

Rasional: Peningkatan tekanan intraokular meningkatkan nyeri dan


resiko terhadap kerusakan jahitan yang digunakan pada pembedahan
mata.
2. Cemas (ansietas) berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Tujuan : cemas yang dirasakan pasien hilang.
Kriteria hasil: Tampak rileks melaporkan ansietas menurun, menggunakan
sumber secara efektif
Rencana tindakan :
a. Kaji tingkat ansietas, derajat pengalaman dan pengetahuan kondisi saat ini.
Rasional : Faktor ini mempengaruhi persepsi pasien terhadap ancaman diri,
potensial siklus ansietas, dan dapat mempengaruhi upaya medik.
b. Berikan informasi yang akurat dan jujur. Diskusikan kemungkinan bahwa
pengawasan dan pengobatan dapat mencegah kehilangan penglihatan
tambahan.
Rasional : Menurunkan ansietas sehubungan dengan ketidaktahuan /
harapan yang akan datang dan memberikan dasar fakta untuk membuat
pilihan informasi tentang pengobatan.

28

C. Evaluasi
Pre Operasi
1. Diagnosa keperawatan : cemas (ansietas) berhubungan dengan
kerusakan sensori dan kurangnya pemahaman mengenai tindakan
operasi yang akan dilakukan.
S : Klien mengatakan cemas berkurang.
O : Klien tampak rilexs.
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan.
2. Diagnosa Keperawatan : Resiko Cedera berhubungan dengan
kerusakan penglihatan.
S :O : Tidak terjadi tanda-tanda cidera.
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan.
3. Gangguan sensori persepsi: penglihatan berhubungan dengan
gangguan penerimaan sensori/ perubahan status organ indera.
S : Klien mengatakan buram saat melihat berkurang
O : penlihatan dalam batas klien
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
29

Post Operasi
1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasive.
S:O : Tidak terdapat tanda-tanda infeksi
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
2. Gangguan sensori perceptual : penglihatan berhubungan dengan gangguan
penerimaan sensori / status organ indera.
S : Klien mengatakan sudah tidak buram lagi
O : Pandangan klien dalam batas normal
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
3. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan tindakan operasi yang
dilakukan.
S : Klien mengatakan
O : Klien tampak rilex
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan

30

BAB IV

PENUTUP
A. Kesimpulan
Katarak adalah suatu penyakit degeneratif yang menyerang indra
pengelihatan (mata). Katarak dapat bersifat kongenital dan dapat diidentifikasi
awal, karena bila tidak dapat didiagnosa dapat menyebabkan ambliopia dan
kehilangan penglihatan permanen. Gejala yang umum dirasakan penderita
katarak, antara lain rasa silau karena terjadi pembiasan tidak teratur oleh lensa
yang keruh, pengeliatan akan berkurang secara perlahan, pengelihatan kabur,
serta rasa nyeri pada mata. Orang dengan penyakit katarak perlu memperoleh
pengobatan dan perawatan sedini mungkin untuk menghindari kemungkinan
terjadinya cidera.
Pengkajian pada klien katarak dengan gangguan rasa aman dan nyaman
salah satunya adalah nyeri/ketidaknyamanan. Gejala pada klien katarak yaitu
ketidaknyamanan ringan atau mata berair. Nyeri tiba-tiba atau berat menetap atau
tekanan pada atau sekitar mata, dan sakit kepala. Ketidaknyamanan juga dapat
karena nyeri berhubungan dengan post operasi.

31

B. Saran
Katarak adalah suatu penyakit yang mengganggu sistem penglihatan
penderitanyadan akan mengakibatkan si penderita memiliki resiko tinggi untuk
terjadinya cidera. Untuk itulah peran penting perawat memberikan asuhan
keperawatan yang tepat agar klien dapat menjalakan aktivitasnya sehari-hari
dengan lebih baik.

32

DAFTAR PUSTAKA

Black, J. M. & Hawks, J.H. (2009). Medical Surgical Nursing :Clinical Management
for Possitive Outcomes, Eight Edition, Volume 3. USA : Saunders Elsevier.

Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Gissler. (2000). Rencana


Asuhan

Keperawatan

Pedoman

untuk

Perencanaan

dan

Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3. Jakarta: EGC.

Nanda.(2012). Buku Saku Diagnosa Keperawatan definisi keperawatan dan


klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC.
Sidrata, I.(2004). Ilmu Perawatan Mata. Jakarta: CV. Sagung Seto.
Smeltzer.(2001).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Jakarta : EGC.
Tamsuri, A. (2011). Klien Gangguan Mata Dan Penglihatan : Keperawatan MedikalBedah. Jakarta : EGC.
Wijaya, Saferi A. (2013). Keperawatan Medikal Bedah keperawatan dewasa teori
dan contoh askep cetakan pertama. Jakarta: Nuha Medika.

33

Andriniest.2009.Pengkajian

Katarak.

[Online].

Tersedia

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdl-andriniest6717-2-babii(-).pdf. Diakses tanggal 3 Maret 2015.

34

Anda mungkin juga menyukai