Case Asfiksia Editing Ariasep Bener
Case Asfiksia Editing Ariasep Bener
LAPORAN KASUS
I. IDENTIFIKASI
Nama
: Bayi N
Umur
: 3 jam
: 2700 gram
Panjang badan : 49 cm
Agama
: Islam
Alamat
MRS
II. ANAMNESIS
(Alloanamnesis, dengan ibu penderita, 2 November 2009)
Keluhan utama
: G3P2A0
HPHT
:-
Periksa hamil
: tidak pernah
Merokok
: tidak pernah
: tidak pernah
: Kepala
Cara persalinan
: Pervaginam
Tindakan
: Ekstraksi forceps
: Tidak ada
KPSW
: Tidak ada
: Tidak ada
: Tidak ada
Tempat lahir
: Laki-laki
: Tunggal
: Hidup
Riwayat Keluarga
Tn. A /35 thn/Swasta
Os
III. PEMERIKSAAN FISIK ( 2 November 2009 )
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum
: sakit sedang
Kesadaran
: kompos mentis
Berat badan
: 2700 gram
Panjang badan
: 49 cm
Lingkar kepala
: 33 cm
: 10,5 cm
Suhu
: 36,7 0C
Aktivitas
: Hipoaktif
Tonus otot
: normal
Reflek isap
: sedang
Tangis
: sedang
Posisi bayi
Anemis
: tidak ada
Sianosis
: tidak ada
Ikterus
: tidak ada
HR
Pernafasan
: 33 cm
UUB
Mata
Hidung
: nafas cuping hidung ada, epistaksis tidak ada, sekret tidak ada
Trauma lahir
: (-)
Thorak
Paru-paru
Jantung
Abdomen
: datar, lemas, hepar lien tidak teraba, bising usus (+) normal
Reflek primitif
Oral
: (+)
Withdrawal
: (+)
Moro
: (+)
Plantar grasp
: (+)
Tonic neck
: (+)
Palmar grasp
: (+)
Downs Score
:1
Retraksi berat
:2
:2
:1
:1
Jumlah
: 7 (Respiratory distress)
IV.
: 15,1 g/dl
Hematokrit
: 46 vol%
Leukosit
: 20.500/mm3
LED
: 3 mm/jam
Trombosit
: 213.000/mm3
Hitung jenis
: 0/1/6/26/65/2
V.
LAPORAN RESUSITASI
Bayi lahir di Kamar Bersalin kebidanan RSMH pukul 10.30 dengan ekstraksi
forceps a.i eklampsi + gawat janin dari ibu G3P2A0 hamil aterm dengan presentasi
kepala. BBL 2700 gr PB 49 cm, anus (+). Lahir tidak langsung menangis, mekonium
(-), bayi dihangatkan dan diposisikan, bersihkan jalan nafas lewat mulut dan hidung,
dirangsang taktil lalu dikeringkan, dan diberi O2 bebas 5 ltr/menit. Bayi belum
menangis, HR<100 x/mnt, RR 20 x/menit, warna biru, dilakukan VTP bagging
dengan 02 bebas 5 ltr/menit selama 30 detik, bayi mulai menangis lemah, HR>100
x/menit, warna tubuh mulai kemerahan, acral sianosis. Tetap diberikan O 2 bebas 5
ltr/menit + rangsang taktil lalu bayi berwarna kemerahan, HR>100 x/menit, RR > 60
x/menit dan dilakukan perawatan observasi.. R/ ibu demam saat melahirkan (-), R/
KPSW (-), R/ ketuban hijau (-), kental (-), bau busuk (-).
Skor APGAR
ke
A
(Appearance)
P
(Pulse)
G
(Grimace)
A
(Activity)
R
(Respiratory
Effort)
0
Menit
Total
2
7
Keadaan Umum
Aktivitas
: aktif
: 36,7 oC
Refleks isap
: sedang
HR
: 140 kali/menit
Tangis
: merintih
RR
: 68 kali/menit
Keadaan Spesifik
Kepala
: NCH (+)
Thorax
Abdomen
Ekstremitas
: sianosis (-)
Diagnosis
Neonatus
: FT AGA
Ibu
Kelahiran
Anak
Tatalaksana
Pindah rawat ke NICU IKA RSMH
VI.
RESUME
Seorang bayi laki-laki berusia 3 jam dengan berat badan 2700 gr, panjang
badan 49 cm, berkebangsaan Indonesia, beragama Islam, beralamat luar
kota,
VI.
DIAGNOSIS SEMENTARA
RDS + Asfiksia berat
VII.
PENATALAKSANAAN
Stop oral
Ampicillin 2 x 190 mg
X.
Rntgen Thorax
PROGNOSIS
Quo ad vitam
: Dubia ad Bonam
Quo ad functionam
: Dubiaa ad bonam
: Berat Badan
: 2700 gram
Aktifitas
: aktif
Refleks Isap
: sedang
Tangis
: kuat
Detak Jantung
: 36,5 oC
Anemis
: (-)
Ikterus
: (-)
Dispneu
: (-)
Sianosis
: (-)
Kepala
Thorax
Abdomen
Extremitas
: sianosis (-)
: BP + asfiksia berat
BAB II
ANALISA KASUS
Seorang bayi laki-laki berusia 3 jam dengan berat badan 2700 gr, panjang
badan 49 cm, berkebangsaan Indonesia, beragama Islam, beralamat luar
kota,
10
panjang badan 49 cm, lingkar kepala 33 cm, lingkar lengan atas 10,5 cm, aktivitas
hipoaktif, reflek isap sedang dan tangis merintih, anemis (-), sianosis (-), dispneu (+),
ikterik (-). Pemeriksaan spesifik didapatkan nafas cuping hidung (+), retraksi (+)
intercostal, subcostal dan epigastrium. Skor APGAR 2/7. Dari pemeriksaan fisik
tersebut, frekuensi napas bayi yang meningkat (lebih dari 60 kali/menit) ditambah
dengan ditemukannya napas cuping hidung dan retraksi, menunjukkan bahwa
penderita mengalami dispneu sebagai usaha pemenuhan kebutuhan oksigen tubuhnya
akibat asfiksia. Tidak didapatkan pernapasan kusmaul dan bunyi napas tambahan
menggambarkan tidak terjadi asidosis pada penderita ini, denyut jantung 132
kali/menit pun menggambarkan secara kasar fungsi jantung yang masih normal, tidak
terdapat depresi kardiovaskular akibat asidosis sebagai komplikasi dini asfiksia.
Penilaian menggunakan Apgar menghasilkan skor 2 untuk menit pertama kelahiran
dan 7 setelah 5 menit resusitasi. Masing-masing 0-1 untuk Appearance, 1-2 untuk
Pulse, 1-2 untuk grimace, 0-1 untuk Activity dan 0-1 untuk Reflex. Dengan keadaan
tersebut diatas, penderita didiagnosis dengan asfiksia berat dan RDS.
Tatalaksana untuk penderita ini meliputi dua hal, pertama, dilakukan resusitasi
menanggulangi asfiksia yang terjadi. Dari hasil resusitasi 5 menit nilai Apgar
penderita bertambah, menunjukkan respon yang baik serta tingkat kerusakan yang
tidak berat. Dispneu pada penderita diatasi dengan pemberian oksigen head box 5
liter/menit.
Pada pemantauan hari berikutnya penderita menunjukan gejala sesak
berkurang, terlihat dari frekuensi napas yang menjadi <60 x/mnt, dan napas cuping
hidung dan retraksi sudah menghilang. Dari hasil pemeriksaan radiologis pada pasien
ini dapat didiagnosis bronkhopneumonia.
Selain itu, tatalaksana pada kasus ini adalah dengan pemberian antibiotik
berupa ampisilin 190 mg dalam 2 dosis, dan gentamisin 6,75 mg/18 jam intravena
dosis tunggal (pada bayi aterm).
Prognosis asfiksia dinilai dari derajat berat-ringannya asfiksia, komplikasi
metabolik, dan kardiopulmonal, usia bayi (aterm atau preterm) dan tingkat keparahan
11
12
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
BATASAN
Asfiksia Neonatorum adalah suatu keadaan bayi lahir yang gagal bernapas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan yang disertai dengan adanya
hipoksia, hiperkapnia dan berakhir dengan keadaan asidosis. Hipoksia yang terdapat
pada penderita asfiksia merupakan faktor yang penting yang dapat menghambat
adaptasi bayi yang baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin (Gabriel Duc, 1971).
Penilaian statistik menunjukkan bahwa keadaan ini merupakan penyebab utama
mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir. Hal ini dibuktikan oleh Drage dan Berendes
(1966) yang mendapatkan bahwa APGAR yang rendah sebagai manifestasi hipoksia
berat pada bayi saat lahir akan memperlihatkan angka kematian yang tinggi.
Tabel 1. Pengaruh asfiksia
Sistem
SSP
Ensefalopati
Pengaruh
hipoksik-iskemik,
infark,
perdarahan
Pulmonal
Ginjal
Adrenal
Perdarahan adrenal
Saluran cerna
Metabolik
Kulit
Hematologi
Sumber : Ilmu Kesehatan Anak : Janin dan Bayi Neonatus hal 581. Nelson Vol 1 ed 15. EGC.1999
KOMPLIKASI
13
14
Hipoksia pascanatal
Hipoksia setelah kelahiran bayi dapat disebabkan karena (1) anemia yang
menyebabkan penurunan kandungan oksigen darah sampai ke tingkat kritis, akibat
perdarahan berat atau penyakit hemolitik; (2) syok cukup berat, sampai mengganggu
pengangkutan oksigen ke sel-sel vital, akibat perdarahan adrenal, perdarahan
periintraventrikuler, infeksi, atau kehilangan darah masif; (3) kurangnya saturasi
oksigen arteria yang disebabkan gagal pernapasan spontan dan adekuat pascanatal,
akibat cacat, nekrosis, atau jejas pada otak; dan (4) kegagalan oksigenisasi sejumlah
darah yang adekuat akibat adanya bentuk penyakit jantung kongenital sianotik atau
defisiensi fungsi paru yang berat.
FAKTOR PREDISPOSISI
a.
b.
c.
Persalinan
dengan
tindakan,
persalinan
dengan
anestesi
umum,
15
sangat perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pemafasan agar terjadi 'primary
gasping' yang kemudian akan berlanjut dengan pemafasan teratur (James, 1958). Sifat
asfiksia ini tidak mempunyai pengaruh buruk karena reaksi adaptasi bayi dapat
mengatasinya.
Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen selama
kehamilan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi
fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan
gangguan fungsi ini dapat reversibel atau tidak bergantung kepada berat dan lamanya
asfiksia (Caldeyro-Barcia, 1968). Pada percobaan binatang yang dikerjakan oleh Dawes
(1968), ternyata bahwa asfiksia yang. ditimbulkan pada binatang percobaan memperlihatkan suatu pola klinis tertentu. Hal ini sesuai dengan observasi klinis yang tampak
pada bayi afsiksia. Asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatu periode apnue ('primary
apnoea') disertai dengan penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan
memperlihatkan usaha bernafas (gasping) yang kemudian diikuti oleh pemafasan teratur.
Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini tidak tampak dan bayi selanjutnya
berada dalam periode apnu kedua (secondary apnoe). Pada tingkat ini di samping
bradikardia ditemukan pula penurunan tekanan darah.
Selain perubahan. klinis, akan terjadi pula gangguan metabolisme dan perubahan
keseimbangan asam-basa pada tubuh bayi. Pada tingkat pertama gangguan pertukaran
gas mungkin hanya menimbulkan asidosis respiratorik. Bila gangguan berlanjut, dalam
tubuh bayi akan terjadi proses metabolisme anaerobik yang berupa glikolisis glikogen
tubuh, sehingga sumber glikogen tubuh, terutama pada jantung dan hati akan berkurang.
Asam organik yang terjadi akibat metabolisme ini akan menyebabkan timbulnya asidosis
metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskular yang
disebabkan oleh beberapa keadaan diantaranya : (a) hilangnya sumber glikogen dalam
jantung akan mempengaruhi fungsi jantung, (b) terjadinya asidosis metabolik akan
mengakibatkan menurunnya sel jaringan, termasuk otot jantung, sehingga
menimbulkan kelemahan jantung, (c) pengisian udara alveolus yang kurang adekuat
akan menyebabkan tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru, sehingga sirkulasi
16
darah ke paru dan demikian pula ke sistem sirkulasi tubuh lain akan mengalami
gangguan. Asidosis dan gangguan kardiovaskular yang terjadi dalam tubuh berakibat
buruk terhadap sel otak. Kerusakan sel otak yang terjadi menimbulkan kematian atau
gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.
DIAGNOSIS
Diagnosis dini penderita asfiksia mempunyai arti penting dalam
merencanakan resusitasi yang akan dilakukan. Diagnosis tersebut tidak hanya
ditegakkan setelah bayi lahir, tetapi dapat juga diketahui semasa intrauterin,
karena hampir sebagai besar asfiksia neonatus merupakan kelanjutan asfiksia
janin.
Diagnosis intrauterin dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan
denyut jantung janin. Pada keadaan normal, nilainya pada kisaran 120-160 kali
permenit. Apabila denyut tersebut kurang dari 100 kali/menit atau lebih dari 160
kali/menit maka kemungkinan adanya asfiksia janin harus dipertimbangkan.
Pemantauan dengan kardiotokografi, kesejahteraan janin daapt pula ditentukan
jauh sebelum terjadinya proses persalinan. Pada bayi yang mengalami proses
hipoksia, apabila dilakukan uji stress, biasanya akan terlihat gambaran yang
disebut deselerasi lambat atau type II dips. Gambaran hipoksia janin dapat pula
dikenali dengan melihat kekeruhan air ketuban dengan amnioskopi. Adanya
mekoneum dalam air ketuban menandakan bayi pernah atau sedang mengalami
proses hipoksia.
Diagnosis pada saat persalinan dapat ditegakkan dengan melakukan
pemeriksaan pH darah janin yang diperoleh dengan mengambil sediaan darah dari
kulit kepala melalui serviks yang sudah terbuka. Nilai pH yang kurang dari 7,2
menunjukkan adanya asidosis yang menandakan adanya gangguan kesejahteraan
janin. Kewaspadaan terhadap bayi harus pula ditingkatkan terhadap air ketuban
yang mengandung mekoneum pada bayi dengan letak belakang kepala.
17
Setelah
bayi
lahir,
diagnosis
asfiksia
dapat
ditegakkan
dengan
0
Tidak ada
1
Kurang dari 100/menit
2
Lebih dari 100/menit
Tidak ada
Lumpuh
Tidak ada
Biru/pucat
Menangis kuat
Gerakan aktif
Menangis
Tubuh dan ekstremitas
kemerahan
Penilaian secara Apgar ini juga mempunyai hubungan yang bermakna dengan
mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir (Drage,1964). Cara ini dianggap yang paling
ideal dan telah banyak digunakan di mana-mana. Patokan klinis yang dinilai ialah : (1)
menghitung frekuensi jantung, (2) melihat usaha bernafas, (3) menilai tonus otot, (4)
menilai reflek perangsangan, (5) memperhatikan warna kulit. Setiap kriteria diberi
angka tertentu dan penilaian itu sekarang lazim disebut skor Apgar. Skor Apgar ini
biasanya dinilai 1 menit setelah bayi lahir lengkap, yaitu pada saat bayi telah diberi
lingkungan yang baik serta telah dilakukan pengisapan lendir dengan sempurna. Skor
Apgar 1 menit ini menunjukkan beratnya asfiksia yang diderita dan baik sekali sebagai
pedoman untuk menentukan cara resusitasi. Skor Apgar perlu pula dinilai setelah 5
18
menit bayi lahir, karena hal ini mempunyai korelasi yang erat dengan morbiditas dan
mortalitas neonatal (Drage, 1966).
Atas dasar pengalaman klinis, asfiksia neonatorum dapat dibagi dalam :
1. 'Vigorous baby'. Skor Apgar 8-10. Dalam hal ini bayi dianggap sehat dan tidak
memerlukan tindakan spesifik.
2. 'Mild asphyxia' (asfiksia ringan). Skor Apgar 5-7. Pada pemeriksaan fisis akan
terlihat frekuensi jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik,
ekstremitas biru, refleks sedikit.
3. Moderate asphyxia (asfiksia sedang). Skor Apgar 3-4.
4. (a) Asfiksia berat. Skor apgar 0 - 2. Pada pemeriksaan fisis ditemukan frekuensi
jantung kurang dari 100/menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadangkadang pucat, refleks iritabilitas tidak ada
(b) Asfiksia berat dengan henti jantung. Dimaksudkan dengan henti jantung ialah
keadaan (1) bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum
lahir lengkap, (2) bunyi jantung bayi menghilang post partum. Dalam hal ini
pemeriksaan fisis lainnya sesuai dengan yang ditemukan pada penderita asfiksia
berat.
TINDAKAN PADA ASFIKSIA NEONATORUM.
Tujuan utama mengatasi asfiksia ialah untuk mempertahankan kelangsungan
hidup bayi dan membatasi gejala sisa (sekuele) yang mungkin timbul di kemudian
hari. Tindakan yang dikerjakan pada bayi lazim disebut resusitasi bayi baru lahir.
Sebelum resusitasi dikerjakan, perlu diperhatikan bahwa :
1. Faktor waktu sangat penting. Makin lama bayi menderita asfiksia, perubahan
homeostasis yang timbul makin berat, resusitasi akan lebih sulit dan kemungkinan
timbulnya sekuele akan meningkat.
2. Kerusakan yang timbul pada bayi akibat anoksia/hipoksia antenatal tidak dapat
diperbaiki, tetapi kerusakan yang akan terjadi karena anoksial/hipoksia pascanatal
harus dicegah dan diatasi.
19
3. Riwayat kehamilan dan partus akan memberikan keterangan yang jelas tentang
faktor penyebab terjadinya depresi pemafasan pada bayi baru lahir.
4. Penilaian bayi baru lahir perlu dikenal baik, agar resusitasi yang dilakukan dapat
dipilih dan ditentukan secara adekuat
Prinsip dasar resusitasi yang perlu diingat ialah :
1. Memberikan lingkungan yang baik pada bayi dan mengusahakan saluran
pernafasan tetap bebas serta merangsang timbulnya pernapasan, yaitu agar
oksigenasi dan pengeluaran C02 berjalan lancar.
2. Memberikan bantuan pernafasan secara aktif pada bayi yang menunjukkan usaha
pernafasan yang lemah.
3. Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi
4. Menjaga agar sirkulasi darah tetap baik
20
Ya
Perawatan rutin
Ya
jaga hangat
bersihkan jalan napas
keringkan
Tidak
Jaga hangat
Posisi, bersihkan jalan napas* (bila perlu)
Keringkan, beri rangsangan, reposisi
02 (bila perlu)
Bernapas
Evaluasi napas, denyut jantung, warna kulit DJ>100
Kulit kemerahan Perawatan suportif
Apneu atau
DJ<100
30 detik
DJ <60
30 detik
Ventilasi
DJ>100
Kulit kemerahan
Perawatan lanjut
DJ >60
VTP*
Penekanan dada
DJ <60
Beri epinefrin* (dapat diulang tiap 3-5 menit bila perlu)
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Wardlaw T, et al. Low birthweight and complications; country, regional, and
global estimates UNICEF New York 2004. [cited on Feb 4 2009]. Available from:
www.who.int
2. Chapman IA. Asfixia Neonaturum. In: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB,
Stanton BF, editors. Nelson Textbook of Pediatrics.18th ed. Philadelphia:
Saunders Elsevier; 2004.
3. Anderson MS, Hay WW. Intrauterine growth restriction and the small-forgestational-age infant. In: MacDonald MG, Mullet MD, Seshia MMK, editors.
Averys neonatology pathophysiology & management of the newborn. 6 th ed.
2005.
4. Levene MI, Tudehope DI, Sinha MD. Neonatal Medicine. 4th ed. Massachusetts:
Blackwell Publishing; 2008.
5. Khazaee S, Ghiasi B, Mahmoodzade F. Investigation of Asfixia Neonatorum
incidence and its risk factors in Ilam-Iran (2005-2006). Pediatric Oncall 2007.
[cited Feb 4 2009]. Available from: http://www.pediatriconcall.com
6. Gould JB, LeRoy S. Socioeconomic status and Asfixia incidence: a racial
comparison. Pediatrics 1988;82;896-904. [cited on Feb 5 2009]. Available from:
http://www.pediatrics.org
7. Kliegman RM. Intrauterine growth restriction. In: Martin RJ, Fanaroff AA, Walsh
MC, editors. Fanaroff and Martins Neonatal-Perinatal Medicine, Diseases of the
Fetus and Infant. 8th ed. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2006.
8. Standar Penatalaksanaan Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Unsri-RS Mohammad Hoesin Palembang 2008.
22