Anda di halaman 1dari 14

STUDI KASUS ADMINISTRASI PROYEK DAN SUPERVISI MUTU

Proyek pembangunan jalan lingkar Kota B sepanjang 50 km dengan fungsi arteri


primer dilaksanakan untuk mengalihkan lalulintas angkutan barang antar kota agar
tidak menimbulkan kemacetan di Kota B. Secara prinsip DED jalan lingkar tsb
menyebutkan :

Lebar perkerasan 10,0 meter yang terbuat dari konstruksi flexible pavement (tebal
AC-WC = 5 cm; tebal AC-BC = 6 cm; tebal LPA = 30 cm; tebal LPB = 45 cm; CBR
tanah dasar 7,0%. Tinggi timbunan rata-rata untuk membangun badan jalan adalah
6,0 meter.

Sumber material untuk bahan LPA dan LPB berada 35 km dari lokasi proyek.

Sumber material untuk membuat AC-WC dan AC-BC berada 28 km dari lokasi
proyek.

Fakta pada saat pelaksanaan banyak menghadapi persoalan teknis dan non-teknis
sehingga progres proyek mengalami keterlambatan yang terjadi pada tiap komponen
pekerjaan jalan. Beberapa kejadian penting yang mengganggu capaian progres adalah
:
(1) Pada STA 10+500 hingga STA 20+000 ditemukan tanah lunak berupa lumpur
hitam di bawah badan jalan sedalam 3,0 meter yang belum teridentifikasi dalam
DED, sehingga konsultan pengawas berinisiatif mengubah DED. Perubahan yang
dilakukan adalah mengganti material tanah lunak tersebut dengan bahan timbunan
tanah urug yang dicampur semen tanpa melakukan revisi ulang tebal perkerasan.
Sementara progres mengalami penurunan 35% dari target capaian dan waktu
penyelesaian pekerjaan tersisa 2,5 minggu terhadap batas akhir kontrak.
Bagaimana sikap dan tindakan pihak terkait (Kontraktor, Konsultan Pengawas,
Konsultan Perencana, dan PPK/Satker) terutama dikaitkan dengan : (a)
administrasi proyek yang harus disiapkan; (b) addendum kontrak yang harus
disiapkan; (c) inovasi teknologi yang diusulkan tanpa meninjau ulang tebal
perkerasan; (d) rencana kerja reaktif untuk mengejar keterlambatan progres; (e)
antisipasi kesalahan prosedur administrasi proyek agar tidak ada temuan hukum.

Penyelesaian:
Sebagai PPK (Pejabat Pembuat Komitmen):
a. Administrasi proyek yang harus disiapkan: (modul 15 halaman 12)
Ditinjau pada tahap pelaksanaan proyek, PPK bertugas untuk:
1. Menyetujui Shop Drawing yangn telah diubah sesuai desain yang baru

2. Menyetujui Laporan Bulanan dan Laporan Triwulan yang mencantumkan


mengenai permasalahan dilapangan dan penyelesaiannya.
3. Menyetujui Evaluasi Produk Pekerjaan dan Evaluasi Akhir.
4. Membuat change order (CCO).
o Dasar perubahan pekerjaan, daftar pekerjaan/volume tambah kurang,
revised schedule
o Jika terdapat jenis pekerjaan baru dan atau harga satuan baru, maka perlu
dibentuk Tim Teknis yang ditunjuk oleh Pemimpin Proyek, yang terdiri
dari
5.
6.
7.
8.
9.

unsur-unsur

teknis/proyek,

hukum,

bendahara,

bina

program/perencanaan, tata usaha, itwilprop


Membuat addendum.
Menyetujui as built drawing.
Menyetujui justifikasi teknis perpanjangan waktu pelaksanaan.
Menyetujui justifikasi teknis pekerjaan tambah-kurang.
Memenuhi tanggung jawabnya sesuai dengan kontrak kerja konstruksi dan
menanggung risiko atas ketidakbenaran permintaan, ketetapan yang
dimintanya/ditetapkannya yang tertuang dalam kontrak kerja.

b. Addendum kontrak yang harus disiapkan: (modul 15 halaman 15)


1. Deskripsi proyek (nama proyek, pengguna jasa, nama kontraktor, nama
konsultan, lokasi proyek, nilai proyek, sumber dana, nomor kontrak, tanggal
kontrak, tanggal SPK, tanggal mulai dan selesainya pekerjaan, waktu
2.
3.
4.
5.
6.

pelaksanaan, gambaran proyek, dll).


Dasar perubahan pekerjaan.
Daftar pekerjaan/volume tambah kurang.
Analisa harga satuan pada tiap pekerjaan tambah kurang.
Revised schedule.
Membentuk tim teknis (teknis/proyek, hukum, bendahara, bina program,
perencanaan, tata usaha).

c. Inovasi teknologi yang diusulkan:


Sebagai pihak Owner/PPK, kita harus mencari opsi dalam inovasi, lalu
melakukan pertimbangan untuk menetapkan keputusan tentang metode
yang akan digunakan. Lalu disesuiakan dengan addendum kontrak.
d. Rencana kerja reaktif untuk mengejar keterlambatan progress:
Sikap kita sebagai owner/PPK adalah mempelajari terlebih dahulu rencana
kerja reaktif yang telah disarankan oleh kontraktor dan konsultan

pengawas,

dimanan

rencana

kerja reaktif

tidak

boleh

merubah

(mengurangi) mutu pekerjaan yang telah ditetapkan. Rencana kerja reaktif


yang dapat dilakukan misalnya seperti penambahan dalam sektor alat,
tenaga kerja dan metode pelaksanaan.
e. Antisipasi kesalahan prosedur administrasi proyek agar tidak ada temuan
hukum:
1. Telah ada berbagai prosedur yang dapat dilakukan jika terdapat revisi
dalam desain. Dengan melakukan prosedur sesuai dengan urutannya, maka
kemungkinan adanya temuan hukum akibat adanya kesalahan prosedur
menjadi sangant kecil atau bahkan tidak ada.
2. Penyusunan dokumen administrasi proyek yang berhubungan dalam hal
adanya revisi desain harus dilakukan secara baik dan benar, sesuai dengan
data yang diperoleh dari lapangan.
3. Membandingkan dokumen administrasi proyek dengan data yang ada di
lapangan.
4. Memilih estimator yang berkompeten.
5. Mempertegas kontrak yang telah dibuat dan disetujui bersama.
6. Memanajemen (menilai dan mengelola) risiko yang ada seperti dengan
melakukan site investigation dan detail gambar harus jelan dan benar.
7. Menerapkan pola kerja yang sehat,seperti teliti dan disiplin.
(2) Selain persoalan adanya tanah lumpur hitam, ternyata pada STA 30+000 hingga
STA 35+000 terjadi konflik lahan jalan karena beberapa ahli waris tanah
menghentikan pekerjaan jalan akibat proses ganti rugi bangunan dan tanah yang
belum terbayarkan sesuai perjanjian. Sementara kejadian tersebut muncul dua
minggu sebelum batas akhir kontrak dan progres proyek pada posisi 80%.
Bagaimana sikap dan tindakan reaktif pihak-pihak terkait (Kontraktor, Konsultan
Pengawas, Konsultan Perencana, dan PPK/Satker) untuk menyelesaikan
persoalan tersebut, dikaitkan dengan : (a) waktu pelaksanaan tersisa dua minggu;
(b) birokrasi yang berkaitan dengan penyelesaian ganti rugi bangunan dan tanah;
(c) konflik sosial budaya yang terjadi; (d) ktidaklengkapan dokumen RKL/RPL yang
disiapkan konsultan AMDAL; (e) pihak-pihak mana yang paling bertanggung jawab
jika terjadi kegagalan proyek?.

Penyelesaian:
a. Sikap dan tindakan reaktif PPK/Satker terhadap kasus di atas di antaranya dapat :

Mengadakan musyawarah tertutup (pendekatan personal) dengan ahli


waris, dan instansi yang terkait dalam pembebasan lahan seperti kepala
desa, BPN, serta notaris. Dalam hal ini instansi berguna dalam hal
pengecekan data seperti kepemilikan tanah dan mungkin harga tanah.
Mengingat waktu yang tersisa sebanyak 2 minggu, maka hal ini harus
segera diselesaikan (membayar tanah ahli waris) agar pekerjaan tidak
tertunda lagi.
b. Menurut Perpres No. 54 Tahun 2010 mengenai Pengadaan Barang/jasa
Pemerintah, birokrasi penyediaan barang / jasa adalah sebagai berikut:
PA (Pengguna
Anggaran)
KPA
(Kuasa Pengguna
Anggaran)

PPK
(Pejabat Pembuat
Komitmen)

ULP
(Unit Layanan
Pengadaan)
Mediator

Masyarakat

c. Konflik sosial budaya:

Sikap yang mungkin diambil PPK/Satker terkait konflik sosial budaya yang
terjadi adalah melakuan perundingan lewat mediator seperti tokoh masyarakat,
tetua setempat yang diyakini dapat menjembatani pihak PPK dan masyarakat
sehingga tercipta solusi yang tidak berpihak, adil, dan harmonis.
Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan mengadakan musyawarah
tertutup antara owner, ahli waris tanah, dan instansi yang terkait seperti BPN
dan notaris.
d. Ketidaklengkapan dokumen RKL/RPL:
Pekerjaan konstruksi dapat menimbulkan dampak penting atau perubahan
lingkungan yang mendasar, yang penentuannya didasarkan oleh faktor-faktor
sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Jumlah manusia yang akan terkena dampak


Luas wilayah sebaran dampak
Lamanya dampak berlangsung
Intensitas dampak
Banyaknya komponen lain yang terkena dampak
Sifat kumulatif dampak
Berbalik atau tidak berbaliknya dampak

Pelaksanaan RKL dan RPL pada tahap pra konstruksi: Kegiatan pra konstruksi
dalam hal ini adalah pengadaan tanah dan pemindahan penduduk yang harus
didukung dengan data yang lengkap dan akurat tentang lokasi, luas, jenis
peruntukkan serta kondisi penduduk yang memiliki atau menempati tanah yang
akan dibebaskan. Ketentuan-ketentuan yang rinci tentang pembebasan tanah
dalam RKL dan RPL harus digunakan dan dimanfaatkan sebagai acuan dalam
pelaksanaan pembebasan tanah tersebut.
Sikap kita sebagai owner adalah mengklarifikasi kelengkapan dokumen
RKL/RPL kepada pihak yang bersangkutan meliputi Konsultan AMDAL, BPN.
Jika memang ditemukan ketidak lengkapan dalam dokumen, maka kita berhak
untuk menuntut pertanggung jawaban pihak terkait untuk melengkapi dokumen
tersebut.
e. Pihak yang bertanggung jawab terhadap kegagalan bangunan:
Untuk masalah dalam hal pembebasan lahan, maka pihak yang paling bersalah
adalah owner, karena seharusnya dalam sebuah pekerjaan jalan, pembebasan
lahan sudah harus diselesaikan sebelum pekerjaan dimulai. Namun jika

kegagalan proyek disebabkan oleh permasalahan mutu pekerjaan, maka pihak


yang bersalah adalah pihak kontraktor dan konsultan pengawas.
(3) Hasil trial spreading dan trial compacting, tebal hampar tiap lapis penghamparan
bahan timbunan tanah dasar 17 cm (material lepas), faktor konversi tebal 1,15.
Saat pelaksanaan terjadi keterlambatan 35% sehingga kontraktor dan konsultan
pengawas bersepakat agar tebal hampar dibuat 50 cm untuk mengejar
keterlambatan. Persoalan tersebut berdampak fatal : (a) bagaimana sikap dan
pendapat PPK/Satker terhadap kesepakatan tersebut dan dampak kerusakan apa
yang dapat diprediksi terjadi sebelum dan sesudah serah terima pekerjaan; (b)
kontraktor dan konsultan pengawas harus bersikap dan berbuat apa jika terjadi
kegagalan konstruksi dan kegagalan bangunan?; (c) apakah tindakan kontraktor
dan

konsultan

pengawas

tersebut

merupakan

kesalahan

prosedur

atau

penyimpangan mutu pelaksanaan; (d) kerusakan struktural apa yang dapat


diperkirakan akan terjadi; (e) siapa yang bertanggung jawab jika terjadi temuan
hukum.

Penyelesaian:
(a) bagaimana sikap dan pendapat PPK/Satker terhadap kesepakatan tersebut
dan dampak kerusakan apa yang dapat diprediksi terjadi sebelum dan sesudah
serah terima pekerjaan.
PPK/Satker akan menolak kesepakatan untuk mengubah tebal hampar yang
awalnya 17 cm diubah menjadi 50 cm karena dapat mengakibatkan penurunan
mutu yang signifikan dan berpotensi menyebabkan banyak masalah di masa
depan. Di dalam modul juga telah dijelaskan bahwa tebal hampar untuk tanah
timbunan tidak boleh lebih dari 20 cm. Lagipula kontraktor masih dapat
menambah jumlah pekerja dan alat untuk mengejar waktu penyelesaian yang
telah ditentukan.
Jika kesepakatan tetap dilaksanakan, sebelum serah terima pekerjaan,
kemungkinan kerusakan yang akan terjadi adalah retak atau adanya settlement
dari tanah timbunan itu sendiri. Hal ini diakibatkan karena terdapat banyak
rongga udara akibat proses pemadatan yang tidak sempurna. Jika masih
terdapat

banyak

rongga

udara

pada

saat

pemadatan

telah

selesai

dilaksanakan, maka jika tanah tersebut mendapat beban lagi, maka akan terjadi
bertambah rapatnya suusnan butiran tanah sehingga terjadi perubahan bentuk,
volume, dan adanya settlement.

Setelah serah terima pekerjaan, kerusakan yang dapat terjadi adalah


munculnya lendutan (Depression), muncul alur (Rutting), memungkinkan
terjadinya thermal cracking, water bleeding, fatigue (alligator) cracking, dan
kemungkinan terburuk jalan mengalami amblas (settlement).
(b) kontraktor dan konsultan pengawas harus bersikap dan berbuat apa jika terjadi
kegagalan konstruksi dan kegagalan bangunan?
Jika terjadi kegagalan konstruksi dan kegagalan bangunan, PPK/Satker dapat
meminta pertanggungjawaban kontaktor dan konsultan sesuai dengan yang
tertera di kontrak. Untuk menentukan pihak yang harus bertanggung jawab,
pihak yang berwenang dapat melibatkan pihak ketiga selaku penilai ahli
(tercantum dalam Pasal 25 ayat 3 UUJK). Penilai ahli dapat ditunjuk dari
akademisi dan praktisi yang memang ahli dibidangnya. Melalui pemeriksaan
pihak ketiga kemudian

dapat diketahui letak kesalahan, apakah di

perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, atau penggunaan.


(c) apakah tindakan kontraktor dan konsultan pengawas tersebut merupakan
kesalahan prosedur atau penyimpangan mutu pelaksanaan
Tindakan yang dilakukan oleh kontraktor dan konsultan pengawas tersebut
merupakan kesalahan prosedur yang dapat mengakibatkan penurunan mutu
pekerjaan. Dari hasil trial spreading dan trial compacting, tebal hampar tiap
lapis penghamparan bahan timbunan tanah dasar seharusnya 17 cm (material
lepas),namun di lapangan terjadi penyimpangan prosedur dimana tebal hampar
bahan timbunan tanah dasar yang dilaksanakan adalah 50 cm.
Kesalahan prosedur yang dilakukan tersebut akan mengakibatkan penurunan
mutu tanah timbunan dimana kepadatan tanah timbunan akan rendah karena
memiliki banyak rongga akibat tebal hampar yang dilaksanakan dilapangan
melebihi dari hasil-hasil uji yang dilakukan (yaitu setebal 17 cm)
(d) kerusakan struktural apa yang dapat diperkirakan akan terjadi;
Kerusakan struktural yang mungkin terjadi adalah kegagalan dari fondasi jalan,
yang mengakibatkan kegagalan perkerasan sehingga konstruksi jalan tidak
sesuai dengan umur rencana
(e) siapa yang bertanggung jawab jika terjadi temuan hukum.
Penanggung jawab pekerjaan secara keseluruhan serta pimpinan tertinggi dari
suatu proyek adalah Satker,maka jika terjadi temuan hukum, pihak yang
pertama kali di investigasi adalah Satker, diikuti dengan PPK, kemudian
dilanjutkan dengan investigasi terhadap penyedia jasa. Setelah penyelidikan
selesai,akan diketahui penyebab terjadinya kesalahan.

(4) Hasil uji laboratorium untuk lapis permukaan adalah kepadatan beton AC-BC 2,29
t/m3. Hasil uji trial spreading dan trial compacting dengan berbagai variasi passing
pemadatan beban alat berat dapat dilihat dalam tabel berikut. Hasil trial tersebut
harus diputuskan dengan cermat agar nantinya tidak menimbulkan berbagai
problem lapangan : (a) bagaimana sikap dan penilaian dari pihak Kontraktor,
Konsultan Pengawas, dan PPK/Satker terhadap model pelaksanaan pemadatan
AC-BC yang paling efektif terhadap capaian waktu dan paling efisien terhadap
biaya operasional; (b) tindakan apa saja yang harus dilakukan tiap pihak tersebut;
(c) apa substansi pokok berita acara lapangan yang harus dibuat; (d) kadar aspal
optimum hasil trial5,7% terhadap berat campuran, apa yang harus dilakukan jika
terjadi penyimpangan di lapangan; (e) siapa yang bertanggung jawab jika salah
memilih hasil trial tersebut?.

No
Pias

Tebal
hampar

IA
IB
IC

Variasi passing pemadatan

Tebal padat;
kadar aspal
lapangan

Kepadatan
lapangan
(t/m3)

7,0 cm
7,0 cm
7,0 cm

Awal
(10 ton)
2x
3x
4x

Tengah
(12 ton)
12x
10x
8x

Akhir
(10 ton)
2x
3x
4x

6,6 cm; 5,4%


6,4 cm; 5,5%
6,0 cm; 5,6%

2,25
2,20
2,18

IIA
IIB
IIC

6,5 cm
6,5 cm
6,5 cm

2x
3x
4x

12x
10x
8x

2x
3x
4x

6,2 cm; 5,3%


5,9 cm; 5,3%
5,7 cm; 5,5%

2,19
2,20
2,25

IIIA
IIIB
IIIC

6,0 cm
6,0 cm
6,0 cm

2x
3x
4x

10x
8x
6x

2x
3x
4x

5,8 cm; 5,2%


5,6 cm; 5,4%
5,4 cm; 5,6%

2,20
2,15
2,25

Penyelesaian:
(a) bagaimana sikap dan penilaian dari pihak Kontraktor, Konsultan Pengawas,
dan PPK/Satker terhadap model pelaksanaan pemadatan AC-BC yang paling
efektif terhadap capaian waktu dan paling efisien terhadap biaya operasional;
Dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomro 54 Pasal 11 Tahun 2010
diosebutkan mengenai tugas pokok dan kewenangan dari PPK, salha satunya
adalah menetapkan pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang meliputi
spesifikasi teknis barang/jasa, harga perkiraan sendiri (HPS), dan rencana
kontrak.
Dalam buku Spesifikasi Teknis Divisi 6 dan Modul 13 Kepala Pengawas
Pekerjaan Jalandan Jembatan, terdapat persyaratan sebagai berikut :

1.

Toleransi kadar aspal untuk laston


2. Kepadatan lapangan

0,30% terhadap berat campuran


> 98% kepadatan laboratorium

Dari persyaratan di atas, maka diperoleh persyaratan untuk lapangan adalah


sebagai berikut :

1.

Rentang kadar aspal


2. Kepadatan lapangan minimal
Variasi passing
pemadatan
Tenga
Awal
Akhir
h
(10
(10
(12
ton)
ton)
ton)

No
Pia
s

Tebal
hampar

IA

7,0 cm

2x

12x

2x

IB

7,0 cm

3x

10x

3x

IC

7,0 cm

4x

8x

4x

II A

6,5 cm

2x

12x

2x

II B

6,5 cm

3x

10x

3x

II C

6,5 cm

4x

8x

4x

6,0 cm

2x

10x

2x

6,0 cm

3x

8x

3x

6,0 cm

4x

6x

4x

III
A
III
B
III
C

Tebal padat;
kadar aspal
lapangan

5,4% - 6,0%
=
2,244 t/m3

KET

6,6 cm;
5,4%
6,4 cm;
5,5%
6,0 cm;
5,6%

Oke

6,2 cm;
5,3%
5,9 cm;
5,3%
5,7 cm;
5,5%

Tidak
Oke
Tidak
Oke
Oke

5,8 cm;
5,2%
5,6 cm;
5,4%
5,4 cm;
5,6%

Tidak
Oke
Oke

Oke
Oke

Oke

Kepadata
n
lapangan
(t/m3)
2,25
2,20
2,18

2,19
2,20
2,25

2,20
2,15
2,25

KET

Oke
Tidak
Oke
Tidak
Oke
Tidak
Oke
Tidak
Oke
Oke

Tidak
Oke
Tidak
Oke
Oke

Sebagai PPK, kami menghendaki pelaksanaan konstruksi dengan kualitas


mutu sebaik mungkin,waktu pelaksanaan yang cepat, serta efisiensi biaya yang
baik. Melihat dari opsi metode yang ditawarkan, kami memilih opsi pias III C
(b) tindakan apa saja yang harus dilakukan tiap pihak tersebut
Menurut PPK, tindakan yang pelru dilakukan oleh konsultan pengawas adalah
memantau dan memastikan pelaksanaan yang dilakukan sesuai dengan
prosedur serta standar mutu yang dihasilkan memenuhi spesifikasi yang
disyaratkan. Sementara yang harus dilakukan oleh kontraktor adalah

mengajukan dan nantinya melaksanakan metode pelaksanaan pekerjaan


konstruksi yang disepakati.
(c) apa substansi pokok berita acara lapangan yang harus dibuat;
Substansi pokok yang harus dibuat yakni metode pelaksanaan pekerjaan yang
dipilih serta dilaksanakan.
(d) kadar aspal optimum hasil trial 5,7% terhadap berat campuran, apa yang harus
dilakukan jika terjadi penyimpangan di lapangan.
PPK/Satker dapat meminta kontraktor untuk

memperbaiki

pekerjaan

sedemikian rupa sehingga memenuhi spesifikasi yang sudah disepakati dalam


kontrak dengan semua biaya pembuangan, penggantian bahan, maupun
perbaikan dibebankan kepada kontraktor.
(e) siapa yang bertanggung jawab jika salah memilih hasil trial tersebut?
Yang bertanggung jawab jika salah memilih hasil trial tersebut adalah Direksi
Pekerjaan, dalam hal ini PPK, karena yang member persetujuan pada Job Mix
Formula adalah Direksi Pekerjaan. Oleh karena hal tersebut, sebelum adanya
persetujuan atas JMF (Job Mix Formula), Direksi Pekerjaan harus ikut terjun
langsung kelapangan untuk mengecek maupun mengawasi langsung proses
serta hasil percobaan/trial penghamparan yang dilakukan.
(5) Setelah proses pemadatan beton asapl di lapangan berjalan dua bulan, ternyata
beberapa sampling beton aspal menunjukkan kadar aspal optimum lapangan
sebesar 5,2% ada selisih -0,5% terhadap kadar aspal optimum job mix formula
(5,7%). Pendapat kontraktor menyatakan bahwa tidak ada masalah dengan kadar
aspal 5,2% tsb karena nilai stabilitas-nya masih memenuhi standar mutu.
Pendapat konsultan pengawasa menyatakan bahwa kadar aspal 5,2% tidak
bermasalah kecuali semua karateristik marshall beton asapl memenuhi spesifikasi
teknis. Pendapat PPK menyatakan bahwa kadar aspal 5,2% tidak bermalah lebih
kecil dari kadar aspal optimumnya karena yang pembayaran aspal yang
digunakan dilakukan tersendiri terhadap agregat batuan. Coba diskusikan dengan
pertanyaan berikut : (a) apa resiko yang terjadi kadfar aspal yang terpakai jauh di
bawah kadar aspal optimumnya; (b) apa sikap dan tanggapan anda terhadap
pendapat kontraktor, konsultan pengawas, dan PPK; (c) apakah pekerjaan beton
aspal yang sudah terpasang tersebut dapat dibayar?; (d) apa dampak kadar aspal
yang terpasang jauh di bawah kadar aspal optimum job mix formula terhadap
kegagalan pekerjaan konstruksi dan kegagalan bangunan jalan di kemudian hari?;
(e) Siapa yang bertanggung jawab terhadap temuan kerugian negara jika PPK
terlanjur menandatangani persetujuan pembayaran?

10

Penyelesaian:
(a) apa resiko yang terjadi kadfar aspal yang terpakai jauh di bawah kadar aspal
optimumnya;
Aspal merupakan bahan pengikat dalam campuran. Kadar aspal optimum
dipengaruhi oleh Stabilitas Marshall, Kelelehan, Marshall Quotient, Berat
volume, Rongga udara, Rongga terisi aspal. Kadar aspal berpengaruh pada
umur layan suatu perkerasan, sehingga jika kadar aspal yang dipakai kurang
dari kadar aspal optimum mengakibatkan campuran tersebut kurang rekat
sehingga terjadi penurunan fungsi aspal. Retakan tersebut akan mudah terisi
oleh air yang dapat mengakibatkan jalan yang sudah dibangun mengalami
pengurangan umur pelayanan, atau rusak sebelum umur pelayanan yang
ditentukan.

(Modul 11
7.62)
(b) apa sikap dan tanggapan anda terhadap pendapat kontraktor, konsultan
pengawas, dan PPK;

Pendapat Kontraktor:
Pendapat kontraktor menyatakan bahwa tidak ada masalah dengan kadar
aspal 5,2% tsb karena nilai stabilitas-nya masih memenuhi standar mutu.
Kurang setuju, dikarenakan syarat kadar aspal memenuhi spesifikasi
teknis tidak hanya dipengaruhi oleh nilai stabilitas saja, akan tetapi ada banyak
factor lain yang mempengaruhi, antara lain density, nilai VFMA, VITM, VMA,
stability, flow, dan MQ dan kesemuanya itu tergabung dalam persyaratan
Marshall Properties. Semakin banyaknya parameter Marshall Properties yang
terpenuhi, maka kadar aspal yang didapat terhadap kualitas perkerasan nya di
lapangan semakin baik. Disamping itu, kadar aspal 5,2% melewati batas
toleransi yang ada, yaitu sebesar 0,3% (berdasarkan pedoman konstruksi dan

11

bangunan No: 001-03/BM/2006 Dirjen Bina Marga). Untuk itu, penyelidikan


lebih lanjut terhadap spesifikasi teknis yang lain diperlukan guna menentukan
apakah kadar aspal masih bisa digunakan atau tidak.

Pendapat Konsultan:
Pendapat konsultan pengawasan menyatakan bahwa kadar aspal 5,2%
tidak bermasalah kecuali semua karateristik marshall beton aspal memenuhi
spesifikasi teknis.
Sangat setuju, karena untuk parameter yang terdapat didalam Marshall
Properties harus terpenuhi untuk mendapatkan kualitas kadar aspal yang
diinginkan sehingga dapat bekerja sesuai umur rencana dan masa layan yang
sudah ditentukan.

Pendapat PPK:
Pendapat PPK, bahwa pembayaran aspal yang digunakan dilakukan
tersendiri terhadap agregat batuan.
Setuju, dikarenakan untuk aspal, agregat, dan filler dalam persyaratan QS
dibuat terpisah, sehingga hitungan pembayaran untuk masing-masing tidak
mempengaruhi satu sama lainnya.

(c) apakah pekerjaan beton aspal yang sudah terpasang tersebut dapat dibayar?;
Kondisi tidak diperbolehkannya pembayaran adalah ketika:
1. Tidak memenuhi mutu yang disyaratkan,
2. Tidak memenuhi toleransi yang disyaratkan,
3. Kuantitasnya melampaui kuantitas yang terdapat dalam daftar kuantitas
yang terdapat dalam BOQ,
4. Mata pembayaran yang ada kuantitasnya tetapi tidak ada harga satuannya,
5. Mata pembayarannya tidak ada dalam daftar kuantitas (BOQ).
Dari kelima poin diatas, kondisi perkerasan aspal beton yang terpasang
memenuhi poin nomor 2, dengan melanggar toleransi yaitu kadar aspal kurang
0,5 % dari job mix formula (syarat toleransi penyimpangan 0,3%) sehingga
beton aspal yang terpasang tidak dapat dibayar, dan seharusnya perkerasan
yang telah terpasang diganti atau diperbaiki (overlay) menggunakan aspal yang
masih memenuhi batas toleransi.

(Modul 7-15, 143.5, 13-5.6.6)

12

(d) apa dampak kadar aspal yang terpasang jauh di bawah kadar aspal optimum
job mix formula terhadap kegagalan pekerjaan konstruksi dan kegagalan
bangunan jalan di kemudian hari?;
Dengan pemakaian kadar aspal yang jauh lebih rendah, menyebabkan
nilai rongga dalam campuran (VIM) semakin besar. Hal itu dikarenakan aspal
yang mampu mengisi rongga-rongga yang ada semakin sedikit sehingga
campuran menjadi lebih longgar, dan makin banyak. Nilai VIM yang semakin
besar, menyebabkan campuran tidak kedap air, sehingga air yang jatuh di atas
lapis perkerasan dapat terinfiltrasi masuk ke dalam, menyebabkan terjadinya
oksidasi dan aspal menjadi lebih rapuh. Bahkan, jika air dapat masuk
menembus ke dalam lapis fondasi sehingga menyebabkan nilai stabilitas tanah
tersebut menjadi turun, sehingga terjadinya kerusakan struktur pada lapis
fondasi juga dapat terjadi lebih cepat.
Kurang berfungsinya aspal sebagai perekat dan pengisi yang berakiba

berkurangnya ikatan antar agregat (interlocking)


Weathering dan Ravelling, kerusakan ini ditandai dengan permukaan
perkerasan yang kasar dan rusak akibat hilangnya bahan pengikat aspal

atau tar, sehingga menyebabkan pelepasan butiran agregat


Stripping, berkurangnya ikatan lapisan permukaan dan

lapisan

dibawahnya.
Kerusakan yang terjadi dapat menyebabkan umur rencana tidak terpenuhi,
sehingga perawatan yang dibutuhkan akan lebih banyak.

(Modul 117.1)
(e) Siapa yang bertanggung jawab terhadap temuan kerugian negara jika PPK
terlanjur menandatangani persetujuan pembayaran?
Yang harus bertanggung jawab adalah PPK, dimana sebelum melakukan
penandatanganan persetujuan pembayaran, PPK melalui PPHP diwajibkan
untuk terlebih dahulu melakukan penilaian/pemeriksaan terlebih dahulu
terhadap hasil dan spesifikasi dari pekerjaan akhir. Jika terjadi kekurangan atau
cacat pada hasil pekerjaan akhir, PPK berhak meminta pihak penyedia jasa
untuk

segera

melakukan

perbaikan

penandatanganan.

13

pekerjaan

sebelum

dilakukannya

14

Anda mungkin juga menyukai